Siang GoodReaders Kira-kira Om Dewa bakal jawab apa ya? Boleh minta komentarnya? Makasih ^^
Dewa mengeratkan rahangnya dengan kuat. Bibir pria itu terkunci rapat dan sulit mengatakan sebuah alasan.Meskipun menunggu jawaban, Rosalyn bersikap biasa saja. Bahkan ketenangannya ini membuat wajah cantik wanita itu semakin memancarkan aura luar biasa.“Sudah ya, aku mau istirahat.” Rosalyn hendak melewati Dewa, tetapi pria itu menahan lengannya dengan kuat. “Kamu menyakitiku, Dewa!”“Ini bisnis. Dan kamu harus melakukan tugas dengan baik!” Pada akhirnya Dewa memberi jawaban, “Jangan membawa nama Vinsensia!”Mendengar alasan egois dari bibir sang suami membuat Rosalyn geleng-geleng kepala. Ia melirik lengannya lalu pelan-pelan melepas cengkeraman tangan kekar itu.“Memangnya kamu lupa ya tugasku hanya menjaga kehamilan ini sampai melahirkan, bukan melayani kebutuhanmu,” sahut Rosalyn kemudian melenggang pergi meninggalkan Dewa seorang diri.Rosalyn mengunci pintu dan menyandarkan punggung pada dinding. Ia mengurut dadanya yang masih terasa sesak. Sebenarnya bukan jawaban itu yang
‘Apa pun? Dewa kamu benar-benar romantis,’ tegas Rosalyn dalam hatinya.Tanpa terprovokasi oleh percakapan Dewa dan Vinsensia, ia tetap menghabiskan makanannya dengan tenang. Bahkan terlewat damai hingga tak terdengar denting peralatan makan yang menandakan perubahan suasana hati.Tentunya keanggunan Rosalyn membuat Dewa merasakan dua hal, antara terpesona dan jengkel. Selesai makanan habis, wanita itu masih bisa menyeka lembut mulutnya dengan serbet. Ia sama sekali tidak memedulikan suaminya.“Apa kamu ingin menyampaikan sesuatu?” tanya Dewa tiba-tiba membuat Rosalyn menggeser pandangan padanya.Alis rapi nan tebal wanita itu tertaut rapat. Rosalyn berpikir memangnya sebelum ini ada hal serius apa yang dibahas? Ia menggeleng pelan sebagai jawaban.Dewa mendengus sebal lantaran perubahan sikap Rosalyn belakangan ini sangat keterlaluan.Setelah menaruh serbet di atas meja makan, Rosalyn beranjak menuju kamarnya. Ia ingin melindungi hati dari luka berikutnya yang akan ditorehkan sang s
“Kapan kamu membuat janji, Fabian?!” Dewa bertanya penuh emosi kepada pengganggunya. Setelah melihat siapa tamunya, tadi ia langsung ke depan gerbang. Garis rahang tegas Dewa semakin mengeras kala mendapati bouquet bunga mawar di tangan Fabian.“Tuan Caldwell, kami sudah membuat janji dengan Rosalyn.”“Kami?” Mata Dewa menyipit. Ia hanya melihat Fabian berdiri di depannya tidak ada siapa pun.Fabian menoleh kepala lalu tersenyum hangat. Saat itu juga Dewa tahu, di dalam mobil ada penumpang lain, dan itu … ibunya Fabian.Seketika Dewa tertawa mengejek lalu geleng-geleng kepala. Ia menganggap Fabian benar-benar seekor rubah licik yang tidak tahu malu.“Menggunakan orang tua sebagai jalan alasan,” sindir Dewa.Sebenarnya, Dewa ingin menendang Fabian dari vilanya. Akan tetapi, ia tidak bisa sekasar itu terhadap wanita terutama sudah berusia lanjut. Setidaknya ia mengingat wajah ibunya.Melalui isyarat mata yang begitu menakutkan, Dewa memberi izin Fabian masuk ke dalam vila.Di dalam ruan
“Rosalyn?” Dewa langsung memutar badan dengan senyum tipis tersemat pada bibir, pertanda bahwa usahanya menyulitkan Pandu membuahkan hasil.Sayang … seketika ekspresi wajah tampan yang telah hangat berubah beku seperti gunung es. Tubuh Dewa juga meneganga karena bukan Rosalyn, melainkan kepala keamanan membuka pintu samping. Ia melayangkan tatapan tajam kepada anak buahnya.“Di sini aman!” tegas Dewa. Sebenarnya ia ingin meluapkan kekesalan dalam hati, tetapi harga dirinya mencegah bertindak gegabah.“Baik Pak. Saya lanjut berkeliling.” Kepala keamanan segera menghilang dari tatapan sengit bosnya.Dewa menggerakkan kepala ke samping dan menatap pintu kamar tamu yang masih tertutup rapat. Beberapa detik berlalu, ia benar-benar meninggalkan ruang makan dan duduk di ruang kerja.Malam ini Dewa memutuskan tidur di ruang kerja. Bukan karena lembur memeriksa kontrak kerja sama atau laporan penjualan, tetapi tidak nyaman berada dalam kamar. Pria itu terbayang-bayang sosok cantik yang selama e
