Share

Bab 4: Puas Menyiksa Batinku?

Sementara Rosalyn telah menghilang dari pandangannya, Dewa justru kini sedang dirundung perasaan aneh.

Pria itu langsung mengajak sang kekasih meninggalkan kafe tersebut.

"Ayo pulang, Vinsensia. Kamu harus beristirahat."

Vinsensia mengangguk pelan. "Kamu tidak ingin menemui istrimu dulu?" Gadis itu menyeringai tipis, karena upayanya sebentar lagi membuahkan hasil.

Namun, Dewa hanya terdiam, memasang wajah dingin dengan tatapan menghujam ke arah Rosalyn menghilang.

“Biasanya sikap perempuan berubah karena memiliki pria idaman lain.” Wajah Vinsensia tampak seperti berpikir, tetapi kemudian berubah menjadi sedikit berempati. “Aku pikir, Rosalyn bisa menjadi istri yang baik.”

Dewa menggeram sembari mengepalkan tangan. Kalimat yang diutarakan Vinsensia saat ini sungguh cocok dengan perubahan istrinya yang drastis kemarin.

Melihat ekspresi marah Dewa, Vinsensia semakin menjadi-jadi merendahkan Rosalyn. “Seandainya itu benar, citramu bisa rusak andai kata media mengetahuinya. Menurutku, sebaiknya kamu—“

"Apakah keadaanmu sudah membaik?" potong Dewa dengan suara lembut, tetapi penuh penekanan. "Jika iya, aku harus kembali bekerja."

Vinsensia langsung membungkam mulutnya dengan rapat. Kemudian ia kembali menggamit lengan kekar Dewa, dan bersandar dengan manja. 

“Baiklah, tapi ... badanku lemas lagi. Bisakah bantu aku jalan?" rintih Vinsensia seraya menunjukkan ekspresi tidak berdaya. “Setelah operasi besar empat tahun lalu, tubuhku mudah lelah dan hormonku juga tidak stabil.” 

Sambil jalan menuju parkiran, Vinsensia mengeluh. 

"Aku paham." Dewa menepuk-nepuk tangan Vinsensia yang melingkar di lengannya. "Jangan lupa minum obatnya secara teratur," lanjutnya penuh perhatian.

Gadis itu tersenyum tipis. “Beruntungnya, kamu merawatku dengan baik. Terima kasih Dewa.”

Raut wajah Dewa yang semula dingin, kini berangsur hangat. Terlebih, saat Vinsensia kembali mengungkit perubahan dirinya sebelum dan setelah tragedi di masa lalu.

Sebelum menutup pintu mobil Vinsensia, Dewa kembali berujar lembut, "Aku akan menemuimu di hotel. Hati-hati di jalan."

Tepat saat itu, kerumunan orang berlalu lalang. Disusul setelahnya, sebuah ambulance yang menyalakan sirine.

Bisik-bisik kerumunan orang yang mulai bubar itu samar-samar terdengar Dewa.

"Kasihan sekali wanita tadi. Semoga tidak ada hal buruk padanya."

Tubuh Dewa langsung mematung. Pikirannya tiba-tiba tertuju pada sang istri, Rosalyn.

Namun, mengingat sepak terjang sang istri yang tidak pernah mengeluhkan sakit, langkah Dewa kembali terayun.

"Itu pasti bukan Rosalyn. Wanita kekanakan itu pasti akan bilang kalau sedang sakit."

**

“Dokter … bagaimana hasilnya?” 

Rosalyn yang tadi pingsan baru saja siuman. Kini, wanita itu sedang menjalani prosedur pemeriksaan kesehatan. 

Dokter tersenyum sembari memberikan hasil tes laboratorium. 

Tangan Rosalyn gemetaran memegang selembar kertas putih. Ia menelan ludah yang begitu lengket. Manik almond wanita itu berubah berkaca-kaca setelah membaca hasilnya.

“Aku … positif hamil?” ucap Rosalyn, bibirnya bergetar hebat.

Dahulu, ia memang menantikan momen ini. Mengandung buah hatinya bersama sang suami, berharap sang jabang bayi bisa menjadi perekat hubungan mereka. 

Sayang, kabar bahagia itu datang di waktu yang salah. Di saat Rosalyn justru sudah begitu lelah, dan ingin bercerai dari Dewa.

Menurut dokter, janin dan kandungannya sehat. Ia hanya perlu menghabiskan cairan infus sebelum pulang.  

"Apa ada nomor keluarga Anda yang bisa dihubungi?" Dokter yang memeriksa Rosalyn bertanya. "Atau mungkin, suami Anda?"

