Home / Rumah Tangga / Pelakor Sebaya / Mas Kapan Nikahi Aku?

Share

Mas Kapan Nikahi Aku?

Author: Kutudollar
last update Last Updated: 2022-09-29 11:31:27

Satriyo merebahkan badan di ranjang bersprei motif bunga-bunga. Matanya berkilau menatap keindahan di depannya. Satu persatu apa yang dikenakan Janice dilepas dan dibiarkan jatuh di lantai. Menyisakan pakaian dalam saja. Wanita itu tersenyum menggoda dan meliukkan tubuhnya untuk menggoda. Satriyo gemas. Ditariknya pinggang langsing Janice dalam dekapan. Mereka saling menyalurkan kehangatan yang lama dipendam cukup lama. Seolah sudah memendam kerinduan cukup lama.

Desah napas yang memburu dan jeritan kecil mewarnai kamar dengan pencahayaan syahdu milik Janice. Erangan kecil dari bibir seksi Janice memacu semangat Satriyo untuk terus menuju puncak. Jemari lentik Janice menggaruk punggung Satriyo sebagai pelampiasan hasratnya yang menggebu.

Erangan panjang beradu dari mulut Satriyo dan Janice. Keduanya berpelukam erat setelah mencapai puncak. Mereka terengah-engah dan jatuh terkapar di ranjang yang berkeringat. Kenikmatan untuk kesekian kalinya yang mereka raih berdua. Kenikmatan yang tidak mudah dilupakan Janice meski pernah merasakannya dengan para mantannya. Kenikmatan yang sudah lama tidak dirasakan oleh Satriyo bersama sang istri yang kini entah sedang apa. Kenikmatan yang membuat mereka melakukannya lagi dan lagi.

"Mas pulang, ya?" tanya Satriyo menatap Janice yang tengah memejamkan mata. Lengan wanita itu melingkar di pinggang Satriyo. Dia menggeliat dan menghela napas panjang.

"Kan besok kita masih bisa ketemu, Sayang," ucap Satriyo mengusap pipi halus Janice dan mengecupnya. Seolah tahu jika sang kekasih hati tidak merelakan kepergiannya.

"Mas takut ketahuan, ya?" ucap Janice pelan nyaris tak terdengar.

Satriyo menghela napas. Dia menatap langit-langit kamar dengan gambar bintang berwarna merah muda. Pikirannya seolah memenuhi langit kamar Janice.

"Mas, kapan kita nikah?" Kali ini Janice menghadap Satriyo dan memeluknya. Satriyo menarik kepalanya untuk rebahan di dada bidangnya. Sekilas dikecupnya dahi Janice dengan hangat.

"Manda lagi nggak sehat, Sayang."

"Kan dari dulu memang nggak pernah sehat, Mas."

Satriyo terdiam. Janice benar. Hampir lima tahun ini kesehatan Manda semakin menurun. Tubuhnya melemah dan gampang sakit. Wajah cerahnya semakin hari semakin pucat. Tubuh yang dulu berisi dan sintal kini semakin kurus. Jangan tanya bagaimana wanita itu di ranjang, karena sudah pasti Satriyo tidak pernah mendapatkannya. Jangankan untuk memintanya, membayangkannya saja Satriyo tidak lagi berani.

"Mas, memangnya Mas mau kita begini terus?"

Satriyo menatap wajah cantik di depannya. Dikecupnya ujung hidung bangir Janice. Wanita itu tersenyum, geli.

"Mas nggak tahu harus bagaimana, Sayang," ucap Satriyo pasrah.

"Kok gitu?"

"Mas kasihan sama Manda. Anak-anak juga."

Janice sontak bangkit dari ranjang. Tubuh tanpa pakaiannya hanya ditutup handuk kecil. Dia duduk di kursi depan meja rias.

"Terus Mas nggak kasihan sama aku?" Janice menoleh. Satriyo duduk tepi ranjang, menatap jendela.

