Share

Semakin Ganjil

Penulis: Kadita
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

 Part 3

Semakin Ganjil

Saat ini aku tak sedikit pun ingin membalas pesan dari Ririn itu. Pikiranku justru langsung melayang pada Mas Herman. Apa iya suamiku itu menghianati janji suci pernikahan kami? Tetapi rasanya hal itu tak mungkin sekali, aku selalu menuruti semua yang dia mau. Jadi, rasanya tak ada alasan untuk dia bermain api di belakangku.

Kurasa saat ini aku harus menelepon Mas Herman, aku harus berbicara sedikit padanya. Sekedar untuk membuat hatiku tenang dan menghilangkan pikiran jelek ini. Tiga kali percobaan panggilanku, baru diterima oleh suamiku itu.

"Assalamualaikum. Kamu sedang berada dimana Mas? Kok sulit banget sih ditelepon," ucapku lembut seperti biasanya ketika memulai perbincangan melalui sambungan telepon ini.

"Lagi ngojek lah, Dek. Mau dimana lagi? Tadi saat kamu telepon aku lagi nganterin orang. Ini sekarang sudah balik ke pangkalan." Seperti biasa Mas Herman juga  selalu berkata lembut padaku.

"Oh begitu ... Gimana Mas, kerjaannya lancar bukan?"

Jujur saat ini aku bingung harus berkata apa pada Mas Herman. Karena ketika mendengar suaranya yang lembut, rasanya tak mungkin dia akan berubah yang macam-macam selama aku bekerja disinj.

"Ya lancar nggak lancar sih, Dek. Namanya juga jadi ojek online, nggak menentu gitu. Tetapi bukankah kata kamu kita harus selalu bersyukur?" 

"Benar sekali itu Mas. Dengan bersyukur pasti Allah akan menambahi rizki kita." Aku pun berkata dengan sopan dan lembut seperti biasanya.

"Amiiin. Oh iya, bagaimana kondisi nenek yang kamu rawat itu? Masih sehat bukan? Sekarang dia ada dimana?" Setiap aku menelepon memang Mas Herman selalu menanyakan hal ini.

"Alhamdulillah sehat, Mas. Saat ini beliau sedang istirahat siang. Makanya aku pun bisa istirahat saat ini. Kamu sudah makan?" 

Ingin rasanya aku saat ini menanyakan tentang Ririn, tetapi tak bisa. Tak mungkin juga bukan tak ada angin tak ada hujan aku menanyakan hal itu? Meski memang dulu ketika kami menikah, aku memperkenalkan dia pada Ririn.

"Sudah dong. Semoga saja nenek itu terus sehat ya, Dek, karena itu adalah pohon yang kamu. Oh iya, Dek. Seminggu lagi kamu kan gajian, jangan lupa kirimkan yang banyak ya. Kalau bisa sih kirimkan saja semuanya. Toh semua keperluan kamu kan sudah dipenuhi oleh majikan kamu bukan? Biar tabungan kita cepat terkumpul banyak gitu." Hal yang sama yang selalu dikatakan oleh Mas Herman ketika aku menelepon.

"Iya Mas. Aku pun ingin cepat memiliki banyak tabungan, sehingga bisa berkumpul dan segera program anak gitu Mas. Temanku saja sudah banyak yang memiliki anak loh. Kamu ingat si Ririn bukan? Yang dulu pernah aku kenalkan itu loh! Dia sudah melahirkan dan anaknya sangat menggemaskan sekali." Aku pun mulai memiliki cara untuk menyinggung masalah Ririn.

"Ririn? Siapa sih, Dek. Aku kok lupa ya? Dengan hal yang tak begitu penting seperti itu aku memang pelupa. Anak itu bisa belakangan, Dek. Yang terpenting itu kita punya segalanya dulu. Nanti jika kita sudah punya mobil dan juga bisa punya rumah sendiri, baru memikirkan soal anak. Karena punya anak itu kan membutuhkan banyak sekali biaya."

Selalu hal ini juga yang dikatakan oleh Mas Herman, setiap kali aku menyinggung soal anak. Meski sebenarnya hal ini sangat tak sesuai dengan hati nuraniku, tetapi nyatanya aku tetap ikut saja. Karena aku memang sangat mencintainya, jadi aku selalu meminimalkan pertengkaran. Apa lagi saat ini kami kan menjalani hubungan jarak jauh.

