“Kamu bisa sendirian?” Fabian mencemaskan Rosalyn.“Hu’ um. Tenang saja, aku bisa menyajikan materinya dengan baik.” Rosalyn tersenyum riang. Walaupun dadanya berdegup hebat.“Kalau begitu aku pergi dulu. Semoga berhasil, Rosalyn.” Fabian memberi semangat menggunakan kepalan tangan.Hari ini, Rosalyn harus menghadapi klien seorang diri. Sebab Fabian mendadak menerima kabar bahwa ibunya dilarikan ke rumah sakit.Setelah Fabian pergi, suasana hati Rosalyn semakin tak menentu. Denyut nadi dan napas wanita pemilik mata almond itu berubah cepat, mulut dan tenggorokannya terasa kering. Ia memutuskan ke toilet untuk mencuci muka menghilangkan efek demam panggung.Bersamaan dengan Rosalyn memasuki toilet, seseorang menabraknya dari belakang. Bahkan orang itu mengunci pintu dari dalam.“Jadi ini kelakukanmu?! Wanita murahan!” bentak sosok itu sambil melayangkan tatapan bengis.Rosalyn terperanjat melihat sosok yang dikenali. “Apa maksudmu Vinsensia?”Ia tidak mengerti apa yang dikatakan keka
“Apa Rosalyn sudah pulang?” Dewa bertanya kepada pelayan.Setengah jam lalu selepas menenangkan dan mengantar Vinsensia ke dalam kamar hotel, Dewa langsung pulang ke rumah. Pria itu mencari tahu apakah Rosalyn telah kembali atau belum.“Nyonya belum pulang.” Pelayan ketakutan karena ekspresi wajah Dewa sangat menyeramkan.Tidak lama sekretaris menelepon.[Pak Dewa, Nyonya Rosalyn masuk rumah sakit.]Sesaat menerima kabar mencengangkan, Dewa langsung mengemudikan mobilnya ke pusat medis. Pria itu memikirkan nasib calon penerusnya di dalam rahim Rosalyn.**“Anakku?” Suara Rosalyn tercekat di tenggorokan. Ia memejamkan mata yang terasa panas lalu mengeratkan giginya.Batin wanita itu berkata lirih, ‘Ya, dia hanya memedulikan anaknya bukan aku!’Dewa mendekati ranjang pasien, lalu duduk di samping Rosalyn. Pria itu menyibak selimut dan mengulurkan tangan ke perut wanita itu.Kelopak mata Rosalyn terbuka pelan-pelan. Ia bisa merasakan sentuhan lembut suaminya. Meskipun enggan tetapi ini
“Lalu apa artinya dicintai tapi tidak diakui?” balas Rosalyn, “Aku merasa kasihan padamu.” Alih-alih menyangkal, ia membalas ucapan tajam Vinsensia. Lagi pula ucapan Rosalyn sebuah fakta, setidaknya menyadarkan gadis itu bahwa posisi mereka sama saja. Tersulut amarah, Vinsensia berteriak, “Kita berbeda, Rosalyn!” Rosalyn mengangkat bahunya sambil menatap tak acuh kepada gadis itu. Lantas, ia memutar badan dan meninggalkan kamar utama. Dari depan pintu, ia memanggil pelayan untuk naik ke atas. Sebagaia istri sah dan Nyonya rumah, Rosalyn memiliki hak istimewa dibandingkan kekasih suaminya. Makanya ia memerintah pelayan. “Pastikan Nona Vinsensia melakukan tugasnya dengan baik. Kalau sudah selesai, bantu dia bawakan tas keluar vila.” “Dimengerti, Nyonya.” Pelayan mengawasi Vinsensia di dalam kamar. Tentu saja Vinsensia bertolak pinggang sambil menjerit, “Rosalyn, kamu benar-benar kurang ajar!” Rosalyn segera istirahat di dalam kamarnya. Sayup-sayup ia mendengar kegaduhan dari luar
Dewa mengeratkan rahangnya dengan kuat. Bibir pria itu terkunci rapat dan sulit mengatakan sebuah alasan.Meskipun menunggu jawaban, Rosalyn bersikap biasa saja. Bahkan ketenangannya ini membuat wajah cantik wanita itu semakin memancarkan aura luar biasa.“Sudah ya, aku mau istirahat.” Rosalyn hendak melewati Dewa, tetapi pria itu menahan lengannya dengan kuat. “Kamu menyakitiku, Dewa!”“Ini bisnis. Dan kamu harus melakukan tugas dengan baik!” Pada akhirnya Dewa memberi jawaban, “Jangan membawa nama Vinsensia!”Mendengar alasan egois dari bibir sang suami membuat Rosalyn geleng-geleng kepala. Ia melirik lengannya lalu pelan-pelan melepas cengkeraman tangan kekar itu.“Memangnya kamu lupa ya tugasku hanya menjaga kehamilan ini sampai melahirkan, bukan melayani kebutuhanmu,” sahut Rosalyn kemudian melenggang pergi meninggalkan Dewa seorang diri.Rosalyn mengunci pintu dan menyandarkan punggung pada dinding. Ia mengurut dadanya yang masih terasa sesak. Sebenarnya bukan jawaban itu yang
