“Siapa yang selingkuh?” Intan yang mendengar pembicaraan mereka langsung bertanya.
“Aish... Intan, kamu bikin kaget saja. Jantungku hampir copot,” seru bu Marni, tangannya memukul lembut lengan Intan.
“Tadi saya dengar ada yang selingkuh, siapa yah?” tanya Intan lagi.
Bu Marni dan Mira saling bertatapan, mata mereka saling berbicara.
“Janji, Kakak jangan bilang sama Andika.” Mira memastikan.
Intan mengangguk, dia mengangkat tangannya membentuk lambang peace.
Kembali Mira menatap bu Marni, anggukan yang di berikan ibunya itu sebagai tanda kalau dia mengijinkan Mira bercerita.
“Mas Danu selingkuh!!” lirih Mira.
“Hah... apa? Pak Danu?!” Seolah tak percaya, Intan terlihat syok.
“Ish, jangan keras-keras. Nanti, ada yang dengar.” Lagi-lagi bu Marni memukul lengan Intan.
Intan spontan menutup mulutnya. “Pantas beberapa bulan ini pak Danu jarang pulang,” batin Intan.
“Kami lagi diskusi, tadi Mira nyiram mereka pake air kobokan,” jelas bu Marni. Ada nada puas dari suaranya.
“Kurang itu, kenapa nggak di gundulin,”protes Intan.
“Nanti, kalau mas Danu masih berani ketemu perempuan itu, aku pastikan dia menyesal,” Mira meyakinkan Intan.
Saat Mira dan yang lainnya mengatur rencana di luar, Danu yang baru saja masuk ke kamar ICU.
Sejenak langkahnya terhenti, terlihat Airin sedang tertidur. Tapi, tak ada lagi selang yang menempel di badan ataupun hidungnya.
Danu kembali mendekat, memegang tangan wanita yang bergelar istrinya itu.
Airin yang merasakan tangannya di pegang membuka mata, netranya berkaca-kaca melihat suaminya datang.
Danu merasa kikuk di tatap seperti itu, Danu duduk di samping istrinya.
“Mas, Airin mau pulang,” ucapnya lembut sambil memegang erat tangan lelaki yang telah menghalalkannya beberapa tahun yang lalu.
“Nanti! Kalau dokter sudah bilang kamu boleh pulang, baru kita pulang,” balas Danu.
“Tapi!”
“Sudah, jangan protes, itu juga untuk kebaikan kamu. Sekarang kamu istirahat, supaya bisa cepat pulang,” perintah Danu.
“Mas, jangan kemana-mana. Airin takut, nanti ada yang datang.”
“Iya!” jawab Danu singkat.
“Janji ya, Mas!” tanya Airin.
Danu tak menjawab, hanya mengangguk, Airin memejamkan mata, tangannya erat memegang Danu.
Danu mengambil hape yang sedari tadi bergetar, nampak dua puluh lima panggilan dari Maya. Beberapa pesan dia kirimkan.
[Mas, nanti malam ke rumah! Maya mau kasih liat sesuatu.?]
Danu membuka pesan yang lain.
[Mas, kok telpon aku nggak di angkat? kangen! ] chat manja Maya.
Danu tersenyum, sebuah foto terpampang jelas di layar hapenya.
Foto Maya sedang tersenyum, dirinya hanya menggunakan tantop yang membuat sesuatu di diri Danu menegang.
[Kurang, hot.] balasannya.
“Hahahahahaha,” tawa Danu pecah melihat balasan Maya.
Foto tanpa busa*a sukses membuat Danu tersenyum bahagia.
Kembali dia memasukkan ponselnya ke dalam saku, dia berusaha melepaskan genggaman Airin.
Sia-aia, genggamannya terlalu kuat.
“Mas, ada yang datang,” ucap Airin.
Danu menengok ke belakang, tak ada siapa-siapa.
“Mas, ada kakek. Tolong ajak masuk, temani berbincang, aku belum bisa bertemu dengannya,” racau Airin. Matanya lekat ke arah pintu.
“Tak ada orang, Rin!” jawab Danu, wajahnya berpaling menatap istrinya.
Ternyata Arini sedang tertidur, wajahnya tersenyum.
Melihat wajah Airin, Danu ikut tersenyum. Dia merasa hape-nya bergetar, ternyata Maya yang menelpon.
