"Buktikan!"
"Apa untungnya kalau aku bisa membuktikan kalau itu bukan ulahku?" tanya Adam, dia menatap Alika dengan wajah serius.
"Keluarga pasien?"
Seorang suster memanggil Alika, membuat percakapan mereka terhenti.
"Iya, Suster?"
Gadis itu menghampiri suster yang memanggilnya.
"Pasien ingin bertemu, silahkan masuk!"
Alika segera melangkah ke dalam ruangan, nampak pak Arsyad sedang terbaring, terdengar lapas kalam Allah terucap dari bibirnya. Melihat Alika masuk di ikuti oleh Adam, melihat Adam wajah pak Arsyad sendu, tapi hanya sesaat. Napasnya tiba-tiba saja terdengar cepat, dia seperti kesusahan walaupun telah di bantu oleh mesin.
"Nak, maukah kamu memenuhi permintaan Bapak?" tanya lelaki itu dengan suara lirih.
"Iya, Pak, apa yang Bapak mau, pasti Alika pen
"Oh... maling teriak maling!" teriak Alika, dia melihat Hamid sedang di pijat oleh Bunga, hal itu membuat emosinya meradang.Hamid yang tak menyangka Alika akan datang, segera bangun, Bunga sampai terjatuh ke belakang karena tersenggol oleh Hamid."Kamu, ngapain ke sini?""Aku ngapain ke sini? Harusnya aku yang bertanya, ngapain kamu sama pela*ur ini?" tanya Alika."Rupanya karena dia, kamu membatalkan pernikahan kita, dan menjadikan foto-fotoku dan Adam sebagai alasan, munafik kamu!" lanjutnya lagi."Jaga bicara kamu, aku tak seperti itu, dia hanya membantu, leherku tegang, kepalaku sakit, apa kamu pikir aku senang membatalkan pernikahan ini?""Alasan, tadinya aku sangat sedih pernikahan kita batal. Tapi, sekarang aku malah bersyukur, kamu memang tidak pantas untuk aku!"Alika dan Hamid saling adu mulut, Adam hanya duduk
"Maksud tante apa?" tanya Hamid."Kamu harus menikahi Bunga!" ucap tante Rani enteng, dia melirik Bunga yang sedang tersenyum."Astaga ... apa lagi ini? Ternyata, ada udang di balik batu!" ejek Alika, dia tersenyum meremehkan.Dari awal dia bertemu Bunda dan tante Rani pada saat makan bersama, membuatnya tau kalau gadis itu memiliki perasaan kepada Hamid, hanya saja dia belum bisa membuktikan karena mereka baru ketemu.Alika memutar ingatannya ke beberapa hari yang lalu, waktu dia dan Hamid bertemu keluarga lelaki itu, Alika melihat gelagat yang tak baik dari Bunga. Dia sampai harus beberapa kali ke toilet untuk membuktikan firasatnya.Setiap Alika ke toilet, maka Bunga akan bersikap agresif ke Hamid, bahkan tak segan-segan memegang tangan dan bersandar di pundak lelaki itu, ketika Alika sedang tak ada, hal itu Alika ketahui, karena diam-diam dia mengintip mereka.Hal itu pula yang membuat Alika meny
Darah segar mengalir dari sela rambut Hamid, Alika membantu Adam berdiri."Ayo kita pergi, tak ada gunanya di sini," ucap Alika.Dia menarik Adam agar bisa bangkit, mereka berdua keluar dari rumah Tante Rani.Hamid yang jatuh pingsan, akibat hantaman Alika, di tangani Bunga."Mau kemana kamu, sial*n?" Bunga menarik jilbab Alika, ternyata dia menyusul mereka keluar rumah.Alika tak mau mengalah, Adam dia jatuhkan begitu saja, lalu berbalik memegang tangan Bunga dan memelintirnya, membuat gadis itu berteriak."Mama, tolong!!!"Tante Rani datang tergopoh-gopoh, dia menolong melerai keduanya."Pergi dari sini!" teriak tante Rani.Tanpa di suruh untuk yang ke-dua kalinya, Alika kembali memapah Adam dan membawanya pergi.Tante Rani membiarkan Adam dan Alika pergi begitu saja.
Pak Arsyad sudah di bolehkan pulang, Alika memintanya untuk tinggal bersama mereka, sampai keadaan pak Arsyad pulih betul.Sayangnya, orang tua itu menolak, dia lebih memilih pulang kampung, alasannya di kampung banyak yang akan mengurus dirinya.Berat hati Alika melepaskan orang yang di cintai nya itu, seharian dia mengurung diri di kamar. Sejak peristiwa gagal menikah, Alika sudah tak pernah lagi ke kantor, dia berencana untuk mengundurkan diri.Adam yang sedang sibuk mengumpulkan informasi tentang lelaki yang akan dia bunuh, seolah melupakan keberadaan Alika.Dia pergi ketika Alika belum bangun dan datang ketika gadis itu sudah tidur.Hari ini dia ingin memberi surprise untuk Alika, dia berencana mengajaknya makan malam di sebuah restoran mewah.'Malam ini, berpakaian lah seperti ratu, karena raja akan membawamu ke suatu tempat yang istimewa.'
