Part 5
Partner"Aku sering melihat Mas Herman ke desa sebelah Mbak. Beberapa kali aku melihat tetapi memang aku tak pernah bilang sama kamu Mbak. Takut kamu mikir nanti. Tetapi hari ini aku melihat dia berboncengan mesra dengan teman kamu itu loh. Kalau nggak salah namanya Mbak Ririn."Perkataan dari Dita ini sungguh membuat aku senang, bak mendapatkan angin segar. Setelah tadi dibuat penasaran oleh Ririn dan juga hanya dibuat kesal oleh ibu mertuaku. Suatu kenyataan yang menyakitkan, tetapi aku sungguh merasa lega. Berarti memang dugaaanku tadi benar adanya."Apa kamu nggak salah lihat, Dit?" tanyaku memastikan."Ya ampun, Mbak. Masak iya sih aku ini sampai nggak kenal dengan Mas Herman? Tetapi kurasa dia tak tahu kalau aku melihatnya. Apa lagi kan aku melihatnya tak hanya satu kali. Beberapa kali loh." Dita menjelaskan dengan khas seperti bocah ABG."Kamu tahu rumahnya Mbak Ririn?" "Tahu, Mbak. Ada teman sekolahku yang kebetulan sekali berdekatan dengan rumah Mbak Ririn. Ini aku baru saja pulang dari rumah dia."Dita kembali memberikan angin segar buat aku. Ternyata Allah tak berlama-lama membuat aku penasaran, alhamdulillah."Lalu apa katanya? Kamu menanyakan tentang Mas Herman bukan padanya?" Aku kembali berucap setelah beberapa saat tadi terdiam."Ya memang tujuanku datang kesana ya untuk menanyakan hal itu, Mbak. Tetapi aku tak bilang sih jika Mas Herman itu adalah kakak ipar aku. Katanya mereka berdua sudah menikah sekitar enam bulan atau tujuh bulan yang lalu, Mbak."Rasanya hancur berantakan sudah hati ini, hati yang selalu kujaga kesetiaannya dalam keadaan apa pun, perasaan yang selalu memandang positif pada Mas herman yang menganggapnya seorang suami yang setia.'Astaghfirullah aladzim! Apa dosa hamba ya Allah?' pekikku dalam hati seketika.Dua tahun aku mengabdikan diri pada dia dan ibunya. Setelah menikah aku langsung diboyong ke rumah mertua. Di sana aku diperlakukan bak seorang pembantu, ah bahkan rasanya lebih dari seorang pembantu. Aku harus menyelesaikan semua pekerjaan rumah, ditambah aku pun harus bekerja demi membantu ekonomi keluarga.Semua yang ibu mertua dan Mas Herman katakan selalu aku turuti, tanpa kecuali. Termasuk berangkat menjadi pembantu di Jakarta ini. Gajiku selalu ku kirimkan ke rumah, dan aku hanya menyisakan seratus atau dua ratus ribu saja. Itu pun akan aku gunakan untuk mengirimkan pada ibu. Setelah semua pengorbanan yang aku berikan, inikah balasan mereka? Kurasa tak mungkin jika ibu mertuaku ini tak tahu dengan apa yang dilakukan oleh anak kesayangannya itu. Sungguh mereka sangat jahat dan aku tak menyangka jika semua ini bisa terjadi."Mbak Ira, kamu nggak apa-apa kan?" pertanyaan lagi dari Dita itu membuyarkan lamunanku. Sontak aku pun menghapus air mata yang sudah beranak sungai di pipi. Aku tentu harus kelihatan kuat di mata Dita."Nggak apa-apa kok. Lalu apa lagi yang dikatakan oleh teman kamu itu?""Katanya sih memang mereka menikah itu karena Mbak Ririn itu hamil duluan gitu Mbak. Malah seminggu yang lalu teman kamu itu melahirkan seorang bayi lelaki. Katanya sih wajahnya sangat mirip sekali dengan Mas Herman, " jawab Dita.Semua teras begitu cepat, hari ini banyak sekali hal mengejutkan yang aku dapatkan. Mimpi apa aku semalam ya Allah? Kukira selama ini semua baik-baik saja, nyatanya di desa semua telah hancur. Enam bulan lamanya semua ini menjadi rahasia, kehadiran bayi itu akhirnya bisa mengungkap semuanya.Rumahku dan Ririn memang tetangga