"Aku udah kasih semuanya, Mas. Aku bahkan rela dikatain pelakor sama Clara, sahabatku sendiri. Aku sudah cukup sabar dengan cuma diam dan nggak pernah muncul di dekat kamu. Ngeliat kamu tapi nggak dekat, itu penyiksaan, Mas. Sampai kapan aku harus pura-pura kita hanya sebatas dosen dan mahasiswi?" cerca Janice meluapkan isi hatinya.

Dada Janice sesak. Deru napasnya naik turun. Membuatnya semakin sesak. Air mata keluar tanpa bisa dikendalikan lagi. Janice terisak.

Satriyo bangkit, menutup selimut ke tubuhnya. Dia mendekati Janice dan memeluknya.

"Kamu mau kita nikah?" tanya Satriyo pelan di samping telinga Janice. Wanita itu hanya diam. "Kasih Mas waktu untuk menjauhi Manda!"

Satriyo berbalik. Dipungutinya satu persatu pakaiannya yang tercecer di lantai. Perlahan dia mengenakannya. Namun kemudian tiba-tiba Janice memeluknya dari belakang.

"Mau aku bantu?"

Satriyo terdiam. Janice membalik tubuh atletisnya untuk saling berhadapan. "Aku nggak mau Mas menghadapi mereka sendirian. Aku harus membantu!"

Satriyo mengerutkan kening. "Bagaimana?"

Janice tersenyum dan mengerling. "Mereka harus tahu hubungan kita secepatnya!"

Satriyo menggeleng. "Mas nggak setuju!"

"Kenapa?"

"Biar mereka tahu pelan-pelan."

Janice merengut dan Satriyo tidak peduli. Dia menerusakan acara berpakaiannya. H

Selesai berpakaian, Satriyo meraih kunci mobil lantas meninggalkan Janice. Tanpa pamit juga kecupan perpisahan. Janice hanya mematung menatap punggung Satriyo yang menghilang di balik daun pintu. Hingga kemudian terdengar suara deru mobilnya menjauhi rumah.

Perlahan mata bening Janice kembali mendung. Satu persatu tetes air matanya membasahi paha yang terbuka. Janice membuang wajah, menatap halaman belakang rumahnya yang penuh mawar berbagai warna.

"Aku nggak mau pisah sama kamu, Mas," gumamnya pelan. Namun cukup membuat telinga dan hatinya seakan robek. Janice menutup wajahnya dengan tangan. Membiarkan isaknya semakin keras dan air matanya terus tumpah.

Masih jelas dalam ingatannya bagaimana pertama kali dia dan Satriyo bertemu. Dosen bahasa Indonesia itu tengah mengajar mata kuliah di fakultasnya, Ilmu Pemerintahan. Mereka saling tatap saat pertama kali Satriyo memasuki kelasnya. Entah mengapa lelaki yang sudah sangat dewasa itu terlihat menarik baginya. Bahasa Indonesia yang baginya sangat membosankan menjelma menjadi mata kuliah favorit.

Janice merasa Satriyo terus memperhatikannya ketika mengajar. Mereka sering kali bersitatap tanpa sengaja. Tatapan yang membuat keduanya saling berdebar. Bagi Janice itu bukan tatapan penuh nafsu akan tubuh indahnya seperti yang sering dia terima. Namun itu adalah tatapan penuh rasa ketertarikan dan perasaan khusus.

Merasa penasaran, Janice mencari tahu tentang Satriyo. Bukannya kecewa karena tahu jika Satriyo sudah beristri, Janice semakin kagum. Kagum akan pribadi dan karismatiknya.

"Anak sulungnya kuliah di sini juga?" tanyanya ketika melihat profil Satriyo di media sosial. Mata bening Janice membulat. "Oh, dia, tho? Kayak nggak asing!" Janice lantas memperhatikan foto pemuda seusianya yang tengah di pantai.

Hari berganti, rasa kagum Janice perlahan berubah. Wanita itu seolah tak lelah mencuri perhatian Satriyo. Hingga kemudian mereka bertemu dan berbicara empat mata saat Janice konsultasi tugas akhirnya.