"Lepaskan, kamu mabuk!" Bunga meronta, mencoba melepaskan diri dari pelukan Hamid.Semakin kuat gadis itu meronta, semakin erat pula pelukan Hamid. Sampai akhirnya, dia sudah tak punya tenaga untuk melawan. Bunga pasrah berada di pelukan lelaki itu.Dalam pengaruh alkohol, Hamid mulai menciumi Bunga, memindai setiap jengkal kulit gadis itu dengan bibirnya.Bunga pasrah, baginya menghabiskan malam dengan Hamid dalam keadaan mabuk, itu lebih baik, daripada harus menghabiskan malam pertama sendirian.Hamid begitu lembut memperlakukan Bunga, membuat gadis itu terbuai begitu dalam, tubuh mereka kini menyatu, menyambut surga dunia."Alika!"Sebuah nama lolos dari bibir Hamid, ketika mereka mencapai puncak. Ada lubang yang tiba-tiba saja menganga di dalam hati Bunga, dia memaksa membalik badan Hamid yang menindih tubuhnya.Plak!
Hamid menyeringai senang, dia memutuskan untuk kembali ke tempat tante Rani. Kini dia punya rencana untuk menghancurkan Adam dan mengambil kembali Alika, hanya saja, dia butuh sekutu. Saat ini,menjadi sekutu Tante Rani dan Bunga adalah langkah yang dia rasa cukup bagus.Belum lagi, dia mengetahui kalau Adam adalah orang yang berbahaya, jadi untuk menghancurkan lelaki itu, Hamid butuh rencana yang matang.Di perjalanan, Hamid berkali-kali melihat pesan yang di kirim kepada Alika, centang dua, masih berwarna abu-abu.Dia sedikit menyesali diri, kenapa harus terburu-buru mengirimkan bukti foto kepada Alika, apalagi dia memakai nomornya, bisa saja wanita itu berasumsi kalau dia merencanakan sesuatu untuk Alika dan Adam.Selama perjalanan, Hamid tak berhenti menyusun rencana, dia tak bisa memikirkan hal paling mudah, selain menjatuhkan Adam lewat Alika.*****
Semua berbalik ke arah suara, ternyata Bunga sudah kembali dari kamar mandi. Dia tak sengaja menyentuh pas yang ada di atas meja, wajahnya merah menahan tangis.Malam ini Bunga tak kala menawannya dengan Alika, dia menggunakan gaun berwarna merah tanpa lengan, rambutnya yang panjang di gulung ke atas, dengan liontin indah menghias lehernya yang jenjang.Hamid segera melepaskan Alika dari pelukannya, lalu mendorong wanita itu, hingga hampir jatuh."Sayang, kamu sudah kembali!" Hamid berkata sambil memdekati Bunga, dia mengelus lembut lengan wanita yang kini terlihat menekuk wajah."Kamu ingin aku selamanya di kamar mandi?" tanya Bunga?" Dia menepis kasar tangan Hamid."Nggak begitu, aku kira kamu masih lama," ucap Hamid."Kamu berharap aku lama, supaya kamu bisa berduaan dengan pela*ur itu?" Bunga semakin bersng, dia maju untuk mencakar muka Alika, untung di t
Suara Bunga terdengar kencang, dia menarik wanita yang duduk dipangkuan Hamid untuk pindah."Kamu mau cari mati?" tanya Bunga dengan suara sangat besar, matanya melotot seperti ingin menelan wanita penghibur itu."Maaf, maksud Bos apa? Saya hanya bekerja," ucap wanita itu takut-takut."Dia suami saya, kenapa kamu masih merayunya?" tanya Bunga, kini dia mulai menjambak rambut wanita yang dia kenal bernama Anggita."Say tidak tau, Bos!" jawab Anggi takut-takut."Sudahlah, ayo kita masuk kedalam dia tidak mengenalku," ucap Hamid, dia melerai keduanya."Tidak boleh begitu dong, dia harusnya bertanya dulu, tidak langsung main tarik saja," tolak Bunga, dia masih ingin memberi pelajaran kepada Anggita."Sudah, tak usah meladeni dia, nanti cantiknya hilang," goda Hamid.Dia memegang kedua bahu Bunga dari belakan