desa, tetapi jaraknya lumayan jauh juga. Sekitar lima belas menit dengan mengendarai sepeda motor. Tetapi memang dulu Ririn bersekolah di desaku saat SD. Sedangkan rumah Mas Herman berjarak sekitar satu jam perjalanan dari desaku. Dulu saat menikah aku pun hanya ijab di KUA saja, karena menurut ibu mertuaku tak perlu membuang uang hanya untuk menyelenggarakan sebuah pesta pernikahan."Apa teman kamu itu, atau mungkin orang desa sana tak tahu jika Mas Herman itu suami aku Dit?" tanyaku lagi karena masih penasaran."Sepertinya tidak sama sekali Mbak. Jika mereka tahu, maka sudah pasti ibunya temanku itu menanyakan padaku dong. Malah katanya orang tua Mbak Ririn sangat menyayangi Mas Herman itu kok, karena suami kamu itu sering memberikan banyak uang pada mereka," imbuh Dita."Uang? Banyak uang kata kamu? Berarti yang Mas Herman berikan pada keluarga Ririn itu adalah uangku dong.""Sepertinya sih begitu, Mbak. Oh iya Mbak. Bukankah saat pernikahan kalian dulu teman kamu itu datang? Berarti seharusnya dia tahu dong jika Mas Herman itu suami kamu? Lalu kenapa dia mau?" Sebuah pertanyaan yang tepat dari Dita."Ya dia datang. Dan, seharusnya memang dia mengetahui hal itu. Sepertinya Mas Herman dan juga si Ririn itu ingin bermain api denganku. Oh iya, apakah ibu mengetahui tentang hal ini?" Ririn sungguh sangat tahu pasti tentang hal ini. Kuanggap ini adalah sebuah kesengajaan saja. Seorang teman seharusnya menjaga bukan? Tetapi dia malah menusuk dari belakang, entah apa motivasinya."Belum, Mbak. Aku belum mengatakan hal ini pada Ibu," jawab Dita spontan."Jangan mengatakan hal ini pada Ibu, anggap saja ini adalah rahasia kita berdua. Aku tak ingin ibu banyak pikiran dan nantinya kembali drop. Kamu ngerti kan?" Tak perlu ibu mengetahui hal ini, karena aku ingin ibu tetap sehat sampai kapan pun."Ngerti, Mbak. Aku siap menjadi mata-mata kamu kok. Sungguh aku nggak terima dengan apa yang telah mereka lakukan pada kamu Mbak. Kamu tenang saja ya disana, aku akan selalu memberikan informasi kok." Dita mulai membuat aku tenang."Terima kasih banyak ya, Dit. Nggak rugi aku memiliki adik seperti kamu, hehehe. Sudah dulu---""Ira ...."***teman-teman Tolong bantuannya subscriber ya, agar penulis lebih semangat. Dan, kalian tak ketinggalan jika ada update terbaru. Terima kasih.Part 6Kenyataan Lagi?"Ira ... "Terdengar suara lirih dari Ama yangbgerag memanggil. Berarti wanita tua yang aku rawat itu sudah bangun. Segera aku menghapuskan air mata dan melangkah menuju ke kamar."Sudah dulu ya, Dit. Aku harus kembali bekerja. Jangan lupa infonya. Assalamualaikum.""Siap, Mbak. Kamu jangan terlalu banyak mikir ya. Waalaikumsalam."Apa pun yang saat ini sedang terjadi padaku, aku tetap harus profesional. Ama membutuhkan aku, jadi aku pun saat ini harus fokus pada beliau."Sudah bangun Ama," ucapku sembari memberikan sebuah senyum manis."Air putih----"Aku pun segera memberikan air putih yang sudah kusediakan sebelumnya di nakas. Sudah menjadi kebiasaan memang, setiap tidur Ama akan selalu terbangun sementara dan minta minum air putih."Silahkan Ama. Hati-hati ya minumnya."Dengan sebuah sedotan, aku memberikan dengan hati-hati air itu. Ama memang masih sangat suka minum banyak air putih, karena memang itu bagus juga untuk kesehatan beliau."Mau bangun atau tidu