"Temui saya di ruangan saya, ya. Di prodi Bahasa!" Begitu pinta Satriyo saat itu. Bukan karena alasan hanya saja saat itu memang waktu mengajar Satriyo sudah habis.

Pertemuan pertama nyatanya berkesan dalam bagi Janice. Satriyo lebih ramah dan supel ketika tidak mengajar. Janice merasa Satriyo lebih bersahabat dan membuatnya mudah memahami materi ketika dalam keadaan nonformal. Berawal dari sanalah Janice mendapatkan kontak Satriyo. Mereka lantas lebih intens berkomunikasi.

[Entah apa dan bagaimana, saya rasa saya jatuh cinta pada bapak.]

Janice tidak berani membuka ponselnya hingga berhari-hari setelah mengirim sebaris kalimat lancang itu. Dia terlalu takut dan malu untuk mengetahui jawaban Satriyo. Di kampus pun Janice selalu menghindari bersitatap dan bertemu dengan Satriyo.

"Kamu nggak salah, kok. Kenapa harus setakut itu setelah mengirim pesan pada saya!"

Begitu isi surat yang Janice temukan di kertas quisnya ketika dibagikan Satriyo. Saat itu juga dia membuka ponsel dan mendapati lima pesan Satriyo.

[Bolehkah saya kagum? Ah, sudah sejak lama saya kagum sama kamu, kan?]

[Saya rasa perasaan kamu tidak salah!]

[Kita punya perasaan yang sama.]

[Apakah tindakan lari dan menghindariku yang kamu lakukan adalah bentuk dari ledakan perasaanmu yang tak terkendali?]

[Saya juga punya rasa yang sama, Janice Michella Harsono. Saya mencintaimu.]

Gayung bersambut, pertemuan pertama mereka layaknya remaja kasmaran pada umumnya. Janice dan Satriyo membuat janji bertemu di sebuah kafe. Cinta semakin tumbuh. Semakin besar. Cinta yang fitrahnya suci harus tumbuh di lahan yang salah. Apalagi keduanya lantas langsung menyiramnya dengan birahi masing-masing. Birahi yang serupa lem super. Mengikat dan merekatkan mereka hingga nyaris tak terpisahkan. Padahal mereka tidak seharusnya bersama.

....

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sri Minarni
mudah2 an Janice dan Satriyo mendapat karma
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pelakor Sebaya   Wanita yang Jauh Berbeda

    Satriyo mengerutkan kening ketika mendapati Manda yang belum tidur. Wanita itu duduk termangu menatap wajahnya di cermin. Jemarinya perlahan menyisir rambut hitamnya yang semakin tipis.l. Satriyo bergidik menatap sisir yang penuh dengan rambut. "Dari mana, Mas?" tanya Manda pelan. Satriyo melirik sekilas sembari meletakkan kunci mobil dan ponsel di meja. "Rumah temen.""Perempuan?"Satriyo terdiam. Lantas menghela napas panjang. "Temen kampus!"Manda menatap sang suami yang kini melepas pakaiannya dan meletakannya di keranjang baju kotor. "Akhir-akhir ini Mas jarang di rumah.""Kenapa memangnya?""Nggak biasanya.""Hhh, aku kan sibuk. Kamu pikir aku ngapain?"Manda terdiam. Perlahan dia menunduk menghindari tatapan tajam Satriyo yang seolah tidak suka diberi pertanyaan tersebut. Wanita itu tetap diam hingga Satriyo beranjak dan merebahkan tubuh di ranjang. Manda menyusul. "Mas?" Satriyo yang memejamkan mata hanya berdehem menjawab. Hatinya mendadak tidak nyaman dan panas ketika t

    Last Updated : 2022-12-30
  • Pelakor Sebaya   Wanita yang Tak Lagi Menggairahkan

