William’s Group, Manhattan, USA. | 22.43 PM.Sepulangnya dari Los Angeles sore tadi, Sean tidak pulang ke panthousenya dia langsung ke kantor ditemani oleh Luke. Memeriksa beberapa berkas yang sudah menumpuk di ruangannya karena selama lima hari dia tinggalkan. Selain memikirkan pekerjaan, Sean juga memikirkan Kate yang sedari tadi dia hubungi lewat pesan namum tidak kunjung membalas. Dia sudah mengirimi banyak pesan, nihil tidak ada balasan satu pun.Maka seperti inilah dampaknya, sebuah pekerjaan yang tertunda akan dia selesaikan malam ini juga. Bukan Sean namanya jika tidak berlarut-larut dalam pekerjaan. Jika ingin membuat Sean lupa terhadap suatu hal, maka dengan begini dia akan mudah lupa. Seakan-akan perkerjaan dapat menelan setengah pemikiran yang bersifat pribadi, anggap saja dengan cobaan hati. “Pak, ini sudah malam. Anda tidak ingin pulang?” tanya Luke yang sedari tadi menemani Sean. Laki-laki itu duduk di sofa berhadapan dengan sebuah laptop yang menyala.“Tidak Luke, ji
Mansion William's, Manhattan, USA. | 07.23 AM.Pagi yang cerah ini Sean, Ken, beserta Julian sengaja berkumpul di rumah kedua orang tua Sean. Membahas untuk proyek yang akan mereka garap bersama-sama. Rumah megah ini kosong, Ayah dan Ibunya berangkat kemarin sore ke London untuk menjenguk Shanice yang katanya sedang sakit.Sean awalnya akan ikut bersama, tetapi Mark melarang dan menyuruh Sean untuk menjaga rumah. Awalnya Sean sempat mengomel karena disamakan dengan seorang penjaga rumah.“Aku merekomendasikan untuk kita pergi ke pantai di hari libur ini.” Julian tersenyum sembari memeluk sebuah toples kaca yang berisi camilan.Ken mendelik, melempari Julian dengan snack. “Lebih tepatnya memaksa untuk libur, Jul. Kau yang merencanakan ini semua,” cibir Ken.Sejak menginjakkan kaki di rumah ini Ken sudah curiga dari awal ketika melihat Julian berpenampilan seperti orang yang mau ke pantai.“Lagi pula kita kan bosnya, tidak ada salahnya seorang bos mengambil cuti selama sehari. Anggap sa
Manhattan, USA. | 08.47 AM.Setelah pintu panthouse itu dibuka, Kate menatap laki-laki yang terlihat begitu kesal karena lama dibukakan pintu. Rupanya Sean Axel benar-benar nekat mendatangi tempat tinggalnya. Kate melambaikan sebelah tangannya, tanda menyapa laki-laki itu disertai dengan senyum masamnya. “Oh … hi, Sean. Kau datang?” “Kau membuatku kesal Kate, begitu sulit dihubungi.” Sean menatap Kate dengan datar, tangannya dia lipat di depan dada. Menatap penampilan Kate yang terlihat berantakan. Ada noda warna yang menempel di bajunya.Perempuan itu balas menatap Sean dengan garang sambil berkacak pinggang. “Lagi pula kau mau apa? Harusnya seorang bos sepertimu masuk kerja, bukan keluyuran seperti ini.” Sean mengidikan kedua bahunya dengan begitu acuh. “Aku bosnya, jadi tidak masalah seorang bos mengambil cuti.”Kate menghela napasnya dengan malas, meraup wajahnya dengan gaya frustasi. “Lalu sekarang ada apa gerangan kau datang ke tempatku?” tanyanya.Dia berjalan dua langkah se
Santa Beach, Manhattan, USA. | 13.06 PM.Selama di atas kapal pesiar, meski sambil memancing obrolan ketiganya mengenai bisnis yang akan mereka jalankan dalam waktu dekat ini tetap berlanjut. Ini adalah bisnis keluarga pertama yang akan mereka garap setelah William Group meningkat pesat.Dan Sean juga tidak pernah menyangka kalau Kate akan begitu mudah bergaul dan mudah kenal dengan orang baru di sekitarnya. Terlihat sedang mengobrol dengan riang dengan Alicia bahkan Sean sesekali menyimak pembicaraan mereka. “Aku tidak menjamin ini akan berhasil, Jul,” kata Ken, tangannya kembali melempar kail pancing itu. Dia sudah jenuh karena tidak kunjung mendapat hasil.“Hei ... aku mengajakmu memancing bukan untuk mendapatkan ikan, supaya kau tidak bosan. Jika ingin ikan, kau tidak perlu susah payah memancing selagi masih bisa membelinya.” Julian menatap Ken disertai dengan tawanya.“Aku memancing untuk mendapatkan ikan, Jul. Bukan untuk menghilangkan rasa bosan. Lagi pula bagaimana caranya me