"Kenapa kamu diam saja Dek? Apa kamu tak setuju dengan apa yang baru saja aku katakan itu? Ah maafkan aku ya, Dek. Karena memang aku ini seorang suami yang tak baik untuk kamu. Kamu tahukan jika ibuku itu tak mau aku bekerja jauh? Jadi aku ya hanya bisa bekerja di sekitar sini saja." 

Mas Herman kembali berucap, dan hal ini juga salah satu senjata pamungkas dia memang, yang selalu saja sukses membuat hatiku luluh. Mertuaku seorang janda, yang sama dengan ibuku yang juga seorang janda. Bedanya aku memiliki dua orang adik, sedangkan Mas Herman adalah anak tunggal.

Suamiku itu sangat dekat pada ibunya, hingga terkesan seperti anak mami. Ibunya memang tak pernah ingin jauh dari Mas Herman. Tetapi itu adalah sebuah resiko bagiku, ketika kita mencintai seseorang, bukankah kita harus bisa mencintai keluarganya dan juga menerima segala kekurangan dia?

"Aku setuju kok, Mas. Tadi hanya berpikir tentang anak saja kok. Aku sebenarnya sangat ingin---"

Perkataanku itu terhenti, ketika terdengar lirih suara wanita yang memanggil dengan manja. Sungguh aku bisa mendegar suara itu meski pelan sekali.

"Yank ... ayo!" Seperti itu lah yang kudengar.

"Suara siapa itu Mas?!" Langsung saja kutanyakan hal ini pada Mas Herman, yang beberapa saat tadi terdiam.

"Su-suara? Suara apa sih Dek?" Jika tak ada yang tak benar, kenapa Mas Herman terdengar gugup seperti ini?

"Suara wanita yang memanggil kamu dengan sebutan Yank, itu!" ucapku dengan cepat, menghalau pikiran yang langsung saja buruk ini.

"O ... Oh itu tadi suara teman sesama ojek online. Biasalah mereka kan senang sekali bercanda dan mengganggu. Mereka kan tahu jika saat ini kita sedang LDR, jadi mereka suka usil saja gitu. Hehehe."

Beberapa saat aku terdiam, memikirkan apa yang baru saja diucapkan oleh Mas Herman itu. Memang kadang hal itu benar juga, mungkin aku memang yang terlalu berpikiran buruk.

"Tolong jangan berpikiran buruk pada aku ya, Dek. Aku ini selalu menjaga janji suci kita kok. Kamu disana kerja yang tenang ya , jangan berpikir yang aneh-aneh. Kita sama-sama kerja agar segera menjadi kaya.  Bukankah itu adalah tujuan kita berdua? Kamu percaya kan sama aku?" Seakan bisa mengerti apa yang saat ini aku rasakan, Mas Herman pun berkata seperti ini.

"Maaf ya Mas, jika tadi aku memang sempat berpikir yang buruk pada kamu. Hehehe. Namanya juga sebuah hubungan jarak jauh, kadang sedikit saja hal bisa memantik masalah. Aku percaya kok jika kamu tak mungkin menghianati janji suci kita." Saat ini tak ada salahnya kurasa kembali berpikir positif.

Oek Oek Oek

Keinginanku untuk berpikiran positif seketika berubah, ketika mendengar suara tangisan bayi itu. Apa lagi kini Mas Herman malah langsung mengakhiri panggilan ini tanpa salam.

Bab terkait

  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Oh Ibu Mertua

    Part 4Oh Ibu MertuaOek Oek OekKeinginanku untuk berpikiran positif seketika berubah, ketika mendengar suara tangisan bayi itu. Apa lagi kini Mas Herman malah langsung mengakhiri panggilan ini tanpa salam.Suara mesra dari seorang wanita tadi dan sekarang ditambah dengan suara tangisan bayi itu, rasanya sudah sangat cukup untuk membuat hati bimbang seorang istri yang sedang bekerja di luar kota seperti aku ini."Astaghfirullah aladzim. Apa yang sebenarnya terjadi di desa ya Allah?" Hanya pada Allah saja aku bisa menanyakan hal ini.Kucoba kembali menghubungi Mas Herman, namun nyatanya kini ponsel suamiku itu tak lagi aktif. Akhirnya ku kirimkan saja sebuah pesan panjang, berharap nanti dia akan membalas ketika tengah kembali aktif.[Suara bayi siapa tadi itu Mas? Jangan bilang jika itu adalah suara bayi pelanggan atau bayi teman kamu. Aku merasa ada yang ganjil. Kenapa juga kamu tiba-tiba mengakhiri panggilan itu. Dan, nomer kamu sekarang malah tidak lagi aktif. Tolong segera bala