Pelan dia melepaskan tangan Airin, berlalu keluar untuk mengangkat telpon kekasih gelapnya itu.
“Halo, Mas. Jadikan ke sini?” ucap Maya manja.
“Kan, tadi sudah ketemu? Nanti malam yah! Aku mau nemenin Airin,” tolak Danu.
“Airin lagi, Airin lagi,” sungutnya.
“Sabar, kalau Airin sudah sehat, pasti aku sama kamu terus,” rayu Danu.
“Nggak mau, pokoknya mau sekarang! Kalau nggak, aku ke sana ketemu Mas!” ancam Maya.
Danu menghela nafas, ini salah satu sifat buruk Maya, selalu memaksakan kehendak, tak bisa lihat situasi.
“Baiklah, tunggu Mas.” Danu berlalu, dia tak lagi masuk ke ruangan Airin.
“Bu, tolong jaga Airin, aku punya urusan sebentar!”ucap Danu, dia bergegas pergi tanpa menunggu jawaban dari ibunya.
“Bu, Mas Danu mau ke mana?” tanya Mira yang melihat kakaknya berlalu dengan tergesa-gesa.
“Nggak tau!” ujar bu Marni.
Intan yang bersama Mira, permisi ke toilet. Di toilet dia menelpon.
“Dik, kamu masih di parkiran?”
“Iya, kenapa?” tanya Andika, kakak Airin.
“Sebentar lagi, Danu akan keluar, ikuti dia, kamu akan tau kebusukannya. Filingku mengatakan dia akan pergi berselingkuh,” ucap Intan.
“Baiklah.”
Telpon di matikan sepihak oleh Andika, Intan sejenak bercermin, hatinya was-was karena memberi tahu Andika, padahal dia sudah berjanji untuk tak membocorkan hal itu.
Namun, hati kecil Intan tak bisa membiarkan orang sebaik Airin dan keluarganya di bohongi terus.
Intan membasuh muka, kemudian kembali menemui Mira dan bu Marni.
*****
Andika melihat Danu berjalan menuju mobilnya, dia emosi mendengar laporan Intan.
Dia harus mengikuti Danu, tapi bagaimana caranya?
Pasti Danu mengenali mobilnya, sebelum Danu berlalu, Andika gegas keluar dari parkiran, untung saja di depan rumah sakit banyak taxi online.
Segera dia naik ke sebuah mobil, sopir kaget karena tidak merasa menerima penumpang.
Andika mengeluarkan beberapa lembar uang merah dan meminta sopir mengikuti mobil Danu.
Tak lama berselang, mobil yang di tunggu Andika keluar dari Rumah sakit.
“Pak, ikuti mobil putih itu,” suruh sopir, tangannya menepuk bahu pak sopir.
“Jangan kehilangan jejak yah!” perintahnya lagi.
Danu sama sekali tak menyadari kalau sedang di ikuti. Dia menjalankan mobil dengan santai , tiga puluh menit kemudian, dia telah sampai di rumah Maya.
Terlihat Maya sedang duduk di teras bermain ponsel.
Melihat Danu, senyumnya mengembang. Dia beranjak menyongsong kekasihnya.
Danu keluar dari Mobil, Maya langsung bergelayut manja di lengan lelaki berbadan tinggi itu.
“Sialan!” umpat Andika, tangannya meninju jok mobil.
Sopir yang melihat Andika seperti itu bertanya. “Itu pacarnya, Mas?”
Andika menggeleng. “Suami adik saya, Pak!” jelasnya.
“Kalau saya, pasti tak laporkan ke polisi, atas kasus perzinahan,” celetuk sopir tersebut.
Mendengar sopir berkata seperti itu, Andika mengangguk. Dia setuju dengan ide tersebut.
“Pak, antar saya ke kantor polisipolisi.” Pak sopir menoleh ke Andika, mencari kepastian.
Andika mengangguk yakin, pak sopir tersenyum. Dia tak menyangka kalau idenya akan di Terima begitu saja oleh Andika.
Sesampainya di kantor polisi, Andika di sambut oleh seorang laki-laki berpakaian PDH berwarna coklat.
Bertanya maksud Andika ke kantor polisi.
