Maya memukul tangan yang membekapnya, dia di seret ke toilet.
Setelah mereka masuk ke dalam toilet wanita, barulah bekapan di mulutnya di lepas.Maya berbalik, saat melihat siapa orang tersebut. Dia mendengus kesal.“Heh, apa sih mau kamu?” tanyanya pada orang tersebut.“Nggak salah! Harusnya aku yang nanya, ngapain kamu di sini? Ngikutin kami!” tuduh gadis yang tak lain adalah Mira.Tadi dia dan ibunya ke kantin untuk sarapan, sesampainya di kantin mereka berinisiatif menawarkan kepada Danu untuk dibelikan makanan. Tapi, saat di hubungi hapenya tak aktif.Maka Mira menyusul kakaknya itu, saat melihat Maya mendekat. Dia langsung berlari kemudian membekap dan menyeret wanita itu ke toilet.“Jangan asal ngomong, aku mau ke apotik,” ucap Maya santai.“Apotik atau apotek? Namanya pelakor nggak akan mau bicara yang sebenarnya,” ejek Mira.Maya memutar bola matanya. “Terus! Ngapain kamu bawa aku ke sini?” tanya Maya ketus.“Aku bawa kamu ke sini, karena tempat ini pantas buat kotoran seperti kamu,” hina Mira lagi.Entah mengapa jika melihat muka Maya, dia tak tahan untuk mengeluarkan kata-kata kasar.“Hehehehe, boleh saja kamu menganggap aku kotoran. Tapi, kakak kamu suka aku, berarti dia suka kotoran,” balas Maya sambil tersenyum sinis.Wajah Mira memerah. “Dasar pelakor!! ““Jaga mulutmu, atau ku sumpal dengan sendalku,” ancam Maya.“Coba kalau berani!” tantang Mira.“Ka—“Belum selesai Maya berucap, pintu toilet terbuka, masuklah dua orang yang tak mereka kenal.Melihat hal itu, memberi kesempatan untuk Maya pergi dari situ.“Awas, kamu!” ancam Maya sebelum berlalu pergi.Dia tetap meneruskan langkahnya ke apotik, saat melewati ruang ICU, matanya awas mencari Danu. Sayang, orang yang di cari sudah tak ada.Langkah Maya yang tadinya semangat, berubah gontai. Setengah malas dia memasuki apotik, memberikan resep yang di berikan, setelah menunggu sebentar, obat yang dia tunggu telah siap.Kembali dia keluar menyusuri koridor rumah sakit, niatnya segera pulang kerumah.“Aduh,” pekik Maya.Dirinya di tabrak seseorang. “Kalau jalan liat-liat dong,”Maya tertegun setelah mengatakan itu, hatinya tiba-tiba menghangat, ternyata yang menabraknya barusan adalah Danu.Danu bergeming, baru saja dia berjanji untuk melupakan Maya demi Airin. Ternyata, Tuhan kembali mempertemukan mereka di sini.“Sayang, kamu kenapa?” Maya mengelus lembut pundak Danu.Danu tak menjawab, hatinya masih bimbang.Bukan dia sudah tak mencintai Maya, tapi tidak etis rasanya bertemu selingkuhan di saat istrinya berjuang melawan maut.“Aku nggak apa-apa,” jawab Danu, tangannya sengaja menepis tamgan Maya yang masih mengusap bahunya.“Tapi.... ““Kamu, pulang dulu. Nanti aku hubungi,” perintah Danu.Setelah mengatakan itu, Danu melangkah pergi.Tak terima di tinggalkan, Maya mengikuti langkah Danu. Belum beberapa langkah, terdengar teriakan.“Heh, pelakor! Ngapain kamu ikuti anak saya?”Ternyata bu Marni yang berteriak,orang-orang yang sedang berada di tempat tersebut serentak menatap ke arah Maya dan Danu.“Bapak-bapak, Ibu-ibu, wanita ini pelakor, dia yang mengganggu hubungan rumah tangga anak saya dan istrinya. Sekarang menantu saya di rawat di sini, ehh... dia nyusulin anak saya,” terang bu Marni.Tak mau mendapat masalah, Maya menghentakkan kaki kemudian meninggalkan Danu dan ibunya.