"Mas Danu!!" teriak Airin tiba-tiba.
Bu Marni yang sedang menjaga menantunya itu, terlonjak kaget.
Terlihat mata Airin terbuka, bu Marni berteriak. "Dokter ... Dokter ... anak saya sadar!"
Dokter jaga yang mendengar teriakan, langsung mendatangi tempat tidur Airin.
Dokter nampak tak percaya melihat Airin membuka mata, sedikit gugup, Dokter memeriksa denyut nadi, detak jantung.
Semua hal yang berhubungan dengan tanda-tanda vital manusia, menujukan bahwa Airin dalam keadaan baik-baik saja.
"Alhamdulillah, pasien Airin sudah melewati masa koma, tapi kami akan lakukan observasi satu kali dua puluh empat jam, untuk memantau kondisi selanjutnya. Jika, dalam kurun waktu tersebut Bu Airin tak menimbulkan penurunan kondisi, besok sudah bisa di pindahkan ke ruang rawat," jelas Dokter yang menangani kasus Airin.
Bu Marni yang mendengar penjelasan dokter mengangguk sambil berkata. "Lakukan yang terbaik untuk anak saya, Dok!"
"Boleh kami tau siapa itu Danu? Dari tadi pasien memanggil nama tersebut," tanya Dokter.
"Suaminya, Dok!" seru Bu Marni.
"Tolong, kalau bisa mohon di hubungi. Itu bisa jadi mood booster, supaya pasien bisa bersemangat lagi." Setelah mengatakan hal tersebut, Dokter permisi melanjutkan memeriksa pasien yang lain.
Hanya tinggal seorang perawat, yang masih mengobserpasi dan memeriksa peralatan yang berada di badan Airin.
"Di mana sih, anak ini! Giliran di perlukan dia tak ada," gerutu bu Marni.
Dia menghubungi Danu, tapi tak di angkat.
[Mir, pulang sekolah. Coba singgah di rumah! Kakakmu dari tadi tidak bisa di hubungi, mbak mu Airin sudah siuman] chat bu Marni kepada anaknya.
Tadi pagi, Danu izin pulang ke rumah untuk ganti pakaian dan mandi, tapi sampai sore begini dia tak juga muncul.
[Iya, sebentar lagi Mira pulang, Bu]
Setelah membaca balasan dari anaknya, bu Marni kembali meletakkan hapenya ke dalam tas.
*****
Sepulang sekolah, Mira segera pulang ke rumahnya. Dalam perjalanan, matanya memicing.
Dia menghentikan motornya, untuk memastikan apa yang dia lihat, ternyata benar.
Mobil kakaknya Danu terparkir di sebuah rumah makan.
“Syukur, ketemu di sini. Lebih baik aku datangi saja, sekalian makan siang,” batin Mira.
Mira memarkirkan motornya di sebuah apotik, kemudian menyebrang ke tempat makan.
Melewati pintu masuk, mata Mira mencari keberadaan kakaknya. Tak butuh waktu lama, terlihat Danu sedang makan dengan lahapnya.
Mira melangkah dengan Rian, beberapa langkah sebelum sampai ke tempat Danu, wajah Mira berubah merah, melihat siapa yang duduk di depan kakaknya.
“Kurang ajar, masih berani dia? Baiklah, akan aku beri pelajaran kamu, wanita busuk,” ucap Mira.
Mata Mira melihat sekeliling, mencari tempat kosong. Kebetulan ada tamu yang baru saja berdiri meninggalkan meja makan.
Mira mendekati meja tersebut, mengumpulkan air kobokan ke sebuah mangkok bekas kuah soto.
Di bawanya mangkok tersebut, mendekat ke arah Danu.
Tinggal selangkah lagi dirinya sampai di meja Danu, Mira berhenti dan berkata.
“Enak yah, makan berdua. So sweet!”
Mendengar suara Mira, Danu dan Maya serempak menoleh ke arah suara.
Byur!
Byur!
Air bekas soto campur air kobokan, Mira siramkan ke muka Danu dan Maya.
Maya dan Danu gelagapan mencari tissue, makanan yang ada di atas mereka tumpah, piring, gelas dan mangkok saling beradu.
Mira dengan cekatan memindahkan tisu yang ada di atas meja.
“Tolong, air,” teriak Danu.
Pengunjung yang sedang makan, banyak menghentikan aktivitas mereka dan sengaja menonton mereka.
