Share

Oh Ibu Mertua

Author: Kadita
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

 Part 4

Oh Ibu Mertua

Oek Oek Oek

Keinginanku untuk berpikiran positif seketika berubah, ketika mendengar suara tangisan bayi itu. Apa lagi kini Mas Herman malah langsung mengakhiri panggilan ini tanpa salam.

Suara mesra dari seorang wanita tadi dan sekarang ditambah dengan suara tangisan bayi itu, rasanya sudah sangat cukup untuk membuat hati bimbang seorang istri yang sedang bekerja di luar kota seperti aku ini.

"Astaghfirullah aladzim. Apa yang sebenarnya terjadi di desa ya Allah?" Hanya pada Allah saja aku bisa menanyakan hal ini.

Kucoba kembali menghubungi Mas Herman,  namun nyatanya kini ponsel suamiku itu tak lagi aktif. Akhirnya ku kirimkan saja sebuah pesan panjang, berharap nanti dia akan membalas ketika tengah kembali aktif.

[Suara bayi siapa tadi itu Mas? Jangan bilang jika itu adalah suara bayi pelanggan atau bayi teman kamu. Aku merasa ada yang ganjil. Kenapa juga kamu tiba-tiba mengakhiri panggilan itu. Dan, nomer kamu sekarang malah tidak lagi aktif. Tolong segera balas pesan ini agar aku tak makin berpikiran buruk pada kamu.]

Semakin bimbang saja saat ini hatiku, rasanya aku harus menelepon ibu mertua. Mungkin saja aku bisa mendapatkan ketenangan hati dari sana, meski kadang ucapan ibu mertuaku seringnya malah menyakiti hatiku.

Sejenak aku pun menengok Ama di kamar, ternyata beliau masih terlelap saat ini. Setelah tadi kusuapi beliau pasti langsung tidur lelap. Siang seperti ini memang aku selalu hanya sendirian dengan Ama saja di rumah, karena Pak Daniel memang belum pulang kerja. Jadi kali ini aku pun memutuskan untuk menelepon ibu mertua.

Satu kali percobaan panggilanku pun langsung saja sudah diterima oleh beliau.

"Ada apa, Ra?" ucap ibu mertuaku itu dengan nada suara yang tak mengenakkan seperti biasa, mengawali obrolan melalui sambungan telepon ini tanpa ucapan salam.

"Assalamualaikum, Bu. Apa Mas Herman ada di rumah?" ucapku dengan sopan.

"Waalaikum salam. Kenapa cari Herman? Suami kamu itu ya tentu saja sedang kerja lah. Apa kamu pikir selama kamu bekerja di Jakarta, lalu suami kamu itu akan malas-malasan gitu?!" 

Aku hanya tersenyum mendengar deretan kalimat yang baru saja dilontarkan oleh ibu mertuaku ini. Dua tahun sudah aku menjadi istri Mas Herman, rasanya aku sudah sedikit kebal dengan hal semacam ini. Kuanggap saja jika hal ini adlaha bentuk kasih sayang beliau padaku. Meski memang mungkin sangat berbeda dengan yang lainnya.

"Bukan begitu, Bu. Tadi saya itu sempat ngobrol sama Mas Herman. Hanya saja kemudian panggilan itu berakhir dan nomernya tak lagi aktif. Saya kan jadi khawatir begitu, Bu." Masih dengan sangat lembut aku mengatakan hal ini.

"Ya namanya juga kerja di jalanan, siapa tahu saat ini dia tengah mengantar penumpang dan baterai dia habis. Jangan terus berpikiran buruk pada suami kamu itu! Kerja saja yang benar, biar gaji kamu itu cepat naik! Jadi bisa kirim uang makin banyak tiap bulan!"

Selalu itu juga yang dikatakan oleh ibu mertuaku, tak jauh beda dengan apa yang dikatakan oleh Mas Herman tadi bukan? Kadang aku merasa jika mereka berdua hanya ingin menjadikan aku sapi perah saja. Tetapi kembali lagi karena aku memang cinta, maka aku melakukan semua ini dengan ikhlas.

"Kamu keberatan kerja disana?!" Karena menang aku sejak tadi masih diam, maka ibu mertuaku kembali bertanya dengan ketusnya.

"Insyaallah nggak kok, Bu. Hanya saja memang saya tadi sedikit khawatir. Jangan sampai terjadi apa pun di sana ketika saya sedang jauh seperti ini. Oh iya, kabar ibu sehat bukan?"