“Bu, ngapain sih, teriak kayak gitu. Bikin malu!” protes Danu, setelah Maya pergi.“Kamu itu, istri sakit, bukannya berdoa malah ketemu selingkuhan!” ucap bu Marni.Danu diam saja, dia malas meladeni ibunya yang salah paham.Tanpa mereka ketahui, ternyata dari tadi Andika, kakak Airin melihat Danu dan Maya.Susah payah Intan menenangkan Andika. “Jangan terpancing, kamu fokus dulu sama kesembuhan Airin, urusan mereka gampang.”*****Danu bersyukur, Airin masih bisa tertolong. Walaupun masih dalam kondisi kritis, tapi setidaknya masih ada harapan.Selama seminggu di rawat di rumah sakit, Danu selalu berada di sampingnya. Tak sedetik pun dia beranjak, bahkan untuk makanan dia selalu di antarkan.Melihat hal tersebut, bu Marni dan Mira sangat bahagia, bahkan Mira rela mencuri hape Danu, supaya dia tak bisa menelpon Maya.Karena fokus dengan Airin, Danu tak lagi memikirkan Maya, pelan-pelan nama wanita itu telah hilang dari ingatannya.Jika Danu bisa dengan mudah melupakan Maya, lain lagi dengan Maya.Sudah beberapa hari ini dia gelisah, tak bisa tidur karena memikirkan Danu.“Tidak boleh seperti ini, aku harus menemui Danu, menanyakan kejelasan hubungan kami,” fikir Maya.“Tapi, bagaimana caranya supaya aku bisa bertemu dengannya? Aku ke kantornya dia tak ada, ke rumahnya juga tak ada orang. Mau tak mau, aku harus ke rumah sakit.”Sore itu, Maya dengan mantap melangkahkan kakinya ke rumah sakit, beruntung saat memasuki parkiran di lihatnya Danu turun dari mobil.Maya mengamati kekasihnya, menunggu beberapa saat. Setelah yakin kalau dia sendirian, barulah Maya mengikuti Danu.Di Koridor yang lenggang, Maya menarik tangan Danu untuk ikut dengannya.Sesaat Danu kaget, tapi saat menyadari kalau itu Maya. Dia tak jadi berontak.Rasa rindu tiba-tiba muncul di hatinya, ada perasaan yang menuntut untuk di keluarkan.Maya menariknya meninggalkan rumah sakit, dalam perjalanan. Danu tak lepas menatap Maya, mengapa di matanya Maya begitu cantik.Untuk sesaat Airin hilang dari ingatannya, hanya Maya yang bertahta di kelopak mata Danu.Pelan mobil yang mereka naiki memasuki kawasan hotel bintang lima, Maya sudah menyiapkan semua.Dia ingin membuktikan, apakah benar Danu tak menginginkannya lagi.Sampai di depan hotel, mereka memasuki loby, Maya mendekati resepsionis. Menanyakan kamar yang telah dia booking, setelah mendapatkan kunci kamar.Ditariknya, tangan Danu dengan lembut. Tak ada penolakan, dia bagai kerbau yang di cucuk lobang hidungnya.Menurut kemanapun dia di tarik, mereka menaiki tangga menuju lantai lima, kemudian menyusuri koridor hotel yang berwarna putih gading.Sampai ke kamar 505, Maya membuka pintu, menuntun Danu masuk ke dalam kamar.Lagi, Danu tak mampu menahan dirinya. Godaan dari Maya terlalu menantang untuk dia lewatkan.Ranjang Hotel kembali jadi saksi pertemuan dua insan. Kembali, malaikat mencatat dosa mereka.Saat Danu dan Maya melepaskan kerinduan mereka, hape Danu terus saja berdering, nama Mira berkali-kali memanggil.Entah apa yang terjadi dengan Airin.*****
(Yang sayang Airin, do'ain yagh, semoga dia tak kenapa-kenapa, untuk Maya. Doakan juga supaya sadar, jangan doa yang jelek yah)
