Karena jadwal yang padat, Adam baru sampai rumah saat malam hari, dia langsung merebahkan diri di tempat tidur, baru saja hendak terpejam, dia teringat kertas yang di berikan oleh Alika.
“Sepertinya ini waktu yang tepat untuk menghubunginya, siapa tau malam ini dia mau berbagi kehangatan denganku!” ucap Adam pada dirinya sendiri. Dia tertawa sambil membuka lipatan kertas tersebut.
( LELAKI SEJATI TAK AKAN MEMINTA NOMOR TELPON WANITA DI JALAN, DIA AKAN KE RUMAH WANITA ITU UNTUK MEMINTA SI WANITA PADA ORANG TUANYA, JANGAN JADI BANCI!!!!
KALAU MAU NOMOR TELPONKU MAAF TIDAK BISA, KALAU MAU BERTEMU DENGANKU LAGI, MINTA SAMA ALLAH!!!)
Adam meremas kasar kertas yang baru saja di bacanya.
“Sialan! Lihat saja, aku akan membuatmu bertekuk lutut di depanku.” Adam berkata sambil tinjunya mengepal kuat. Baru kali ini ada wanita yang menolaknya, dia merasa tertantang. Bodohnya dia sama sekali tidak kepikiran untuk mengantar atau membuntut
“Sialan!!!” umpat Adam, dia kesal, kenapa tak menyadari kalau Tamara itu masih SMA, selama ini dia selalu bermain aman, tak mau terlibat dengan gadis-gadis labil, atau bucin. Adam melajukan mobilnya meninggalkan apartemen, dia berharap tak akan bertemu dengan gadis itu lagi. * [Jangan lupa, temani aku nanti malam! ] Chat Hamid kepada Adam. Lelaki itu hanya melihat, tak ada minat untuk membalas chat sepupunya itu, sebenarnya dia malas ke tempat tante Rani, seandainya orang yang mengajak bukan Hamid, pasti dia sudah menolak mentah-mentah. Saat ini, Adam sedang berada di sebuah warkop, memeriksa email yang masuk, beberapa dari klien yang pernah dia selesaikan masalahnya. Mereka mengirim ucapan terimakasih dan perasaan puas karena masalah mereka telah di bereskan oleh Adam. Selama ini, lelaki itu bekerja dengan sangat rapi, dia tak pernah mau bertemu dengan klien jika dia tak mempercayai orang itu, begitu pun dia tidak pern
“Sudah, kamu tenang saja, sekarang ke depan temani Hamid, Mama mau bikin sesuatu.”Bunga mengangguk senang, dia lalu melompat dari tempat tidur, melangkah ke kamar mandi dan mencuci muka, lalu segera memoles wajahnya dengan make-up.Setelah merasa jika penampilannya sudah menawan, Bunga segera ke ruang tamu menemui Hamid.Nampak lelaki pujaan hatinya itu sedang menelpon, dia tak meneruskan langkah, dia diam-diam ingin mendengarkan Hamid menelpon. Sayangnya, belum juga dia mendengar sesuatu, Hamid telah menutup telponnya.“Eh... Bunga!” sapa Hamid, saat melihat Bunga yang mematung di belakangnya.“Mas Hamid!” balas Bunga salah tingkah, dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Hamid tersenyum melihat gadis itu.“Kapan datang? Kok nggak ngabarin?” tanya Bunga bertubi-tubi. Mereka memang hanya selisih tiga tahun.
