"Mas Danu!!" teriak Airin tiba-tiba.
Bu Marni yang sedang menjaga menantunya itu, terlonjak kaget.
Terlihat mata Airin terbuka, bu Marni berteriak. "Dokter ... Dokter ... anak saya sadar!"
Dokter jaga yang mendengar teriakan, langsung mendatangi tempat tidur Airin.
Dokter nampak tak percaya melihat Airin membuka mata, sedikit gugup, Dokter memeriksa denyut nadi, detak jantung.
Semua hal yang berhubungan dengan tanda-tanda vital manusia, menujukan bahwa Airin dalam keadaan baik-baik saja.
"Alhamdulillah, pasien Airin sudah melewati masa koma, tapi kami akan lakukan observasi satu kali dua puluh empat jam, untuk memantau kondisi selanjutnya. Jika, dalam kurun waktu tersebut Bu Airin tak menimbulkan penurunan kondisi, besok sudah bisa di pindahkan ke ruang rawat," jelas Dokter yang menangani kasus Airin.
Bu Marni yang mendengar penjelasan dokter mengangguk sambil berkata. "Lakukan yang terbaik untuk anak saya, Dok!"
"Boleh kami tau siapa itu Danu? Dari tadi pasien memanggil nama tersebut," tanya Dokter.
"Suaminya, Dok!" seru Bu Marni.
"Tolong, kalau bisa mohon di hubungi. Itu bisa jadi mood booster, supaya pasien bisa bersemangat lagi." Setelah mengatakan hal tersebut, Dokter permisi melanjutkan memeriksa pasien yang lain.
Hanya tinggal seorang perawat, yang masih mengobserpasi dan memeriksa peralatan yang berada di badan Airin.
"Di mana sih, anak ini! Giliran di perlukan dia tak ada," gerutu bu Marni.
Dia menghubungi Danu, tapi tak di angkat.
[Mir, pulang sekolah. Coba singgah di rumah! Kakakmu dari tadi tidak bisa di hubungi, mbak mu Airin sudah siuman] chat bu Marni kepada anaknya.
Tadi pagi, Danu izin pulang ke rumah untuk ganti pakaian dan mandi, tapi sampai sore begini dia tak juga muncul.
[Iya, sebentar lagi Mira pulang, Bu]
Setelah membaca balasan dari anaknya, bu Marni kembali meletakkan hapenya ke dalam tas.
*****
Sepulang sekolah, Mira segera pulang ke rumahnya. Dalam perjalanan, matanya memicing.
Dia menghentikan motornya, untuk memastikan apa yang dia lihat, ternyata benar.
Mobil kakaknya Danu terparkir di sebuah rumah makan.
“Syukur, ketemu di sini. Lebih baik aku datangi saja, sekalian makan siang,” batin Mira.
Mira memarkirkan motornya di sebuah apotik, kemudian menyebrang ke tempat makan.
Melewati pintu masuk, mata Mira mencari keberadaan kakaknya. Tak butuh waktu lama, terlihat Danu sedang makan dengan lahapnya.
Mira melangkah dengan Rian, beberapa langkah sebelum sampai ke tempat Danu, wajah Mira berubah merah, melihat siapa yang duduk di depan kakaknya.
“Kurang ajar, masih berani dia? Baiklah, akan aku beri pelajaran kamu, wanita busuk,” ucap Mira.
Mata Mira melihat sekeliling, mencari tempat kosong. Kebetulan ada tamu yang baru saja berdiri meninggalkan meja makan.
Mira mendekati meja tersebut, mengumpulkan air kobokan ke sebuah mangkok bekas kuah soto.
Di bawanya mangkok tersebut, mendekat ke arah Danu.
Tinggal selangkah lagi dirinya sampai di meja Danu, Mira berhenti dan berkata.
“Enak yah, makan berdua. So sweet!”
Mendengar suara Mira, Danu dan Maya serempak menoleh ke arah suara.
Byur!
Byur!
Air bekas soto campur air kobokan, Mira siramkan ke muka Danu dan Maya.
Maya dan Danu gelagapan mencari tissue, makanan yang ada di atas mereka tumpah, piring, gelas dan mangkok saling beradu.