    Semakin hari sikap Satriyo semakin dingin. Intensitas kepulangannya ke rumah pun semakin jarang. Sebagai wanita yang sudah puluhan tahun mendampinginya, Manda tentu hapal perubahan sikap sang suami. Begitu juga Langit dan Pelangi. Keduanya seolah kehilangan figur seorang papi akhir-akhir ini. Terlebih saat keduanya sering memergoki Manda melamun seorang diri dan bahkan menangis. Seperti pagi ini, Langit yang baru pulang dari mengantar Pelangi ke sekolah menemukan sang mami terdiam di sudut teras belakang. Wanita itu kepergok menyusut sisa air mata di pipi ketika mendengar Langit memnaggilnya. "Mami sudah sarapan?" tanya Langit berusaha tidak melihat mata merah sang mami. Manda melengos dan berpura-pura tengah menyusun tumpukkan novel di sampingnya. Sebenarnya bukan itu yang hendak ditanyakan Langit. Namun dia tidak akan kuat melihat maminya semakin sedih ketika dia menanyakan tentang sang papi. "Kamu nggak ke kampus?" tanya Manda menoleh dan mengikuti Langit yang ke ruang makan.

    Last Updated : 2023-01-01
  • Pelakor Sebaya   Papi Kalian Mana?

    Pagi-pagi sekali Manda sudah terbangun. Keringatnya membanjiri seluruh tubuh. Padahal Satriyo menyalakan AC di sepanjang malam. "Mas ...," panggil Manda pelan, nyaris tak terdengar. Sekuat tenaga dia berusaha bangun dari ranjang. Niat awal yang hendak memanggil Satriyo, kini berganti menjadi permintaan tolong. "Tolong ...."Prang!Jemari Manda yang berusaha menggapai meja dan berpegangan, justru menyenggol segelas air di atas meja. Benda itu jatuh ke lantai dan pecah. "Mami?" Pelangi yang tiba-tiba sudah masuk kamar langsung menubruk tubuh Manda dan panik. "Abang! Tolong!" teriak gadis SMA itu meminta pertolongan pada sang abang. Langit yang baru saja bangun setelah tidur selepas subuh sontak bangkit dan segera menghambur keluar kamar. Lelaki itu langsung membantu Pelangi memapah sang mami kembali ke ranjang. "Badan mami dingin banget, Bang," ucap Pelangi pelan dan khawatir. Gadis itu mulai menangis. "Ayo, bawa Mami ke Rumah Sakit!"Langit membopong sang mami keluar kamar. "M

    Last Updated : 2023-01-08
  • Pelakor Sebaya   Dia Siapa, Pi?

    10. Dia siapa pi?Satriyo melajukan mobilnya pelan meninggalkan area parkir Rumah Sakit. Dia memutuskan pulang saja menjelang makan siang. Lagipula dia tidak terlalu kenal dengan teman Janice yang tengah terbaring sakit di Rumah Sakit. Lelaki itu pulang dengan membawa kenangan manis bersama Janice sepagi tadi, serta mencoba membuang pikiran buruk yang terus dia bawa karena Manda. Ya, masih jelas dalam ingatannya bagaimana wajah pucat dan berkeringat Manda saat tubuh atletisnya menindih tubuh sang istri. Belum juga mendekati puncak kenikmatan, wanita itu sudah menyerah. Tidak, tapi Satriyo yang memilih menyudahinya. Saat melintasi area parkir khusus sepeda motor, mata Satriyo terpaku pada sepeda motor yang terparkir paling tepi, dekat jalan. Dia mengernyit, merasa mengenali sepeda motor sport dengan gaya dan cat unik itu. Satriyo berniat berhenti untuk memastikan, tapi saat dilihatnya pengendara lain sudah menunggu, dia urungkan niat. Sesampainya di rumah