Rasanya aku tak bisa lagi mengorek sesuatu dari ibu mertuaku ini. Yang ada maĺah beliau akan menjadi semakin meradang saja. Maka saat ini aku pun memutuskan untuk mengganti topik pembicaraan saja. Meski terus saja ketus tetapi aku tetap wajib menghormati ibu dari suamiku ini.

"Sehat dong. Tetapi akan lebih sehat lagi jika kamu itu kirim uang lebih banyak! Hey, Ira. Kamu itu sekarang sudah menjadi istrinya Herman, seharusnya kamu itu menyerahkan semua gaji kamu tiap bulan pada kami. Tak usah memberi uang lagi pada ibu kamu! Uang kamu ya uang kami, jadi kami berhak mengatur semuanya!" Dengan ketus ibu mertuaku itu kembali menjawab.

'Astaghfirullah aladzim!' gumamku dalam hati.

Sejak pertama menikah dengan Mas Herman aku memang sudah bekerja, dan mulai saat itu semua gajiku selalu wajib diberikan pada ibu mertua dan suamiku itu. Padahal sesungguhnya ibuku yang janda pun sangat membutuhkannya, jadi tanpa sepengetahuan mereka aku pun masih memberikan uang pada ibu, meski hanya dua atau tiga ratus ribu saja tiap bulan.

"Kenapa kamu diam lagi? Ingat wanita yang sudah menikah itu bukan lagi milik keluarganya, tetapi milik suami. Jika kamu tak mau menuruti apa yang kami bilang, maka kamu disebut istri durhaka!" timpal ibu mertua lagi.

Sakit sekali jika ibu mertuaku mengatakan jika aku adalah istri durhaka. Mas Herman selalu lembut padaku dalam berucap, tetapi sesungguhnya sikapnya tak jauh berbeda dengan ibunya ini. Aku hanya berharap jika suatu saat ibu dan anak itu bisa berubah. Ketika aku akan kembali menjawab perkataan ibu mertuaku itu, ternyata ada panggilan masuk lain dan itu adlaha dari Dita, adik bungsuku.

"Mohon maaf, Bu. Panggilan ini saya akhiri dulu ya. Karena Ama sudah bangun. Assalamualaikum."

Tanpa menunggu jawaban dari ibu mertuaku itu, aku pun langsung mematikan panggilan. Biarlah aku sedikit berbohong, karena aku takut jika saat ini terjadi apa-apa pada ibuku di desa. Aku pun segera menerima panggilan dari Dita itu.

"Assalamualaikum. Ada apa, Dit? Apa ibu  baik-baik saja?" ucapku memulai obrolan.

"Waaalaikum salam Mbak. Ibu baik-baik saja kok. Tetapi ada suatu hal yang penting Mbak. Ini tentang Mas Herman." Adikku yang saat ini masih kelas dua SMA itu berkata dengan nada cemas.

"Mas Herman? Ada apa dengan Mas Herman?" tanyaku dengan cepat.

"Aku sering melihat Mas Herman ke desa sebelah Mbak. Beberapa kali aku melihat tetapi memang aku tak pernah bilang sama kamu Mbak. Takut kamu mikir  nanti. Tetapi hari ini aku melihat dia berboncengan mesra dengan teman kamu itu loh. Kalau nggak salah namanya Mbak Ririn."

Related chapters

  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Partner

    Part 5Partner"Aku sering melihat Mas Herman ke desa sebelah Mbak. Beberapa kali aku melihat tetapi memang aku tak pernah bilang sama kamu Mbak. Takut kamu mikir nanti. Tetapi hari ini aku melihat dia berboncengan mesra dengan teman kamu itu loh. Kalau nggak salah namanya Mbak Ririn."Perkataan dari Dita ini sungguh membuat aku senang, bak mendapatkan angin segar. Setelah tadi dibuat penasaran oleh Ririn dan juga hanya dibuat kesal oleh ibu mertuaku. Suatu kenyataan yang menyakitkan, tetapi aku sungguh merasa lega. Berarti memang dugaaanku tadi benar adanya."Apa kamu nggak salah lihat, Dit?" tanyaku memastikan."Ya ampun, Mbak. Masak iya sih aku ini sampai nggak kenal dengan Mas Herman? Tetapi kurasa dia tak tahu kalau aku melihatnya. Apa lagi kan aku melihatnya tak hanya satu kali. Beberapa kali loh." Dita menjelaskan dengan khas seperti bocah ABG."Kamu tahu rumahnya Mbak Ririn?" "Tahu, Mbak. Ada teman sekolahku yang kebetulan sekali berdekatan dengan rumah Mbak Ririn. Ini ak

    Last Updated : 2024-10-29
  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Kenyataan Lagi?