Part 7Sebuah Kenyataan"Maafkan aku ya, Ra. Aku serba salah, karena Bulek juga selalu mengancam aku dan ibu untuk tak mengatakan apa pun kepada kamu. Kamu tahu sendirikan bagaiman sifat mertua kamu itu? Sebenarnya Herman itu sudah sejak beberapa bulan setelah menikah dengan kamu, dia sudah bermain api dengan wanita lain---""Astaghfirullah aladzim!" Secara spontan bibirku kembali mengucapkan kata-kata itu, karena sungguh aku tak menyangka jika Mas Herman sudah lama mengurangi aku."Tetapi kali aku akan menceritakan semuanya kepada kamu. Karena jujur selama ini aku terus saja dihantui rasa bersalah sama kamu. Sebagai sesama wanita, aku takut jika hal seperti ini akan terjadi padaku juga, aku pun tak tega melihat kamu terus-terusan dibohongi oleh Bulek dan juga Herman. Rasanya tak pantas jika aku terus saja menyembunyikan sebuah kebohongan kepada istri yang jujur dan baik seperti kamu," lanjut Mbak Nita."Terima kasih banyak Mbak Nita, aku akan sangat berterima kasih karena hal in
Part 8Menantu Baru "Ra, coba ganti panggilan suara ini menjadi panggilan video. Ada suatu hal yang pasti membuat kamu senang---""Ada apa sih memangnya Mbak!?!"Karena saking penasaran dengan apa yang dikatakan oleh Mbak Nita itu, aku pun langsung merubah menjadi panggilan video."Lihatlah itu siapa yang datang dengan motor di depan rumah Bulek?" Mbak Nita kini mengarahkan ponselnya menuju ke samping, tepat di depan rumah Mas Herman. Tanpa banyak kata aku pun memperhatikan dengan seksama hal itu."Astaghfirullah aladzim. Itu adalah Ririn dan Mas Herman bukan sih Mbak?" tanyaku dengan cepat saat itu."Ya wanita itulah yang tadi kuceritakan kepada kamu. Eh tapi sepertinya dia kini sudah tak hamil lagi, kemungkinan besar memang di sudah melahirkan. Apa itu benar teman lama kamu itu?" tanya Mbak Nita balik."Benar sekali Mbak."Mas Herman saat ini sedang menggandeng mesra tangan Ririn dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Sungguh mereka tak tahu malu, padahal keduanya sudah saling
Part 1Bayinya Mirip Dengan Suamiku'Selamat Datang Ke Dunia Sayang, sehat selalu ya, Elvano Prasetya, Kesayangan Mama Papa.'Sebuah status yang sangat membanggakan dari salah satu teman masa sekolah dasarku dulu, Ririn. Status itu diunggah dengan sebuah foto seorang bayi lelaki yang sangat tampan dan menggemaskan. Antara senang dan sedih juga sih sebenarnya aku membaca status dari Ririn ini. Senang karena temanku telah bisa mendapatkan momongan, sedangkan aku yang dua tahun menikah belum juga bisa hamil. Kehadiran seorang anak memang kadang menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagi pasangan yang sudah menikah."Astaghfirullah aladzim!" Sontak aku pun beristighfar sambil menutup mulut ini.Karena ketika terus kuperhatikan, bayi laki-laki yang diberi nama Elvano ini ternyata sangat mirip dengan Mas Herman, suamiku. "Nggak mungkin deh kayaknya!" ucapku menghibur diri sendiri.Aku pun kembali memperhatikan foto bayi itu, ada dua buah foto yang diunggah oleh Ririn. Kenapa semakin
Part 2Tanda Itu"Ya Allah---"Kembali aku sangat terkejut kali ini, karena kaos polo berwarna silver dengan logo huruf P yang dikenakan lelaki itu, sama persis dengan hadiah yang kuberikan pada Mas Herman enam bulan Yang lalu saat aku terakhir pulang kampung.[Gimana Ra, udah bisa menebak belum siapa suami aku ini?] Saat aku masih bingung Ririn kembali mengirimkan sebuah pesan lagi. Entah mengapa aku merasa jika saat ini teman lamaku ini sedang menggoda aku.[Sungguh aku tak bisa menebaknya, Rin. Kamu ini senang sekali sih membuat aku penasaran?] Balsaku sedikit bingung.[Ya ampun, Ra. Padahal seingatku dulu ketika kita masih sekolah di sekolah dasar, kamu itu paling pintar loh di kelas! Masak sih sekarang kamu jadi agak lemot gini sih? Coba kamu pikirkan lagi, siapa kira-kira lelaki sekitar desa kita yang wajahnya mirip sekali dengan bayiku tadi. Ayo coba ingat!] Balas Ririn.Membaca balasan dari Ririn itu ada rasa sedikit tak enak. Sepertinya dia tak suka sekali padaku. Tetapi me