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Partner

    Part 5Partner"Aku sering melihat Mas Herman ke desa sebelah Mbak. Beberapa kali aku melihat tetapi memang aku tak pernah bilang sama kamu Mbak. Takut kamu mikir nanti. Tetapi hari ini aku melihat dia berboncengan mesra dengan teman kamu itu loh. Kalau nggak salah namanya Mbak Ririn."Perkataan dari Dita ini sungguh membuat aku senang, bak mendapatkan angin segar. Setelah tadi dibuat penasaran oleh Ririn dan juga hanya dibuat kesal oleh ibu mertuaku. Suatu kenyataan yang menyakitkan, tetapi aku sungguh merasa lega. Berarti memang dugaaanku tadi benar adanya."Apa kamu nggak salah lihat, Dit?" tanyaku memastikan."Ya ampun, Mbak. Masak iya sih aku ini sampai nggak kenal dengan Mas Herman? Tetapi kurasa dia tak tahu kalau aku melihatnya. Apa lagi kan aku melihatnya tak hanya satu kali. Beberapa kali loh." Dita menjelaskan dengan khas seperti bocah ABG."Kamu tahu rumahnya Mbak Ririn?" "Tahu, Mbak. Ada teman sekolahku yang kebetulan sekali berdekatan dengan rumah Mbak Ririn. Ini ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Kenyataan Lagi?

    Part 6Kenyataan Lagi?"Ira ... "Terdengar suara lirih dari Ama yangbgerag memanggil. Berarti wanita tua yang aku rawat itu sudah bangun. Segera aku menghapuskan air mata dan melangkah menuju ke kamar."Sudah dulu ya, Dit. Aku harus kembali bekerja. Jangan lupa infonya. Assalamualaikum.""Siap, Mbak. Kamu jangan terlalu banyak mikir ya. Waalaikumsalam."Apa pun yang saat ini sedang terjadi padaku, aku tetap harus profesional. Ama membutuhkan aku, jadi aku pun saat ini harus fokus pada beliau."Sudah bangun Ama," ucapku sembari memberikan sebuah senyum manis."Air putih----"Aku pun segera memberikan air putih yang sudah kusediakan sebelumnya di nakas. Sudah menjadi kebiasaan memang, setiap tidur Ama akan selalu terbangun sementara dan minta minum air putih."Silahkan Ama. Hati-hati ya minumnya."Dengan sebuah sedotan, aku memberikan dengan hati-hati air itu. Ama memang masih sangat suka minum banyak air putih, karena memang itu bagus juga untuk kesehatan beliau."Mau bangun atau tidu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Sebuah Kenyataan

    Part 7Sebuah Kenyataan"Maafkan aku ya, Ra. Aku serba salah, karena Bulek juga selalu mengancam aku dan ibu untuk tak mengatakan apa pun kepada kamu. Kamu tahu sendirikan bagaiman sifat mertua kamu itu? Sebenarnya Herman itu sudah sejak beberapa bulan setelah menikah dengan kamu, dia sudah bermain api dengan wanita lain---""Astaghfirullah aladzim!" Secara spontan bibirku kembali mengucapkan kata-kata itu, karena sungguh aku tak menyangka jika Mas Herman sudah lama mengurangi aku."Tetapi kali aku akan menceritakan semuanya kepada kamu. Karena jujur selama ini aku terus saja dihantui rasa bersalah sama kamu. Sebagai sesama wanita, aku takut jika hal seperti ini akan terjadi padaku juga, aku pun tak tega melihat kamu terus-terusan dibohongi oleh Bulek dan juga Herman. Rasanya tak pantas jika aku terus saja menyembunyikan sebuah kebohongan kepada istri yang jujur dan baik seperti kamu," lanjut Mbak Nita."Terima kasih banyak Mbak Nita, aku akan sangat berterima kasih karena hal in

