Sementara itu Mansion Arnold, dua orang anak kecil duduk di atas sofa besar. “Jadi beneran kita saudara kembar?” Sejak kemarin Arimbi tak henti menatap paras tampan Brahma. Bahkan setiap kerlingan bocah itu mengingatkan Arimbi pada ayahnya. “Huh. Kamu sudah lima puluh kali bertanya hal sama. Memang engga ada yang lain?” Suara Brahma sengaja dibuat galak. Alih-alih merasa takut, justru Arimbi tergelak mendengar ucapan kakaknya. Anak itu menutup mulut menggunakan satu tangannya. “Kamu mirip Papa,” celoteh Arimbi membuat Brahma melotot. “Aku mirip Mama! Papa jahat, aku engga mau mirip dengannya!” tegas anak laki-laki itu lalu memalingkan muka. Seketika mata jernih Arimbi berkaca-kaca. Bulir kristal bening mulai membasahi pipi, Arimbi juga berteriak kencang hingga suaranya menggema di ruang keluarga. “Papa engga jahat!” sanggah Arimbi. Meskipun Dewa selalu sibuk bekerja, pria itu tidak pernah lupa mencurahkan kasih sayangnya. Feli, Tuan Jack dan beberapa pelayan menghampiri. Mereka
Setengah jam sebelumnya. [Saya sudah di Mauer Corp. Pak Dewa, tolong lihat video ini sebentar saja. Ini bukan anak haram Tuan Arnold, karena wajahnya mirip Anda.] Saat ini Dewa sedang duduk di kursi kerjanya. Ia menatap datar pesan singkat dari Pandu. Hingga beberapa detik berlalu, ia menerima rekaman video yang menunjukkan wajah tampan seorang anak kecil. Seketika Dewa menegakkan punggung dan perasaannya menghangat. Bahkan netra abu-abunya menjadi buram digenangi cairan bening. Untuk sesaat, ia berpikir bahwa anak kecil itu yang dilihatnya di bandar udara. Tidak lupa Dewa mengetik pesan balasan untuk Pandu. “Awasi anak itu! Aku segera ke sana.” Gegas Dewa meninggalkan gedung Cwell Grup. Dalam perjalanan ia mendapat pesan berisi lokasi terbaru keberadaan anak kecil nan menggemaskan. Tempat itu tidak jauh dari posisinya sekarang. Detik ini juga Dewa melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Tiba di taman kota yang bersisian dengan danau, ia langsung memarkirkan sembarang mob
“Aku ‘kan sudah bilang Kakak Brahma mirip Papa. Tapi marah, huh dasar aneh,” gerutu bibir mungil berwarna merah. Sedangkan Dewa begitu canggung meminta Brahma agar datang ke pelukan. Pria itu tidak tahu bagaimana cara berbicara dengan anaknya. Paska mengetahui Dewa adalah ayahnya, Brahma selalu menatap tajam dan enggan didekati. Di saat ayah dan anak beradu pandang, tiba-tiba Brahma bersuara nyaring. “Mama?” panggil anak itu. Sontak Dewa dan Arimbi menoleh pada Rosalyn yang berdiri di ambang pintu ruang tamu. Wanita berparas ayu bergeming melihat suaminya berada di tengah-tengah mereka. Rosalyn ingin marah dan mengusir Dewa, tetapi ia tidak mau menjadi monster di hadapan putra putrinya. Terlebih saat ini Arimbi dalam gendongan Dewa. Putri kecilnya itu kelihatan sangat menyayangi sang ayah. Perlahan Dewa menurunkan Arimbi lalu berkata lemah lembut, “Arimbi main dulu. Papa dan Mama mau bicara penting, oke?” Arimbi menyahut dengan riang, “Siap Papa.” Semua orang meninggal
“Boleh ‘kan Ma?” desak Arimbi. Anak itu mengedip-ngedipkan kelopak mata, dan iris abu-abunya berubah berkaca-kaca.Rosalyn menatap Feli—memohon bantuan. Ia juga tidak bisa memutuskan sebab mansion ini milik keluarga Arnold. Akhirnya, Rosalyn terdiam dan menurunkan pandangannya.Tiba-tiba suara lantang menyahut di tengah kecanggungan orang dewasa.“Engga boleh!”“Kak Brahma, ini Papa kita loh.” Arimbi menekuk bibirnya dan bergelayut manja di lengan Dewa.Sekarang semua pasang mata menatap Brahma. Tangan kecil itu gemetaran memegang bola basket. Brahma juga enggan memandang ke arah Dewa.Sebagai pemilik mansion yang baik, Feli menengahi konflik antara ayah dan anak. “Masih ada kamar kosong, silakan Tuan Caldwell bermalam di sini,” ujar Feli dengan canggung.“Asyik, terima kasih Oma.” Arimbi melompat riang. “Tapi Papa jangan tidur di kamar lain. Arimbi mau tidur sama Papa dan Mama,” ucap anak itu dengan polosnya.Seketika Rosalyn membeliak dan menggeleng kecil. Mana mungkin ia bersedia be
