“Wah... wah... wah, sepertinya ada pagar makan tanaman, katanya atasan sama bawahan, kok main di antar pulang segala, kasian yah! Jadi janda, bukannya tobat, instropeksi diri, ini malah semakin ganjeng, ejek Maya.
“Ka— “
“Sudah, nggak usah ngeladenin orang kayak gitu, percuma, mulutnya cuma bisa ngeluarin sampah!” ucap Hamid, dia mendahului Alika berkata.
“Aduh, jangan begitu dong, aku tau kamu masih marah, makanya ketus, aku tau kamu sedang merindukan bibirku yang indah dan manis ini.” Maya menggoda Hamid, tangannya meraba Dagu lelaki itu.
“Aduh!” teriak Maya.
“Lepaskan! Jangan berani menyentuhku lagi, kalau itu kamu lakukan, jangan salahkan aku!” ancam Hamid, dia menepis tangan Maya kasar, hampir saja wanita itu terjatuh karena kuatnya hentakan yang Hamid berikan.
“Sayan
Beberapa bulan telah berlalu, perut Maya sudah nampak membesar, namun tak ada tanda-tanda Danu akan menikahinya.“Mas, kapan kamu akan menikahiku? Perutku sudah semakin besar, aku malu kalau ada yang tau, belum lagi kedua orang tuaku yang akan datang jika aku melahirkan,” tanya Maya pada Danu di suatu pagi.“Sabarlah sebentar lagi, ini kita juga masih usaha mencari penghulu yang akan menikahkan kita,” jawab Danu.“Kurang sabar apa aku? Ini sudah jalan berapa bulan, tapi kamu belum juga menikahiku,” balas Maya.“Tunggulah! Kamu jadi orang bawel banget!” omel Danu.Hari ini moodnya sangat tidak bagus, sudah beberapa bulan bisnis yang dia geluti tak menampakkan keuntungan, di bulan pertama dia telah menarik uang dari akun miliknya, namun sampai beberapa bulan, uang tersebut tak sampai ke rekening.Ardi, teman SMA yang memperkena
“Ka— mu!”Mata maya melotot melihat Danu berjalan masuk ke dalam kamar hotel, posisinya yang setengah bugil membuatnya tak bisa mengelak.“Apa ini yang di bilang Mall? Jawab!”Danu menarik tangan Maya, menunggu jawaban yang sudah dia tau kebenarannya.“Auwwwww! Mas, sakit!” cicit Maya.Kali ini Danu menarik rambut lurus wanita itu. Robi berusaha bangkit lalu menyerang Danu dari belakang. Dia jatuh terjerambab, untung saja dia sempat menumpu sehingga tak menindih Maya.Danu dengan cepat berbalik, tepat ketika Robi kembali melayangkan tendangan. Robi semakin emosi karena tak bisa mengenai Danu.Danu balik menyerang Robi, membuat lelaki itu kembali jatuh. Tenaga Danu bertambah tiga kali lipat, membuat Robi kewalahan.Beberapa kali tinju Danu bersarang di wajah Robi, belum lagi tendangan yang bertubi-tubi di layangkan Danu, membuat Robi betul-betul menyerah.“STOP!” teria
“Silahkan duduk, Bu!” ucapan polisi yang bernama Irfan.“Terimakasih,” ucap bu Marni, setelah dia duduk di kursi yang telah di sediakan.“Perkenalkan, saya Bripda Irfan, penyidik yang menangani kasus anak, Ibu. Langsung saja, setelah penyelidikan sementara, kami menyimpulkan kalau kasus anak ibu ini sudah di rencanakan, jadi kami mau tau, apakah Ibu akan melaporkan kejadian ini, atau membiarkan saja?” tanya Bripda Irfan.“Saya ingin kasus ini di telusuri sampai tuntas, dan pelakunya tertangkap.” Bu Marni berkata dengan mata memancarkan emosi.“Kalau begitu, silahkan isi data yang kami minta, dan personil kami akan segera melakukan penyelidikan lebih lanjut,” ujar polisi itu.Bu Marni mengambil dokumen yang di sodorkan kepadanya, tak menunggu lama, semua keterangan yang perlu di lengkapi telah terisi, terakhir bu Marni membubuhkan tanda tangan. Dokumen tersebut lalu di serahkan kembali ke p