Mira dengan cekatan memindahkan tisu yang ada di atas meja.
“Tolong, air,” teriak Danu.
Pengunjung yang sedang makan, banyak menghentikan aktivitas mereka dan sengaja menonton mereka.
Ada beberapa orang yang malah merekam.
Pelayan datang tergopoh-gopoh membawa satu baskom air.
Mira merebut baskom tersebut sebelum sang pelayan memberikannya kepada Danu.
Lagi ....
Byur!
Byur!
Air dalam baskom kembali di siramkan Mira ke mereka berdua.
“Jangan ikut campur, kalau kamu tak mau ikut saya laporkan ke kantor polisi.” Tunjuk Mira pada seseorang yang berniat menyodorkan air mineral kepada Maya.
“Bapak/Ibu, maaf mengganggu. Laki-laki ini adalah kakak saya dan yang wanita adalah pelakor yang menggoda kakak saya yang telah menikah. Sekarang istrinya sedang koma di rumah sakit dan mereka asyik-asyik makan berdua di sini.” Mira berkata sambil menunjuk wajah Danu dan Maya bergantian.
Mereka yang mendengarkan, seketika hilang respek.
Tak lagi ada yang berusaha memberikan air kepada Danu, setelah di rasa cukup. Mira pergi meninggalkan mereka berdua.
Setelah Mira pergi, barulah seorang pelayan kembali datang membawakan air sehingga Maya dan Danu bisa membersihkan wajah mereka.
“Mas, kok kamu diam saja. Adik kamu sudah keterlaluan,” hasut Maya kepada Danu.
“Bersihkan dirimu, lalu ku antar pulang. Mira urusanku!” perintah Danu.
Maya menghentak kaki, kemudian berlalu menuju kamar mandi. Hatinya betul jengkel, Berani-beraninya anak bau kencur menghajar dia.
Setelah mereka membersihkan diri, Danu mengantar Maya pulang, setelah itu dia segera menancap gas ke rumah sakit.
*****
Danu melangkah ke ruang ICU, dia ingin memberi pelajaran kepada Mira.
Dari jauh, Dia telah melihat Mira duduk memainkan ponsel pemberiannya.
“Sini kamu, anak kurang ajar!” Danu berteriak, walaupun jarak mereka masih jauh.
Mira yang mendengar teriakan kakaknya, segera bangkit.
Menunggu apa yang akan di lakukan Danu padanya.
Satu, dua, tiga.
Bugh!
Mira jatuh terduduk, Danu mendorong sampai Mira mundur beberapa langkah, dia hilang keseimbangan.
“Mas, kenapa sih?” teriak Mira.
Dia berusaha bangkit, pantatnya terasa sakit karena menghantam lantai.
“Kamu yang kenapa? Buat Mas malu di depan umum,” omel Danu.
“Salah sendiri, siapa suruh main gila,” cecar Mira.
“Ka— mu.”
“Heh, pada ngapain sih, Danu kamu dari mana saja. Dari tadi Airin nyariin kamu,”seru bu Marni ketika melihat kedua anaknya sedang adu mulut.
Danu segera masuk ke dalam ruang ICU, dia ingin melihat Airin secepatnya
“Kamu kenapa? Kok kalian bertengkar,” tanya bu Marni.
“Tuh, mas Danu. Masa dia mulai lagi berhubungan dengan pelakor itu!” adu Mira.
“Yang benar? Jangan mengada-ada, jangan sampai kamu memfitnah kakak kamu sendiri.” Bu Marni menasehati anak gadisnya itu.
“Ya... sudah kalau Ibu tidak mau percaya, tapi yang Mira bilang itu bener kok,” kalau nggak percaya nanti Mira kasih lihat video rekamannya.” Mira masih berusaha meyakinkan ibunya.
“Jadi, si pelakor di mana sekarang?” tanya bu Marni.
“Nggak tau, tadi Mira tinggalin mereka di tempat makan,”
“Terus kamu apain tugh pelac*r?” tanya bu Marni lagi.
“Aku siram mereka pake air bekas soto,” jawab Mira.
“Bagus, kamu pintar, soal kakakmu nanti Ibu yang urus. Yang penting dia dan Danu berpisah,” lanjut bu Marni.
