Maya berjalan sambil berdendang, hatinya senang, dia yakin jika Ira tak akan selamat.
“Aku pastikan Robi akan kembali kepadaku.” Maya bergumam sendiri.
Merasa sudah cukup puas dengan apa yang terjadi hari ini, Maya memutuskan pulang ke rumah.
Hatinya sedang gembira, dia sampai membelikan makanan kesukaan Danu. Di rumah Danu pun sedang gembira, saat Maya datang lelaki itu sedang tersenyum sambil melihat hape-nya. Maya memperhatikan Danu, terlihat dia sedang mengupload foto sebuah dagangan.
“Kamu ngapain, Mas?” tanya Maya. Walaupun dia tau b
“Wah... wah... wah, sepertinya ada pagar makan tanaman, katanya atasan sama bawahan, kok main di antar pulang segala, kasian yah! Jadi janda, bukannya tobat, instropeksi diri, ini malah semakin ganjeng, ejek Maya.“Ka— ““Sudah, nggak usah ngeladenin orang kayak gitu, percuma, mulutnya cuma bisa ngeluarin sampah!” ucap Hamid, dia mendahului Alika berkata.“Aduh, jangan begitu dong, aku tau kamu masih marah, makanya ketus, aku tau kamu sedang merindukan bibirku yang indah dan manis ini.” Maya menggoda Hamid, tangannya meraba Dagu lelaki itu.“Aduh!” teriak Maya.“Lepaskan! Jangan berani menyentuhku lagi, kalau itu kamu lakukan, jangan salahkan aku!” ancam Hamid, dia menepis tangan Maya kasar, hampir saja wanita itu terjatuh karena kuatnya hentakan yang Hamid berikan.“Sayan
Beberapa bulan telah berlalu, perut Maya sudah nampak membesar, namun tak ada tanda-tanda Danu akan menikahinya.“Mas, kapan kamu akan menikahiku? Perutku sudah semakin besar, aku malu kalau ada yang tau, belum lagi kedua orang tuaku yang akan datang jika aku melahirkan,” tanya Maya pada Danu di suatu pagi.“Sabarlah sebentar lagi, ini kita juga masih usaha mencari penghulu yang akan menikahkan kita,” jawab Danu.“Kurang sabar apa aku? Ini sudah jalan berapa bulan, tapi kamu belum juga menikahiku,” balas Maya.“Tunggulah! Kamu jadi orang bawel banget!” omel Danu.Hari ini moodnya sangat tidak bagus, sudah beberapa bulan bisnis yang dia geluti tak menampakkan keuntungan, di bulan pertama dia telah menarik uang dari akun miliknya, namun sampai beberapa bulan, uang tersebut tak sampai ke rekening.Ardi, teman SMA yang memperkena
“Ka— mu!”Mata maya melotot melihat Danu berjalan masuk ke dalam kamar hotel, posisinya yang setengah bugil membuatnya tak bisa mengelak.“Apa ini yang di bilang Mall? Jawab!”Danu menarik tangan Maya, menunggu jawaban yang sudah dia tau kebenarannya.“Auwwwww! Mas, sakit!” cicit Maya.Kali ini Danu menarik rambut lurus wanita itu. Robi berusaha bangkit lalu menyerang Danu dari belakang. Dia jatuh terjerambab, untung saja dia sempat menumpu sehingga tak menindih Maya.Danu dengan cepat berbalik, tepat ketika Robi kembali melayangkan tendangan. Robi semakin emosi karena tak bisa mengenai Danu.Danu balik menyerang Robi, membuat lelaki itu kembali jatuh. Tenaga Danu bertambah tiga kali lipat, membuat Robi kewalahan.Beberapa kali tinju Danu bersarang di wajah Robi, belum lagi tendangan yang bertubi-tubi di layangkan Danu, membuat Robi betul-betul menyerah.“STOP!” teria
“Silahkan duduk, Bu!” ucapan polisi yang bernama Irfan.“Terimakasih,” ucap bu Marni, setelah dia duduk di kursi yang telah di sediakan.“Perkenalkan, saya Bripda Irfan, penyidik yang menangani kasus anak, Ibu. Langsung saja, setelah penyelidikan sementara, kami menyimpulkan kalau kasus anak ibu ini sudah di rencanakan, jadi kami mau tau, apakah Ibu akan melaporkan kejadian ini, atau membiarkan saja?” tanya Bripda Irfan.“Saya ingin kasus ini di telusuri sampai tuntas, dan pelakunya tertangkap.” Bu Marni berkata dengan mata memancarkan emosi.“Kalau begitu, silahkan isi data yang kami minta, dan personil kami akan segera melakukan penyelidikan lebih lanjut,” ujar polisi itu.Bu Marni mengambil dokumen yang di sodorkan kepadanya, tak menunggu lama, semua keterangan yang perlu di lengkapi telah terisi, terakhir bu Marni membubuhkan tanda tangan. Dokumen tersebut lalu di serahkan kembali ke p