Ada beberapa orang yang malah merekam.
Pelayan datang tergopoh-gopoh membawa satu baskom air.
Mira merebut baskom tersebut sebelum sang pelayan memberikannya kepada Danu.
Lagi ....
Byur!
Byur!
Air dalam baskom kembali di siramkan Mira ke mereka berdua.
“Jangan ikut campur, kalau kamu tak mau ikut saya laporkan ke kantor polisi.” Tunjuk Mira pada seseorang yang berniat menyodorkan air mineral kepada Maya.
“Bapak/Ibu, maaf mengganggu. Laki-laki ini adalah kakak saya dan yang wanita adalah pelakor yang menggoda kakak saya yang telah menikah. Sekarang istrinya sedang koma di rumah sakit dan mereka asyik-asyik makan berdua di sini.” Mira berkata sambil menunjuk wajah Danu dan Maya bergantian.
Mereka yang mendengarkan, seketika hilang respek.
Tak lagi ada yang berusaha memberikan air kepada Danu, setelah di rasa cukup. Mira pergi meninggalkan mereka berdua.
Setelah Mira pergi, barulah seorang pelayan kembali datang membawakan air sehingga Maya dan Danu bisa membersihkan wajah mereka.
“Mas, kok kamu diam saja. Adik kamu sudah keterlaluan,” hasut Maya kepada Danu.
“Bersihkan dirimu, lalu ku antar pulang. Mira urusanku!” perintah Danu.
Maya menghentak kaki, kemudian berlalu menuju kamar mandi. Hatinya betul jengkel, Berani-beraninya anak bau kencur menghajar dia.
Setelah mereka membersihkan diri, Danu mengantar Maya pulang, setelah itu dia segera menancap gas ke rumah sakit.
*****
Danu melangkah ke ruang ICU, dia ingin memberi pelajaran kepada Mira.
Dari jauh, Dia telah melihat Mira duduk memainkan ponsel pemberiannya.
“Sini kamu, anak kurang ajar!” Danu berteriak, walaupun jarak mereka masih jauh.
Mira yang mendengar teriakan kakaknya, segera bangkit.
Menunggu apa yang akan di lakukan Danu padanya.
Satu, dua, tiga.
Bugh!
Mira jatuh terduduk, Danu mendorong sampai Mira mundur beberapa langkah, dia hilang keseimbangan.
“Mas, kenapa sih?” teriak Mira.
Dia berusaha bangkit, pantatnya terasa sakit karena menghantam lantai.
“Kamu yang kenapa? Buat Mas malu di depan umum,” omel Danu.
“Salah sendiri, siapa suruh main gila,” cecar Mira.
“Ka— mu.”
“Heh, pada ngapain sih, Danu kamu dari mana saja. Dari tadi Airin nyariin kamu,”seru bu Marni ketika melihat kedua anaknya sedang adu mulut.
Danu segera masuk ke dalam ruang ICU, dia ingin melihat Airin secepatnya
“Kamu kenapa? Kok kalian bertengkar,” tanya bu Marni.
“Tuh, mas Danu. Masa dia mulai lagi berhubungan dengan pelakor itu!” adu Mira.
“Yang benar? Jangan mengada-ada, jangan sampai kamu memfitnah kakak kamu sendiri.” Bu Marni menasehati anak gadisnya itu.
“Ya... sudah kalau Ibu tidak mau percaya, tapi yang Mira bilang itu bener kok,” kalau nggak percaya nanti Mira kasih lihat video rekamannya.” Mira masih berusaha meyakinkan ibunya.
“Jadi, si pelakor di mana sekarang?” tanya bu Marni.
“Nggak tau, tadi Mira tinggalin mereka di tempat makan,”
“Terus kamu apain tugh pelac*r?” tanya bu Marni lagi.
“Aku siram mereka pake air bekas soto,” jawab Mira.
“Bagus, kamu pintar, soal kakakmu nanti Ibu yang urus. Yang penting dia dan Danu berpisah,” lanjut bu Marni.
“Tapi kalau mas Danu nanti mukul Mira gimana, Bu?”
“Nanti Ibu yang hadapi, sepertinya Danu dan pelapornya harus kita kerjain .” Bu Marni menenangkan anaknya.
Tiba-tiba terdengar suara. “Siapa yang selingkuh?
