Home / Rumah Tangga / Pelakor Sebaya / Wanita yang Selalu Di Rumah

Share

Wanita yang Selalu Di Rumah

Author: Kutudollar
last update Last Updated: 2022-08-23 23:04:19

"Mas pulang jam berapa semalam?"

Satriyo yang baru saja menggeliat bangun langsung mengucek mata saat jemari lembut Manda mengusap pipinya. Lelaki itu menatap sang istri yang juga baru bangun. Dari jauh, sayup-sayup suara adzan terdengar mendayu. Sudah subuh rupanya, pikir Satriyo. Padahal dia baru tertidur beberapa jam saja. Lelah dan penat membuatnya tertidur dengan lelap.

"Hampir jam satu. Banyak kerjaan," jawab Satriyo duduk dan mengusap jemari dingin Manda. Wanita itu meremas telapak tangan kekarnya dan mengecupnya perlahan. Ada kerinduan membuncah dari sorot mata yang semakin lemah itu.

"Maaf, ya, aku sudah tidur."

Satriyo mengusap rambut lembutnya dan tersenyum. "Tak apa. Kamu butuh istirahat."

Satriyo lantas membimbing Manda ke kamar mandi. Dengan telaten dia menunggu sang istri mengambil wudhu. Satriyo hanya khawatir jika air dingin membuat Manda menggigil lantas tak kuat berjalan dan terjatuh seperti beberapa hari lalu.

Sholat subuh dipimpin Satriyo dengan khusyuk. Langit dan Pelangi sesekali menguap di belakang sang papi. Meski begitu, hawa sejuk dan menenangkan seolah menyelimuti hati dan rumah itu.

"Mas mau sarapan apa?" tanya Manda ketika dia menyalami sang suami. Kedua anak mereka sudah kembali ke kamar, belajar atau ... malah tidur.

"Apa aja," jawab Satriyo singkat sembari melipat sajadah. Manda mengerutkan kening. Tidak biasanya Satriyo akan menjawab begjtu. Biasanya lelaki penyuka pedas itu akan memesan sarapan padanya. Nasi goreng, roti isi cokelat, atau hanya segelas sereal. Manda termenung masih dalam balutan mukena.

Satriyo terdiam ketika mendapati Manda hanya diam saja. Dia seolah menyadari sesuatu. Namun lelaki itu cuek saja dan langsung meninggalkan Manda. Tujuannya sekarang adalah teras. Tempat dia menghabiskan waktu dengan gerakan-gerakan kecil hingga melompat-lompat di tempat. Sedikit olahraga tapi rutin akan lebih baik, begitu pikirnya.

"Mas, nasi gorengnya sudah siap. Mau makan sekarang atau mandi dulu?" Manda muncul di pintu dan menatap Satriyo yang terengah-engah setelah berolahraga.

"Aku mandi dulu!"

Tanpa pamit atau sepatah kata pun, Satriyo meninggalkan Manda yang bengong lagi. Wanita itu merasa sikap sang suami berubah. Namun hati kecilnya memaksa untuk tidak berpikir buruk.

Sarapan siap, begitu juga penghuni rumahnya. Langit yang belum mandi dan masih terlihat kusut, serta Pelangi yang sudah siap dengan seragamnya. Sementara sang papi masih berganti pakaian setelah mandi.

"Abang mau nganterin Pelangi nggak?" tanya Pelangi menatap sang kakak yang masih terlihat mengantuk.

"Ehm, boleh."

"Tapi abang belum mandi!"

"Belum mandi aja udah ganteng, kok."

Pelangi cemberut dan melempar secuil kerupuk ke arah sang abang. Pertempuran kecil hampir terjadi andai Satriyo tidak segera muncul. Lelaki itu bergabung dengan kaus pendek dan celana oblong. Matanya fokua menatap ponsel.

"Mas nggak ke kampus?"

"Nggak!" jawab Satriyo tanpa menatap sang penanya. Langit dan Pelangi saling tatap melihat sikap papinya.

Sepanjang sarapan, keempat penghuni rumah saling diam. Hanya suara sendok dan garpu yang beradu. Satriyo fokus ke layar ponsel sembari menyuap nasi goreng. Sementara Manda sesekali curi pandang ke arah sang suami yang terlihat sibuk. Langit dan Pelangi mencoba tak ambil pusing karena tahu sang papi pasti sibuk mengurus pekerjaannya.