Manhattan, USA. | 20.21 PM.Pukul setengah sembilan malam Kate sudah merasa damai karena hendak tidur. Dia menikmati kegiatannya seharian ini begitu menyenangkan. Selama mengenal Sean, Kate tidak mengambil sikap dari sisi lainnya. Tidak terlalu menganggap perasaan Sean padanya, karena dia hanya ingin berteman.Seharian ini juga dia terbebas dengan benda yang bernama ponsel, lagi pula Liam jarang menghubunginya. Jadi Kate merasa tidak ada hal yang perlu di khawatirkan dari Liam selama ini. Tangannya sibuk menggeser gambar yang masih berada di dalam kamera analognya. Berdiri mengambil sebuah laptop yang disimpan di dalam laci meja di kamarnya. Kate membuka kamera analog itu untuk mengambil memori cardnya karena hendak memindahkan gambarnya pada laptop. Suara bel panthousenya kembali berbunyi, Kate melirik jam dalam hati bertanya-tanya. Siapa yang datang malam-malam begini, lagi pula Kate tidak sedang memesan makanan atau sejenisnya. Jadi mau tidak mau dia harus memeriksa tamunya.Kate
William Group, Manhattan, USA. | 09.21 AM.Ruang rapat senyap setelah salah satu divisi melakukan presentasi. Pena di atas meja itu diketuk beberapa kali setelah mendengarkan penjelasan pegawainya. Perwakilan dari bagian desain yang ikut menghadiri rapat. Layar besar yang menggunakan infokus itu dipandang oleh semua orang yang menghadiri rapat. Setelah persentasi itu selesai, mereka berunding untuk membahas kembali tentang apa yang sudah dipaparkan. Tiga puluh menit kemudian rapat ditutup oleh Sean. “Baik, rapat kali ini saya tutup sampai di sini. Jika merasa ada yang kurang dipahami, nanti resumenya akan di kirimkan oleh Mia.” Sean bangkit dari duduknya, melepas kancing jasnya karena merasa gerah.Sebelum keluar ruangan, Sean menatap laki-laki paruh baya yang bertugas di bagian pemasaran. “Untuk file-filenya sebelum diberikan kepada Luke, suruh Mia untuk mengecek ulang. Karena saya tidak menerima kesalahan sekecil pun,” kata Sean dengan tegas. Metanya menatap Mia, memberi kode pada
William Group, Manhattan, USA. | 12.21 AM.Sean berkata seletelah melihat beberapa persiapan yang memang di ambil alih oleh Ken. “Butuh sekitar dua bulan lagi untuk menyelesaikan bangunannya. Minggu depan jika kalian ingin melihatnya langsung, kita bisa pergi ke sana.” Ken menyandarkan tubuhnya sambil melihat grafik pembangungan kantor mereka. Gedung itu sudah seperti gedung pencakar langit, jika dilihat dari dekat. “Orang-orangmu memang tidak pernah gagal, Sean,” ujar Julian kagum, memang selama ini para pekerja di bawah kepemimpinan Sean jarang gagal. Bisa mengatur pembangunan rumah produksi mereka padahal Sean sendiri sedang sibuk-sibuknya mengatur pembangunan hotel di Los Angeles yang sedikit banyaknya dibantu prosesnya oleh Ken. Hotel yang nantinya dipersembahkan oleh Mark kepada Angeline.“Aku sudah tidak sabar untuk melihat tempatnya,” balas Ken. Dia juga sama tidak sabarnya karena sudah sekian lamanya menanti. Perjuangan mereka bertiga selama satu tahun penuh ini pastinya a
Manhattan, USA. | 08.21 AM.Hari ini adalah weekday, namun dikarenakan tanggal merah serentak mendadak weekend. Para pekerja diliburkan untuk menghabiskan waktu liburnya dengan keluarga atau pun orang tersayang. Dan hari ini pula Sean sudah memiliki janji dengan Kate untuk pergi ke sebuah perkebunan anggur milik keluarganya Julian.Berada di ruang tamu tempat tinggal Kate itu membuat Sean nyaman. Jika dia orang yang memiliki tingkat keingintahuan yang maksimal maka sebuah benda yang terlihat seperti lukisan yang ditutup menggunakan menggunakan kain putih itu sudah Sean buka dan lihat wujudnya. Tetapi dia menghargai privasi Kate, maka dan memandang ingin tahu dari jarak jauh sepertinya cukup menyenangkan.Rasanya Sean tidak pernah bosan untuk ke tempat ini. Tempat di mana keberadaan pujaan hatinya, lagi pula urusan pekerjaan bersama kedua saudaranya sudah dia tuntaskan. Ke lokasi pembangunan pun sudah dilakukan minggu kemarin. Jadi biarlah untuk hari ini dia bersenang-senang sebentar.“