“Ma— ksud, ka— mu apa?” tanya Robi dengan terbata.“Jangan sok bodoh seperti itu, kamu lihat dia cantik dan seksi, sayang jika dia mati sebelum ku nikmati,” ucap Adam. Dia terkekeh melihat reaksi keterkejutan dari wajah Robi. Dia sengaja berkata seperti itu agar dia tau bagaimana perasaan Robi terhadap wanita yang akan jadi target pembunuhannya.“Ya... terserah kamu aja, asal jangan meninggalkan jejak!” ucap Robi akhirnya.Adam tersenyum kecut, dia tak menyangka jika sahabatnya itu akan setega itu kepada wanita, dan dia sangat yakin kalau wanita itu sedang mengandung anak Robi.Setelah semua beres, Adam pamit meninggalkan Robi, dia masih ada janji dengan adiknya.Setelah kepergian Adam, Robi tersenyum puas, dia tak menyangka jika masalahnya akan selesai secepat itu. Dia memutuskan untuk ke rumah sakit, sudah beberapa hari dia tak menengok keadaan istrinya, walau bagaimana pun dia masih harus berakting
“Brengsek!”Robi berteriak kemudian menyerang Dika, tinju yang di layangkan berhasil di hindari oleh sepupu Ira, dia bergeser ke sebelah kiri, sehingga Robi hanya mengenai angin. Tak sampai di situ, Robi kembali melayangkan tinju kanannya, Dika mundur beberapa langkah, Lagi-lagi Robi harus mengenai angin.Emosi Robi semakin terbakar, karena tak bisa mengenai lawannya. Dika tersenyum ketika melihat Robi kembali maju untuk memukulnya.Bugh!Satu tendangan dari Dika berhasil mendarat di perut Robi, membuat lelaki itu jatuh tersungkur.“Argh!” erang Robi, dia tiba-tiba saja sesak, sakit di perutnya tembus ke ulu hati dan punggung, dia berguling beberapa kali, sampai sesaknya sedikit berkurang. Dia kembali bangkit dan mencoba menyerang Dika, lagi-lagi semua pukulan bisa di elakkan.“Woi... berhenti!” teriak satpam yang baru saja datang. Dua orang satpam melerai mereka, Robi memberontak, setelah berhasil melepas
“Selamat jalan, semoga secepatnya engkau ke neraka!”Ira menarik rambut wanita yang sedikit tersingkap, dia memegang tangan Ira, lalu mencekik leher Ira, Ira meronta, wanita itupun mencoba melepaskan genggaman di rambutnya. Lamat-lamat pegangan Ira mengendor, bersamaan dengan hilangnya kesadaran.Wanita itu merapikan rambutnya lalu segera berjalan keluar dari ruang perawatan. Baru saja dia menutup pintu, beberapa orang perawat melewati ruangan Ira dan masuk ke ruangan sebelah. Wanita itu mengurut dada, bersyukur tak ketahuan, dia berjalan secepat mungkin meninggalkan tempat itu.“Hahahaha, rasakan kamu perempuan bodoh, pasti sekarang dia sudah meregang nyawa, dan sebentar lagi aku akan menjadi nyonya Robi,” tawa khas wanita itu menggelegar.Dia kemudian membuka masker, nampak wajah Maya yang putih, dia segera menghapus riasannya, lalu berganti pakaian, dia memarkir mobil di parkiran rumah sakit.Perawat yang se
