Manhattan, USA. | 08.02 AM. Lamborghini Veneno Roadster hitam metalik melaju di jalanan kota Manhattan yang ramai dengan kecepatan pelan, dan berhenti total saat lampu merah. Orang-orang hilir mudik melakukan perjalanan mereka sehingga di jam segini kota metropolitan ini begitu macet yang bisa dibilang cukup berkepanjangan. Kerumunan orang-orang pejalan kaki yang menyebrangi zebra cross ketika lampu merah menyala. Polisi yang patroli di jalanan memantau penyebrang dari jarak 2 meter. Mobil mulai melaju dengan begitu perlahan bersamaan dengan suara klakson yang begitu begitu nyaring. Kate lagi-lagi membunyikan klaksonnya saat mobil di hadapannya tak kunjung melaju. Ini salah satu hal yang membuat Kate begitu malas karena kemacetan kota ini lebih parah daripada di Madrid. “Oh Tuhan, mau sampai kapan aku terjebak kemacetan seperti ini.” Perempuan itu menghela napas setelah melihat jam. Lantas dengan cepat menginjak pedal gasnya ketika lampu sudah berubah hijau. Salah satu keburukan
Mansion William’s, Manhattan, USA. | 19.23 PM.Malam menuju wekend ini digunakan oleh Sean untuk menemui Angeline Alfonso, sang ibu. Untuk membahas tentang Zara Mellano dan kesepakatan yang akan mereka lakukan. Sean tentu saja meminta imbalan untuk apa yang dia lakukan meski itu menyangkut keinginan sang Ibu. Sean meminta kalau ini adalah permintaan terakhir mengenai Zara. “Ini yang terakhir kalinya, ya Mom.” Sean berujar dengan sedikit tegas. Sean tidak mau membuat seorang Zara Mellano besar kepala karena hal ini, dia tidak mau membuat Zara memiliki peluang untuk kembali menjeratnya. Dia sudah muak dengan sosok Zara, sudah tidak ingin campur tangan dengan segala hal yang berhubungan dengan Zara.“Baiklah ... lagi pula Zara itu cantik, Sean. Kau terlihat seperti alergi saja dengan Zara,” dengus Angeline. Menatap Sean begitu malas. “Jika dia tidak cantik, dia tidak akan lulus tes modeling, Mom. Aku begitu muak dengan dia,” balas Sean pendek.Mark ikut menyahut, “Hanya karena d
William’s Group, Manhattan, USA. | 08.07 AM.Pukul delapan pagi Sean baru tiba di kantor karena terjebak macet saat di perjalanan menuju ke mari. Jalanan Manhattan yang ramai, untung saja macetnya tidak berkepanjangan. Di depan lobi kantor, Luke sudah menyambut kedatangannya seperti biasa. Ini adalah salah satu kebiasaan yang sudah terjadi sejak Sean pertama kali menjadi pengendali William Group setelah Mark memilih untuk berhenti. Tidak sepenuhnya berhenti total, hanya jika ada kepentingan yang begitu mendesak baru Mark akan hadir mendampingi Sean.“Selamat pagi, Pak.”“Ya, pagi, Luke.”“Biodata seseorang yang anda minta tadi malam sudah saya letakan di ruangan, Pak. Anda dapat memeriksa kelengkapannya setelah tiba di sana,” ujar Luke yang sudah berdiri menyambut Sean di depan lobi kantor. “Kerja bagus.” Sean membalas sembari tersenyum tipis. Sebentar lagi dia akan menghubungi Kate. Laki-laki bersetelan jas hitam itu melangkahkan tubuh tegapnya masuk ke dalam gedung William Group.