Rosalyn menarik tangannya, tetapi membiarkan Dewa menyentuh perutnya.“Vinsensia … sebentar lagi aku ke hotel,” tutur Dewa, seketika Vinsensia terdiam dan tersenyum.Sedangkan Rosalyn mereguk saliva kental yang membakar tenggorokan. Kini, napas wanita itu terasa berat seolah-olah dadanya terhimpit bongkahan batu besar. Meskipun bukan pertama kali ditinggalkan karena Vinsensia, tetapi relung hatinya terasa… nyeri.[Jangan lama-lama ya Dewa. Dan … sampaikan permohonan maafku pada Rosalyn.]“Ya tunggulah.” Dewa tersenyum merekah pada Vinsensia. Kemudian mengakhiri panggilan video.Setelah itu suasana dalam kabin mobil menjadi senyap. Baik Dewa atau Rosalyn tidak ada yang bicara sepatah kata.Menyadari posisinya hanya sebatas pengganti, Rosalyn bergegas turun dari mobil. Namun, Dewa menahan pergelangan tangan wanita itu.Rosalyn menoleh dan memandang datar wajah tampan suaminya. “Ada apa lagi?”“Aku menghubungi sopir. Kamu tunggu saja di pinggir jalan.” Perlahan Dewa melepas cekalan tanga
“Ayah, jangan ketergantungan lagi pada Dewa,” ucap Rosalyn tak bermaksud menyinggung sang ayah.Namun, pria paruh baya itu langsung membelalak karena Rosalyn membantah, lalu mendorong lemah wanita itu.“Susah payah aku menjodohkan kalian. Untuk apa kalau tidak dimanfaatkan? Sekarang pergilah!” Dorian menggeser pandangannya ke pintu.Dari sofa, Mathilda turut menimpali dengan nada sinis, “Berbaktilah Rosalyn! Uang Dewa bisa menyelamatkan kita.”Sebelum keluar ruang rawat inap, Rosalyn menatap sengit kepada Mathilda. “Berbakti tidak harus menjadi mengemis.” Kemudian ia pergi secepat mungkin dari hadapan para orang tua.Mathilda kaget melihat sikap tegas Rosalyn.Di saat bersamaan Rosalyn menerima pesan singkat dari Fabian.[Semua idemu disukai klien. Aku juga sudah transfer uang bonusnya.]Seketika senyum merekah menghiasi wajah cantik. Rosalyn memeriksa mutasi rekening, alangkah terkejutnya ia mendapati tabungannya bertambah berkali lipat.“Uang ini bisa kugunakan untuk membayar hutang
Satu hari sebelumnya.“Aku iri Rosalyn tinggal di vila mewah … sekarang dia mengandung anakmu.” Vinsensia menundukkan kepala sambil melihat kakinya yang melepuh. Gadis itu kembali berkata dengan suara sengau, “Bagaimana kalau pembangunan rumah dipercepat? Aku tidak sabar tinggal satu rumah denganmu.”Seketika Dewa menghentikan percakapanya dengan perawat yang disewa untuk menjaga Vinsensia di hotel. Ia menoleh dan memandangi gadis itu dengan tatapan iba.“Bukankah arsitek andal mereka sedang sakit?” tanya Dewa.“Aku rasa dia sudah sehat. Menurutmu bagaimana?” Vinsensia berusaha berdiri lalu berjalan menggunakan kruk. Gadis itu menghampiri Dewa dan memainkan jemarinya di lengan kekar.Dewa mengangguk kecil. “Lakukan saja.”**Siang ini Rosalyn bersama timnya sedang menunggu kedatangan klien di bangunan tua yang luas. Sejak menginjakkan kaki di sini, ia tak henti memandang kagum karena lokasi ini sangat bagus. Memiliki pemandangan yang menyejukkan dengan beberapa pohon menjulang tinggi
“Fabian, aku serius mau mengambil proyek di Kota Bern. Aku juga ingin melanjutkan Pendidikan.” Sesampainya di perusahaan, Rosalyn bergegas menemui Fabian di ruang presdir.“Sebaiknya kamu menjaga kandungan.” Fabian menatap dalam paras menawan Rosalyn.Kendati tersenyum manis dan berpura-pura tidak terjadi apa pun, kedua mata Roslayn membengkak. Ketara sekali wanita itu telah menumpahkan air mata.“Anak-anakku sehat kok, kamu tenang saja,” sahut Rosalyn. Ia bertekad pergi dari kehidupan Dewa, tidak sudi anak-anaknya dirawat oleh Vinensia.Fabian mengangguk lantas menyerahkan kartu nama pada Rosalyn. “Ini alamat cabang Mauer Corp, kamu bisa bekerja di sana.” Sepasang manik hazel berkaca-kaca, Rosalyn ingin menangis sebab Fabian selalu membantunya. Fabian juga tidak mempertanyakan izin dari Dewa seakan mengerti situasi wanita itu.Rosalyn tersenyum dan bertutur sungkan, “Terima kasih banyak Fabian. Aku … pasti bekerja dengan baik.”Sementara itu di dalam ruang presdir Cwell Grup, Dewa ba