“Ma— ksud, ka— mu apa?” tanya Robi dengan terbata.“Jangan sok bodoh seperti itu, kamu lihat dia cantik dan seksi, sayang jika dia mati sebelum ku nikmati,” ucap Adam. Dia terkekeh melihat reaksi keterkejutan dari wajah Robi. Dia sengaja berkata seperti itu agar dia tau bagaimana perasaan Robi terhadap wanita yang akan jadi target pembunuhannya.“Ya... terserah kamu aja, asal jangan meninggalkan jejak!” ucap Robi akhirnya.Adam tersenyum kecut, dia tak menyangka jika sahabatnya itu akan setega itu kepada wanita, dan dia sangat yakin kalau wanita itu sedang mengandung anak Robi.Setelah semua beres, Adam pamit meninggalkan Robi, dia masih ada janji dengan adiknya.Setelah kepergian Adam, Robi tersenyum puas, dia tak menyangka jika masalahnya akan selesai secepat itu. Dia memutuskan untuk ke rumah sakit, sudah beberapa hari dia tak menengok keadaan istrinya, walau bagaimana pun dia masih harus berakting
“Brengsek!”Robi berteriak kemudian menyerang Dika, tinju yang di layangkan berhasil di hindari oleh sepupu Ira, dia bergeser ke sebelah kiri, sehingga Robi hanya mengenai angin. Tak sampai di situ, Robi kembali melayangkan tinju kanannya, Dika mundur beberapa langkah, Lagi-lagi Robi harus mengenai angin.Emosi Robi semakin terbakar, karena tak bisa mengenai lawannya. Dika tersenyum ketika melihat Robi kembali maju untuk memukulnya.Bugh!Satu tendangan dari Dika berhasil mendarat di perut Robi, membuat lelaki itu jatuh tersungkur.“Argh!” erang Robi, dia tiba-tiba saja sesak, sakit di perutnya tembus ke ulu hati dan punggung, dia berguling beberapa kali, sampai sesaknya sedikit berkurang. Dia kembali bangkit dan mencoba menyerang Dika, lagi-lagi semua pukulan bisa di elakkan.“Woi... berhenti!” teriak satpam yang baru saja datang. Dua orang satpam melerai mereka, Robi memberontak, setelah berhasil melepas
“Selamat jalan, semoga secepatnya engkau ke neraka!”Ira menarik rambut wanita yang sedikit tersingkap, dia memegang tangan Ira, lalu mencekik leher Ira, Ira meronta, wanita itupun mencoba melepaskan genggaman di rambutnya. Lamat-lamat pegangan Ira mengendor, bersamaan dengan hilangnya kesadaran.Wanita itu merapikan rambutnya lalu segera berjalan keluar dari ruang perawatan. Baru saja dia menutup pintu, beberapa orang perawat melewati ruangan Ira dan masuk ke ruangan sebelah. Wanita itu mengurut dada, bersyukur tak ketahuan, dia berjalan secepat mungkin meninggalkan tempat itu.“Hahahaha, rasakan kamu perempuan bodoh, pasti sekarang dia sudah meregang nyawa, dan sebentar lagi aku akan menjadi nyonya Robi,” tawa khas wanita itu menggelegar.Dia kemudian membuka masker, nampak wajah Maya yang putih, dia segera menghapus riasannya, lalu berganti pakaian, dia memarkir mobil di parkiran rumah sakit.Perawat yang se
Robi ke apartemen Maya, Dia berencana membawa wanita itu berlibur, dan saat itu Adam akan mengesekusi Maya. Lelaki itu tersenyum membayangkan sedikit lagi dia akan terbebas dari jeratan dua wanita sekaligus.Dia berfikir bahwa Ira telah mati, jadi tinggallah Maya yang harus di eksekusi. Adam akan menunggu di lokasi wisata lebih dulu, nanti Robi akan menyusul bersama Maya.“Sayang, sudah siapin pakain kita?” tanya Robi ketika dia sudah masuk ke dalam apartemen.Maya berjalan dengan susah payah, kehamilannya yang sudah masuk tujuh bulan membuatnya sedikit kewalahan untuk melakukan aktivitas dengan cepat.“Sudah, tinggal berangkat aja, emang mau kemana kita?” Maya menjawab, lalu kembali bertanya.“Katanya kamu mau di nikahi, kita ke puncak buat nikah,” ucap Robi.Maya yang mendengar itu seketika tersenyum, dia mendekati Robi dan memeluknya.“Makasih, Sayang!” ucapnya sambil memcium pi