“Tapi apa?!” tanya Rosalyn tidak sabaran. Mengingat betapa liciknya Dewa, menjadikan ia khawatir suaminya memanfaatkan situasi.Seketika Dewa mengulum senyum dan mengkerling sebelah matanya pada Rosalyn. Walaupun canggung, pria itu menyukai suasana seperti ini. “Lihat, Mama tidak sabar mau tidur,” seloroh Dewa mencairkan atmosfer tegang di atas tempat tidur.Brahma dan Arimbi kompak mengiakan, kini keduanya bersiap berbaring di posisi masing-masing. Tiba-tiba Dewa menggenggam tangan mungil putranya. “Brahma tidur sama Papa. Biarkan Arimbi dan Mama berdua di sini,” kata Dewa membuat bibir Arimbi menekuk dan mata jernihnya merambang. “Baiklah begini saja, Brahma di tengah, jadi … dekat Papa dan Mama, Arimbi setuju?” Arimbi mengangguk lalu memeluk Rosalyn dan berbaring di samping ibunya. Sedangkan Brahma tercengang sebab berada di tengah-tengah orang tuanya. Anak itu langsung memunggungi Dewa dan melingkarkan tangan di atas perut Rosalyn.Meskipun menolak, faktanya Brahma terlelap den
“Halo Sayang. Akhirnya kita ketemu lagi. Maafkan aku ya.”Vinsensia langsung melepaskan rangkulan dari tangan Dewa. Gadis itu menghampiri Arimbi dan berjongkok di depannya. Bahkan Vinsensia meraih kedua tangan mungil nan hangat. “Sebenarnya aku sudah maafkan Tante. Malahan mau bilang terima kasih. Tapi maafnya engga jadi.” Bibir Arimbi begitu lancar mengucapkan kata-kata menyebalkan bagi Vinsensia.Seketika ekspresi Vinsensia berubah garang. Gadis itu hendak mencengkeram Pundak ringkih Arimbi.Tiba-tiba saja satu tangan mungil menepis dengan kuat. Vinsensia mendelik tajam ke arah anak laki-laki yang berdiri tepat di belakang Arimbi.“Jangan sentuh adikku! Kamu perempuan jahat!” tegas Brahma.Meskipun semalam kesal pada adiknya, tetapi hari ini ia menjadi kakak yang baik. Brahma langsung memeriksa kondisi Arimbi dan memeluknya dengan erat. “Ada aku. Kamu jangan takut lagi ya,” ucap Brahma lembut sambil melirik tajam Vinsensia.“Ka-kamu ….” Vinsensia tergagap, bahkan kembali menelan
“Jangan salah paham lagi,” tegur Dewa. Pria itu dirundung kegusaran, pasalnya setelah percakapan mereka di restoran membuat Rosalyn terdiam. Bahkan wanita cantik bersurai hitam enggan menatap ke arah Dewa. Sekarang mereka tiba di kediaman Arnold. “Rosalyn, aku minta maaf,” sambung Dewa dengan lirih. Sedangkan Rosalyn bersama anak kembarnya keluar dari mobil. Ia tak mengindahkan bujuk rayu sang suami. Lagi pula untuk apa memedulikan tindakan Dewa terhadap Vinsensia?Setelah Rosalyn masuk ke dalam mansion, Dewa tidak melajukan mobil. Tatapan pria itu masih tertuju pada pintu, ia berharap Rosalyn menolehkan kepala dan mengatakan sesuatu padanya—bukan diam seperti ini.**Malam harinya Dewa tidak datang ke Mansion Arnold. Pria itu sempat mengirimkan pesan jika saat ini sedang mengunjungi Kota Jenewa untuk menyelesaikan masalah perusahaan cabang. Informasi itu disampaikan melalui Fabian.Rosalyn hanya mengangguk saja tanpa berniat menanggapi. Kemudian, ia memberitahukan kepada anak-ana
“Kenapa Pandu juga menghilang?” desah Rosalyn. Setelah panggilan masuk dari Dewa terputus, Rosalyn langsung meminta pertolongan Fabian untuk menghubungi Pandu. Kini ia dan teman kecilnya berdiri bersisian. Kedua orang itu dilanda kebingungan. “Jangan panik, Rosalyn. Aku akan mencari tahu.” Fabian mengelus bahu Rosalyn. Beberapa saat kemudian tubuh Rosalyn menegang, kala Fabian menyampaikan kendaraan milik Dewa mengalami kecelakaan. Seketika ia menjadi panik, dan sibuk memesan tiket pesawat menuju Kota Jenewa. “Aku ikut!” seru Fabian melihat kegusaran wanita itu. Rosalyn mengangguk pelan. ** Setelah menempuh perjalanan udara yang tidak sebentar, Rosalyn dan Fabian tiba di Kota Jenewa. Mereka langsung mengunjungi rumah sakit terdekat dari R&B Hotel. Sayangnya di sana tidak terdaftar pasien atas nama Antakadewa Caldwell. Rosalyn termangu merasa peristiwa ini terjadi sangat cepat dan janggal. Lubuk hatinya tidak memercayai jika Dewa seceroboh itu mengemudikan mobil hingga menyeba