    Last Updated : 2023-01-09
  • Pelakor Sebaya   Cukup Langit yang Tahu

    11 cukup langit yang tahu"Ehm, kamu duluan aja, ya!" Satriyo mencoba tersenyum ke arah Janice seolah memberi kode padanya untuk pergi. Sementara Langit masih mematung memperhatikan sang papi dengan wanita yang sempat dilihatnya tadi pagi. Wanita yang terasa tidak asing baginya. "Ehm, aku boleh kan, Mas, jenguk istri kamu?" ucap Janice lembut dan memegang lengan Satriyo. Satriyo terdiam dan salah tingkah. Dia berusaha menepis tangan Janice dan menatap Langit. Lelaki itu tersenyum kaku. "Udah sembuh, kok. Kamu pulang aja!"Kali ini Satriyo menepis lengan Janice lebih kuat. Bahkan dia juga mendorong tubuh Janice. Bukannya pergi, wanita itu justru semakin menempel pada Satriyo. Langit celingukan dan salah tingkah sendiri. "Pi, aku tunggu di kamar mami!"Tanpa menunggu persetujuan papinya, Langit langsung bergegas pergi. "Janice!"Janice tersentak. Dia menatap Satriyo dengan sayu. "Kamu tahu

    Last Updated : 2023-01-09
  • Pelakor Sebaya   Lelaki yang Menjijikkan

    Langit sampai rumah hampir tengah malam. Tenggorokannya serak dan sakit akibat terlalu banyak berteriak dan menangis. Lelaki itu berharap tidak bertemu sang mami yang mungkin akan curiga. Atau pun Pelangi yang pasti akan mengintrogasinya. Nyatanya, sampai rumah Langit disambut papinya yang duduk di teras. Satriyo sengaja menunggunya. "Dari mana?" tanya Satriyo berusaha selembut mungkin. Yang ditanya hanya diam dan memasuki rumah dengan cuek. Langit sengaja melepas helm dan memperlihatkan wajah sembabnya di depan sang papi. Satriyo diam ketika tahu bagaimana keadaan wajah sang putra. Lelaki itu hanya menghela napas panjang. Pertanyaannya tanpa jawaban. "Dari mana? Terserah saya!" jawab Langit akhirnya setelah meletakkam helm. Langit lantas berlalu. Meninggalkan Satriyo yang menghela napas panjang. Di kamar, Langit duduk diam di tepi ranjang. Sesaknya kembali terasa ketika saat memasuki rumah dia tak sengaja melihat kamar maminya. Daun pintu yang sedikit terbuka membuat Langit bisa

    Last Updated : 2023-01-12
  • Pelakor Sebaya   Pelangi Juga Tahu

    "Papi nggak denger ya pas Pelangi panggil tadi?" Satriyo yang tengah menyesap kopi menoleh. Juga Manda yang duduk di samping Satriyo, menonton televisi. Langit yang duduk di samping Pelangi hanya diam dan fokus pada layar ponsel. "Di mana? Kapan?" tanya Satriyo menatap Pelangi dengan modul sekolahnya yang terbuka. Yang ditatap lantas mendongak dan berpikir sejenak. "Tadi siang pas jam Pelangi pulang. Papi keluar dari rumah cat warna merah muda, kan?" tanya Pelangi melanjutkan. Wajah Satriyo mendadak pias. Dia celingukan dan salah tingkah. Dia melirik Manda yang terlihat bingung. Sementara Langit hanya tersenyum sinis ketika meliriknya. "Oh, papi ... papi nggak tahu, Nak," jawab Satriyo gelagapan. "Ehm ... kamu kurang kuat manggil kayaknya. Papi nggak dengar!" lanjut Satriyo berusaha setenang mungkin. Pelangi hanya berdehem dan mengangguk lantas melanjutkan membaca modulnya. "Papi punya temen di sekitar sekola