Robi ke apartemen Maya, Dia berencana membawa wanita itu berlibur, dan saat itu Adam akan mengesekusi Maya. Lelaki itu tersenyum membayangkan sedikit lagi dia akan terbebas dari jeratan dua wanita sekaligus.Dia berfikir bahwa Ira telah mati, jadi tinggallah Maya yang harus di eksekusi. Adam akan menunggu di lokasi wisata lebih dulu, nanti Robi akan menyusul bersama Maya.“Sayang, sudah siapin pakain kita?” tanya Robi ketika dia sudah masuk ke dalam apartemen.Maya berjalan dengan susah payah, kehamilannya yang sudah masuk tujuh bulan membuatnya sedikit kewalahan untuk melakukan aktivitas dengan cepat.“Sudah, tinggal berangkat aja, emang mau kemana kita?” Maya menjawab, lalu kembali bertanya.“Katanya kamu mau di nikahi, kita ke puncak buat nikah,” ucap Robi.Maya yang mendengar itu seketika tersenyum, dia mendekati Robi dan memeluknya.“Makasih, Sayang!” ucapnya sambil memcium pi
Andika mendatangi kantor polisi, menginfokan keberadaan Robi dan Maya, polisi bergerak cepat menghubungi polsek tempat Robi dan Maya berada, mereka meminta bantuan untuk mengamankan kedua orang tersebut. Tak butuh waktu lama, surat penangkapan Robi dan Maya segera di keluarkan, semua pos polisi telah menerima salinan wajah mereka, agar jika mereka melintas agar segera di amankan. Andika di minta pulang, jika mereka telah di tangkap nanti akan di informasikan. Adam menelpon Robi, mengabarkan jika dirinya sudah ada di posisi yang telah di sepakati. Dia meminta agar Robi segera mengantar Maya, karena waktunya tak banyak dia masih punya job yang harus di kerjakan. Robi membangunkan Maya, memintanya segera bersiap karena penghulu telah menunggu. Tak butuh waktu lama, mereka berdua telah siap. Baru saja mereka menutup pintu mobil dan Robi menyalakan mesin, tiba-tiba. “STOP! Turun dari mobil,” teriak seorang polisi yang
"Kok, Mama ada disini?" tanya Bunga.Dia berjalan pincang ke arah tante Rani, wanita paruh baya itu hanya tertunduk lemas, dia malas menanggapi pertanyaan putrinya.Dari tadi dia merutuki diri, kenapa mau datang ke kantor polisi, selama ini dia memang menghindari tempat itu, semua urusan yang berkaitan dengan kantor polisi, dia selalu wakilkan kepada anak buahnya.Tak mendapatkan respon, Bunga kembali bertanya. "Ma, kok Mama disini?""Sudah, diam! Mama pusing, ini semua gara-gara kamu, kalau kamu tidak bikin ulah, tidak mungkin mama kesini, tidak mungkin mama bertemu Jo, dan tidak mungkin mama masuk penjara!" teriak tante Rani.Dia bahkan mulai menarik rambut Bunga dan mencekik wanita itu."To— lo— ng, to— long!" teriak Bunga, dia berusaha menahan tante Rani yang mencekiknya, kakinya yang masih sangat sakit, membuat gerakannya terbatas
"Silahkan!" ucap petugas.Mona mengambil hapenya di atas meja, lalu menelpon nomor pak Andreas, sayangnya nomor tersebut sudah tak aktif, Mona mencobanya berulang-ulang, tapi tetap saja tak bisa dihubungi.Wajah Mona yang tadinya tidak terlalu takut, kini menjadi pucat, merasa usahanya sia-sia, dia kembali menyimpan hapenya.Melihat hal tersebut, petugas memulai interogasi, Mona menjawab semua pertanyaan yang di lontarkan oleh petugas, setelah dua jam interogasi, Mona di nyatakan tidak ada sangkut pautnya dengan pembakaran rumah Adam, hanya dia di ganjar dengan pasal tentang penyalahgunaan narkotika. Sehingga dia tetap di tahan dan berkasnya akan segera di limpahkan setelah lengkap.Hamid juga di interogasi, dia awalnya tidak mau menjawab jika tak di dampingi pengacara, setelah menelpon pengacara dan si pengacara datang, barulah dia mau di interogasi. Sama halnya dengan Mona, Hamid di interogasi sela