Andika berkata ingin membuat laporan dengan kasus perzinahan, dia menceritakan kronologis Danu yang berada di rumah Maya.
“Maaf, Pak! Apa bapak yakin dengan yang bapak katakan?” tanya Polisi yang menerima laporan Andika.
“Yakin, Pak!” jawab Andika.
“Maaf, bukan kami tak percaya, tapi jika membuat laporan harus ada saksi dan bukti, Pak!” jelas pak Polisi.
“Saksinya ada sopir taxi yang saya tumpangi,” jawab Andika.
Sopir yang di maksud dipanggil untuk memberikan keterangan.
Setelah laporan lengkap, Andika dan dua orang polisi yang di tugaskan menangani kasus, menuju ke TKP.
*****
Danu yang baru saja sampai di tempat Maya, di suguhkan dengan makanan.
“Mas, habis makan mandi yah!” perintah Maya.
Danu mengangguk, memang sejak dari hotel dia belum sempat mandi.
Selesai makan, dan mandi. Danu di giring Maya masuk ke dalam kamar.
“Kita mau ngapain?” tanya Danu pura-pura, dia langisng berbaring di tempat tidur Maya.
“Aku mau kasih lihat ini!” Maya berputar.
Ternyata dia telah membeli lingerie berwarna merah maroon yang sangat transparan.
Melihat tubuh Maya yang terbungkus kain tipis, Danu meneguk ludah.
Matanya nyalang, walaupun baru tadi malam mereka bertempur, tapi melihat Maya seperti itu membuat Danu ingin kembali bertukar peluh dengan wanita berkulit putih dan berlesung pipi tersebut.
Tak ayal, Danu menarik tangan Maya, memeluk wanita berambut sepunggung tersebut. Menghirup wangi rose dari rambut indah tersebut.
Maya melingkarkan tangan di leher Danu, entah dari mana dan siapa yang memulai. Ranjang Maya berdebat menahan berat badan dua insan yang sedang terbuai nafsu sesat.
Setan-setan sedang bersorak di samping mereka, membisikkan tipuan-tipuan agar mereka berdua lebih dalam larut dalam maksiat.
AC yang telah di setel ke suhu terendah tak mampu menghentikan bulir keringat mereka untuk menetes.
Di tengah permainan ranjang Danu dan Maya, mereka tak menyadari jika Andika dan Polisi telah sampai di rumah Maya.
Seorang polisi, bertanya ke tetangga Maya rumah pak RT.
Setelah menemui pak RT dan meminta izin melakukan penggerebekan, Polisi langsung menjalankan tugas mereka.
Brak!
Pintu di dobrak, polisi langsung masuk, mengetuk dan mendorong setiap kamar.
Danu dan Maya yang masih bergelut, terlonjak kaget. Belum sempat mereka berpakaian, Polisi telah masuk ke kamar mereka.
“Berdiri, berdiri! Angkat tangan di atas!” seru pak Polisi kepada mereka berdua.
Danu dan Maya masih kebingungan, mereka tak berani beranjak dari tempat tidur.
“Ayo, keluar!” bentak pak Polisi.
Mendengar bentakan pak Polisi, Danu bangkit dari posisinya.
Saat berjalan mendekat ke arah pak Polisi.
Seseorang menrengsek masuk ke dalam kamar dan Brugh!
Bugh!
Bugh!
Mati kau! Pisau di layangkan ke arah Danu.