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Menantu Baru

    Part 8Menantu Baru "Ra, coba ganti panggilan suara ini menjadi panggilan video. Ada suatu hal yang pasti membuat kamu senang---""Ada apa sih memangnya Mbak!?!"Karena saking penasaran dengan apa yang dikatakan oleh Mbak Nita itu, aku pun langsung merubah menjadi panggilan video."Lihatlah itu siapa yang datang dengan motor di depan rumah Bulek?" Mbak Nita kini mengarahkan ponselnya menuju ke samping, tepat di depan rumah Mas Herman. Tanpa banyak kata aku pun memperhatikan dengan seksama hal itu."Astaghfirullah aladzim. Itu adalah Ririn dan Mas Herman bukan sih Mbak?" tanyaku dengan cepat saat itu."Ya wanita itulah yang tadi kuceritakan kepada kamu. Eh tapi sepertinya dia kini sudah tak hamil lagi, kemungkinan besar memang di sudah melahirkan. Apa itu benar teman lama kamu itu?" tanya Mbak Nita balik."Benar sekali Mbak."Mas Herman saat ini sedang menggandeng mesra tangan Ririn dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Sungguh mereka tak tahu malu, padahal keduanya sudah saling

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Bayinya Mirip Suamiku

    Part 1Bayinya Mirip Dengan Suamiku'Selamat Datang Ke Dunia Sayang, sehat selalu ya, Elvano Prasetya, Kesayangan Mama Papa.'Sebuah status yang sangat membanggakan dari salah satu teman masa sekolah dasarku dulu, Ririn. Status itu diunggah dengan sebuah foto seorang bayi lelaki yang sangat tampan dan menggemaskan. Antara senang dan sedih juga sih sebenarnya aku membaca status dari Ririn ini. Senang karena temanku telah bisa mendapatkan momongan, sedangkan aku yang dua tahun menikah belum juga bisa hamil. Kehadiran seorang anak memang kadang menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagi pasangan yang sudah menikah."Astaghfirullah aladzim!" Sontak aku pun beristighfar sambil menutup mulut ini.Karena ketika terus kuperhatikan, bayi laki-laki yang diberi nama Elvano ini ternyata sangat mirip dengan Mas Herman, suamiku. "Nggak mungkin deh kayaknya!" ucapku menghibur diri sendiri.Aku pun kembali memperhatikan foto bayi itu, ada dua buah foto yang diunggah oleh Ririn. Kenapa semakin

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Tanda Itu

    Part 2Tanda Itu"Ya Allah---"Kembali aku sangat terkejut kali ini, karena kaos polo berwarna silver dengan logo huruf P yang dikenakan lelaki itu, sama persis dengan hadiah yang kuberikan pada Mas Herman enam bulan Yang lalu saat aku terakhir pulang kampung.[Gimana Ra, udah bisa menebak belum siapa suami aku ini?] Saat aku masih bingung Ririn kembali mengirimkan sebuah pesan lagi. Entah mengapa aku merasa jika saat ini teman lamaku ini sedang menggoda aku.[Sungguh aku tak bisa menebaknya, Rin. Kamu ini senang sekali sih membuat aku penasaran?] Balsaku sedikit bingung.[Ya ampun, Ra. Padahal seingatku dulu ketika kita masih sekolah di sekolah dasar, kamu itu paling pintar loh di kelas! Masak sih sekarang kamu jadi agak lemot gini sih? Coba kamu pikirkan lagi, siapa kira-kira lelaki sekitar desa kita yang wajahnya mirip sekali dengan bayiku tadi. Ayo coba ingat!] Balas Ririn.Membaca balasan dari Ririn itu ada rasa sedikit tak enak. Sepertinya dia tak suka sekali padaku. Tetapi me

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Menantu Baru

    Part 8Menantu Baru "Ra, coba ganti panggilan suara ini menjadi panggilan video. Ada suatu hal yang pasti membuat kamu senang---""Ada apa sih memangnya Mbak!?!"Karena saking penasaran dengan apa yang dikatakan oleh Mbak Nita itu, aku pun langsung merubah menjadi panggilan video."Lihatlah itu siapa yang datang dengan motor di depan rumah Bulek?" Mbak Nita kini mengarahkan ponselnya menuju ke samping, tepat di depan rumah Mas Herman. Tanpa banyak kata aku pun memperhatikan dengan seksama hal itu."Astaghfirullah aladzim. Itu adalah Ririn dan Mas Herman bukan sih Mbak?" tanyaku dengan cepat saat itu."Ya wanita itulah yang tadi kuceritakan kepada kamu. Eh tapi sepertinya dia kini sudah tak hamil lagi, kemungkinan besar memang di sudah melahirkan. Apa itu benar teman lama kamu itu?" tanya Mbak Nita balik."Benar sekali Mbak."Mas Herman saat ini sedang menggandeng mesra tangan Ririn dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Sungguh mereka tak tahu malu, padahal keduanya sudah saling