"Jadi begini kelakuan kamu di belakang aku?" tanya Bunga, sebuah balok kayu dia pegang. Napasnya memburu karena emosi, wajahnya yang hitam manis berubah menjadi merah.Mata Bunga nyalang, menatap kedua manusia yang sedang berbagi peluh. Setengah meringis, Hamid bangkit lalu berdiri menghadap Bunga."Kamu apa-apaan?" tanya Hamid, dia balik marah kepada Bunga."Kamu yang apa-apaan? Kamu suami aku, kenapa berdua dengan wanita seperti ini!" Bunga maju dan menarik Mona hingga terjatuh dari Sofa."Aduh," teriak wanita itu.Tangannya memegang, tangan Bunga yang sedang menarik rambut Mona. Tak merasa puas, karena di halangi oleh Hamid. Bunga melompat dan menekan Mona yang terbaring dengan menggunakan lutut.Tangan Bunga menarik rambut Mona, lalu membenturkan kepala wanita itu ke lantai, susah payah Hamid menarik Bunga. Namun, wanita itu tak mau mengalah, dia ba
Pak Andreas dan Adam menempati apartemen milik Irfan, karena besok subuh pak Andreas akan menyusul anak dan istrinya ke Luar Negeri, maka malam itu juga dia meminta Adam untuk menemaninya ke suatu tempat.Setelah membeli tiket dan mengecek dokumen yang dibutuhkan untuk perjalanan, pak Andreas mulai menunjukkan tempat yang ingin dia datangi.Dia sudah berjanji untuk mengabulkan permintaan Adam, dia harus melakukannya malam ini, karena dia tidak bisa memastikan kapan dia akan pulang ke Indonesia.Adam mengendarai mobilnya, mengantar pak Andreas ke tempat Mona, entah apa yang ingin dilakukan lelaki itu pada sugar baby nya."Sebelum ke rumah Mona, singgah sebentar di Indoapril depan kompleks nya," pinta pak Andreas.Adam hanya mengangguk, seperti di awal, dia hanya meminta pak Andreas menghancurkan Hamid, bagaimana caranya? Ya, terserah!
Aku memandangi tubuh polos tante Rani yang kini sedang berbaring di sofa yang berwarna merah, lampu ruang kerja yang temaram membuat tubuh tante Rani terlihat indah.Berkali-kali aku harus menelan saliva, agar Junior tak meminta keluar sebelum waktunya.Sejak kecil, tante Rani merupakan salah satu orang yang menjadi fantasi ku, hanya saja sepupuku Adam tak pernah membiarkanku berduaan dengan wanita itu, dia selalu saja mengekor jika tante Rani mengajakku berbelanja atau membeli permen.Body tante Rani yang seksi dengan dua gundukan besar di dadanya membuat aku semakin penasaran.Beranjak dewasa, fantasiku tentang wanita seksi semakin menjadi, apalagi tiap malam kami di suguhi pemandangan yang sangat menggoda. Puluhan wanita akan duduk di ruang tamu menunggu pengunjung, setelah lelaki hidung belang membooking. Maka mereka akan masuk ke sebuah kamar dan tak lama terdengar la