*****
( Siapa yang senang Danu dan Maya di tangkap? Beri komentar, Kira-kira siapa yang menrengsek ke kamar mereka? Apakah bu Marni dan Mira akan tau soal Danu? Pantengin terus yah, InsyaAllah. Akan up tiap hari bab baru)
Pisau di layangkan ke dada Danu.Untung saja seorang Polisi melihat dan segera menarik lengan Danu, pisau mengenai angin. Melihat serangannya sia-sia, orang tersebut segera berlari meninggalkan tempat kejadian.Polisi tak dapat mengejar, karena beberapa warga yang mengetahui sedang berlangsung penggerebekan. Berbondong-bondong datang, alasannya untuk melihat siapa yang tertangkap.Danu dan Maya di gelandang ke kantor Polisi, takutnya mereka di amuk massa yang semakin lama, semakin banyak.Danu hanya bisa tertunduk, dia tak habis fikir, bagaimana mungkin mereka di grebek, padahal baru kali ini dia melakukannya di rumah Maya.Biasanya mereka akan ke hotel, atau menyewa villa jika weekend.Maya pun sama, dia menutup kepalanya dengan jilbab. Tangannya gemetar, dia tak tau apa yang akan terjadi jika orang tuanya mengetahui kelakuan bejat mereka.“Huuuuuuu, tukang zi*a di tangkap, viralkan!&rd
“Airin, Kamu?!” teriak bu Marni.Semua yang berada di ruangan terkejut, Andika yang hendak membuka pintu berbalik, diam terpaku menatap adiknya yang sedang berjalan ke arahnya.“Ba— gai— ma— na, bagaimana kamu bisa jalan, Dek?!” tanya Andika terbata.Tangannya meraih tangan Airin yang sudah berada tepat di hadapannya.Airin tak menggubris Andika, dia terus berjalan, membuka pintu, lalu tersenyum.“Sudah lama menunggu, Kek?” tanyanya.Dia bergeser ke samping lalu kembali berkata. “Silahkan masuk, bisa sebentar lagi. Suami saya belum datang.”Airin berbicara sambil berjalan, sperti dia lagi bercakap-cakap dengan seseorang.Sayangnya, baik Andika, Mira, bu Marni dan Intan tak bisa melihat sosok tersebut.Intan menggeleng, tak mau larut dengan hal yang menurutnya tak masuk akal.Di dekatinya Airin. &
Namaku Airin, umurku belum genap tiga puluh tahun. Menikah dengan Danu, orang yang paling aku cintai.Kami berpacaran saat masih kuliah, aku tipe orang yang tak gampang jatuh cinta. Namun, kegigihan mas Danu merebut hatiku patut di acungi jempol. Selama menjadi pacarnya, aku selalu merasa menjadi wanita paling beruntung.Begitu pun ketika mas Danu mengutarakan niatnya untuk menikahiku, sungguh aku merasa gadis paling beruntung di dunia.Sayangnya, orang tuaku tak merestui. Alasannya klise, aku masih muda. Ku fikir saat dia di tolak oleh ayah dan ibu, mas Danu akan mundur. Nyatanya dia membuktikan cintanya dengan mengajakku kawin lari.Walau caranya salah, tapi menikah dengannya adalah kesalahan yang tak pernah ku sesali.Aku di boyong ke kota kelahirannya, di perkenalkan dengan wanita tangguh yang dia sebut ibu.Awalnya aku takut tak di terima, tapi kembali lagi semua dugaanku salah. Ibu mertuaku sangat ba
“Airin ... Airin ... Dek! Kamu kenapa?” Andika menggoncang tubuh kurus adiknya.Airin terlihat kejang, napasnya masih berbunyi, Andika memeluk tubuh adiknya, berkali-kali dia mencium kening dan tangan wanita itu.Intan yang melihat hal itu, segera menarik Andika.“Dik... hey!! Tenangin diri kamu. Airin butuh kamu, bimbing dia!”ucap Intan, tangannya mengelus kepala lelaki itu.“Tan, kita ke rumah sakit sekarang!” Andika berdiri, dia berniat untuk menyiapkan mobil.Langkahnya terhenti ketika tangannya di pegang oleh Airin, Andika berbalik.Dia melihat sang adik menatap dengan tersenyum. “Kak, jangan ti— ngg— alin,” ucap Airin dengan napas tersengal-sengal.Intan berlalu meninggalkan Andika dan Airin, dia ke ruang tamu, mengambil Alquran dan kembali ke kamar.“Dik, baca ini, tuntun dia, kalau sudah waktunya semoga Airin perg