  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Sebuah Kenyataan

    Part 7Sebuah Kenyataan"Maafkan aku ya, Ra. Aku serba salah, karena Bulek juga selalu mengancam aku dan ibu untuk tak mengatakan apa pun kepada kamu. Kamu tahu sendirikan bagaiman sifat mertua kamu itu? Sebenarnya Herman itu sudah sejak beberapa bulan setelah menikah dengan kamu, dia sudah bermain api dengan wanita lain---""Astaghfirullah aladzim!" Secara spontan bibirku kembali mengucapkan kata-kata itu, karena sungguh aku tak menyangka jika Mas Herman sudah lama mengurangi aku."Tetapi kali aku akan menceritakan semuanya kepada kamu. Karena jujur selama ini aku terus saja dihantui rasa bersalah sama kamu. Sebagai sesama wanita, aku takut jika hal seperti ini akan terjadi padaku juga, aku pun tak tega melihat kamu terus-terusan dibohongi oleh Bulek dan juga Herman. Rasanya tak pantas jika aku terus saja menyembunyikan sebuah kebohongan kepada istri yang jujur dan baik seperti kamu," lanjut Mbak Nita."Terima kasih banyak Mbak Nita, aku akan sangat berterima kasih karena hal in

  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Kenyataan Lagi?

    Part 6Kenyataan Lagi?"Ira ... "Terdengar suara lirih dari Ama yangbgerag memanggil. Berarti wanita tua yang aku rawat itu sudah bangun. Segera aku menghapuskan air mata dan melangkah menuju ke kamar."Sudah dulu ya, Dit. Aku harus kembali bekerja. Jangan lupa infonya. Assalamualaikum.""Siap, Mbak. Kamu jangan terlalu banyak mikir ya. Waalaikumsalam."Apa pun yang saat ini sedang terjadi padaku, aku tetap harus profesional. Ama membutuhkan aku, jadi aku pun saat ini harus fokus pada beliau."Sudah bangun Ama," ucapku sembari memberikan sebuah senyum manis."Air putih----"Aku pun segera memberikan air putih yang sudah kusediakan sebelumnya di nakas. Sudah menjadi kebiasaan memang, setiap tidur Ama akan selalu terbangun sementara dan minta minum air putih."Silahkan Ama. Hati-hati ya minumnya."Dengan sebuah sedotan, aku memberikan dengan hati-hati air itu. Ama memang masih sangat suka minum banyak air putih, karena memang itu bagus juga untuk kesehatan beliau."Mau bangun atau tidu

  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Partner

    Part 5Partner"Aku sering melihat Mas Herman ke desa sebelah Mbak. Beberapa kali aku melihat tetapi memang aku tak pernah bilang sama kamu Mbak. Takut kamu mikir nanti. Tetapi hari ini aku melihat dia berboncengan mesra dengan teman kamu itu loh. Kalau nggak salah namanya Mbak Ririn."Perkataan dari Dita ini sungguh membuat aku senang, bak mendapatkan angin segar. Setelah tadi dibuat penasaran oleh Ririn dan juga hanya dibuat kesal oleh ibu mertuaku. Suatu kenyataan yang menyakitkan, tetapi aku sungguh merasa lega. Berarti memang dugaaanku tadi benar adanya."Apa kamu nggak salah lihat, Dit?" tanyaku memastikan."Ya ampun, Mbak. Masak iya sih aku ini sampai nggak kenal dengan Mas Herman? Tetapi kurasa dia tak tahu kalau aku melihatnya. Apa lagi kan aku melihatnya tak hanya satu kali. Beberapa kali loh." Dita menjelaskan dengan khas seperti bocah ABG."Kamu tahu rumahnya Mbak Ririn?" "Tahu, Mbak. Ada teman sekolahku yang kebetulan sekali berdekatan dengan rumah Mbak Ririn. Ini ak

  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Oh Ibu Mertua

    Part 4Oh Ibu MertuaOek Oek OekKeinginanku untuk berpikiran positif seketika berubah, ketika mendengar suara tangisan bayi itu. Apa lagi kini Mas Herman malah langsung mengakhiri panggilan ini tanpa salam.Suara mesra dari seorang wanita tadi dan sekarang ditambah dengan suara tangisan bayi itu, rasanya sudah sangat cukup untuk membuat hati bimbang seorang istri yang sedang bekerja di luar kota seperti aku ini."Astaghfirullah aladzim. Apa yang sebenarnya terjadi di desa ya Allah?" Hanya pada Allah saja aku bisa menanyakan hal ini.Kucoba kembali menghubungi Mas Herman, namun nyatanya kini ponsel suamiku itu tak lagi aktif. Akhirnya ku kirimkan saja sebuah pesan panjang, berharap nanti dia akan membalas ketika tengah kembali aktif.[Suara bayi siapa tadi itu Mas? Jangan bilang jika itu adalah suara bayi pelanggan atau bayi teman kamu. Aku merasa ada yang ganjil. Kenapa juga kamu tiba-tiba mengakhiri panggilan itu. Dan, nomer kamu sekarang malah tidak lagi aktif. Tolong segera bala