    Last Updated : 2023-01-12
  • Pelakor Sebaya   Demi Mami

    Manda masih diam dengan tangan yang dibiarkan terbuka. Di telapak tangan itu terdapat lipstick yang sudah patah. Benda yang sudah bertahun-tahun tidak dia pakai. Benda yang teronggok begitu saja bersama deretan botol alat kecantikan yang sebagian sudah berdebu. Botol yang kini digantikan dengan botol minyak urut, minyak aromaterapi, dan botol obat. "Aku memang istri yang tidak berguna!"Perlahan Manda menggoreskan sisa lipstick ke cermin. Dia menggurat nama Satriyo di sana. Semakin tulisan itu terbaca, hatinya semakin sakit. "Tidak! Siapa tahu itu memang dia beli untukku!"Tiba-tiba Manda tersenyum dan dengan cepat menghapus tulisan merah di cermin. Dia lantas memberesi semua benda di meja dan membersihkannya satu persatu. Sepagian itu Manda menyibukkan diri dengan memberesi kamar. Sprei diganti dengan yang lebih cerah, meja rias kembali rapi dan penuh dengan alat make-up baru, botol dan obat-obat dia letakkan di tas kecil dan dis

    Last Updated : 2023-01-13

Latest chapter

  • Pelakor Sebaya   Pesona Mama Tiri

    Sebulan berlalu. Janice membaik dengan cepat. Sikapnya tetap baik dan manis di depan semua orang. Kini dia tidak lagi bekerja di butik. Janice dan Satriyo memutuskan untuk menjual saja butiknya dan menggunakan uangnya untuk meneruskan kuliah Janice yang sempat tertunda. Wanita itu hanya sesekali menerima tawaran design pakaian dan dibayar kemudian. Janice senang melakukannya. Di rumah, Janice banyak belajar pada Manda. Mengurus rumah, memasak, membuat kue, merawat tanaman, hingga membuat sulaman. Manda pun dengan senang hati mengajarinya. Selama sebulan ini Janice bersikap baik padanya. Bahkan Janice lah yanh selalu menyediakan obat terapi untuk Manda. Satriyo pun senang melihat keakraban keduanya. Meski sempay terbersit ragu rumah tangganya akan baik-baik saja dengan dua istri dalam satu rumah. Namun semua tertepis saat melihat kedamaian keduanya. "Kalau terlihat baik-baik saja, berati ada yang disembunyikan.""Nggak akan baik-baik saja perasa

  • Pelakor Sebaya   Kasihan Mereka, Nak

    Tengah malam Satriyo mengajak Langit kembali ke Rumah Sakit. Kasihan Manda jika harus menunggu Janice sendirian. Di mobil, mereka berdua tak banyak bicara. Satriyo diam dengan pikiran yang penuh dan Langit fokus menyetir. Di Rumah Sakit, Manda baru saja melapor, Janice siuman. Kali iji wanita yang baru saja kehilangan bayinya itu tidak histeris lagi. Dia hanya menangis sesenggukkan merasa kehilangan. "Aku jahat, ya?" tanyanya pelan ketika dokter selesai memeriksanya. Tali pengikatnya sudah dilepas. Janice lebih tenang sekarang. "Nggak, kok. Allah punya rencana lain. Itu saja!" jawab Manda lembut dan mengusap lengan madunya. Janice semakin terisak. "Kenapa Mbak baik banget sama aku?"Manda menghela napas panjang dan tersenyum. "Karena aku juga wanita. Sama sepertimu!""Tapi aku nggak pernah mikir perasaan Mbak sedikit pun.""Hanya belum."Janice terdiam. Diraihnya lengan Manda dan memeluknya. Manda mendekat,

  • Pelakor Sebaya   Pengakuan

    Menjelang tengah malam Janice siuman. Dia langsung menjerit ketika meraba perutnya yang kini rata. Manda memeluk dan menghiburnya. Wanita itu nyaris kewalahan karena Janice terus meronta dan menjerit histeris. Sementara Satriyo belum juga pulang. "Mana anakku?" gumam Janice lemah setelah dokter kembali membiusnya. Suster memasang tali pengaman agar Janice tidak menyakiti dirinya sendiri dan membuat tim dokter kewalahan. Apalagi Manda yang kini harus ditangani serius karena dicakar Janice di beberapa tempat. "Kalau dia sadar, segera panggil kami!"Manda hanya mengangguk patuh. Lantas kembali menatap Janice yang tertidur. Wajahnya semakin pucat dengan rambut berantakkan. "Bagaimana ya rasanya kehilangan anak?" Manda mengusap perutnya sendiri. Seolah di sana sesosok malaikat kecil pernah hadir dan kemudian pergi. "Pasti menyenangkan ya merasakan gerakkan mereka setiap saat?" Air mata Manda mengalir pelan. Dia mengusap