“Bu, ayo kita pulang!” kata Mira. Dia berdiri lalu menarik tangannya ibunya.“Tapi, Ibu belum bicara sama kakak kamu!” tolak bu Marni.“Untuk apa?! Nggak perlu bicara dengan orang yang nggak punya akhlak kayak mereka,” ucap Mira, dia masih berusaha menarik ibunya.“Mira, jaga bicara kamu!” bentak Danu. Dia tidak suka mendengar kata-kata adiknya itu.“Apa? Terus kalian fikir kelakuan kalian apa?” teriak Mira tak mau kalah.Danu mengangkat tangannya, mau menampar Mira.“Tampar! Memang, Mas hanya bisa menyakiti,” ucap Mira.Danu menurunkan tangannya, tubuhnya bergetar menahan amarah, tak menyangka adiknya akan berani padanya.Melihat situasi tidak kondusif, bu Marni menelpon seseorang, berbicara agak se
“Yang mana suami Airin?”Pertanyaan itu membuat semua yang mendengar saling bertatapan, begitu pun dengan bu Marni dan Mira.Mereka salah tingkah mendengar pertanyaan yang tak pernah terpikirkan oleh mereka.“Egh, itu anu tante, Danu lagi di luar negeri, dua tiga hari lagi baru sampai,” jawab Andika berbohong.“Kok, istri meninggal dia tak datang, apa dia nggak tau kalau istrinya sakit?” tanya wanita itu lagi dengan ketus.“Tau tante, tapi kan nggak ada yang nyangka kalau Airin bakal meninggal,” bela Andika.Walaupun dia tak menyukai lelaki itu, tapi dia tak mau mempermalukan bu Marni dengan membongkar kelakuan anaknya, karena dia tahu betul kalau Airin sangat di sayang oleh mertuanya.Mendengar jawaban Andika, wanita itu lalu keluar memilih duduk di
“Bagaimana, bagus kan?” tanya Mira, dia tersenyum sambil menggoyang-goyangkan kedua alisnya.“Pintar, nggak salah selama ini Ibu sekolahin kamu di sekolah elit,” puji bu Marni.“Jadi, kapan mau menjalankan rencananya?” tanya Mira lagi. Dia sudah tak sabar membalas dendamnya kepada perusak rumah tangga kakaknya itu.“Sekarang lah! Masa tahun depan,” seru bu Marni. Kemudian langsung beranjak dari duduknya, mencari Mama Airin.“Besan, hari ini saya mau pamit pulang, buat jemput Danu, nanti kami ke sini lagi!” pamit bu Marni ketika melihat besannya sedang memasak di dapur.“Kok, buru-buru sekali, Bu!” tanya Mama Amy.“Kan Danu mau datang,” jawab bu Marni.Walaupun berat hati, akhirnya mama Amy mengijinkan bu Marni dan
Mira terjengkang, jatuh dari duduknya, ternyata Maya telah menarik rambut gadis itu. Belum sempat dia berdiri, Maya sudah naik ke atas perut Mira. Muka Mira di cakar oleh Maya, tak tinggal diam, Mira melawan dengan menarik rambut Maya hingga mendongak. Mereka saling bergumul tak ada yang mau mengalah satu dengan yang lain.Polisi yang melihat juga bingung, mereka layaknya banteng yang sedang beradu, sampai akhirnya dua orang Polisi berusaha menarik Maya. Baru saja mereka bisa di lerai Mira kembali menendang perut Maya, sampai Wanita dan dua orang polisi, mundur beberapa langkah, akibat kuatnya tendangan Mira.Maya, jatuh tersungkur, berguling memegang perutnya, darah segar mengalir dari sela pahanya.Semua yang melihat kaget, bu Marni menutup mulut, pun begitu dengan Mira. Dia tak menduga kalau tendangannya bisa berefek sekeras itu.“Aduh, perutku! Mas, bayi kita,