“Tapi kalau mas Danu nanti mukul Mira gimana, Bu?”
“Nanti Ibu yang hadapi, sepertinya Danu dan pelapornya harus kita kerjain .” Bu Marni menenangkan anaknya.
Tiba-tiba terdengar suara. “Siapa yang selingkuh?
“Siapa yang selingkuh?” Intan yang mendengar pembicaraan mereka langsung bertanya.“Aish... Intan, kamu bikin kaget saja. Jantungku hampir copot,” seru bu Marni, tangannya memukul lembut lengan Intan.“Tadi saya dengar ada yang selingkuh, siapa yah?” tanya Intan lagi.Bu Marni dan Mira saling bertatapan, mata mereka saling berbicara.“Janji, Kakak jangan bilang sama Andika.” Mira memastikan.Intan mengangguk, dia mengangkat tangannya membentuk lambang peace.Kembali Mira menatap bu Marni, anggukan yang di berikan ibunya itu sebagai tanda kalau dia mengijinkan Mira bercerita.“Mas Danu selingkuh!!” lirih Mira.“Hah... apa? Pak Danu?!” Seolah tak percaya, Intan terlihat syok.“Ish, jangan keras-keras. Nanti, ada yang dengar.” Lagi-lagi bu Marni memukul lengan Intan.Intan sp
Pisau di layangkan ke dada Danu.Untung saja seorang Polisi melihat dan segera menarik lengan Danu, pisau mengenai angin. Melihat serangannya sia-sia, orang tersebut segera berlari meninggalkan tempat kejadian.Polisi tak dapat mengejar, karena beberapa warga yang mengetahui sedang berlangsung penggerebekan. Berbondong-bondong datang, alasannya untuk melihat siapa yang tertangkap.Danu dan Maya di gelandang ke kantor Polisi, takutnya mereka di amuk massa yang semakin lama, semakin banyak.Danu hanya bisa tertunduk, dia tak habis fikir, bagaimana mungkin mereka di grebek, padahal baru kali ini dia melakukannya di rumah Maya.Biasanya mereka akan ke hotel, atau menyewa villa jika weekend.Maya pun sama, dia menutup kepalanya dengan jilbab. Tangannya gemetar, dia tak tau apa yang akan terjadi jika orang tuanya mengetahui kelakuan bejat mereka.“Huuuuuuu, tukang zi*a di tangkap, viralkan!&rd
“Airin, Kamu?!” teriak bu Marni.Semua yang berada di ruangan terkejut, Andika yang hendak membuka pintu berbalik, diam terpaku menatap adiknya yang sedang berjalan ke arahnya.“Ba— gai— ma— na, bagaimana kamu bisa jalan, Dek?!” tanya Andika terbata.Tangannya meraih tangan Airin yang sudah berada tepat di hadapannya.Airin tak menggubris Andika, dia terus berjalan, membuka pintu, lalu tersenyum.“Sudah lama menunggu, Kek?” tanyanya.Dia bergeser ke samping lalu kembali berkata. “Silahkan masuk, bisa sebentar lagi. Suami saya belum datang.”Airin berbicara sambil berjalan, sperti dia lagi bercakap-cakap dengan seseorang.Sayangnya, baik Andika, Mira, bu Marni dan Intan tak bisa melihat sosok tersebut.Intan menggeleng, tak mau larut dengan hal yang menurutnya tak masuk akal.Di dekatinya Airin. &
Namaku Airin, umurku belum genap tiga puluh tahun. Menikah dengan Danu, orang yang paling aku cintai.Kami berpacaran saat masih kuliah, aku tipe orang yang tak gampang jatuh cinta. Namun, kegigihan mas Danu merebut hatiku patut di acungi jempol. Selama menjadi pacarnya, aku selalu merasa menjadi wanita paling beruntung.Begitu pun ketika mas Danu mengutarakan niatnya untuk menikahiku, sungguh aku merasa gadis paling beruntung di dunia.Sayangnya, orang tuaku tak merestui. Alasannya klise, aku masih muda. Ku fikir saat dia di tolak oleh ayah dan ibu, mas Danu akan mundur. Nyatanya dia membuktikan cintanya dengan mengajakku kawin lari.Walau caranya salah, tapi menikah dengannya adalah kesalahan yang tak pernah ku sesali.Aku di boyong ke kota kelahirannya, di perkenalkan dengan wanita tangguh yang dia sebut ibu.Awalnya aku takut tak di terima, tapi kembali lagi semua dugaanku salah. Ibu mertuaku sangat ba