    Part 6Kenyataan Lagi?"Ira ... "Terdengar suara lirih dari Ama yangbgerag memanggil. Berarti wanita tua yang aku rawat itu sudah bangun. Segera aku menghapuskan air mata dan melangkah menuju ke kamar."Sudah dulu ya, Dit. Aku harus kembali bekerja. Jangan lupa infonya. Assalamualaikum.""Siap, Mbak. Kamu jangan terlalu banyak mikir ya. Waalaikumsalam."Apa pun yang saat ini sedang terjadi padaku, aku tetap harus profesional. Ama membutuhkan aku, jadi aku pun saat ini harus fokus pada beliau."Sudah bangun Ama," ucapku sembari memberikan sebuah senyum manis."Air putih----"Aku pun segera memberikan air putih yang sudah kusediakan sebelumnya di nakas. Sudah menjadi kebiasaan memang, setiap tidur Ama akan selalu terbangun sementara dan minta minum air putih."Silahkan Ama. Hati-hati ya minumnya."Dengan sebuah sedotan, aku memberikan dengan hati-hati air itu. Ama memang masih sangat suka minum banyak air putih, karena memang itu bagus juga untuk kesehatan beliau."Mau bangun atau tidu

    Last Updated : 2024-10-29
  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Sebuah Kenyataan

    Part 7Sebuah Kenyataan"Maafkan aku ya, Ra. Aku serba salah, karena Bulek juga selalu mengancam aku dan ibu untuk tak mengatakan apa pun kepada kamu. Kamu tahu sendirikan bagaiman sifat mertua kamu itu? Sebenarnya Herman itu sudah sejak beberapa bulan setelah menikah dengan kamu, dia sudah bermain api dengan wanita lain---""Astaghfirullah aladzim!" Secara spontan bibirku kembali mengucapkan kata-kata itu, karena sungguh aku tak menyangka jika Mas Herman sudah lama mengurangi aku."Tetapi kali aku akan menceritakan semuanya kepada kamu. Karena jujur selama ini aku terus saja dihantui rasa bersalah sama kamu. Sebagai sesama wanita, aku takut jika hal seperti ini akan terjadi padaku juga, aku pun tak tega melihat kamu terus-terusan dibohongi oleh Bulek dan juga Herman. Rasanya tak pantas jika aku terus saja menyembunyikan sebuah kebohongan kepada istri yang jujur dan baik seperti kamu," lanjut Mbak Nita."Terima kasih banyak Mbak Nita, aku akan sangat berterima kasih karena hal in

    Last Updated : 2024-10-29
  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Menantu Baru

    Part 8Menantu Baru "Ra, coba ganti panggilan suara ini menjadi panggilan video. Ada suatu hal yang pasti membuat kamu senang---""Ada apa sih memangnya Mbak!?!"Karena saking penasaran dengan apa yang dikatakan oleh Mbak Nita itu, aku pun langsung merubah menjadi panggilan video."Lihatlah itu siapa yang datang dengan motor di depan rumah Bulek?" Mbak Nita kini mengarahkan ponselnya menuju ke samping, tepat di depan rumah Mas Herman. Tanpa banyak kata aku pun memperhatikan dengan seksama hal itu."Astaghfirullah aladzim. Itu adalah Ririn dan Mas Herman bukan sih Mbak?" tanyaku dengan cepat saat itu."Ya wanita itulah yang tadi kuceritakan kepada kamu. Eh tapi sepertinya dia kini sudah tak hamil lagi, kemungkinan besar memang di sudah melahirkan. Apa itu benar teman lama kamu itu?" tanya Mbak Nita balik."Benar sekali Mbak."Mas Herman saat ini sedang menggandeng mesra tangan Ririn dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Sungguh mereka tak tahu malu, padahal keduanya sudah saling

    Last Updated : 2024-10-29
  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Bayinya Mirip Suamiku