Selepas sarapan, tanpa pamit Satriyo juga langsung meninggalkan meja makan. Meninggalkan anak dan istrinya yang bertanya-tanya. Tidak biasanya papi mereka bersikap begitu. Merasa tak mau ambil pusing, Manda meminta Langit mengantar Pelangi ke sekolah saja. Keduanya lantas berangkat.

"Pi, Pelangi sekolah dulu." Pelangi mengulurkan tangan berniat bersalaman, pamit.

"Ya, hati-hati," jawab Satriyo menerima uluran tangan Pelangi dan mata yang masih fokus pada ponsel. Langit hanya menghela napas panjang.

"Mas sibuk, ya?" tanya Manda duduk di samping sang suami. Satriyo hanya mengangguk.

"Urusan nilai?"

Satriyo mengangguk lagi.

"Masih banyak, ya?"

Satriyo menghela napas panjang dan menatap sang istri. "Kamu nggak mau ngapain gitu? Aku masih ada kerjaan!"

"Ehm, udah beres kok, Mas. Pelangi juga udah nyuci tadi."

"Ya kan biasanya kamu betah sibuk ngapain gitu."

"Ehm, kan memang harus banyak istirahat, Mas."

"Ya terserah lah!"

Manda hanya diam saat Satriyo kemudian berdiri dan meninggalkannya.

"Mas?" panggil Manda membuat Satriyo menghentikan langkah.

"Apa lagi?"

"Mas kenapa?"

"Kan udah kubilang, banyak kerjaan!"

Manda terdiam dan menunduk. Matanya mendadak berkaca-kaca. Semakin mendung saat menyadari jika langkah Satriyo semakin jauh. Terdengar pintu yang dibuka. Satriyo pasti sedang di kamar.

***

[Lagi libur kok BeTe?]

Satriyo tersenyum dan dengan cepat membalas pesan Janice.

[Nggak tau nih, liat Manda di rumah aja, jenuh aku]

[Kan dia emang selalu di rumah, Mas.]

[Iya, sih.]

[Makanya cari istri jangan yang cuma di rumah aja. Kayak aku dong, sibuk kuliah juga bisnis, hehe.]

[Iya, nih. Kamu hebat. Istri siapa, sih?]

Emot tertawa dan love membanjiri kolom chat Satriyo. Lelaki itu kegirangan dan berguling-guling di ranjang. Jantungnya berdebar seolah baru pertama merasakan jatuh cinta pada seseorang.

Saking asyiknya chat dengan Janice, Satriyo tidak menyadari jika Manda sudah berdiri di depan pintu, memperhatikannya. Wanita itu hanya diam dan perlahan keluar dari kamar ketika Satriyo semakin asyik dengan ponselnya.

[Aku kerja dulu, ya.]

Sebaris kalimat yang menjadi pemungkas chat mesra pasangan sejoli itu. Satriyo lantas terdiam dan manyun menelusuri isi chat-nya pagi itu. Dia menghela napas panjang dan meletakkan ponsel di atas bantal. Matanya lantas menerawang jauh. Hingga membentur sebingkai foto pernikahannya dengan Manda. Hatinya mendadak sendu.

"Maafin, Mas, Manda," ucapnya lirih.

Samar terdengar suara mesin penghalus bumbu. Satriyo lantas bangkit dan menuju sumber suara. Dilihatnya Manda tengah mengiris daging dan beberapa bumbu lain sembari menunggu bumbu halus. Satriyo ragu untuk mendekat. Hingga akhirnya Manda yang melihatnya terlebih dahulu. Mereka saling tatap. Namun kemudian Manda melengos. Satriyo tahu, Manda tengah menyembunyikan mata sembabnya.

"Kamu masak apa?" tanya Satriyo memeluk Manda dari belakang. Dia tahu Manda baru saja menangis dan itu pasti karena dia.

"Semur daging, Mas. Mas suka?"

Satriyo hanya mengangguk.

Untuk menebus rasa bersalahnya karena mengabaikan Manda, Satriyo lantas membantu Manda memasak. Canda tawa menghiasi acara masak mereka. Sesekali Satriyo menggoda sang istri, begitu juga sebaliknya. Saat itulah Langit pulang. Dia tersenyum dan merasa sejuk melihat maminya sebahagia itu. Pemuda itu lantas berlalu dan berniat mandi.