DuarrrTerdengar bunyi tabrakan yang sangat besar, pak Andreas dan Adam terbanting, untung saja mobil tak terbalik. Hanya body belakang mobil penyok dan berasap.Tanpa aba-aba, mereka berdua kompak segera keluar dari mobil.Pak Andreas tersungkur ke tanah, tak lupa dia sujud syukur, Adam membaringkan diri di tanah, dia tak mengira bisa melakukan hal seperti tadi.Tak ingin berlama-lama di tempat itu, Adam segera menelpon seorang temannya untuk menjemput mereka. Dia melarang pak Andreas menelpon sopir ataupun orang-orang yang bekerja dengannya, takut di antara mereka adalah mata-mata."Sepertinya aku harus menyeleksi mereka lagi," gumam pak Andreas.Adam hanya melirik sesaat, dia tau bagaimana rasanya di khianati orang yang paling dipercaya."Jadi sampai kapan aku harus bersembunyi?" tanya pak Andreas."Anda tidak haru
"Pergi kamu!" usir pak Andreas, matanya nyalang menatap tak suka pada Adam.Tangannya hendak menjangkau telpon, Adam segera menahannya."Hentikan pikiran Anda untuk memanggil security, itu tak akan cukup kalau aku berniat membunuh Anda." Adam berkata sombong.Pak Andreas mengurungkan niatnya, dia duduk kembali di tempatnya dengan wajah kuyu."Mau kamu apa sebenarnya?" tanya pak Andreas."Aku sudah bilang dari awal, Anda saja tidak percaya. Sekarang, ku tanya sekali lagi. Maukah Anda menghancurkan lelaki di dalam foto, maka aku akan melindungi Anda." ucap Adam."Baiklah, aku akan membantumu," ucap pak Andreas, dia tak bisa berbuat apa-apa, dia baru tau kalau didepannya adalah si Penyair Perang, pembunuh bayaran yang terkenal dikalangan mafia."Asal Anda tau, awalnya saya yang diminta untuk membunuh Anda, hari ini adalah jadwal kematian And
"Apa ini?" tanya AIPTU Wawan."Ini pelaku pembakaran, tadi dia ada disini, aku berhasil melumpuhkannya," jelas Adam."Kalau begitu, kita segera ke kantor, untuk membuat laporan supaya bisa di proses secepatnya," ujar AIPTU Wawan."Boleh, Pak. Tapi, apakah saya bisa minta tolong untuk pelakunya tak dirilis dulu, takutnya dalangnya kabur sebelum bukti cukup untuk menangkapnya," ujar Adam."Bisa saja, nanti kita bicarakan di kantor saja." Mereka akhirnya bersama-sama ke kantor polisi, mereka memakai mobil Adam, sedangkan AIPTU Wawan mengikuti mereka dari belakang.TKP masih dalam proses pemadaman, pihak kepolisian belum berani melakukan investigasi, takut tempatnya masih berbahaya. Polisi belum mengeluarkan statement apapun terkait sebab kebakaran tersebut.Sampai di kantor polisi, Adam di arahkan untuk membuat laporan, sementara lelaki yang berada di bagasi seg
"Kebakaran, kebakaran, Tuan, kebakaran.""Aduh," teriak Adam, ketika doa membuka mata dan ingin segera bangun, dia malah terjatuh.Ternyata, apa yang tadi dia lakukan hanya mimpi, Adam semakin meringis."Tuan, kebakaran!" teriak mbak Nur yang sudah berada di depan Adam, dia membantu Adam bangkit.Peluh sudah membanjiri wajah mbak Nur, rasa panik tergambar jelas, Adam memaksakan diri untuk bangkit, rasa nyeri yang menjalar di seluruh tubuhnya berusaha dia tahan."Mbak jangan panik, cepat panggil Alika, aku akan periksa pintu dan jendela," perintah Adam."Baik, Tuan." Mbak Nur gegas berlari ke kamar Alika, dia menggedor pintu majikannya dengan sangat cepat, tak lama, muncul wajah jutek Alika."Mbak kenapa?" tanyanya."Kebakaran, Nyonya." ucap mbak Nur."Apaaaa, kebakaran?" Mata Ali