"Kok, Mama ada disini?" tanya Bunga.Dia berjalan pincang ke arah tante Rani, wanita paruh baya itu hanya tertunduk lemas, dia malas menanggapi pertanyaan putrinya.Dari tadi dia merutuki diri, kenapa mau datang ke kantor polisi, selama ini dia memang menghindari tempat itu, semua urusan yang berkaitan dengan kantor polisi, dia selalu wakilkan kepada anak buahnya.Tak mendapatkan respon, Bunga kembali bertanya. "Ma, kok Mama disini?""Sudah, diam! Mama pusing, ini semua gara-gara kamu, kalau kamu tidak bikin ulah, tidak mungkin mama kesini, tidak mungkin mama bertemu Jo, dan tidak mungkin mama masuk penjara!" teriak tante Rani.Dia bahkan mulai menarik rambut Bunga dan mencekik wanita itu."To— lo— ng, to— long!" teriak Bunga, dia berusaha menahan tante Rani yang mencekiknya, kakinya yang masih sangat sakit, membuat gerakannya terbatas
"Silahkan!" ucap petugas.Mona mengambil hapenya di atas meja, lalu menelpon nomor pak Andreas, sayangnya nomor tersebut sudah tak aktif, Mona mencobanya berulang-ulang, tapi tetap saja tak bisa dihubungi.Wajah Mona yang tadinya tidak terlalu takut, kini menjadi pucat, merasa usahanya sia-sia, dia kembali menyimpan hapenya.Melihat hal tersebut, petugas memulai interogasi, Mona menjawab semua pertanyaan yang di lontarkan oleh petugas, setelah dua jam interogasi, Mona di nyatakan tidak ada sangkut pautnya dengan pembakaran rumah Adam, hanya dia di ganjar dengan pasal tentang penyalahgunaan narkotika. Sehingga dia tetap di tahan dan berkasnya akan segera di limpahkan setelah lengkap.Hamid juga di interogasi, dia awalnya tidak mau menjawab jika tak di dampingi pengacara, setelah menelpon pengacara dan si pengacara datang, barulah dia mau di interogasi. Sama halnya dengan Mona, Hamid di interogasi sela
"Jadi begini kelakuan kamu di belakang aku?" tanya Bunga, sebuah balok kayu dia pegang. Napasnya memburu karena emosi, wajahnya yang hitam manis berubah menjadi merah.Mata Bunga nyalang, menatap kedua manusia yang sedang berbagi peluh. Setengah meringis, Hamid bangkit lalu berdiri menghadap Bunga."Kamu apa-apaan?" tanya Hamid, dia balik marah kepada Bunga."Kamu yang apa-apaan? Kamu suami aku, kenapa berdua dengan wanita seperti ini!" Bunga maju dan menarik Mona hingga terjatuh dari Sofa."Aduh," teriak wanita itu.Tangannya memegang, tangan Bunga yang sedang menarik rambut Mona. Tak merasa puas, karena di halangi oleh Hamid. Bunga melompat dan menekan Mona yang terbaring dengan menggunakan lutut.Tangan Bunga menarik rambut Mona, lalu membenturkan kepala wanita itu ke lantai, susah payah Hamid menarik Bunga. Namun, wanita itu tak mau mengalah, dia ba
Pak Andreas dan Adam menempati apartemen milik Irfan, karena besok subuh pak Andreas akan menyusul anak dan istrinya ke Luar Negeri, maka malam itu juga dia meminta Adam untuk menemaninya ke suatu tempat.Setelah membeli tiket dan mengecek dokumen yang dibutuhkan untuk perjalanan, pak Andreas mulai menunjukkan tempat yang ingin dia datangi.Dia sudah berjanji untuk mengabulkan permintaan Adam, dia harus melakukannya malam ini, karena dia tidak bisa memastikan kapan dia akan pulang ke Indonesia.Adam mengendarai mobilnya, mengantar pak Andreas ke tempat Mona, entah apa yang ingin dilakukan lelaki itu pada sugar baby nya."Sebelum ke rumah Mona, singgah sebentar di Indoapril depan kompleks nya," pinta pak Andreas.Adam hanya mengangguk, seperti di awal, dia hanya meminta pak Andreas menghancurkan Hamid, bagaimana caranya? Ya, terserah!