Saat menuju kamar, Langit melirik ponsel sang papi yang tengah dicas. Dia mengerutkan kening. Layar ponsel itu menyala, memperlihatkan notifikasi yang masuk. Lima panggilan tak terjawab dan tujuh pesan dari orang yang sama, Damar FISIP. Langit iseng menggeser layar ponsel dan kemudian terdiam ketiak muncul layar berkode.

"Sejak kapan papi mengunci ponselnya?"

....

Related chapters

  • Pelakor Sebaya   Parfum Lavender

    "Pi, ada telepon, nih!" Langit mengulurkan ponsel yang masih menyala karena panggilan telepon masuk. "Dari siapa?" tanya Satriyo mengelap tangan setelah mencucinya. Dia berjalan ke arah Langit. "Ehm, Damar."Bola mata Satriyo terbuka lebih lebar. Dengan cepat diambilnya ponsel dari tangan Langit dan segera membawanya pergi. Mendadak jantungnya berdebar hebat. Sesuatu yang dia khawatirkan mungkin saja terjadi. Sementara Langit hanya menaikkan bahu saat Manda menatapnya seolah bertanya, siapa?"Kok telpon, sih? Kan Mas bilang nanti aja!" ucap Satriyo pelan dan sedikit berbisik setelah agak menjauh. "Aku kangen, Mas," jawab suara lembut dan mendayu di seberang sana. Suara yang sukses membuat dada Satriyo semakin berdebar."Kamu ngertiin posisi aku, dong!" ucap Satriyo lagi sedikit menekankan suaranya. "Mas kapan ngerti posisi aku?" Suara lemah Janice membuat Satriyo menghela napas panjang.Satriyo terdiam. Dia terlihat gelisah dan melirik ke dalam rumah. Dari lorong rumah dia bisa m

    Last Updated : 2022-08-23
  • Pelakor Sebaya   Memangnya Salah Mencintai Suami Orang?

    "Janice?" panggil Clara—sahabat wanita seksi itu—dari teras rumah. Pemilik rumah yang tengah duduk santai di sofa ruang tamu segera membukakan pintu. Clara masuk, mengibas-ngibaskan rambutnya yang basah karena kehujanan. Gadis 23 tahun itu langsung menarik sang sahabat untuk kembali duduk dan menatapnya dengan lekat. "Kamu beneran pacaran sama Pak Satriyo?"Janice mengerutkan kening. "Apa, sih?""Pak Satriyo dosen Bahasa Indonesia kita itu, lho. Kamu pacaran sama dia?" tanya Clara antusias. Janice hanya tertawa kecil. "Jawab, Nice!""Kamu tahu darimana?" Janice balik bertanya. Dia bangkit dan menuju dapur, mengambil minum. Tak sabar dan tak puas hanya mendengar, Clara membuntutinya. "Jadi ... beneran?"Janice mengerling dan tersenyum. "Kasih tahu nggak, ya?""JANICE!" bentak Clara mulai emosi. Tanpa menunggu segelas air dari Janice, Clara sudah meneguk air dari teko di sampingnya. "Kok bisa, sih?" "Apanya?" Janice mengulurkam segelas air pada Clara yang langsung diletakkan di sam

    Last Updated : 2022-08-23
  • Pelakor Sebaya   Mas Kapan Nikahi Aku?

    Satriyo merebahkan badan di ranjang bersprei motif bunga-bunga. Matanya berkilau menatap keindahan di depannya. Satu persatu apa yang dikenakan Janice dilepas dan dibiarkan jatuh di lantai. Menyisakan pakaian dalam saja. Wanita itu tersenyum menggoda dan meliukkan tubuhnya untuk menggoda. Satriyo gemas. Ditariknya pinggang langsing Janice dalam dekapan. Mereka saling menyalurkan kehangatan yang lama dipendam cukup lama. Seolah sudah memendam kerinduan cukup lama. Desah napas yang memburu dan jeritan kecil mewarnai kamar dengan pencahayaan syahdu milik Janice. Erangan kecil dari bibir seksi Janice memacu semangat Satriyo untuk terus menuju puncak. Jemari lentik Janice menggaruk punggung Satriyo sebagai pelampiasan hasratnya yang menggebu. Erangan panjang beradu dari mulut Satriyo dan Janice. Keduanya berpelukam erat setelah mencapai puncak. Mereka terengah-engah dan jatuh terkapar di ranjang yang berkeringat. Kenikmatan untuk kesekian kalinya yang mereka raih berdua. Kenikmatan yang

