“Halo Sayang. Akhirnya kita ketemu lagi. Maafkan aku ya.”Vinsensia langsung melepaskan rangkulan dari tangan Dewa. Gadis itu menghampiri Arimbi dan berjongkok di depannya. Bahkan Vinsensia meraih kedua tangan mungil nan hangat. “Sebenarnya aku sudah maafkan Tante. Malahan mau bilang terima kasih. Tapi maafnya engga jadi.” Bibir Arimbi begitu lancar mengucapkan kata-kata menyebalkan bagi Vinsensia.Seketika ekspresi Vinsensia berubah garang. Gadis itu hendak mencengkeram Pundak ringkih Arimbi.Tiba-tiba saja satu tangan mungil menepis dengan kuat. Vinsensia mendelik tajam ke arah anak laki-laki yang berdiri tepat di belakang Arimbi.“Jangan sentuh adikku! Kamu perempuan jahat!” tegas Brahma.Meskipun semalam kesal pada adiknya, tetapi hari ini ia menjadi kakak yang baik. Brahma langsung memeriksa kondisi Arimbi dan memeluknya dengan erat. “Ada aku. Kamu jangan takut lagi ya,” ucap Brahma lembut sambil melirik tajam Vinsensia.“Ka-kamu ….” Vinsensia tergagap, bahkan kembali menelan
“Jangan salah paham lagi,” tegur Dewa. Pria itu dirundung kegusaran, pasalnya setelah percakapan mereka di restoran membuat Rosalyn terdiam. Bahkan wanita cantik bersurai hitam enggan menatap ke arah Dewa. Sekarang mereka tiba di kediaman Arnold. “Rosalyn, aku minta maaf,” sambung Dewa dengan lirih. Sedangkan Rosalyn bersama anak kembarnya keluar dari mobil. Ia tak mengindahkan bujuk rayu sang suami. Lagi pula untuk apa memedulikan tindakan Dewa terhadap Vinsensia?Setelah Rosalyn masuk ke dalam mansion, Dewa tidak melajukan mobil. Tatapan pria itu masih tertuju pada pintu, ia berharap Rosalyn menolehkan kepala dan mengatakan sesuatu padanya—bukan diam seperti ini.**Malam harinya Dewa tidak datang ke Mansion Arnold. Pria itu sempat mengirimkan pesan jika saat ini sedang mengunjungi Kota Jenewa untuk menyelesaikan masalah perusahaan cabang. Informasi itu disampaikan melalui Fabian.Rosalyn hanya mengangguk saja tanpa berniat menanggapi. Kemudian, ia memberitahukan kepada anak-ana
“Kenapa Pandu juga menghilang?” desah Rosalyn. Setelah panggilan masuk dari Dewa terputus, Rosalyn langsung meminta pertolongan Fabian untuk menghubungi Pandu. Kini ia dan teman kecilnya berdiri bersisian. Kedua orang itu dilanda kebingungan. “Jangan panik, Rosalyn. Aku akan mencari tahu.” Fabian mengelus bahu Rosalyn. Beberapa saat kemudian tubuh Rosalyn menegang, kala Fabian menyampaikan kendaraan milik Dewa mengalami kecelakaan. Seketika ia menjadi panik, dan sibuk memesan tiket pesawat menuju Kota Jenewa. “Aku ikut!” seru Fabian melihat kegusaran wanita itu. Rosalyn mengangguk pelan. ** Setelah menempuh perjalanan udara yang tidak sebentar, Rosalyn dan Fabian tiba di Kota Jenewa. Mereka langsung mengunjungi rumah sakit terdekat dari R&B Hotel. Sayangnya di sana tidak terdaftar pasien atas nama Antakadewa Caldwell. Rosalyn termangu merasa peristiwa ini terjadi sangat cepat dan janggal. Lubuk hatinya tidak memercayai jika Dewa seceroboh itu mengemudikan mobil hingga menyeba
“Apa makanan di sini tidak enak?” tanya Dewa sambil menyodorkan botol minum pada Rosalyn.Sedari tadi Rosalyn hanya mengaduk-aduk makanan tanpa berniat menyantap. Bahkan ia sedanng terkurung bersama kata-kata dalam benaknya.“Apa yang kamu pikirkan?” sambung Dewa. Ia meraih sendok dari tangan Rosalyn sehingga wanita itu mengangkat pandangan.Dalam keadaan bibir tertutup rapat, Rosalyn memandangi paras rupawan sang suami. Bukan terpesona melainkan teringat percakapan antara Dewa dan Pandu.Hati wanita itu berkata, ‘Aku ingin tahu tindakanmu.’Di saat bersamaan telepon genggam Dewa bergetar. Sigap pria itu memeriksa lalu melayangkan senyum hangat kepada Rosalyn.“Aku harus pergi. Habiskan makanan ya,” kata pria itu. Sebelum melangkahkan kaki, Dewa membelai lembut puncak rambut Rosalyn. Bahkan ia berani melabuhkan kecupan ringan.Rosalyn tertegun … ini pertama kalinya sikap Dewa teramat lembut serta penuh kasih sayang. Ia tidak mengerti mengapa suaminya bertingkah seperti ini. Padahal ia