Part 3Semakin GanjilSaat ini aku tak sedikit pun ingin membalas pesan dari Ririn itu. Pikiranku justru langsung melayang pada Mas Herman. Apa iya suamiku itu menghianati janji suci pernikahan kami? Tetapi rasanya hal itu tak mungkin sekali, aku selalu menuruti semua yang dia mau. Jadi, rasanya tak ada alasan untuk dia bermain api di belakangku.Kurasa saat ini aku harus menelepon Mas Herman, aku harus berbicara sedikit padanya. Sekedar untuk membuat hatiku tenang dan menghilangkan pikiran jelek ini. Tiga kali percobaan panggilanku, baru diterima oleh suamiku itu."Assalamualaikum. Kamu sedang berada dimana Mas? Kok sulit banget sih ditelepon," ucapku lembut seperti biasanya ketika memulai perbincangan melalui sambungan telepon ini."Lagi ngojek lah, Dek. Mau dimana lagi? Tadi saat kamu telepon aku lagi nganterin orang. Ini sekarang sudah balik ke pangkalan." Seperti biasa Mas Herman juga selalu berkata lembut padaku."Oh begitu ... Gimana Mas, kerjaannya lancar bukan?"Jujur saat
Part 4Oh Ibu MertuaOek Oek OekKeinginanku untuk berpikiran positif seketika berubah, ketika mendengar suara tangisan bayi itu. Apa lagi kini Mas Herman malah langsung mengakhiri panggilan ini tanpa salam.Suara mesra dari seorang wanita tadi dan sekarang ditambah dengan suara tangisan bayi itu, rasanya sudah sangat cukup untuk membuat hati bimbang seorang istri yang sedang bekerja di luar kota seperti aku ini."Astaghfirullah aladzim. Apa yang sebenarnya terjadi di desa ya Allah?" Hanya pada Allah saja aku bisa menanyakan hal ini.Kucoba kembali menghubungi Mas Herman, namun nyatanya kini ponsel suamiku itu tak lagi aktif. Akhirnya ku kirimkan saja sebuah pesan panjang, berharap nanti dia akan membalas ketika tengah kembali aktif.[Suara bayi siapa tadi itu Mas? Jangan bilang jika itu adalah suara bayi pelanggan atau bayi teman kamu. Aku merasa ada yang ganjil. Kenapa juga kamu tiba-tiba mengakhiri panggilan itu. Dan, nomer kamu sekarang malah tidak lagi aktif. Tolong segera bala
Part 8Menantu Baru "Ra, coba ganti panggilan suara ini menjadi panggilan video. Ada suatu hal yang pasti membuat kamu senang---""Ada apa sih memangnya Mbak!?!"Karena saking penasaran dengan apa yang dikatakan oleh Mbak Nita itu, aku pun langsung merubah menjadi panggilan video."Lihatlah itu siapa yang datang dengan motor di depan rumah Bulek?" Mbak Nita kini mengarahkan ponselnya menuju ke samping, tepat di depan rumah Mas Herman. Tanpa banyak kata aku pun memperhatikan dengan seksama hal itu."Astaghfirullah aladzim. Itu adalah Ririn dan Mas Herman bukan sih Mbak?" tanyaku dengan cepat saat itu."Ya wanita itulah yang tadi kuceritakan kepada kamu. Eh tapi sepertinya dia kini sudah tak hamil lagi, kemungkinan besar memang di sudah melahirkan. Apa itu benar teman lama kamu itu?" tanya Mbak Nita balik."Benar sekali Mbak."Mas Herman saat ini sedang menggandeng mesra tangan Ririn dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Sungguh mereka tak tahu malu, padahal keduanya sudah saling