    Last Updated : 2022-09-29
  • Pelakor Sebaya   Wanita yang Jauh Berbeda

    Satriyo mengerutkan kening ketika mendapati Manda yang belum tidur. Wanita itu duduk termangu menatap wajahnya di cermin. Jemarinya perlahan menyisir rambut hitamnya yang semakin tipis.l. Satriyo bergidik menatap sisir yang penuh dengan rambut. "Dari mana, Mas?" tanya Manda pelan. Satriyo melirik sekilas sembari meletakkan kunci mobil dan ponsel di meja. "Rumah temen.""Perempuan?"Satriyo terdiam. Lantas menghela napas panjang. "Temen kampus!"Manda menatap sang suami yang kini melepas pakaiannya dan meletakannya di keranjang baju kotor. "Akhir-akhir ini Mas jarang di rumah.""Kenapa memangnya?""Nggak biasanya.""Hhh, aku kan sibuk. Kamu pikir aku ngapain?"Manda terdiam. Perlahan dia menunduk menghindari tatapan tajam Satriyo yang seolah tidak suka diberi pertanyaan tersebut. Wanita itu tetap diam hingga Satriyo beranjak dan merebahkan tubuh di ranjang. Manda menyusul. "Mas?" Satriyo yang memejamkan mata hanya berdehem menjawab. Hatinya mendadak tidak nyaman dan panas ketika t

    Last Updated : 2022-12-30
  • Pelakor Sebaya   Wanita yang Tak Lagi Menggairahkan

    Semakin hari sikap Satriyo semakin dingin. Intensitas kepulangannya ke rumah pun semakin jarang. Sebagai wanita yang sudah puluhan tahun mendampinginya, Manda tentu hapal perubahan sikap sang suami. Begitu juga Langit dan Pelangi. Keduanya seolah kehilangan figur seorang papi akhir-akhir ini. Terlebih saat keduanya sering memergoki Manda melamun seorang diri dan bahkan menangis. Seperti pagi ini, Langit yang baru pulang dari mengantar Pelangi ke sekolah menemukan sang mami terdiam di sudut teras belakang. Wanita itu kepergok menyusut sisa air mata di pipi ketika mendengar Langit memnaggilnya. "Mami sudah sarapan?" tanya Langit berusaha tidak melihat mata merah sang mami. Manda melengos dan berpura-pura tengah menyusun tumpukkan novel di sampingnya. Sebenarnya bukan itu yang hendak ditanyakan Langit. Namun dia tidak akan kuat melihat maminya semakin sedih ketika dia menanyakan tentang sang papi. "Kamu nggak ke kampus?" tanya Manda menoleh dan mengikuti Langit yang ke ruang makan.

    Last Updated : 2023-01-01
  • Pelakor Sebaya   Papi Kalian Mana?

    Pagi-pagi sekali Manda sudah terbangun. Keringatnya membanjiri seluruh tubuh. Padahal Satriyo menyalakan AC di sepanjang malam. "Mas ...," panggil Manda pelan, nyaris tak terdengar. Sekuat tenaga dia berusaha bangun dari ranjang. Niat awal yang hendak memanggil Satriyo, kini berganti menjadi permintaan tolong. "Tolong ...."Prang!Jemari Manda yang berusaha menggapai meja dan berpegangan, justru menyenggol segelas air di atas meja. Benda itu jatuh ke lantai dan pecah. "Mami?" Pelangi yang tiba-tiba sudah masuk kamar langsung menubruk tubuh Manda dan panik. "Abang! Tolong!" teriak gadis SMA itu meminta pertolongan pada sang abang. Langit yang baru saja bangun setelah tidur selepas subuh sontak bangkit dan segera menghambur keluar kamar. Lelaki itu langsung membantu Pelangi memapah sang mami kembali ke ranjang. "Badan mami dingin banget, Bang," ucap Pelangi pelan dan khawatir. Gadis itu mulai menangis. "Ayo, bawa Mami ke Rumah Sakit!"Langit membopong sang mami keluar kamar. "M

    Last Updated : 2023-01-08
  • Pelakor Sebaya   Dia Siapa, Pi?