    Part 1Bayinya Mirip Dengan Suamiku'Selamat Datang Ke Dunia Sayang, sehat selalu ya, Elvano Prasetya, Kesayangan Mama Papa.'Sebuah status yang sangat membanggakan dari salah satu teman masa sekolah dasarku dulu, Ririn. Status itu diunggah dengan sebuah foto seorang bayi lelaki yang sangat tampan dan menggemaskan. Antara senang dan sedih juga sih sebenarnya aku membaca status dari Ririn ini. Senang karena temanku telah bisa mendapatkan momongan, sedangkan aku yang dua tahun menikah belum juga bisa hamil. Kehadiran seorang anak memang kadang menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagi pasangan yang sudah menikah."Astaghfirullah aladzim!" Sontak aku pun beristighfar sambil menutup mulut ini.Karena ketika terus kuperhatikan, bayi laki-laki yang diberi nama Elvano ini ternyata sangat mirip dengan Mas Herman, suamiku. "Nggak mungkin deh kayaknya!" ucapku menghibur diri sendiri.Aku pun kembali memperhatikan foto bayi itu, ada dua buah foto yang diunggah oleh Ririn. Kenapa semakin

    Last Updated : 2024-10-29
  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Tanda Itu

    Part 2Tanda Itu"Ya Allah---"Kembali aku sangat terkejut kali ini, karena kaos polo berwarna silver dengan logo huruf P yang dikenakan lelaki itu, sama persis dengan hadiah yang kuberikan pada Mas Herman enam bulan Yang lalu saat aku terakhir pulang kampung.[Gimana Ra, udah bisa menebak belum siapa suami aku ini?] Saat aku masih bingung Ririn kembali mengirimkan sebuah pesan lagi. Entah mengapa aku merasa jika saat ini teman lamaku ini sedang menggoda aku.[Sungguh aku tak bisa menebaknya, Rin. Kamu ini senang sekali sih membuat aku penasaran?] Balsaku sedikit bingung.[Ya ampun, Ra. Padahal seingatku dulu ketika kita masih sekolah di sekolah dasar, kamu itu paling pintar loh di kelas! Masak sih sekarang kamu jadi agak lemot gini sih? Coba kamu pikirkan lagi, siapa kira-kira lelaki sekitar desa kita yang wajahnya mirip sekali dengan bayiku tadi. Ayo coba ingat!] Balas Ririn.Membaca balasan dari Ririn itu ada rasa sedikit tak enak. Sepertinya dia tak suka sekali padaku. Tetapi me

    Last Updated : 2024-10-29
  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Semakin Ganjil

    Part 3Semakin GanjilSaat ini aku tak sedikit pun ingin membalas pesan dari Ririn itu. Pikiranku justru langsung melayang pada Mas Herman. Apa iya suamiku itu menghianati janji suci pernikahan kami? Tetapi rasanya hal itu tak mungkin sekali, aku selalu menuruti semua yang dia mau. Jadi, rasanya tak ada alasan untuk dia bermain api di belakangku.Kurasa saat ini aku harus menelepon Mas Herman, aku harus berbicara sedikit padanya. Sekedar untuk membuat hatiku tenang dan menghilangkan pikiran jelek ini. Tiga kali percobaan panggilanku, baru diterima oleh suamiku itu."Assalamualaikum. Kamu sedang berada dimana Mas? Kok sulit banget sih ditelepon," ucapku lembut seperti biasanya ketika memulai perbincangan melalui sambungan telepon ini."Lagi ngojek lah, Dek. Mau dimana lagi? Tadi saat kamu telepon aku lagi nganterin orang. Ini sekarang sudah balik ke pangkalan." Seperti biasa Mas Herman juga selalu berkata lembut padaku."Oh begitu ... Gimana Mas, kerjaannya lancar bukan?"Jujur saat

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Menantu Baru

    Part 8Menantu Baru "Ra, coba ganti panggilan suara ini menjadi panggilan video. Ada suatu hal yang pasti membuat kamu senang---""Ada apa sih memangnya Mbak!?!"Karena saking penasaran dengan apa yang dikatakan oleh Mbak Nita itu, aku pun langsung merubah menjadi panggilan video."Lihatlah itu siapa yang datang dengan motor di depan rumah Bulek?" Mbak Nita kini mengarahkan ponselnya menuju ke samping, tepat di depan rumah Mas Herman. Tanpa banyak kata aku pun memperhatikan dengan seksama hal itu."Astaghfirullah aladzim. Itu adalah Ririn dan Mas Herman bukan sih Mbak?" tanyaku dengan cepat saat itu."Ya wanita itulah yang tadi kuceritakan kepada kamu. Eh tapi sepertinya dia kini sudah tak hamil lagi, kemungkinan besar memang di sudah melahirkan. Apa itu benar teman lama kamu itu?" tanya Mbak Nita balik."Benar sekali Mbak."Mas Herman saat ini sedang menggandeng mesra tangan Ririn dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Sungguh mereka tak tahu malu, padahal keduanya sudah saling