“Siapa yang selingkuh?” Intan yang mendengar pembicaraan mereka langsung bertanya.“Aish... Intan, kamu bikin kaget saja. Jantungku hampir copot,” seru bu Marni, tangannya memukul lembut lengan Intan.“Tadi saya dengar ada yang selingkuh, siapa yah?” tanya Intan lagi.Bu Marni dan Mira saling bertatapan, mata mereka saling berbicara.“Janji, Kakak jangan bilang sama Andika.” Mira memastikan.Intan mengangguk, dia mengangkat tangannya membentuk lambang peace.Kembali Mira menatap bu Marni, anggukan yang di berikan ibunya itu sebagai tanda kalau dia mengijinkan Mira bercerita.“Mas Danu selingkuh!!” lirih Mira.“Hah... apa? Pak Danu?!” Seolah tak percaya, Intan terlihat syok.“Ish, jangan keras-keras. Nanti, ada yang dengar.” Lagi-lagi bu Marni memukul lengan Intan.Intan sp
Pisau di layangkan ke dada Danu.Untung saja seorang Polisi melihat dan segera menarik lengan Danu, pisau mengenai angin. Melihat serangannya sia-sia, orang tersebut segera berlari meninggalkan tempat kejadian.Polisi tak dapat mengejar, karena beberapa warga yang mengetahui sedang berlangsung penggerebekan. Berbondong-bondong datang, alasannya untuk melihat siapa yang tertangkap.Danu dan Maya di gelandang ke kantor Polisi, takutnya mereka di amuk massa yang semakin lama, semakin banyak.Danu hanya bisa tertunduk, dia tak habis fikir, bagaimana mungkin mereka di grebek, padahal baru kali ini dia melakukannya di rumah Maya.Biasanya mereka akan ke hotel, atau menyewa villa jika weekend.Maya pun sama, dia menutup kepalanya dengan jilbab. Tangannya gemetar, dia tak tau apa yang akan terjadi jika orang tuanya mengetahui kelakuan bejat mereka.“Huuuuuuu, tukang zi*a di tangkap, viralkan!&rd
“Airin, Kamu?!” teriak bu Marni.Semua yang berada di ruangan terkejut, Andika yang hendak membuka pintu berbalik, diam terpaku menatap adiknya yang sedang berjalan ke arahnya.“Ba— gai— ma— na, bagaimana kamu bisa jalan, Dek?!” tanya Andika terbata.Tangannya meraih tangan Airin yang sudah berada tepat di hadapannya.Airin tak menggubris Andika, dia terus berjalan, membuka pintu, lalu tersenyum.“Sudah lama menunggu, Kek?” tanyanya.Dia bergeser ke samping lalu kembali berkata. “Silahkan masuk, bisa sebentar lagi. Suami saya belum datang.”Airin berbicara sambil berjalan, sperti dia lagi bercakap-cakap dengan seseorang.Sayangnya, baik Andika, Mira, bu Marni dan Intan tak bisa melihat sosok tersebut.Intan menggeleng, tak mau larut dengan hal yang menurutnya tak masuk akal.Di dekatinya Airin. &
Namaku Airin, umurku belum genap tiga puluh tahun. Menikah dengan Danu, orang yang paling aku cintai.Kami berpacaran saat masih kuliah, aku tipe orang yang tak gampang jatuh cinta. Namun, kegigihan mas Danu merebut hatiku patut di acungi jempol. Selama menjadi pacarnya, aku selalu merasa menjadi wanita paling beruntung.Begitu pun ketika mas Danu mengutarakan niatnya untuk menikahiku, sungguh aku merasa gadis paling beruntung di dunia.Sayangnya, orang tuaku tak merestui. Alasannya klise, aku masih muda. Ku fikir saat dia di tolak oleh ayah dan ibu, mas Danu akan mundur. Nyatanya dia membuktikan cintanya dengan mengajakku kawin lari.Walau caranya salah, tapi menikah dengannya adalah kesalahan yang tak pernah ku sesali.Aku di boyong ke kota kelahirannya, di perkenalkan dengan wanita tangguh yang dia sebut ibu.Awalnya aku takut tak di terima, tapi kembali lagi semua dugaanku salah. Ibu mertuaku sangat ba