“Airin ... Airin ... Dek! Kamu kenapa?” Andika menggoncang tubuh kurus adiknya.Airin terlihat kejang, napasnya masih berbunyi, Andika memeluk tubuh adiknya, berkali-kali dia mencium kening dan tangan wanita itu.Intan yang melihat hal itu, segera menarik Andika.“Dik... hey!! Tenangin diri kamu. Airin butuh kamu, bimbing dia!”ucap Intan, tangannya mengelus kepala lelaki itu.“Tan, kita ke rumah sakit sekarang!” Andika berdiri, dia berniat untuk menyiapkan mobil.Langkahnya terhenti ketika tangannya di pegang oleh Airin, Andika berbalik.Dia melihat sang adik menatap dengan tersenyum. “Kak, jangan ti— ngg— alin,” ucap Airin dengan napas tersengal-sengal.Intan berlalu meninggalkan Andika dan Airin, dia ke ruang tamu, mengambil Alquran dan kembali ke kamar.“Dik, baca ini, tuntun dia, kalau sudah waktunya semoga Airin perg
“Bu, ayo kita pulang!” kata Mira. Dia berdiri lalu menarik tangannya ibunya.“Tapi, Ibu belum bicara sama kakak kamu!” tolak bu Marni.“Untuk apa?! Nggak perlu bicara dengan orang yang nggak punya akhlak kayak mereka,” ucap Mira, dia masih berusaha menarik ibunya.“Mira, jaga bicara kamu!” bentak Danu. Dia tidak suka mendengar kata-kata adiknya itu.“Apa? Terus kalian fikir kelakuan kalian apa?” teriak Mira tak mau kalah.Danu mengangkat tangannya, mau menampar Mira.“Tampar! Memang, Mas hanya bisa menyakiti,” ucap Mira.Danu menurunkan tangannya, tubuhnya bergetar menahan amarah, tak menyangka adiknya akan berani padanya.Melihat situasi tidak kondusif, bu Marni menelpon seseorang, berbicara agak se
“Yang mana suami Airin?”Pertanyaan itu membuat semua yang mendengar saling bertatapan, begitu pun dengan bu Marni dan Mira.Mereka salah tingkah mendengar pertanyaan yang tak pernah terpikirkan oleh mereka.“Egh, itu anu tante, Danu lagi di luar negeri, dua tiga hari lagi baru sampai,” jawab Andika berbohong.“Kok, istri meninggal dia tak datang, apa dia nggak tau kalau istrinya sakit?” tanya wanita itu lagi dengan ketus.“Tau tante, tapi kan nggak ada yang nyangka kalau Airin bakal meninggal,” bela Andika.Walaupun dia tak menyukai lelaki itu, tapi dia tak mau mempermalukan bu Marni dengan membongkar kelakuan anaknya, karena dia tahu betul kalau Airin sangat di sayang oleh mertuanya.Mendengar jawaban Andika, wanita itu lalu keluar memilih duduk di
“Bagaimana, bagus kan?” tanya Mira, dia tersenyum sambil menggoyang-goyangkan kedua alisnya.“Pintar, nggak salah selama ini Ibu sekolahin kamu di sekolah elit,” puji bu Marni.“Jadi, kapan mau menjalankan rencananya?” tanya Mira lagi. Dia sudah tak sabar membalas dendamnya kepada perusak rumah tangga kakaknya itu.“Sekarang lah! Masa tahun depan,” seru bu Marni. Kemudian langsung beranjak dari duduknya, mencari Mama Airin.“Besan, hari ini saya mau pamit pulang, buat jemput Danu, nanti kami ke sini lagi!” pamit bu Marni ketika melihat besannya sedang memasak di dapur.“Kok, buru-buru sekali, Bu!” tanya Mama Amy.“Kan Danu mau datang,” jawab bu Marni.Walaupun berat hati, akhirnya mama Amy mengijinkan bu Marni dan