Part 7Sebuah Kenyataan"Maafkan aku ya, Ra. Aku serba salah, karena Bulek juga selalu mengancam aku dan ibu untuk tak mengatakan apa pun kepada kamu. Kamu tahu sendirikan bagaiman sifat mertua kamu itu? Sebenarnya Herman itu sudah sejak beberapa bulan setelah menikah dengan kamu, dia sudah bermain api dengan wanita lain---""Astaghfirullah aladzim!" Secara spontan bibirku kembali mengucapkan kata-kata itu, karena sungguh aku tak menyangka jika Mas Herman sudah lama mengurangi aku."Tetapi kali aku akan menceritakan semuanya kepada kamu. Karena jujur selama ini aku terus saja dihantui rasa bersalah sama kamu. Sebagai sesama wanita, aku takut jika hal seperti ini akan terjadi padaku juga, aku pun tak tega melihat kamu terus-terusan dibohongi oleh Bulek dan juga Herman. Rasanya tak pantas jika aku terus saja menyembunyikan sebuah kebohongan kepada istri yang jujur dan baik seperti kamu," lanjut Mbak Nita."Terima kasih banyak Mbak Nita, aku akan sangat berterima kasih karena hal in
Part 6Kenyataan Lagi?"Ira ... "Terdengar suara lirih dari Ama yangbgerag memanggil. Berarti wanita tua yang aku rawat itu sudah bangun. Segera aku menghapuskan air mata dan melangkah menuju ke kamar."Sudah dulu ya, Dit. Aku harus kembali bekerja. Jangan lupa infonya. Assalamualaikum.""Siap, Mbak. Kamu jangan terlalu banyak mikir ya. Waalaikumsalam."Apa pun yang saat ini sedang terjadi padaku, aku tetap harus profesional. Ama membutuhkan aku, jadi aku pun saat ini harus fokus pada beliau."Sudah bangun Ama," ucapku sembari memberikan sebuah senyum manis."Air putih----"Aku pun segera memberikan air putih yang sudah kusediakan sebelumnya di nakas. Sudah menjadi kebiasaan memang, setiap tidur Ama akan selalu terbangun sementara dan minta minum air putih."Silahkan Ama. Hati-hati ya minumnya."Dengan sebuah sedotan, aku memberikan dengan hati-hati air itu. Ama memang masih sangat suka minum banyak air putih, karena memang itu bagus juga untuk kesehatan beliau."Mau bangun atau tidu
Part 5Partner"Aku sering melihat Mas Herman ke desa sebelah Mbak. Beberapa kali aku melihat tetapi memang aku tak pernah bilang sama kamu Mbak. Takut kamu mikir nanti. Tetapi hari ini aku melihat dia berboncengan mesra dengan teman kamu itu loh. Kalau nggak salah namanya Mbak Ririn."Perkataan dari Dita ini sungguh membuat aku senang, bak mendapatkan angin segar. Setelah tadi dibuat penasaran oleh Ririn dan juga hanya dibuat kesal oleh ibu mertuaku. Suatu kenyataan yang menyakitkan, tetapi aku sungguh merasa lega. Berarti memang dugaaanku tadi benar adanya."Apa kamu nggak salah lihat, Dit?" tanyaku memastikan."Ya ampun, Mbak. Masak iya sih aku ini sampai nggak kenal dengan Mas Herman? Tetapi kurasa dia tak tahu kalau aku melihatnya. Apa lagi kan aku melihatnya tak hanya satu kali. Beberapa kali loh." Dita menjelaskan dengan khas seperti bocah ABG."Kamu tahu rumahnya Mbak Ririn?" "Tahu, Mbak. Ada teman sekolahku yang kebetulan sekali berdekatan dengan rumah Mbak Ririn. Ini ak
Part 4Oh Ibu MertuaOek Oek OekKeinginanku untuk berpikiran positif seketika berubah, ketika mendengar suara tangisan bayi itu. Apa lagi kini Mas Herman malah langsung mengakhiri panggilan ini tanpa salam.Suara mesra dari seorang wanita tadi dan sekarang ditambah dengan suara tangisan bayi itu, rasanya sudah sangat cukup untuk membuat hati bimbang seorang istri yang sedang bekerja di luar kota seperti aku ini."Astaghfirullah aladzim. Apa yang sebenarnya terjadi di desa ya Allah?" Hanya pada Allah saja aku bisa menanyakan hal ini.Kucoba kembali menghubungi Mas Herman, namun nyatanya kini ponsel suamiku itu tak lagi aktif. Akhirnya ku kirimkan saja sebuah pesan panjang, berharap nanti dia akan membalas ketika tengah kembali aktif.[Suara bayi siapa tadi itu Mas? Jangan bilang jika itu adalah suara bayi pelanggan atau bayi teman kamu. Aku merasa ada yang ganjil. Kenapa juga kamu tiba-tiba mengakhiri panggilan itu. Dan, nomer kamu sekarang malah tidak lagi aktif. Tolong segera bala