St. Louister’s Cathedral, Manhattan, USA. | 09.16 AM.Suara pintu mobil yang ditutup dari luar terdengar begitu nyaring di parkiran yang letaknya berada di sebelah kiri Gereja. Barisan mobil mewah yang terparkir di sana membuat siapa pun bisa memastikan kalau pemiliknya bukanlah orang sembarangan. Apalagi mayoritas orang sini itu lebih dominan mengenakan mobil berbau sport untuk kegiatan sehari-hari mereka.Liam merangkul Kate untuk memasuki pintu utama menuju ke ruangan. Mereka mengambil tempat duduk di barisan ke sembilan dari depan. Pengunjung sudah begitu ramai. Baik Kate maupun Liam mereka tidak banyak mengobrol sampai ibadah mereka selesai. Satu jam setelahnya ketika pemimpin Gereja sudah mengintrupsi bisa bubar, orang-orang mulai meninggalkan tempat duduk mereka sekaligus meninggalkan Gereja.“Setelah ini kau akan ke mana, honey?” tanya Liam. Laki-laki itu duduk setelah membalikan kursinya agar bisa menatap Kate. Kate menyahut, “Aku akan ke tempat Paman Rodrigo, kau mau ikut
Amoda Park, Manhattan, USA. | 10.26 AM.Suasana Amoda Park tidak begitu ramai akan pengunjung ketika menuju siang. Taman kota ini akan ramai jika sore menjelang malam, akan banyak acara di sini, semacam orkestra, permainan biola.Menyebrangi jalan kecil yang berada di pinggir taman adalah hal yang sedang Sean lakukan bersama Kate. Pemberhentiannya adalah di sebuah taman Amoda yang sering Sean datangi jika bersama Shanice. Matahari sudah mulai meninggi, siang ini dia mengajak Kate yang mukanya terlihat begitu masam namun tetap terlihat cantik di mata Sean. Langkahnya begitu ogah-ogahan saat mengikutinya. Dia mengajak Kate agar mengikutinya menuju kursi taman yang berada di ujung timur. Kursi itu teduh karena terhalang oleh pohon pinus yang begitu besar.“Duduklah Kate,” kata Sean setelahnya dia duduk bersampingan dengan Kate.“Apa maksudnya ini, Sean?” tanya Kate. Dia bingung dengan sikap Sean saat ini, mengajaknya ke taman yang baru dia kunjungi.Label dengan tanda Amoda Park terpampa
Airport Internasional, Manhattan, USA. | 18.17 PM.Penerbangan yang dilakukan oleh Sean dan Ken menuju Los Angeles menggunakan pesawat komersial, mereka sengaja tidak mengenakan jet pribadi karena ingin ikut mengantri bersama yang lain. Jika bukan Ken yang memaksa dia tidak akan mau harus mengantri panjang seperti ini.Orang-orang hilir mudik menyeret barang bawaan mereka. Banyak perempuan yang ingin menghampirinya untuk sekedar berfoto atau pun mengajak bersalaman. Para pengawal yang ikut bersamanya mencegat perempuan-perempuan itu yang berbondong-bondong ingin menghampiri Sean. Bayangkan saja, di penjuru New York siapa yang tidak mengetahui sepak terjang Sean Axel William dalam dunia bisnis. Bahkan ketika ada acara perusahaan yang akan mengundangnya, Sean tidak mengambil pasangan dari luar untuk mendampinginya. Melainkan mengajak Shanice atau memboyong Angeline yang sudah paruh baya pun tetap terlihat menawan. Katanya, keluarga perempuannya tidak kalah cantik. Jadi tidak perlu repo
Colage Art, Manhattan, USA. | 19.26 AM.Suasana pameran galeri seni cukup ramai, pemandangan orang-orang yang berlalu lalang membuat mata tidak berhenti untuk memandangi. Alunan musik klasik yang terdengar di penjuru ruangan membuat nyaman pengunjung. Kali ini Kate tidak memamerkan karyanya, dia sudah berdiskusi dengan Paman Rodrigo karena pameran lukisannya akan dia gelar bulan depan. Lukisan yang Kate buat dengan rasa yang begitu percaya diri, sebuah lukisan yang semata-mata dia buat menggambarkan perasaannya yang paling dalam kepada Liam.Namun jika mengingat sosok Liam, dia jadi teringat pembicaraannya dengan James dua hari yang lalu. 2 hari yang lalu.“Dua hari yang lalu aku melihat Liam keluar dari hotel bersama seorang perempuan. Aku tidak mau berburuk sangka, tapi apa Liam sempat bercerita perihal ini?” Wajah Kate berubah datar, tidak ada ekspresi terkejut yang terlintas di wajahnya selain datar dan tatapannya yang begitu dingin. Apalagi ini?“Tidak sama sekali James,” bala
Los Angeles, USA. | 18.24 PM.Sean melepaskan tangan yang merangkulnya begitu mesra. Menatap tajam perempuan yang justru tersenyum begitu genit seolah tidak merasa terintimidasi oleh tatapan yang diberikan oleh Sean.Zara tertawa begitu anggun, mengabaikan bagaimana dinginnya raut wajah Sean saat ini. “Kita memang berjodoh ya, Sean. Bisa berada di sebuah tempat yang sama.”Dia mengetahui Sean berada di Los Angeles karena bertanya langsung kepada Ken. Setelah pulang dari California dia langsung ke sini, demi menemui Sean. Pujaan hatinya.Laki-laki itu berjalan meninggalkan Zara. Namun dia tidak pantang menyerah tetap mengikuti ke mana langkah Sean akan membawanya. Kemudian Sean berdecih, menatap Zara dari samping. “Dalam mimpimu, Zara.”“Meskipun hanya ada dalam mimpiku, seperti katamu. Tetapi entah mengapa aku begitu senang, Sean,” ucap Zara sembari terkikik, merasa lucu dengan perkataanya sendiri.Langkah Sean kembali berhenti di dekat anak-anak yang berusia lima tahunan. Anak-anak it