  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Sebuah Kenyataan

    Part 7Sebuah Kenyataan"Maafkan aku ya, Ra. Aku serba salah, karena Bulek juga selalu mengancam aku dan ibu untuk tak mengatakan apa pun kepada kamu. Kamu tahu sendirikan bagaiman sifat mertua kamu itu? Sebenarnya Herman itu sudah sejak beberapa bulan setelah menikah dengan kamu, dia sudah bermain api dengan wanita lain---""Astaghfirullah aladzim!" Secara spontan bibirku kembali mengucapkan kata-kata itu, karena sungguh aku tak menyangka jika Mas Herman sudah lama mengurangi aku."Tetapi kali aku akan menceritakan semuanya kepada kamu. Karena jujur selama ini aku terus saja dihantui rasa bersalah sama kamu. Sebagai sesama wanita, aku takut jika hal seperti ini akan terjadi padaku juga, aku pun tak tega melihat kamu terus-terusan dibohongi oleh Bulek dan juga Herman. Rasanya tak pantas jika aku terus saja menyembunyikan sebuah kebohongan kepada istri yang jujur dan baik seperti kamu," lanjut Mbak Nita."Terima kasih banyak Mbak Nita, aku akan sangat berterima kasih karena hal in

  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Kenyataan Lagi?

    Part 6Kenyataan Lagi?"Ira ... "Terdengar suara lirih dari Ama yangbgerag memanggil. Berarti wanita tua yang aku rawat itu sudah bangun. Segera aku menghapuskan air mata dan melangkah menuju ke kamar."Sudah dulu ya, Dit. Aku harus kembali bekerja. Jangan lupa infonya. Assalamualaikum.""Siap, Mbak. Kamu jangan terlalu banyak mikir ya. Waalaikumsalam."Apa pun yang saat ini sedang terjadi padaku, aku tetap harus profesional. Ama membutuhkan aku, jadi aku pun saat ini harus fokus pada beliau."Sudah bangun Ama," ucapku sembari memberikan sebuah senyum manis."Air putih----"Aku pun segera memberikan air putih yang sudah kusediakan sebelumnya di nakas. Sudah menjadi kebiasaan memang, setiap tidur Ama akan selalu terbangun sementara dan minta minum air putih."Silahkan Ama. Hati-hati ya minumnya."Dengan sebuah sedotan, aku memberikan dengan hati-hati air itu. Ama memang masih sangat suka minum banyak air putih, karena memang itu bagus juga untuk kesehatan beliau."Mau bangun atau tidu

  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Partner

    Part 5Partner"Aku sering melihat Mas Herman ke desa sebelah Mbak. Beberapa kali aku melihat tetapi memang aku tak pernah bilang sama kamu Mbak. Takut kamu mikir nanti. Tetapi hari ini aku melihat dia berboncengan mesra dengan teman kamu itu loh. Kalau nggak salah namanya Mbak Ririn."Perkataan dari Dita ini sungguh membuat aku senang, bak mendapatkan angin segar. Setelah tadi dibuat penasaran oleh Ririn dan juga hanya dibuat kesal oleh ibu mertuaku. Suatu kenyataan yang menyakitkan, tetapi aku sungguh merasa lega. Berarti memang dugaaanku tadi benar adanya."Apa kamu nggak salah lihat, Dit?" tanyaku memastikan."Ya ampun, Mbak. Masak iya sih aku ini sampai nggak kenal dengan Mas Herman? Tetapi kurasa dia tak tahu kalau aku melihatnya. Apa lagi kan aku melihatnya tak hanya satu kali. Beberapa kali loh." Dita menjelaskan dengan khas seperti bocah ABG."Kamu tahu rumahnya Mbak Ririn?" "Tahu, Mbak. Ada teman sekolahku yang kebetulan sekali berdekatan dengan rumah Mbak Ririn. Ini ak

