Manhattan Square, USA. | 13.11 PM.Pusat belanja kota Manhattan begitu banyak akan pengungjungnya. Musik berkelas mengalun menemani pendatang, terasa begitu menenangkan. Di sebelah kanan ada sebuah lift yang akan membawa siapa pun ke lantai atas. Ada juga sebuah eskalator, atau bisa disebut dengan tangga bisa membawa naik atau pun turun.Sedangkan tangga darurat, posisinya berada di pojok ruangan. Di sebelah barat ada sebuah jalan berputar mengelilingi gedung menuju parkiran yang berada di lantai atas. Jika ke sebuah pusat belanja besar seperti Manhattan Square, dengan membawa sebuah kendaraan roda empat maka parkirannya akan berada di atas. Hari ini Kate tidak mengabari kepada Liam mengenai rutinitasnya. Lagi pula Liam pasti sibuk di kantor jadi tidak ada waktu untuk meladeni obrolan tidak bermutunya. Perkara kejadia kemarin saja jejaknya masih terekam jelas oleh ingatannya, Kate tidak mudah lupa begitu saja.Apalagi baru dua hari berada di Manhattan, Kate harus terlibat dengan oran
Manhattan Square, USA. | 13.31 PM.Bertemu dengan klien di Manhattan Square adalah opsi yang menarik sekali bagi Liam. Selain berbicang mengenai bisnis dia juga membicarakan kepentingan lainnya, seperti kesenangan yang lainnya misalnya. Kate tidak harus tahu apa saja aktifitasnya selain berkutat dengan berkas dan laptop.Liam tersenyum sambil memerhatikan perempuan yang sedang menyantap makanan yang sudah Liam pesankan. Meski dia tidak secantik kekasihnya, tapi dia juga cukup membuat Liam senang. Apakah Liam mencintainya? Oh tentu saja bisa jadi seperti itu prosesnya. Secara hubungan gelap mereka sudah terjalin selama dua tahun lamanya. “Bertemu denganmu di sebuah tempat makan akan selalu berakhir seperti ini, lebih baik kita bertemu di pantehousemu saja, Li. Kau bisa merusak bentuk tubuhku jika seperti ini ceritanya.” Perempuan cantik itu mendumel setelah menyelesaikan makannya.Liam tertawa kecil. “Apa salahnya memanjakan perut ratamu itu? Lagi pula kau perlu makan,” cibir Liam. La
William’s Group, Manhattan, USA. | 10.46 AM.Setelah selesai dengan rapatnya, laki-laki bertubuh atletis itu kembali ke ruangannya. Di jalan sempat berbincang singkat mengenai masalah proyek baru yang akan digarapnya. Proyek itu terletak di Amerika Serikat, akan ditinjau langsung oleh Luke setiap dua minggu sekali. Mungkin Sean akan sesekali ke sana jika tidak sibuk. Karena sejak dulu Sean bukanlah laki-laki yang santai, dia selalu memilih sibuk bekerja dan bekerja meski belum memiliki istri yang harus diberi nafkah. Dia juga memikirkan keluarganya, terutama adik perempuannya yang masih berkuliah di London.Di waktu senggang ini tidak Sean gunakan untuk bersantai, dia kembali menyalakan komputernya dan mulai meninjau beberapa soft copy berkas-berkas yang sudah dikirimkan oleh sekretarisnya, Mia.Sampai saat ini dia tidak bisa melupakan hal yang terjadi saat di Manhattan Square. Katherine Margaretha, perempuan itu sukses mengalihkan semua pemikirannya tentang pekerjaan menjadi memikir
Manhattan, USA. | 08.02 AM. Lamborghini Veneno Roadster hitam metalik melaju di jalanan kota Manhattan yang ramai dengan kecepatan pelan, dan berhenti total saat lampu merah. Orang-orang hilir mudik melakukan perjalanan mereka sehingga di jam segini kota metropolitan ini begitu macet yang bisa dibilang cukup berkepanjangan. Kerumunan orang-orang pejalan kaki yang menyebrangi zebra cross ketika lampu merah menyala. Polisi yang patroli di jalanan memantau penyebrang dari jarak 2 meter. Mobil mulai melaju dengan begitu perlahan bersamaan dengan suara klakson yang begitu begitu nyaring. Kate lagi-lagi membunyikan klaksonnya saat mobil di hadapannya tak kunjung melaju. Ini salah satu hal yang membuat Kate begitu malas karena kemacetan kota ini lebih parah daripada di Madrid. “Oh Tuhan, mau sampai kapan aku terjebak kemacetan seperti ini.” Perempuan itu menghela napas setelah melihat jam. Lantas dengan cepat menginjak pedal gasnya ketika lampu sudah berubah hijau. Salah satu keburukan