“Aku balik yah!” ucap Adam, dia tak mau membahas masalah rambut itu terlalu jauh, tiba-tiba saja hatinya galau, ketika melihat rambut yang di berikan oleh Hamid. Seingatnya, rambut tante Rani modelnya bob jadi tidak mungkin sepanjang itu. Adam menggeleng, dia tak mau mengakui kalau semalam dia tak tidur dengan tante Rani, tapi dengan orang lain. “Semoga saja bukan salah satu dari kupu-kupu malam di situ!” batin Adam. Dia melajukan motornya meninggalkan Hamid yang masih terpaku menatap kepergian Adam. * Mentari menyambut pagi, tempat lokalisasi kembali nsepi, berbanding terbalik dengan keadaan malam hari, semua orang sudah pulang ke rumahnya dan tidur, membuat tempat yang kumuh itu semakin menyeramkan. Beberapa anak kecil berlalu lalang, preman-preman bayaran banyak yang tertidur di teras tempat karaoke, dengan botol alkohol bertebaran di tanah dan meja. Tante Rani bangun dari tidur, lelaki yang menemaninya s
“Kamu akan jadi milikku!” gumam Adam pada dirinya sendiri.Setelah itu dia berkonsentrasi mengemudi, tak berapa lama mereka sampai di tempat tujuan.“Bangun, sudah sampai!” ucap Adam, dia mengoyang-goyangkan bahu Alika, gadis itu membuka mata, dia terkejut, melihat apa yang sedang dia lihat.“Di mana kita?” tanyanya, raut wajahnya berubah pucat.“Di pantai, ayo turun!” jawab Adam.“Nggak! Aku mau pulang!” tolak Alika.“Pulangnya nanti aja, kita habiskan hari ini bersama,” ucap Adam.Dia sengaja menggoda Alika yang terlihat takut.“Nggak!” teriak Alika, dia menepis tangan Adam.“Ayolah sayang!” Adam semakin menjadi, dia seolah ingin merangkul Alika, gadis itu memundurkan badan namun terhalang pintu mobil.“Buka nggak! Tolong... tolong,” teriak Alika
Alika tersenyum, dia mematut diri di cermin, nampak gaun pengantin yang sangat mewah, warna putih gading, bertabur butiran swarovski, kilatan permata kecil menambah indah gaun tersebut.Hari ini adalah hari paling bahagia di hidup Alika, walaupun awalnya dia hanya menginginkan akad nikah, tapi Hamid sangat gigih membujuknya untuk membuat pesta resepsi. Maka di sinilah mereka sekarang, di sebuah kamar hotel, menunggu dirinya di tuntun untuk ke Aula tempat ijab kabul berlangsung.Beberapa sahabatnya telah masuk, mereka nampak senang melihat Alika, setelah semua telah siap, Alika di bawa keluar untuk duduk bersanding dengan Hamid yang sedang duduk di depan penghulu.Alika duduk di samping Hamid, lelaki itu menoleh ke arah wanita yang sebentar lagi akan sah menjadi istrinya.Penghulu yang sedari tadi datang, mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk kelancaran ijab kabul.Baru saja tangan Hamid di salami oleh penghulu, tiba
"Buktikan!""Apa untungnya kalau aku bisa membuktikan kalau itu bukan ulahku?" tanya Adam, dia menatap Alika dengan wajah serius."Keluarga pasien?"Seorang suster memanggil Alika, membuat percakapan mereka terhenti."Iya, Suster?"Gadis itu menghampiri suster yang memanggilnya."Pasien ingin bertemu, silahkan masuk!"Alika segera melangkah ke dalam ruangan, nampak pak Arsyad sedang terbaring, terdengar lapas kalam Allah terucap dari bibirnya. Melihat Alika masuk di ikuti oleh Adam, melihat Adam wajah pak Arsyad sendu, tapi hanya sesaat. Napasnya tiba-tiba saja terdengar cepat, dia seperti kesusahan walaupun telah di bantu oleh mesin."Nak, maukah kamu memenuhi permintaan Bapak?" tanya lelaki itu dengan suara lirih."Iya, Pak, apa yang Bapak mau, pasti Alika pen
"Oh... maling teriak maling!" teriak Alika, dia melihat Hamid sedang di pijat oleh Bunga, hal itu membuat emosinya meradang.Hamid yang tak menyangka Alika akan datang, segera bangun, Bunga sampai terjatuh ke belakang karena tersenggol oleh Hamid."Kamu, ngapain ke sini?""Aku ngapain ke sini? Harusnya aku yang bertanya, ngapain kamu sama pela*ur ini?" tanya Alika."Rupanya karena dia, kamu membatalkan pernikahan kita, dan menjadikan foto-fotoku dan Adam sebagai alasan, munafik kamu!" lanjutnya lagi."Jaga bicara kamu, aku tak seperti itu, dia hanya membantu, leherku tegang, kepalaku sakit, apa kamu pikir aku senang membatalkan pernikahan ini?""Alasan, tadinya aku sangat sedih pernikahan kita batal. Tapi, sekarang aku malah bersyukur, kamu memang tidak pantas untuk aku!"Alika dan Hamid saling adu mulut, Adam hanya duduk
"Maksud tante apa?" tanya Hamid."Kamu harus menikahi Bunga!" ucap tante Rani enteng, dia melirik Bunga yang sedang tersenyum."Astaga ... apa lagi ini? Ternyata, ada udang di balik batu!" ejek Alika, dia tersenyum meremehkan.Dari awal dia bertemu Bunda dan tante Rani pada saat makan bersama, membuatnya tau kalau gadis itu memiliki perasaan kepada Hamid, hanya saja dia belum bisa membuktikan karena mereka baru ketemu.Alika memutar ingatannya ke beberapa hari yang lalu, waktu dia dan Hamid bertemu keluarga lelaki itu, Alika melihat gelagat yang tak baik dari Bunga. Dia sampai harus beberapa kali ke toilet untuk membuktikan firasatnya.Setiap Alika ke toilet, maka Bunga akan bersikap agresif ke Hamid, bahkan tak segan-segan memegang tangan dan bersandar di pundak lelaki itu, ketika Alika sedang tak ada, hal itu Alika ketahui, karena diam-diam dia mengintip mereka.Hal itu pula yang membuat Alika meny