    10. Dia siapa pi?Satriyo melajukan mobilnya pelan meninggalkan area parkir Rumah Sakit. Dia memutuskan pulang saja menjelang makan siang. Lagipula dia tidak terlalu kenal dengan teman Janice yang tengah terbaring sakit di Rumah Sakit. Lelaki itu pulang dengan membawa kenangan manis bersama Janice sepagi tadi, serta mencoba membuang pikiran buruk yang terus dia bawa karena Manda. Ya, masih jelas dalam ingatannya bagaimana wajah pucat dan berkeringat Manda saat tubuh atletisnya menindih tubuh sang istri. Belum juga mendekati puncak kenikmatan, wanita itu sudah menyerah. Tidak, tapi Satriyo yang memilih menyudahinya. Saat melintasi area parkir khusus sepeda motor, mata Satriyo terpaku pada sepeda motor yang terparkir paling tepi, dekat jalan. Dia mengernyit, merasa mengenali sepeda motor sport dengan gaya dan cat unik itu. Satriyo berniat berhenti untuk memastikan, tapi saat dilihatnya pengendara lain sudah menunggu, dia urungkan niat. Sesampainya di rumah

    Last Updated : 2023-01-09
  • Pelakor Sebaya   Cukup Langit yang Tahu

    11 cukup langit yang tahu"Ehm, kamu duluan aja, ya!" Satriyo mencoba tersenyum ke arah Janice seolah memberi kode padanya untuk pergi. Sementara Langit masih mematung memperhatikan sang papi dengan wanita yang sempat dilihatnya tadi pagi. Wanita yang terasa tidak asing baginya. "Ehm, aku boleh kan, Mas, jenguk istri kamu?" ucap Janice lembut dan memegang lengan Satriyo. Satriyo terdiam dan salah tingkah. Dia berusaha menepis tangan Janice dan menatap Langit. Lelaki itu tersenyum kaku. "Udah sembuh, kok. Kamu pulang aja!"Kali ini Satriyo menepis lengan Janice lebih kuat. Bahkan dia juga mendorong tubuh Janice. Bukannya pergi, wanita itu justru semakin menempel pada Satriyo. Langit celingukan dan salah tingkah sendiri. "Pi, aku tunggu di kamar mami!"Tanpa menunggu persetujuan papinya, Langit langsung bergegas pergi. "Janice!"Janice tersentak. Dia menatap Satriyo dengan sayu. "Kamu tahu

    Last Updated : 2023-01-09

Latest chapter

  • Pelakor Sebaya   Pesona Mama Tiri

    Sebulan berlalu. Janice membaik dengan cepat. Sikapnya tetap baik dan manis di depan semua orang. Kini dia tidak lagi bekerja di butik. Janice dan Satriyo memutuskan untuk menjual saja butiknya dan menggunakan uangnya untuk meneruskan kuliah Janice yang sempat tertunda. Wanita itu hanya sesekali menerima tawaran design pakaian dan dibayar kemudian. Janice senang melakukannya. Di rumah, Janice banyak belajar pada Manda. Mengurus rumah, memasak, membuat kue, merawat tanaman, hingga membuat sulaman. Manda pun dengan senang hati mengajarinya. Selama sebulan ini Janice bersikap baik padanya. Bahkan Janice lah yanh selalu menyediakan obat terapi untuk Manda. Satriyo pun senang melihat keakraban keduanya. Meski sempay terbersit ragu rumah tangganya akan baik-baik saja dengan dua istri dalam satu rumah. Namun semua tertepis saat melihat kedamaian keduanya. "Kalau terlihat baik-baik saja, berati ada yang disembunyikan.""Nggak akan baik-baik saja perasa

  • Pelakor Sebaya   Kasihan Mereka, Nak

    Tengah malam Satriyo mengajak Langit kembali ke Rumah Sakit. Kasihan Manda jika harus menunggu Janice sendirian. Di mobil, mereka berdua tak banyak bicara. Satriyo diam dengan pikiran yang penuh dan Langit fokus menyetir. Di Rumah Sakit, Manda baru saja melapor, Janice siuman. Kali iji wanita yang baru saja kehilangan bayinya itu tidak histeris lagi. Dia hanya menangis sesenggukkan merasa kehilangan. "Aku jahat, ya?" tanyanya pelan ketika dokter selesai memeriksanya. Tali pengikatnya sudah dilepas. Janice lebih tenang sekarang. "Nggak, kok. Allah punya rencana lain. Itu saja!" jawab Manda lembut dan mengusap lengan madunya. Janice semakin terisak. "Kenapa Mbak baik banget sama aku?"Manda menghela napas panjang dan tersenyum. "Karena aku juga wanita. Sama sepertimu!""Tapi aku nggak pernah mikir perasaan Mbak sedikit pun.""Hanya belum."Janice terdiam. Diraihnya lengan Manda dan memeluknya. Manda mendekat,