Mansion William’s, Manhattan, USA. | 19.23 PM.Malam menuju wekend ini digunakan oleh Sean untuk menemui Angeline Alfonso, sang ibu. Untuk membahas tentang Zara Mellano dan kesepakatan yang akan mereka lakukan. Sean tentu saja meminta imbalan untuk apa yang dia lakukan meski itu menyangkut keinginan sang Ibu. Sean meminta kalau ini adalah permintaan terakhir mengenai Zara. “Ini yang terakhir kalinya, ya Mom.” Sean berujar dengan sedikit tegas. Sean tidak mau membuat seorang Zara Mellano besar kepala karena hal ini, dia tidak mau membuat Zara memiliki peluang untuk kembali menjeratnya. Dia sudah muak dengan sosok Zara, sudah tidak ingin campur tangan dengan segala hal yang berhubungan dengan Zara.“Baiklah ... lagi pula Zara itu cantik, Sean. Kau terlihat seperti alergi saja dengan Zara,” dengus Angeline. Menatap Sean begitu malas. “Jika dia tidak cantik, dia tidak akan lulus tes modeling, Mom. Aku begitu muak dengan dia,” balas Sean pendek.Mark ikut menyahut, “Hanya karena d
William’s Group, Manhattan, USA. | 08.07 AM.Pukul delapan pagi Sean baru tiba di kantor karena terjebak macet saat di perjalanan menuju ke mari. Jalanan Manhattan yang ramai, untung saja macetnya tidak berkepanjangan. Di depan lobi kantor, Luke sudah menyambut kedatangannya seperti biasa. Ini adalah salah satu kebiasaan yang sudah terjadi sejak Sean pertama kali menjadi pengendali William Group setelah Mark memilih untuk berhenti. Tidak sepenuhnya berhenti total, hanya jika ada kepentingan yang begitu mendesak baru Mark akan hadir mendampingi Sean.“Selamat pagi, Pak.”“Ya, pagi, Luke.”“Biodata seseorang yang anda minta tadi malam sudah saya letakan di ruangan, Pak. Anda dapat memeriksa kelengkapannya setelah tiba di sana,” ujar Luke yang sudah berdiri menyambut Sean di depan lobi kantor. “Kerja bagus.” Sean membalas sembari tersenyum tipis. Sebentar lagi dia akan menghubungi Kate. Laki-laki bersetelan jas hitam itu melangkahkan tubuh tegapnya masuk ke dalam gedung William Group.
St. Louister’s Cathedral, Manhattan, USA. | 09.16 AM.Suara pintu mobil yang ditutup dari luar terdengar begitu nyaring di parkiran yang letaknya berada di sebelah kiri Gereja. Barisan mobil mewah yang terparkir di sana membuat siapa pun bisa memastikan kalau pemiliknya bukanlah orang sembarangan. Apalagi mayoritas orang sini itu lebih dominan mengenakan mobil berbau sport untuk kegiatan sehari-hari mereka.Liam merangkul Kate untuk memasuki pintu utama menuju ke ruangan. Mereka mengambil tempat duduk di barisan ke sembilan dari depan. Pengunjung sudah begitu ramai. Baik Kate maupun Liam mereka tidak banyak mengobrol sampai ibadah mereka selesai. Satu jam setelahnya ketika pemimpin Gereja sudah mengintrupsi bisa bubar, orang-orang mulai meninggalkan tempat duduk mereka sekaligus meninggalkan Gereja.“Setelah ini kau akan ke mana, honey?” tanya Liam. Laki-laki itu duduk setelah membalikan kursinya agar bisa menatap Kate. Kate menyahut, “Aku akan ke tempat Paman Rodrigo, kau mau ikut
Amoda Park, Manhattan, USA. | 10.26 AM.Suasana Amoda Park tidak begitu ramai akan pengunjung ketika menuju siang. Taman kota ini akan ramai jika sore menjelang malam, akan banyak acara di sini, semacam orkestra, permainan biola.Menyebrangi jalan kecil yang berada di pinggir taman adalah hal yang sedang Sean lakukan bersama Kate. Pemberhentiannya adalah di sebuah taman Amoda yang sering Sean datangi jika bersama Shanice. Matahari sudah mulai meninggi, siang ini dia mengajak Kate yang mukanya terlihat begitu masam namun tetap terlihat cantik di mata Sean. Langkahnya begitu ogah-ogahan saat mengikutinya. Dia mengajak Kate agar mengikutinya menuju kursi taman yang berada di ujung timur. Kursi itu teduh karena terhalang oleh pohon pinus yang begitu besar.“Duduklah Kate,” kata Sean setelahnya dia duduk bersampingan dengan Kate.“Apa maksudnya ini, Sean?” tanya Kate. Dia bingung dengan sikap Sean saat ini, mengajaknya ke taman yang baru dia kunjungi.Label dengan tanda Amoda Park terpampa