“Jangan!" Reflek, Rosalyn berteriak. Namun, sebelum menimbulkan kecurigaan, ia buru-buru menambahkan, "Suamiku … sedang banyak pekerjaan. A-aku bisa sendiri.”

Setelah dua jam berlalu, Rosalyn diizinkan pulang. Ia bergegas menyelesaikan administrasi dan membayar tagihan itu secara tunai. 

Dengan sebuah taksi, Rosalyn meninggalkan rumah sakit. Ia memeriksa ponselnya, tapi tidak ada satu pun pesan singkat atau panggilan tak terjawab dari suaminya. 

Bertepatan dengan itu, sebuah telepon dari nomor tak dikenal masuk. Khawatir telepon penting menyangkut sang ayah, ia pun mengangkatnya.

Suara tak asing langsung terdengar setelahnya. "Rosalyn aku ingin bertemu denganmu. Kita bertemu sekarang di hotel! Aku kirim alamatnya."

"Vinsensia?" gumamnya, sebab setelah itu panggilan telah kembali ditutup oleh wanita itu.

Tidak lama, sebuah pesan masuk.

Rosalyn menatap lokasi yang dikirimkan oleh Vinsensia. Ia langsung meminta sopir taksi mengantarnya ke hotel. 

Dan, di sinilah ia ... Duduk berhadapan dengan Vinsensia, kekasih suaminya di dalam kamar hotel.

Sebagai seorang istri, meski sudah tahu suaminya punya wanita lain, tetap saja hatinya merasakan sakit ketika ia akhirnya berhadapan dengan duri pernikahannya itu.

Terlebih, samar-samar Rosalyn dapat mencium aroma parfum milik suaminya di sepenjuru kamar ini.

‘Apa Dewa tidur di sini? Dia tidur bersama Vinsensia?’ batin Rosalyn. 

Namun kemudian, ia buru-buru membuang pikirannya. Terserah saja Dewa mau apa, ia sudah memutuskan untuk tidak peduli lagi pada suaminya.

“Kita sama-sama perempuan.” Setelah terdiam beberapa saat, Vinsensia lebih dulu membuka suara. Ia menuangkan secangkir teh untuk Rosalyn dan berujar, “Kamu masih memiliki masa depan. Sedangkan aku, tidak ada lelaki lain yang mau menerimaku seperti Dewa.”

Rosalyn terkekeh mendengar ucapan Vinsensia. “Kamu mau membuat kesepatakan denganku?”

Vinsensia tersenyum. "Asalkan kamu mau meninggalkan Dewa." Ia kemudian mengulurkan tangannya ke arah Rosalyn. "Kamu lihat cincin ini? Dia memberikannya tepat di hari ulang tahunku. Dewa bilang ingin hidup bersamaku, meskipun … aku tidak bisa memberikannya anak.”

Perasaan Rosalyn sangat nyeri mendengar penuturan itu. Namun, ia berusaha tersenyum dan tidak terpancing emosi. 

“Benarkah? Lalu kenapa bukan kamu saja yang meminta dia meninggalkanku?” jawab Rosalyn dengan tegas, membalik permintaan Vinsensia. “Oh, apa kamu ragu dia bersedia melepaskan ku?”

Vinsensia terbelalak sembari mengepalkan tangan. Wajahnya yang semula masih tenang, kini berubah tegang, “Apa maksudmu?!”

Rosalyn tersenyum manis. Dengan santai, ia berucap sembari menggerakkan kepalanya, “Menurutmu apa artinya pernikahan kami selama empat tahun ini?”

Dalam hati, Rosalyn tersenyum melihat napas wanita di hadapannya memburu. Tatapan Vinsensa padanya pun kini berubah menjadi tatapan kemarahan.

"Kamu terlalu percaya diri!" ungkap Vinsensia, nada bicaranya mulai meninggi. “Aku datang ke kota ini karena Dewa yang meminta! Dia menunggu kesehatan ibunya pulih. Setelah itu dia akan menceraikanmu lalu menikah denganku.”

Rosalyn seketika teringat penolakan Dewa atas permintaan cerainya. 'Jadi, dia menolak menceraikanku karena kesehatan ibunya?' batin Rosalyn, tertawa getir pada kebrengsekan suaminya sendiri.

Tidak tahan lagi berada satu ruangan dengan wanita yang mungkin juga telah berbagi peluh dengan suaminya, Rosalyn bangkit.

“Kalau begitu silakan menunggu.” 

Setelahnya, ia beranjak keluar ditemani teriakan Vinsensia yang masih terdengar olehnya.

 “Aku pastikan kamu ditendang dari samping Dewa! Ingat itu, Rosalyn!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status