  • Pelakor Sebaya   Bayi yang Tak Berdosa

    Satriyo diam menatap Janice yang belum juga siuman. Kata dokter detak jantungnya semakin lemah, termasuk bayi yang dikandungnya. Tim dokter tinggal menunggu persetujuan Satriyo untuk mengambil janinnya. Janin yang belum sempat melihat dunia tidak akan selamat. "Kenapa kamu tega?" ucap Satriyo pelan. Diusapnya punggung tangan Janice yang pucat. Seorang perawat mendatangi Satriyo untuk menandatangani beberapa dokumen terkait operasi dadakan Janice serta memberitahu sejumlah uang yang harus dia bayarkan. "Ini nggak salah, Bu?" tanya Satriyo tidak percaya ketika melihat jumlah nominal yang harus dia bayar. Petugas Rumah Sakit itu menggeleng dan tersenyum. "Ini perawatan terbaik, Pak. Lagipula ini juga tindakan beresiko yang kami ambil."Satriyo diam. Ditatapnya sejumlah digit angka biaya Rumah Sakit Janice. Lelaki itu mengurut kening. Diingatnya sejumlah uang di ATM yang bahkan tidak mencapai seperempat dari biaya yang harus dia bayar. Me

  • Pelakor Sebaya   Dia Tetap Istriku

    "Ampun, Mas!" Janice menjerit dan bersimpuh di bawah kaki Satriyo. Dia memeluk kaki Satriyo erat dan meraung-raung. Satriyo mengepalkan tangan, meredam emosinya yang memuncak. "Dia anak siapa?" Pertanyaan Satriyo tanpa jawaban. Janice masih terus menangis. Dengan kuat Satriyo mencengkeram bahu Janice, membuatnya berdiri tepat di depannya. Mata tajam dan berkilat Satriyo menatap Janice yang menangis. "Dia anak Dave, kan?"Janice sesenggukkan dan menggeleng lemah. "JAWAB JANICE!"Janice terpekik ketika Satriyo menghentakkan tubuhnya hingga jatuh terduduk di lantai. Dengan cepat dia merangkak dan memeluk kaki Satriyo lagi. Satriyo menepisnya dengan kaki. Sialnya hentakkan kecil kakinya mengenai wajah Janice. Wanita itu menjerit kesakitan. Satriyo sempat menatapnya sekilas, tapi kemudian acuh dan meninggalkan Janice ke kamar. "Mas?"Janice bangkit, berusaha mengejar Satriyo ke kamar. Dilihatnya Satriyo yang men

  • Pelakor Sebaya   Lalu Dia Anak Siapa?

    Satriyo tidak fokus saat meeting sedang berlangsung. Pikirannya tetap pada Janice dan Dave yang terlihat aneh. Satriyo memang tidak sepenuhnya mengenal keluarga istri mudanya itu. Dia hanya tahu papa Janice bercerai dengan mamanya saat dia masih duduk di bangku TK. Keduanya berpisah. Papa Janice menetap di Rusia dan mamanya tingga di Indonesia bersama dirinya. Hubungan kurang akrab antar mama dan anak membuat Janice kecil sudah biasa hidup mandiri. Apalagi papany selalu mengirim uang banyak untuknya hidup. Sekali lagi Satriyo mengingat rupa Dave yang memang agak sedikit bule. Hidung mancung dan kulit putih bersih. Tidak mirip memang, tapi itu bukan berati dia bohong. Satriyo lantas teringat pertemuan pertamanya dengan Dave. Semua pembicaraannya saat itu terekam jelas. Dave yang menyarankan dia untuk pisah rumah saja. Selesai meeting Satriyo berniat langsung pulang. Namun diurungkan ketika dilihatnya Langit duduk di kursi ruang kerjanya. Anak bujangnya itu tengah

  • Pelakor Sebaya   Siapa Dave?