Aku memandangi tubuh polos tante Rani yang kini sedang berbaring di sofa yang berwarna merah, lampu ruang kerja yang temaram membuat tubuh tante Rani terlihat indah.Berkali-kali aku harus menelan saliva, agar Junior tak meminta keluar sebelum waktunya.Sejak kecil, tante Rani merupakan salah satu orang yang menjadi fantasi ku, hanya saja sepupuku Adam tak pernah membiarkanku berduaan dengan wanita itu, dia selalu saja mengekor jika tante Rani mengajakku berbelanja atau membeli permen.Body tante Rani yang seksi dengan dua gundukan besar di dadanya membuat aku semakin penasaran.Beranjak dewasa, fantasiku tentang wanita seksi semakin menjadi, apalagi tiap malam kami di suguhi pemandangan yang sangat menggoda. Puluhan wanita akan duduk di ruang tamu menunggu pengunjung, setelah lelaki hidung belang membooking. Maka mereka akan masuk ke sebuah kamar dan tak lama terdengar la
DuarrrTerdengar bunyi tabrakan yang sangat besar, pak Andreas dan Adam terbanting, untung saja mobil tak terbalik. Hanya body belakang mobil penyok dan berasap.Tanpa aba-aba, mereka berdua kompak segera keluar dari mobil.Pak Andreas tersungkur ke tanah, tak lupa dia sujud syukur, Adam membaringkan diri di tanah, dia tak mengira bisa melakukan hal seperti tadi.Tak ingin berlama-lama di tempat itu, Adam segera menelpon seorang temannya untuk menjemput mereka. Dia melarang pak Andreas menelpon sopir ataupun orang-orang yang bekerja dengannya, takut di antara mereka adalah mata-mata."Sepertinya aku harus menyeleksi mereka lagi," gumam pak Andreas.Adam hanya melirik sesaat, dia tau bagaimana rasanya di khianati orang yang paling dipercaya."Jadi sampai kapan aku harus bersembunyi?" tanya pak Andreas."Anda tidak haru
"Pergi kamu!" usir pak Andreas, matanya nyalang menatap tak suka pada Adam.Tangannya hendak menjangkau telpon, Adam segera menahannya."Hentikan pikiran Anda untuk memanggil security, itu tak akan cukup kalau aku berniat membunuh Anda." Adam berkata sombong.Pak Andreas mengurungkan niatnya, dia duduk kembali di tempatnya dengan wajah kuyu."Mau kamu apa sebenarnya?" tanya pak Andreas."Aku sudah bilang dari awal, Anda saja tidak percaya. Sekarang, ku tanya sekali lagi. Maukah Anda menghancurkan lelaki di dalam foto, maka aku akan melindungi Anda." ucap Adam."Baiklah, aku akan membantumu," ucap pak Andreas, dia tak bisa berbuat apa-apa, dia baru tau kalau didepannya adalah si Penyair Perang, pembunuh bayaran yang terkenal dikalangan mafia."Asal Anda tau, awalnya saya yang diminta untuk membunuh Anda, hari ini adalah jadwal kematian And
"Apa ini?" tanya AIPTU Wawan."Ini pelaku pembakaran, tadi dia ada disini, aku berhasil melumpuhkannya," jelas Adam."Kalau begitu, kita segera ke kantor, untuk membuat laporan supaya bisa di proses secepatnya," ujar AIPTU Wawan."Boleh, Pak. Tapi, apakah saya bisa minta tolong untuk pelakunya tak dirilis dulu, takutnya dalangnya kabur sebelum bukti cukup untuk menangkapnya," ujar Adam."Bisa saja, nanti kita bicarakan di kantor saja." Mereka akhirnya bersama-sama ke kantor polisi, mereka memakai mobil Adam, sedangkan AIPTU Wawan mengikuti mereka dari belakang.TKP masih dalam proses pemadaman, pihak kepolisian belum berani melakukan investigasi, takut tempatnya masih berbahaya. Polisi belum mengeluarkan statement apapun terkait sebab kebakaran tersebut.Sampai di kantor polisi, Adam di arahkan untuk membuat laporan, sementara lelaki yang berada di bagasi seg
"Kebakaran, kebakaran, Tuan, kebakaran.""Aduh," teriak Adam, ketika doa membuka mata dan ingin segera bangun, dia malah terjatuh.Ternyata, apa yang tadi dia lakukan hanya mimpi, Adam semakin meringis."Tuan, kebakaran!" teriak mbak Nur yang sudah berada di depan Adam, dia membantu Adam bangkit.Peluh sudah membanjiri wajah mbak Nur, rasa panik tergambar jelas, Adam memaksakan diri untuk bangkit, rasa nyeri yang menjalar di seluruh tubuhnya berusaha dia tahan."Mbak jangan panik, cepat panggil Alika, aku akan periksa pintu dan jendela," perintah Adam."Baik, Tuan." Mbak Nur gegas berlari ke kamar Alika, dia menggedor pintu majikannya dengan sangat cepat, tak lama, muncul wajah jutek Alika."Mbak kenapa?" tanyanya."Kebakaran, Nyonya." ucap mbak Nur."Apaaaa, kebakaran?" Mata Ali