"Mas Danu!!" teriak Airin tiba-tiba.Bu Marni yang sedang menjaga menantunya itu, terlonjak kaget.Terlihat mata Airin terbuka, bu Marni berteriak. "Dokter ... Dokter ... anak saya sadar!"Dokter jaga yang mendengar teriakan, langsung mendatangi tempat tidur Airin.Dokter nampak tak percaya melihat Airin membuka mata, sedikit gugup, Dokter memeriksa denyut nadi, detak jantung.Semua hal yang berhubungan dengan tanda-tanda vital manusia, menujukan bahwa Airin dalam keadaan baik-baik saja."Alhamdulillah, pasien Airin sudah melewati masa koma, tapi kami akan lakukan observasi satu kali dua puluh empat jam, untuk memantau kondisi selanjutnya. Jika, dalam kurun waktu tersebut Bu Airin tak menimbulkan penurunan k
“Siapa yang selingkuh?” Intan yang mendengar pembicaraan mereka langsung bertanya.“Aish... Intan, kamu bikin kaget saja. Jantungku hampir copot,” seru bu Marni, tangannya memukul lembut lengan Intan.“Tadi saya dengar ada yang selingkuh, siapa yah?” tanya Intan lagi.Bu Marni dan Mira saling bertatapan, mata mereka saling berbicara.“Janji, Kakak jangan bilang sama Andika.” Mira memastikan.Intan mengangguk, dia mengangkat tangannya membentuk lambang peace.Kembali Mira menatap bu Marni, anggukan yang di berikan ibunya itu sebagai tanda kalau dia mengijinkan Mira bercerita.“Mas Danu selingkuh!!” lirih Mira.“Hah... apa? Pak Danu?!” Seolah tak percaya, Intan terlihat syok.“Ish, jangan keras-keras. Nanti, ada yang dengar.” Lagi-lagi bu Marni memukul lengan Intan.Intan sp
Pisau di layangkan ke dada Danu.Untung saja seorang Polisi melihat dan segera menarik lengan Danu, pisau mengenai angin. Melihat serangannya sia-sia, orang tersebut segera berlari meninggalkan tempat kejadian.Polisi tak dapat mengejar, karena beberapa warga yang mengetahui sedang berlangsung penggerebekan. Berbondong-bondong datang, alasannya untuk melihat siapa yang tertangkap.Danu dan Maya di gelandang ke kantor Polisi, takutnya mereka di amuk massa yang semakin lama, semakin banyak.Danu hanya bisa tertunduk, dia tak habis fikir, bagaimana mungkin mereka di grebek, padahal baru kali ini dia melakukannya di rumah Maya.Biasanya mereka akan ke hotel, atau menyewa villa jika weekend.Maya pun sama, dia menutup kepalanya dengan jilbab. Tangannya gemetar, dia tak tau apa yang akan terjadi jika orang tuanya mengetahui kelakuan bejat mereka.“Huuuuuuu, tukang zi*a di tangkap, viralkan!&rd
“Airin, Kamu?!” teriak bu Marni.Semua yang berada di ruangan terkejut, Andika yang hendak membuka pintu berbalik, diam terpaku menatap adiknya yang sedang berjalan ke arahnya.“Ba— gai— ma— na, bagaimana kamu bisa jalan, Dek?!” tanya Andika terbata.Tangannya meraih tangan Airin yang sudah berada tepat di hadapannya.Airin tak menggubris Andika, dia terus berjalan, membuka pintu, lalu tersenyum.“Sudah lama menunggu, Kek?” tanyanya.Dia bergeser ke samping lalu kembali berkata. “Silahkan masuk, bisa sebentar lagi. Suami saya belum datang.”Airin berbicara sambil berjalan, sperti dia lagi bercakap-cakap dengan seseorang.Sayangnya, baik Andika, Mira, bu Marni dan Intan tak bisa melihat sosok tersebut.Intan menggeleng, tak mau larut dengan hal yang menurutnya tak masuk akal.Di dekatinya Airin. &