    Dave mengulurkan tangan, mengajak Satriyo yang masih bengong untuk bersalaman. "Saya Dave! Keponakan Janice!" ucapnya sembari menoleh pada Janice yang menggigit bibir. "Kita sama-sama besar di Rusia. Saya baru pulang tiga bulan lalu. Kenapa saya nggak datang di pernikahan kalian? Ya ... saya nggak diundang."Janice menggaruk kepala dan menunduk, seolah menghindari tatapan Satriyo. "Kok kamu nggak pernah cerita?" tanya Satriyo pada Janice. "Ehm ... dia rival-ku dari kecil. Kita sering berantem!"Dave mengangguk dan tersenyum. Satriyo tetap memperhatikan keduanya dengan seksama. Hingga kemudian Janice pamit menyiapkan makan siang untuk mereka. "Maaf, kalau kemarin aku nggak ngenalin diri. Ya ... itung-itunf biar kami penasaran," ucap Dave di tengah santap siang. Satriyo hanya mengangguk dan tersenyum. Selesai makan Satriyo pamit mandi karena harus menghadiri rapat di kampus. Janice hanya mengangguk sembari memberesi b

  • Pelakor Sebaya   Sebuah Rahasia

    Satriyo masuk tanpa mengucap salam. Dilihatnya Langit dan Pelangi yang tengah menonton televisi. Keduanya hanya melirik sekilas. Dengan cepat Satriyo menemukan dompet dan memeriksa isinya. Lantas keluar kamar lagi. "Nggak mau makan dulu, Mas?"Langkah Satriyo terhenti. Ditatapnya Manda yang menyiapkan sarapan di meja makan. Air liurnya mendadak membanjir menhirup aroma masakan yang sepertinya lezat. "Mas belum sarapan, kan?" Manda menarik salah satu kursi, mempersilahkan Satriyo duduk. Merasa perlu menghargai Manda dan perutnya yang memang keroncongan, Satriyo memutuskan untuk duduk menghadap makanan di meja. "Mereka nggak sarapan?" tanya Satriyo menoleh ke arah kedua anaknya. Manda menggeleng. "Sudah tadi."Satriyo makan dengan lahap. Sementara Manda tak henti menatapnya. Lelaki yang dulu bersih terawat kini mulai menampakkan perubahannya. Rambut gondrong yang nyaris tak tersentuh perawatan, kulit yang sedikit gelap dan kasa

  • Pelakor Sebaya   Pisah Rumah

    "Bisa-bisanya kamu nyalahin aku atas salah yang kamu lakuin sendiri?"Satriyo mengerutkan kening saat Manda tiba-tiba angkat bicara. Nada suara wanita itu tak kalah tinggi dengan Janice. "Lihat, Mas! Istri yang kamu anggap polos, nyatanya juga ....""Sudah! Kamu di dalam saja!" Satriyo mendorong tubuh Janice pelan untuk memasuki kamar, sementara dia berjalan mendekati Manda yang masis berdiri di dapur, di depan potongan kentang yang belum juga selesai. "Manda?""Mas mau bela dia juga?"Satriyo diam. "Aku pikir, aku udah salah kasih keputusan membiarkan kalian tinggal di sini!"Manda menoleh, menatap Satriyo dengan lekat. "Oh, keputusan tersalahku adalah merestui pernikahan kalian!"Satriyo mendongak, menatap mana Manda yang berair. Tidak seperti biasanya, mata itu kali ini penuh kekecewaan. Tidak seperti biasanya yang lemah dan butuh teman. "Aku capek mengalah, Mas ...."

DMCA.com Protection Status