  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Semakin Ganjil

    Part 3Semakin GanjilSaat ini aku tak sedikit pun ingin membalas pesan dari Ririn itu. Pikiranku justru langsung melayang pada Mas Herman. Apa iya suamiku itu menghianati janji suci pernikahan kami? Tetapi rasanya hal itu tak mungkin sekali, aku selalu menuruti semua yang dia mau. Jadi, rasanya tak ada alasan untuk dia bermain api di belakangku.Kurasa saat ini aku harus menelepon Mas Herman, aku harus berbicara sedikit padanya. Sekedar untuk membuat hatiku tenang dan menghilangkan pikiran jelek ini. Tiga kali percobaan panggilanku, baru diterima oleh suamiku itu."Assalamualaikum. Kamu sedang berada dimana Mas? Kok sulit banget sih ditelepon," ucapku lembut seperti biasanya ketika memulai perbincangan melalui sambungan telepon ini."Lagi ngojek lah, Dek. Mau dimana lagi? Tadi saat kamu telepon aku lagi nganterin orang. Ini sekarang sudah balik ke pangkalan." Seperti biasa Mas Herman juga selalu berkata lembut padaku."Oh begitu ... Gimana Mas, kerjaannya lancar bukan?"Jujur saat

  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Tanda Itu

    Part 2Tanda Itu"Ya Allah---"Kembali aku sangat terkejut kali ini, karena kaos polo berwarna silver dengan logo huruf P yang dikenakan lelaki itu, sama persis dengan hadiah yang kuberikan pada Mas Herman enam bulan Yang lalu saat aku terakhir pulang kampung.[Gimana Ra, udah bisa menebak belum siapa suami aku ini?] Saat aku masih bingung Ririn kembali mengirimkan sebuah pesan lagi. Entah mengapa aku merasa jika saat ini teman lamaku ini sedang menggoda aku.[Sungguh aku tak bisa menebaknya, Rin. Kamu ini senang sekali sih membuat aku penasaran?] Balsaku sedikit bingung.[Ya ampun, Ra. Padahal seingatku dulu ketika kita masih sekolah di sekolah dasar, kamu itu paling pintar loh di kelas! Masak sih sekarang kamu jadi agak lemot gini sih? Coba kamu pikirkan lagi, siapa kira-kira lelaki sekitar desa kita yang wajahnya mirip sekali dengan bayiku tadi. Ayo coba ingat!] Balas Ririn.Membaca balasan dari Ririn itu ada rasa sedikit tak enak. Sepertinya dia tak suka sekali padaku. Tetapi me

  • Pelajaran Untuk Suami dan Teman Lamaku    Bayinya Mirip Suamiku

    Part 1Bayinya Mirip Dengan Suamiku'Selamat Datang Ke Dunia Sayang, sehat selalu ya, Elvano Prasetya, Kesayangan Mama Papa.'Sebuah status yang sangat membanggakan dari salah satu teman masa sekolah dasarku dulu, Ririn. Status itu diunggah dengan sebuah foto seorang bayi lelaki yang sangat tampan dan menggemaskan. Antara senang dan sedih juga sih sebenarnya aku membaca status dari Ririn ini. Senang karena temanku telah bisa mendapatkan momongan, sedangkan aku yang dua tahun menikah belum juga bisa hamil. Kehadiran seorang anak memang kadang menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagi pasangan yang sudah menikah."Astaghfirullah aladzim!" Sontak aku pun beristighfar sambil menutup mulut ini.Karena ketika terus kuperhatikan, bayi laki-laki yang diberi nama Elvano ini ternyata sangat mirip dengan Mas Herman, suamiku. "Nggak mungkin deh kayaknya!" ucapku menghibur diri sendiri.Aku pun kembali memperhatikan foto bayi itu, ada dua buah foto yang diunggah oleh Ririn. Kenapa semakin

DMCA.com Protection Status