“Airin ... Airin ... Dek! Kamu kenapa?” Andika menggoncang tubuh kurus adiknya.Airin terlihat kejang, napasnya masih berbunyi, Andika memeluk tubuh adiknya, berkali-kali dia mencium kening dan tangan wanita itu.Intan yang melihat hal itu, segera menarik Andika.“Dik... hey!! Tenangin diri kamu. Airin butuh kamu, bimbing dia!”ucap Intan, tangannya mengelus kepala lelaki itu.“Tan, kita ke rumah sakit sekarang!” Andika berdiri, dia berniat untuk menyiapkan mobil.Langkahnya terhenti ketika tangannya di pegang oleh Airin, Andika berbalik.Dia melihat sang adik menatap dengan tersenyum. “Kak, jangan ti— ngg— alin,” ucap Airin dengan napas tersengal-sengal.Intan berlalu meninggalkan Andika dan Airin, dia ke ruang tamu, mengambil Alquran dan kembali ke kamar.“Dik, baca ini, tuntun dia, kalau sudah waktunya semoga Airin perg
“Bu, ayo kita pulang!” kata Mira. Dia berdiri lalu menarik tangannya ibunya.“Tapi, Ibu belum bicara sama kakak kamu!” tolak bu Marni.“Untuk apa?! Nggak perlu bicara dengan orang yang nggak punya akhlak kayak mereka,” ucap Mira, dia masih berusaha menarik ibunya.“Mira, jaga bicara kamu!” bentak Danu. Dia tidak suka mendengar kata-kata adiknya itu.“Apa? Terus kalian fikir kelakuan kalian apa?” teriak Mira tak mau kalah.Danu mengangkat tangannya, mau menampar Mira.“Tampar! Memang, Mas hanya bisa menyakiti,” ucap Mira.Danu menurunkan tangannya, tubuhnya bergetar menahan amarah, tak menyangka adiknya akan berani padanya.Melihat situasi tidak kondusif, bu Marni menelpon seseorang, berbicara agak se
“Yang mana suami Airin?”Pertanyaan itu membuat semua yang mendengar saling bertatapan, begitu pun dengan bu Marni dan Mira.Mereka salah tingkah mendengar pertanyaan yang tak pernah terpikirkan oleh mereka.“Egh, itu anu tante, Danu lagi di luar negeri, dua tiga hari lagi baru sampai,” jawab Andika berbohong.“Kok, istri meninggal dia tak datang, apa dia nggak tau kalau istrinya sakit?” tanya wanita itu lagi dengan ketus.“Tau tante, tapi kan nggak ada yang nyangka kalau Airin bakal meninggal,” bela Andika.Walaupun dia tak menyukai lelaki itu, tapi dia tak mau mempermalukan bu Marni dengan membongkar kelakuan anaknya, karena dia tahu betul kalau Airin sangat di sayang oleh mertuanya.Mendengar jawaban Andika, wanita itu lalu keluar memilih duduk di
“Bagaimana, bagus kan?” tanya Mira, dia tersenyum sambil menggoyang-goyangkan kedua alisnya.“Pintar, nggak salah selama ini Ibu sekolahin kamu di sekolah elit,” puji bu Marni.“Jadi, kapan mau menjalankan rencananya?” tanya Mira lagi. Dia sudah tak sabar membalas dendamnya kepada perusak rumah tangga kakaknya itu.“Sekarang lah! Masa tahun depan,” seru bu Marni. Kemudian langsung beranjak dari duduknya, mencari Mama Airin.“Besan, hari ini saya mau pamit pulang, buat jemput Danu, nanti kami ke sini lagi!” pamit bu Marni ketika melihat besannya sedang memasak di dapur.“Kok, buru-buru sekali, Bu!” tanya Mama Amy.“Kan Danu mau datang,” jawab bu Marni.Walaupun berat hati, akhirnya mama Amy mengijinkan bu Marni dan