  • Pelakor Sebaya   Pengakuan

    Menjelang tengah malam Janice siuman. Dia langsung menjerit ketika meraba perutnya yang kini rata. Manda memeluk dan menghiburnya. Wanita itu nyaris kewalahan karena Janice terus meronta dan menjerit histeris. Sementara Satriyo belum juga pulang. "Mana anakku?" gumam Janice lemah setelah dokter kembali membiusnya. Suster memasang tali pengaman agar Janice tidak menyakiti dirinya sendiri dan membuat tim dokter kewalahan. Apalagi Manda yang kini harus ditangani serius karena dicakar Janice di beberapa tempat. "Kalau dia sadar, segera panggil kami!"Manda hanya mengangguk patuh. Lantas kembali menatap Janice yang tertidur. Wajahnya semakin pucat dengan rambut berantakkan. "Bagaimana ya rasanya kehilangan anak?" Manda mengusap perutnya sendiri. Seolah di sana sesosok malaikat kecil pernah hadir dan kemudian pergi. "Pasti menyenangkan ya merasakan gerakkan mereka setiap saat?" Air mata Manda mengalir pelan. Dia mengusap

  • Pelakor Sebaya   Bayi yang Tak Berdosa

    Satriyo diam menatap Janice yang belum juga siuman. Kata dokter detak jantungnya semakin lemah, termasuk bayi yang dikandungnya. Tim dokter tinggal menunggu persetujuan Satriyo untuk mengambil janinnya. Janin yang belum sempat melihat dunia tidak akan selamat. "Kenapa kamu tega?" ucap Satriyo pelan. Diusapnya punggung tangan Janice yang pucat. Seorang perawat mendatangi Satriyo untuk menandatangani beberapa dokumen terkait operasi dadakan Janice serta memberitahu sejumlah uang yang harus dia bayarkan. "Ini nggak salah, Bu?" tanya Satriyo tidak percaya ketika melihat jumlah nominal yang harus dia bayar. Petugas Rumah Sakit itu menggeleng dan tersenyum. "Ini perawatan terbaik, Pak. Lagipula ini juga tindakan beresiko yang kami ambil."Satriyo diam. Ditatapnya sejumlah digit angka biaya Rumah Sakit Janice. Lelaki itu mengurut kening. Diingatnya sejumlah uang di ATM yang bahkan tidak mencapai seperempat dari biaya yang harus dia bayar. Me

  • Pelakor Sebaya   Dia Tetap Istriku

    "Ampun, Mas!" Janice menjerit dan bersimpuh di bawah kaki Satriyo. Dia memeluk kaki Satriyo erat dan meraung-raung. Satriyo mengepalkan tangan, meredam emosinya yang memuncak. "Dia anak siapa?" Pertanyaan Satriyo tanpa jawaban. Janice masih terus menangis. Dengan kuat Satriyo mencengkeram bahu Janice, membuatnya berdiri tepat di depannya. Mata tajam dan berkilat Satriyo menatap Janice yang menangis. "Dia anak Dave, kan?"Janice sesenggukkan dan menggeleng lemah. "JAWAB JANICE!"Janice terpekik ketika Satriyo menghentakkan tubuhnya hingga jatuh terduduk di lantai. Dengan cepat dia merangkak dan memeluk kaki Satriyo lagi. Satriyo menepisnya dengan kaki. Sialnya hentakkan kecil kakinya mengenai wajah Janice. Wanita itu menjerit kesakitan. Satriyo sempat menatapnya sekilas, tapi kemudian acuh dan meninggalkan Janice ke kamar. "Mas?"Janice bangkit, berusaha mengejar Satriyo ke kamar. Dilihatnya Satriyo yang men

  • Pelakor Sebaya   Lalu Dia Anak Siapa?