  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Oh Ibu Mertua

    Part 4Oh Ibu MertuaOek Oek OekKeinginanku untuk berpikiran positif seketika berubah, ketika mendengar suara tangisan bayi itu. Apa lagi kini Mas Herman malah langsung mengakhiri panggilan ini tanpa salam.Suara mesra dari seorang wanita tadi dan sekarang ditambah dengan suara tangisan bayi itu, rasanya sudah sangat cukup untuk membuat hati bimbang seorang istri yang sedang bekerja di luar kota seperti aku ini."Astaghfirullah aladzim. Apa yang sebenarnya terjadi di desa ya Allah?" Hanya pada Allah saja aku bisa menanyakan hal ini.Kucoba kembali menghubungi Mas Herman, namun nyatanya kini ponsel suamiku itu tak lagi aktif. Akhirnya ku kirimkan saja sebuah pesan panjang, berharap nanti dia akan membalas ketika tengah kembali aktif.[Suara bayi siapa tadi itu Mas? Jangan bilang jika itu adalah suara bayi pelanggan atau bayi teman kamu. Aku merasa ada yang ganjil. Kenapa juga kamu tiba-tiba mengakhiri panggilan itu. Dan, nomer kamu sekarang malah tidak lagi aktif. Tolong segera bala

  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Semakin Ganjil

    Part 3Semakin GanjilSaat ini aku tak sedikit pun ingin membalas pesan dari Ririn itu. Pikiranku justru langsung melayang pada Mas Herman. Apa iya suamiku itu menghianati janji suci pernikahan kami? Tetapi rasanya hal itu tak mungkin sekali, aku selalu menuruti semua yang dia mau. Jadi, rasanya tak ada alasan untuk dia bermain api di belakangku.Kurasa saat ini aku harus menelepon Mas Herman, aku harus berbicara sedikit padanya. Sekedar untuk membuat hatiku tenang dan menghilangkan pikiran jelek ini. Tiga kali percobaan panggilanku, baru diterima oleh suamiku itu."Assalamualaikum. Kamu sedang berada dimana Mas? Kok sulit banget sih ditelepon," ucapku lembut seperti biasanya ketika memulai perbincangan melalui sambungan telepon ini."Lagi ngojek lah, Dek. Mau dimana lagi? Tadi saat kamu telepon aku lagi nganterin orang. Ini sekarang sudah balik ke pangkalan." Seperti biasa Mas Herman juga selalu berkata lembut padaku."Oh begitu ... Gimana Mas, kerjaannya lancar bukan?"Jujur saat

  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Tanda Itu

    Part 2Tanda Itu"Ya Allah---"Kembali aku sangat terkejut kali ini, karena kaos polo berwarna silver dengan logo huruf P yang dikenakan lelaki itu, sama persis dengan hadiah yang kuberikan pada Mas Herman enam bulan Yang lalu saat aku terakhir pulang kampung.[Gimana Ra, udah bisa menebak belum siapa suami aku ini?] Saat aku masih bingung Ririn kembali mengirimkan sebuah pesan lagi. Entah mengapa aku merasa jika saat ini teman lamaku ini sedang menggoda aku.[Sungguh aku tak bisa menebaknya, Rin. Kamu ini senang sekali sih membuat aku penasaran?] Balsaku sedikit bingung.[Ya ampun, Ra. Padahal seingatku dulu ketika kita masih sekolah di sekolah dasar, kamu itu paling pintar loh di kelas! Masak sih sekarang kamu jadi agak lemot gini sih? Coba kamu pikirkan lagi, siapa kira-kira lelaki sekitar desa kita yang wajahnya mirip sekali dengan bayiku tadi. Ayo coba ingat!] Balas Ririn.Membaca balasan dari Ririn itu ada rasa sedikit tak enak. Sepertinya dia tak suka sekali padaku. Tetapi me

  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Bayinya Mirip Suamiku

    Part 1Bayinya Mirip Dengan Suamiku'Selamat Datang Ke Dunia Sayang, sehat selalu ya, Elvano Prasetya, Kesayangan Mama Papa.'Sebuah status yang sangat membanggakan dari salah satu teman masa sekolah dasarku dulu, Ririn. Status itu diunggah dengan sebuah foto seorang bayi lelaki yang sangat tampan dan menggemaskan. Antara senang dan sedih juga sih sebenarnya aku membaca status dari Ririn ini. Senang karena temanku telah bisa mendapatkan momongan, sedangkan aku yang dua tahun menikah belum juga bisa hamil. Kehadiran seorang anak memang kadang menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagi pasangan yang sudah menikah."Astaghfirullah aladzim!" Sontak aku pun beristighfar sambil menutup mulut ini.Karena ketika terus kuperhatikan, bayi laki-laki yang diberi nama Elvano ini ternyata sangat mirip dengan Mas Herman, suamiku. "Nggak mungkin deh kayaknya!" ucapku menghibur diri sendiri.Aku pun kembali memperhatikan foto bayi itu, ada dua buah foto yang diunggah oleh Ririn. Kenapa semakin

DMCA.com Protection Status