"Kok, Mama ada disini?" tanya Bunga.Dia berjalan pincang ke arah tante Rani, wanita paruh baya itu hanya tertunduk lemas, dia malas menanggapi pertanyaan putrinya.Dari tadi dia merutuki diri, kenapa mau datang ke kantor polisi, selama ini dia memang menghindari tempat itu, semua urusan yang berkaitan dengan kantor polisi, dia selalu wakilkan kepada anak buahnya.Tak mendapatkan respon, Bunga kembali bertanya. "Ma, kok Mama disini?""Sudah, diam! Mama pusing, ini semua gara-gara kamu, kalau kamu tidak bikin ulah, tidak mungkin mama kesini, tidak mungkin mama bertemu Jo, dan tidak mungkin mama masuk penjara!" teriak tante Rani.Dia bahkan mulai menarik rambut Bunga dan mencekik wanita itu."To— lo— ng, to— long!" teriak Bunga, dia berusaha menahan tante Rani yang mencekiknya, kakinya yang masih sangat sakit, membuat gerakannya terbatas
"Silahkan!" ucap petugas.Mona mengambil hapenya di atas meja, lalu menelpon nomor pak Andreas, sayangnya nomor tersebut sudah tak aktif, Mona mencobanya berulang-ulang, tapi tetap saja tak bisa dihubungi.Wajah Mona yang tadinya tidak terlalu takut, kini menjadi pucat, merasa usahanya sia-sia, dia kembali menyimpan hapenya.Melihat hal tersebut, petugas memulai interogasi, Mona menjawab semua pertanyaan yang di lontarkan oleh petugas, setelah dua jam interogasi, Mona di nyatakan tidak ada sangkut pautnya dengan pembakaran rumah Adam, hanya dia di ganjar dengan pasal tentang penyalahgunaan narkotika. Sehingga dia tetap di tahan dan berkasnya akan segera di limpahkan setelah lengkap.Hamid juga di interogasi, dia awalnya tidak mau menjawab jika tak di dampingi pengacara, setelah menelpon pengacara dan si pengacara datang, barulah dia mau di interogasi. Sama halnya dengan Mona, Hamid di interogasi sela
"Jadi begini kelakuan kamu di belakang aku?" tanya Bunga, sebuah balok kayu dia pegang. Napasnya memburu karena emosi, wajahnya yang hitam manis berubah menjadi merah.Mata Bunga nyalang, menatap kedua manusia yang sedang berbagi peluh. Setengah meringis, Hamid bangkit lalu berdiri menghadap Bunga."Kamu apa-apaan?" tanya Hamid, dia balik marah kepada Bunga."Kamu yang apa-apaan? Kamu suami aku, kenapa berdua dengan wanita seperti ini!" Bunga maju dan menarik Mona hingga terjatuh dari Sofa."Aduh," teriak wanita itu.Tangannya memegang, tangan Bunga yang sedang menarik rambut Mona. Tak merasa puas, karena di halangi oleh Hamid. Bunga melompat dan menekan Mona yang terbaring dengan menggunakan lutut.Tangan Bunga menarik rambut Mona, lalu membenturkan kepala wanita itu ke lantai, susah payah Hamid menarik Bunga. Namun, wanita itu tak mau mengalah, dia ba
Pak Andreas dan Adam menempati apartemen milik Irfan, karena besok subuh pak Andreas akan menyusul anak dan istrinya ke Luar Negeri, maka malam itu juga dia meminta Adam untuk menemaninya ke suatu tempat.Setelah membeli tiket dan mengecek dokumen yang dibutuhkan untuk perjalanan, pak Andreas mulai menunjukkan tempat yang ingin dia datangi.Dia sudah berjanji untuk mengabulkan permintaan Adam, dia harus melakukannya malam ini, karena dia tidak bisa memastikan kapan dia akan pulang ke Indonesia.Adam mengendarai mobilnya, mengantar pak Andreas ke tempat Mona, entah apa yang ingin dilakukan lelaki itu pada sugar baby nya."Sebelum ke rumah Mona, singgah sebentar di Indoapril depan kompleks nya," pinta pak Andreas.Adam hanya mengangguk, seperti di awal, dia hanya meminta pak Andreas menghancurkan Hamid, bagaimana caranya? Ya, terserah!