"Kok, Mama ada disini?" tanya Bunga.Dia berjalan pincang ke arah tante Rani, wanita paruh baya itu hanya tertunduk lemas, dia malas menanggapi pertanyaan putrinya.Dari tadi dia merutuki diri, kenapa mau datang ke kantor polisi, selama ini dia memang menghindari tempat itu, semua urusan yang berkaitan dengan kantor polisi, dia selalu wakilkan kepada anak buahnya.Tak mendapatkan respon, Bunga kembali bertanya. "Ma, kok Mama disini?""Sudah, diam! Mama pusing, ini semua gara-gara kamu, kalau kamu tidak bikin ulah, tidak mungkin mama kesini, tidak mungkin mama bertemu Jo, dan tidak mungkin mama masuk penjara!" teriak tante Rani.Dia bahkan mulai menarik rambut Bunga dan mencekik wanita itu."To— lo— ng, to— long!" teriak Bunga, dia berusaha menahan tante Rani yang mencekiknya, kakinya yang masih sangat sakit, membuat gerakannya terbatas
"Silahkan!" ucap petugas.Mona mengambil hapenya di atas meja, lalu menelpon nomor pak Andreas, sayangnya nomor tersebut sudah tak aktif, Mona mencobanya berulang-ulang, tapi tetap saja tak bisa dihubungi.Wajah Mona yang tadinya tidak terlalu takut, kini menjadi pucat, merasa usahanya sia-sia, dia kembali menyimpan hapenya.Melihat hal tersebut, petugas memulai interogasi, Mona menjawab semua pertanyaan yang di lontarkan oleh petugas, setelah dua jam interogasi, Mona di nyatakan tidak ada sangkut pautnya dengan pembakaran rumah Adam, hanya dia di ganjar dengan pasal tentang penyalahgunaan narkotika. Sehingga dia tetap di tahan dan berkasnya akan segera di limpahkan setelah lengkap.Hamid juga di interogasi, dia awalnya tidak mau menjawab jika tak di dampingi pengacara, setelah menelpon pengacara dan si pengacara datang, barulah dia mau di interogasi. Sama halnya dengan Mona, Hamid di interogasi sela
"Jadi begini kelakuan kamu di belakang aku?" tanya Bunga, sebuah balok kayu dia pegang. Napasnya memburu karena emosi, wajahnya yang hitam manis berubah menjadi merah.Mata Bunga nyalang, menatap kedua manusia yang sedang berbagi peluh. Setengah meringis, Hamid bangkit lalu berdiri menghadap Bunga."Kamu apa-apaan?" tanya Hamid, dia balik marah kepada Bunga."Kamu yang apa-apaan? Kamu suami aku, kenapa berdua dengan wanita seperti ini!" Bunga maju dan menarik Mona hingga terjatuh dari Sofa."Aduh," teriak wanita itu.Tangannya memegang, tangan Bunga yang sedang menarik rambut Mona. Tak merasa puas, karena di halangi oleh Hamid. Bunga melompat dan menekan Mona yang terbaring dengan menggunakan lutut.Tangan Bunga menarik rambut Mona, lalu membenturkan kepala wanita itu ke lantai, susah payah Hamid menarik Bunga. Namun, wanita itu tak mau mengalah, dia ba
Pak Andreas dan Adam menempati apartemen milik Irfan, karena besok subuh pak Andreas akan menyusul anak dan istrinya ke Luar Negeri, maka malam itu juga dia meminta Adam untuk menemaninya ke suatu tempat.Setelah membeli tiket dan mengecek dokumen yang dibutuhkan untuk perjalanan, pak Andreas mulai menunjukkan tempat yang ingin dia datangi.Dia sudah berjanji untuk mengabulkan permintaan Adam, dia harus melakukannya malam ini, karena dia tidak bisa memastikan kapan dia akan pulang ke Indonesia.Adam mengendarai mobilnya, mengantar pak Andreas ke tempat Mona, entah apa yang ingin dilakukan lelaki itu pada sugar baby nya."Sebelum ke rumah Mona, singgah sebentar di Indoapril depan kompleks nya," pinta pak Andreas.Adam hanya mengangguk, seperti di awal, dia hanya meminta pak Andreas menghancurkan Hamid, bagaimana caranya? Ya, terserah!