Namaku Airin, umurku belum genap tiga puluh tahun. Menikah dengan Danu, orang yang paling aku cintai.Kami berpacaran saat masih kuliah, aku tipe orang yang tak gampang jatuh cinta. Namun, kegigihan mas Danu merebut hatiku patut di acungi jempol. Selama menjadi pacarnya, aku selalu merasa menjadi wanita paling beruntung.Begitu pun ketika mas Danu mengutarakan niatnya untuk menikahiku, sungguh aku merasa gadis paling beruntung di dunia.Sayangnya, orang tuaku tak merestui. Alasannya klise, aku masih muda. Ku fikir saat dia di tolak oleh ayah dan ibu, mas Danu akan mundur. Nyatanya dia membuktikan cintanya dengan mengajakku kawin lari.Walau caranya salah, tapi menikah dengannya adalah kesalahan yang tak pernah ku sesali.Aku di boyong ke kota kelahirannya, di perkenalkan dengan wanita tangguh yang dia sebut ibu.Awalnya aku takut tak di terima, tapi kembali lagi semua dugaanku salah. Ibu mertuaku sangat ba
“Airin ... Airin ... Dek! Kamu kenapa?” Andika menggoncang tubuh kurus adiknya.Airin terlihat kejang, napasnya masih berbunyi, Andika memeluk tubuh adiknya, berkali-kali dia mencium kening dan tangan wanita itu.Intan yang melihat hal itu, segera menarik Andika.“Dik... hey!! Tenangin diri kamu. Airin butuh kamu, bimbing dia!”ucap Intan, tangannya mengelus kepala lelaki itu.“Tan, kita ke rumah sakit sekarang!” Andika berdiri, dia berniat untuk menyiapkan mobil.Langkahnya terhenti ketika tangannya di pegang oleh Airin, Andika berbalik.Dia melihat sang adik menatap dengan tersenyum. “Kak, jangan ti— ngg— alin,” ucap Airin dengan napas tersengal-sengal.Intan berlalu meninggalkan Andika dan Airin, dia ke ruang tamu, mengambil Alquran dan kembali ke kamar.“Dik, baca ini, tuntun dia, kalau sudah waktunya semoga Airin perg
“Bu, ayo kita pulang!” kata Mira. Dia berdiri lalu menarik tangannya ibunya.“Tapi, Ibu belum bicara sama kakak kamu!” tolak bu Marni.“Untuk apa?! Nggak perlu bicara dengan orang yang nggak punya akhlak kayak mereka,” ucap Mira, dia masih berusaha menarik ibunya.“Mira, jaga bicara kamu!” bentak Danu. Dia tidak suka mendengar kata-kata adiknya itu.“Apa? Terus kalian fikir kelakuan kalian apa?” teriak Mira tak mau kalah.Danu mengangkat tangannya, mau menampar Mira.“Tampar! Memang, Mas hanya bisa menyakiti,” ucap Mira.Danu menurunkan tangannya, tubuhnya bergetar menahan amarah, tak menyangka adiknya akan berani padanya.Melihat situasi tidak kondusif, bu Marni menelpon seseorang, berbicara agak se
“Yang mana suami Airin?”Pertanyaan itu membuat semua yang mendengar saling bertatapan, begitu pun dengan bu Marni dan Mira.Mereka salah tingkah mendengar pertanyaan yang tak pernah terpikirkan oleh mereka.“Egh, itu anu tante, Danu lagi di luar negeri, dua tiga hari lagi baru sampai,” jawab Andika berbohong.“Kok, istri meninggal dia tak datang, apa dia nggak tau kalau istrinya sakit?” tanya wanita itu lagi dengan ketus.“Tau tante, tapi kan nggak ada yang nyangka kalau Airin bakal meninggal,” bela Andika.Walaupun dia tak menyukai lelaki itu, tapi dia tak mau mempermalukan bu Marni dengan membongkar kelakuan anaknya, karena dia tahu betul kalau Airin sangat di sayang oleh mertuanya.Mendengar jawaban Andika, wanita itu lalu keluar memilih duduk di