Aku memandangi tubuh polos tante Rani yang kini sedang berbaring di sofa yang berwarna merah, lampu ruang kerja yang temaram membuat tubuh tante Rani terlihat indah.Berkali-kali aku harus menelan saliva, agar Junior tak meminta keluar sebelum waktunya.Sejak kecil, tante Rani merupakan salah satu orang yang menjadi fantasi ku, hanya saja sepupuku Adam tak pernah membiarkanku berduaan dengan wanita itu, dia selalu saja mengekor jika tante Rani mengajakku berbelanja atau membeli permen.Body tante Rani yang seksi dengan dua gundukan besar di dadanya membuat aku semakin penasaran.Beranjak dewasa, fantasiku tentang wanita seksi semakin menjadi, apalagi tiap malam kami di suguhi pemandangan yang sangat menggoda. Puluhan wanita akan duduk di ruang tamu menunggu pengunjung, setelah lelaki hidung belang membooking. Maka mereka akan masuk ke sebuah kamar dan tak lama terdengar la
DuarrrTerdengar bunyi tabrakan yang sangat besar, pak Andreas dan Adam terbanting, untung saja mobil tak terbalik. Hanya body belakang mobil penyok dan berasap.Tanpa aba-aba, mereka berdua kompak segera keluar dari mobil.Pak Andreas tersungkur ke tanah, tak lupa dia sujud syukur, Adam membaringkan diri di tanah, dia tak mengira bisa melakukan hal seperti tadi.Tak ingin berlama-lama di tempat itu, Adam segera menelpon seorang temannya untuk menjemput mereka. Dia melarang pak Andreas menelpon sopir ataupun orang-orang yang bekerja dengannya, takut di antara mereka adalah mata-mata."Sepertinya aku harus menyeleksi mereka lagi," gumam pak Andreas.Adam hanya melirik sesaat, dia tau bagaimana rasanya di khianati orang yang paling dipercaya."Jadi sampai kapan aku harus bersembunyi?" tanya pak Andreas."Anda tidak haru
"Pergi kamu!" usir pak Andreas, matanya nyalang menatap tak suka pada Adam.Tangannya hendak menjangkau telpon, Adam segera menahannya."Hentikan pikiran Anda untuk memanggil security, itu tak akan cukup kalau aku berniat membunuh Anda." Adam berkata sombong.Pak Andreas mengurungkan niatnya, dia duduk kembali di tempatnya dengan wajah kuyu."Mau kamu apa sebenarnya?" tanya pak Andreas."Aku sudah bilang dari awal, Anda saja tidak percaya. Sekarang, ku tanya sekali lagi. Maukah Anda menghancurkan lelaki di dalam foto, maka aku akan melindungi Anda." ucap Adam."Baiklah, aku akan membantumu," ucap pak Andreas, dia tak bisa berbuat apa-apa, dia baru tau kalau didepannya adalah si Penyair Perang, pembunuh bayaran yang terkenal dikalangan mafia."Asal Anda tau, awalnya saya yang diminta untuk membunuh Anda, hari ini adalah jadwal kematian And
"Apa ini?" tanya AIPTU Wawan."Ini pelaku pembakaran, tadi dia ada disini, aku berhasil melumpuhkannya," jelas Adam."Kalau begitu, kita segera ke kantor, untuk membuat laporan supaya bisa di proses secepatnya," ujar AIPTU Wawan."Boleh, Pak. Tapi, apakah saya bisa minta tolong untuk pelakunya tak dirilis dulu, takutnya dalangnya kabur sebelum bukti cukup untuk menangkapnya," ujar Adam."Bisa saja, nanti kita bicarakan di kantor saja." Mereka akhirnya bersama-sama ke kantor polisi, mereka memakai mobil Adam, sedangkan AIPTU Wawan mengikuti mereka dari belakang.TKP masih dalam proses pemadaman, pihak kepolisian belum berani melakukan investigasi, takut tempatnya masih berbahaya. Polisi belum mengeluarkan statement apapun terkait sebab kebakaran tersebut.Sampai di kantor polisi, Adam di arahkan untuk membuat laporan, sementara lelaki yang berada di bagasi seg
"Kebakaran, kebakaran, Tuan, kebakaran.""Aduh," teriak Adam, ketika doa membuka mata dan ingin segera bangun, dia malah terjatuh.Ternyata, apa yang tadi dia lakukan hanya mimpi, Adam semakin meringis."Tuan, kebakaran!" teriak mbak Nur yang sudah berada di depan Adam, dia membantu Adam bangkit.Peluh sudah membanjiri wajah mbak Nur, rasa panik tergambar jelas, Adam memaksakan diri untuk bangkit, rasa nyeri yang menjalar di seluruh tubuhnya berusaha dia tahan."Mbak jangan panik, cepat panggil Alika, aku akan periksa pintu dan jendela," perintah Adam."Baik, Tuan." Mbak Nur gegas berlari ke kamar Alika, dia menggedor pintu majikannya dengan sangat cepat, tak lama, muncul wajah jutek Alika."Mbak kenapa?" tanyanya."Kebakaran, Nyonya." ucap mbak Nur."Apaaaa, kebakaran?" Mata Ali