    Satriyo tidak fokus saat meeting sedang berlangsung. Pikirannya tetap pada Janice dan Dave yang terlihat aneh. Satriyo memang tidak sepenuhnya mengenal keluarga istri mudanya itu. Dia hanya tahu papa Janice bercerai dengan mamanya saat dia masih duduk di bangku TK. Keduanya berpisah. Papa Janice menetap di Rusia dan mamanya tingga di Indonesia bersama dirinya. Hubungan kurang akrab antar mama dan anak membuat Janice kecil sudah biasa hidup mandiri. Apalagi papany selalu mengirim uang banyak untuknya hidup. Sekali lagi Satriyo mengingat rupa Dave yang memang agak sedikit bule. Hidung mancung dan kulit putih bersih. Tidak mirip memang, tapi itu bukan berati dia bohong. Satriyo lantas teringat pertemuan pertamanya dengan Dave. Semua pembicaraannya saat itu terekam jelas. Dave yang menyarankan dia untuk pisah rumah saja. Selesai meeting Satriyo berniat langsung pulang. Namun diurungkan ketika dilihatnya Langit duduk di kursi ruang kerjanya. Anak bujangnya itu tengah

  • Pelakor Sebaya   Siapa Dave?

    Dave mengulurkan tangan, mengajak Satriyo yang masih bengong untuk bersalaman. "Saya Dave! Keponakan Janice!" ucapnya sembari menoleh pada Janice yang menggigit bibir. "Kita sama-sama besar di Rusia. Saya baru pulang tiga bulan lalu. Kenapa saya nggak datang di pernikahan kalian? Ya ... saya nggak diundang."Janice menggaruk kepala dan menunduk, seolah menghindari tatapan Satriyo. "Kok kamu nggak pernah cerita?" tanya Satriyo pada Janice. "Ehm ... dia rival-ku dari kecil. Kita sering berantem!"Dave mengangguk dan tersenyum. Satriyo tetap memperhatikan keduanya dengan seksama. Hingga kemudian Janice pamit menyiapkan makan siang untuk mereka. "Maaf, kalau kemarin aku nggak ngenalin diri. Ya ... itung-itunf biar kami penasaran," ucap Dave di tengah santap siang. Satriyo hanya mengangguk dan tersenyum. Selesai makan Satriyo pamit mandi karena harus menghadiri rapat di kampus. Janice hanya mengangguk sembari memberesi b

  • Pelakor Sebaya   Sebuah Rahasia

    Satriyo masuk tanpa mengucap salam. Dilihatnya Langit dan Pelangi yang tengah menonton televisi. Keduanya hanya melirik sekilas. Dengan cepat Satriyo menemukan dompet dan memeriksa isinya. Lantas keluar kamar lagi. "Nggak mau makan dulu, Mas?"Langkah Satriyo terhenti. Ditatapnya Manda yang menyiapkan sarapan di meja makan. Air liurnya mendadak membanjir menhirup aroma masakan yang sepertinya lezat. "Mas belum sarapan, kan?" Manda menarik salah satu kursi, mempersilahkan Satriyo duduk. Merasa perlu menghargai Manda dan perutnya yang memang keroncongan, Satriyo memutuskan untuk duduk menghadap makanan di meja. "Mereka nggak sarapan?" tanya Satriyo menoleh ke arah kedua anaknya. Manda menggeleng. "Sudah tadi."Satriyo makan dengan lahap. Sementara Manda tak henti menatapnya. Lelaki yang dulu bersih terawat kini mulai menampakkan perubahannya. Rambut gondrong yang nyaris tak tersentuh perawatan, kulit yang sedikit gelap dan kasa

  • Pelakor Sebaya   Pisah Rumah

    "Bisa-bisanya kamu nyalahin aku atas salah yang kamu lakuin sendiri?"Satriyo mengerutkan kening saat Manda tiba-tiba angkat bicara. Nada suara wanita itu tak kalah tinggi dengan Janice. "Lihat, Mas! Istri yang kamu anggap polos, nyatanya juga ....""Sudah! Kamu di dalam saja!" Satriyo mendorong tubuh Janice pelan untuk memasuki kamar, sementara dia berjalan mendekati Manda yang masis berdiri di dapur, di depan potongan kentang yang belum juga selesai. "Manda?""Mas mau bela dia juga?"Satriyo diam. "Aku pikir, aku udah salah kasih keputusan membiarkan kalian tinggal di sini!"Manda menoleh, menatap Satriyo dengan lekat. "Oh, keputusan tersalahku adalah merestui pernikahan kalian!"Satriyo mendongak, menatap mana Manda yang berair. Tidak seperti biasanya, mata itu kali ini penuh kekecewaan. Tidak seperti biasanya yang lemah dan butuh teman. "Aku capek mengalah, Mas ...."

DMCA.com Protection Status