“Tidak.” Satu kata tegas itu keluar dari bibir Dewa.Garis tegas ketampanannya menunjukkan bahwa keputusannya tidak bisa diganggu gugat. Dewa menatap dingin pada Vinsensia tetapi ia enggan mengusir gadis itu dari ruangannya.“Kenapa tidak? Dewa, aku membutuhkanmu!” protes gadis itu diiringi tangisan.“Kamu harus mandiri, Vin. Jangan ketergantungan lagi padaku. Percayalah, kamu pasti bisa.” Dewa hendak melangkah keluar ruangan, tetapi Vinsensia langsung menjatuhkan tubuhnya di atas lantai berlapis permadani.“Aku mencintaimu Dewa. Lebih dari sepuluh tahun kebersamaan kita, sekarang kamu mencampakkan aku begitu saja. Aku tidak mau!” Vinsensia bersungut-sungut sambil meremas dada.Dewa menolehkan kepala dan menatap mantan kekasihnya. Ia mengulurkan satu tangan tetapi gadis itu urung menerima seakan-akan menantikan hal lebih.Helaan napas panjang keluar dari sela bibir Dewa. Sejujurnya ia merasa bersalah pada Vinsensia karena mengingat betapa menderitanya gadis itu di masa lalu.“Aku pria
“Bisa!” Dewa menyahut dengan suara lantang.Rosalyn menundukkan pandangan lalu mengamati cincin yang melingkar elok di jari manisnya. Ia menjadi teringat kala itu tanpa sengaja membaca pesan singkat di ponsel sang suami. Pria di hadapannya ini seakan-akan selalu meluluhkan wanita menggunakan benda berkilau, Rosalyn yakin itu.Alih-alih meminta bukti, justru Rosalyn mlontarkan pertanyaan, “Apa kamu selalu membujuk wanita dengan cara ini?”Seketika Dewa terbelalak lalu menggeleng kepala. Bahkan ia sempat menautkan alisnya dan memutar bola mata. Setelah berhasil mengingat sesuatu, Dewa manggut-manggut.“Kamu masih ingat cincin Vinsensia?” Pertanyaan Dewa mengoyak luka masa lalu.Senyum kecut terukir pada bibir tipis berwarna merah, Rosalyn mengangguk pelan.“Sebenarnya … itu bukan cincin dariku. Tapi dia pesan sendiri dari toko perhiasan, dan aku hanya membantu mengambilnya saja. Aku tidak bohong,” tutur Dewa panjang lebar.Rosalyn menganga sebab suaminya jarang sekali memberi penjelasan
“Ada apa?” Dewa merangkul tubuh Rosalyn dan membawanya duduk di sofa.Diam-diam pria itu melirik ponsel di atas lantai. Pikiran Dewa menjadi gelisah sebab mengetahui Feli menghubungi Rosalyn. Sudah pasti hal itu berhubungan dengan putrinya.“Arimbi pingsan. Tolong temui Bibi Feli dan Arimbi … badanku lemas,” tutur Rosalyn.Dewa mengangguk tanpa mendebat. Ia memberi saran, “Kalau begitu kamu istirahat saja di kamar rawat. Mau?”Rosalyn melemah dan mengiakan permintaan sang suami. Ia memerlukan waktu sendirian untuk menenangkan diri. Rasanya tidak sanggup menemui Arimbi dalam kondisi seperti ini.Gegas Dewa memesan kamar rawat, lalu memastikan Rosalyn beristirahat dengan nyaman. Kemudian ia menuju bangsal gawat darurat, menanti Arimbi dan Feli. Tidak lama kemudian ambulan tiba, iris abu-abu Dewa menangkap tubuh lemas putrinya dalam gendongan petugas medis.Dewa menemani Feli instalasi gawat darurat. Di sana, Arimbi diberikan pertolongan pertama. Setelahnya dokter memutuskan gadis kecil
“Kurang ajar!” bentak Kevin. Meskipun berada di ambang kesadaran Kevin tidak tinggal diam. Pria itu mengulurkan tangan ke leher Vinsensia dan mencengkeram dengan erat. Seketika wajah gadis itu menjadi pucat dan sedikit membiru. Tidak lama kemudian Kevin tergeletak di samping tubuh Vinsensia. Akibat ketakutan gadis itu langsung melarikan diri dan meninggalkan Kevin dalam keadaan terluka. ** Satu hari setelahnya, di tempat berbeda Dewa dan Rosalyn tampak tersenyum bahagia melihat keceriaan Arimbi. Gadis kecil itu bernyanyi dan tertawa riang. Bahkan Arimbi makan dengan lahap, padahal kemarin tubuhnya sangat lemas. “Lihatkan dia bahagia karena kita bersatu,” bisik Dewa. Ia juga mengambil kesempatan, mengecup pipi kenyal Rosalyn. Seketika Rosalyn memelotot dan menoleh. Tentu saja Dewa telah bersiap, pria itu mendekatkan kepala sehingga bibir kedunya menempel. Buru-buru Rosalyn menjauh kemudian berpindah posisi duduk di sofa. Ia merasa kesal lantaran sang suami berlagak seolah-olah mer