Aku memandangi tubuh polos tante Rani yang kini sedang berbaring di sofa yang berwarna merah, lampu ruang kerja yang temaram membuat tubuh tante Rani terlihat indah.Berkali-kali aku harus menelan saliva, agar Junior tak meminta keluar sebelum waktunya.Sejak kecil, tante Rani merupakan salah satu orang yang menjadi fantasi ku, hanya saja sepupuku Adam tak pernah membiarkanku berduaan dengan wanita itu, dia selalu saja mengekor jika tante Rani mengajakku berbelanja atau membeli permen.Body tante Rani yang seksi dengan dua gundukan besar di dadanya membuat aku semakin penasaran.Beranjak dewasa, fantasiku tentang wanita seksi semakin menjadi, apalagi tiap malam kami di suguhi pemandangan yang sangat menggoda. Puluhan wanita akan duduk di ruang tamu menunggu pengunjung, setelah lelaki hidung belang membooking. Maka mereka akan masuk ke sebuah kamar dan tak lama terdengar la
DuarrrTerdengar bunyi tabrakan yang sangat besar, pak Andreas dan Adam terbanting, untung saja mobil tak terbalik. Hanya body belakang mobil penyok dan berasap.Tanpa aba-aba, mereka berdua kompak segera keluar dari mobil.Pak Andreas tersungkur ke tanah, tak lupa dia sujud syukur, Adam membaringkan diri di tanah, dia tak mengira bisa melakukan hal seperti tadi.Tak ingin berlama-lama di tempat itu, Adam segera menelpon seorang temannya untuk menjemput mereka. Dia melarang pak Andreas menelpon sopir ataupun orang-orang yang bekerja dengannya, takut di antara mereka adalah mata-mata."Sepertinya aku harus menyeleksi mereka lagi," gumam pak Andreas.Adam hanya melirik sesaat, dia tau bagaimana rasanya di khianati orang yang paling dipercaya."Jadi sampai kapan aku harus bersembunyi?" tanya pak Andreas."Anda tidak haru
"Pergi kamu!" usir pak Andreas, matanya nyalang menatap tak suka pada Adam.Tangannya hendak menjangkau telpon, Adam segera menahannya."Hentikan pikiran Anda untuk memanggil security, itu tak akan cukup kalau aku berniat membunuh Anda." Adam berkata sombong.Pak Andreas mengurungkan niatnya, dia duduk kembali di tempatnya dengan wajah kuyu."Mau kamu apa sebenarnya?" tanya pak Andreas."Aku sudah bilang dari awal, Anda saja tidak percaya. Sekarang, ku tanya sekali lagi. Maukah Anda menghancurkan lelaki di dalam foto, maka aku akan melindungi Anda." ucap Adam."Baiklah, aku akan membantumu," ucap pak Andreas, dia tak bisa berbuat apa-apa, dia baru tau kalau didepannya adalah si Penyair Perang, pembunuh bayaran yang terkenal dikalangan mafia."Asal Anda tau, awalnya saya yang diminta untuk membunuh Anda, hari ini adalah jadwal kematian And
"Apa ini?" tanya AIPTU Wawan."Ini pelaku pembakaran, tadi dia ada disini, aku berhasil melumpuhkannya," jelas Adam."Kalau begitu, kita segera ke kantor, untuk membuat laporan supaya bisa di proses secepatnya," ujar AIPTU Wawan."Boleh, Pak. Tapi, apakah saya bisa minta tolong untuk pelakunya tak dirilis dulu, takutnya dalangnya kabur sebelum bukti cukup untuk menangkapnya," ujar Adam."Bisa saja, nanti kita bicarakan di kantor saja." Mereka akhirnya bersama-sama ke kantor polisi, mereka memakai mobil Adam, sedangkan AIPTU Wawan mengikuti mereka dari belakang.TKP masih dalam proses pemadaman, pihak kepolisian belum berani melakukan investigasi, takut tempatnya masih berbahaya. Polisi belum mengeluarkan statement apapun terkait sebab kebakaran tersebut.Sampai di kantor polisi, Adam di arahkan untuk membuat laporan, sementara lelaki yang berada di bagasi seg
"Kebakaran, kebakaran, Tuan, kebakaran.""Aduh," teriak Adam, ketika doa membuka mata dan ingin segera bangun, dia malah terjatuh.Ternyata, apa yang tadi dia lakukan hanya mimpi, Adam semakin meringis."Tuan, kebakaran!" teriak mbak Nur yang sudah berada di depan Adam, dia membantu Adam bangkit.Peluh sudah membanjiri wajah mbak Nur, rasa panik tergambar jelas, Adam memaksakan diri untuk bangkit, rasa nyeri yang menjalar di seluruh tubuhnya berusaha dia tahan."Mbak jangan panik, cepat panggil Alika, aku akan periksa pintu dan jendela," perintah Adam."Baik, Tuan." Mbak Nur gegas berlari ke kamar Alika, dia menggedor pintu majikannya dengan sangat cepat, tak lama, muncul wajah jutek Alika."Mbak kenapa?" tanyanya."Kebakaran, Nyonya." ucap mbak Nur."Apaaaa, kebakaran?" Mata Ali