Part 3Semakin GanjilSaat ini aku tak sedikit pun ingin membalas pesan dari Ririn itu. Pikiranku justru langsung melayang pada Mas Herman. Apa iya suamiku itu menghianati janji suci pernikahan kami? Tetapi rasanya hal itu tak mungkin sekali, aku selalu menuruti semua yang dia mau. Jadi, rasanya tak ada alasan untuk dia bermain api di belakangku.Kurasa saat ini aku harus menelepon Mas Herman, aku harus berbicara sedikit padanya. Sekedar untuk membuat hatiku tenang dan menghilangkan pikiran jelek ini. Tiga kali percobaan panggilanku, baru diterima oleh suamiku itu."Assalamualaikum. Kamu sedang berada dimana Mas? Kok sulit banget sih ditelepon," ucapku lembut seperti biasanya ketika memulai perbincangan melalui sambungan telepon ini."Lagi ngojek lah, Dek. Mau dimana lagi? Tadi saat kamu telepon aku lagi nganterin orang. Ini sekarang sudah balik ke pangkalan." Seperti biasa Mas Herman juga selalu berkata lembut padaku."Oh begitu ... Gimana Mas, kerjaannya lancar bukan?"Jujur saat
Part 2Tanda Itu"Ya Allah---"Kembali aku sangat terkejut kali ini, karena kaos polo berwarna silver dengan logo huruf P yang dikenakan lelaki itu, sama persis dengan hadiah yang kuberikan pada Mas Herman enam bulan Yang lalu saat aku terakhir pulang kampung.[Gimana Ra, udah bisa menebak belum siapa suami aku ini?] Saat aku masih bingung Ririn kembali mengirimkan sebuah pesan lagi. Entah mengapa aku merasa jika saat ini teman lamaku ini sedang menggoda aku.[Sungguh aku tak bisa menebaknya, Rin. Kamu ini senang sekali sih membuat aku penasaran?] Balsaku sedikit bingung.[Ya ampun, Ra. Padahal seingatku dulu ketika kita masih sekolah di sekolah dasar, kamu itu paling pintar loh di kelas! Masak sih sekarang kamu jadi agak lemot gini sih? Coba kamu pikirkan lagi, siapa kira-kira lelaki sekitar desa kita yang wajahnya mirip sekali dengan bayiku tadi. Ayo coba ingat!] Balas Ririn.Membaca balasan dari Ririn itu ada rasa sedikit tak enak. Sepertinya dia tak suka sekali padaku. Tetapi me
Part 1Bayinya Mirip Dengan Suamiku'Selamat Datang Ke Dunia Sayang, sehat selalu ya, Elvano Prasetya, Kesayangan Mama Papa.'Sebuah status yang sangat membanggakan dari salah satu teman masa sekolah dasarku dulu, Ririn. Status itu diunggah dengan sebuah foto seorang bayi lelaki yang sangat tampan dan menggemaskan. Antara senang dan sedih juga sih sebenarnya aku membaca status dari Ririn ini. Senang karena temanku telah bisa mendapatkan momongan, sedangkan aku yang dua tahun menikah belum juga bisa hamil. Kehadiran seorang anak memang kadang menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagi pasangan yang sudah menikah."Astaghfirullah aladzim!" Sontak aku pun beristighfar sambil menutup mulut ini.Karena ketika terus kuperhatikan, bayi laki-laki yang diberi nama Elvano ini ternyata sangat mirip dengan Mas Herman, suamiku. "Nggak mungkin deh kayaknya!" ucapku menghibur diri sendiri.Aku pun kembali memperhatikan foto bayi itu, ada dua buah foto yang diunggah oleh Ririn. Kenapa semakin