‘Apa pun? Dewa kamu benar-benar romantis,’ tegas Rosalyn dalam hatinya.Tanpa terprovokasi oleh percakapan Dewa dan Vinsensia, ia tetap menghabiskan makanannya dengan tenang. Bahkan terlewat damai hingga tak terdengar denting peralatan makan yang menandakan perubahan suasana hati.Tentunya keanggunan Rosalyn membuat Dewa merasakan dua hal, antara terpesona dan jengkel. Selesai makanan habis, wanita itu masih bisa menyeka lembut mulutnya dengan serbet. Ia sama sekali tidak memedulikan suaminya.“Apa kamu ingin menyampaikan sesuatu?” tanya Dewa tiba-tiba membuat Rosalyn menggeser pandangan padanya.Alis rapi nan tebal wanita itu tertaut rapat. Rosalyn berpikir memangnya sebelum ini ada hal serius apa yang dibahas? Ia menggeleng pelan sebagai jawaban.Dewa mendengus sebal lantaran perubahan sikap Rosalyn belakangan ini sangat keterlaluan.Setelah menaruh serbet di atas meja makan, Rosalyn beranjak menuju kamarnya. Ia ingin melindungi hati dari luka berikutnya yang akan ditorehkan sang s
“Kapan kamu membuat janji, Fabian?!” Dewa bertanya penuh emosi kepada pengganggunya. Setelah melihat siapa tamunya, tadi ia langsung ke depan gerbang. Garis rahang tegas Dewa semakin mengeras kala mendapati bouquet bunga mawar di tangan Fabian.“Tuan Caldwell, kami sudah membuat janji dengan Rosalyn.”“Kami?” Mata Dewa menyipit. Ia hanya melihat Fabian berdiri di depannya tidak ada siapa pun.Fabian menoleh kepala lalu tersenyum hangat. Saat itu juga Dewa tahu, di dalam mobil ada penumpang lain, dan itu … ibunya Fabian.Seketika Dewa tertawa mengejek lalu geleng-geleng kepala. Ia menganggap Fabian benar-benar seekor rubah licik yang tidak tahu malu.“Menggunakan orang tua sebagai jalan alasan,” sindir Dewa.Sebenarnya, Dewa ingin menendang Fabian dari vilanya. Akan tetapi, ia tidak bisa sekasar itu terhadap wanita terutama sudah berusia lanjut. Setidaknya ia mengingat wajah ibunya.Melalui isyarat mata yang begitu menakutkan, Dewa memberi izin Fabian masuk ke dalam vila.Di dalam ruan
“Rosalyn?” Dewa langsung memutar badan dengan senyum tipis tersemat pada bibir, pertanda bahwa usahanya menyulitkan Pandu membuahkan hasil.Sayang … seketika ekspresi wajah tampan yang telah hangat berubah beku seperti gunung es. Tubuh Dewa juga meneganga karena bukan Rosalyn, melainkan kepala keamanan membuka pintu samping. Ia melayangkan tatapan tajam kepada anak buahnya.“Di sini aman!” tegas Dewa. Sebenarnya ia ingin meluapkan kekesalan dalam hati, tetapi harga dirinya mencegah bertindak gegabah.“Baik Pak. Saya lanjut berkeliling.” Kepala keamanan segera menghilang dari tatapan sengit bosnya.Dewa menggerakkan kepala ke samping dan menatap pintu kamar tamu yang masih tertutup rapat. Beberapa detik berlalu, ia benar-benar meninggalkan ruang makan dan duduk di ruang kerja.Malam ini Dewa memutuskan tidur di ruang kerja. Bukan karena lembur memeriksa kontrak kerja sama atau laporan penjualan, tetapi tidak nyaman berada dalam kamar. Pria itu terbayang-bayang sosok cantik yang selama e
Rosalyn menarik tangannya, tetapi membiarkan Dewa menyentuh perutnya.“Vinsensia … sebentar lagi aku ke hotel,” tutur Dewa, seketika Vinsensia terdiam dan tersenyum.Sedangkan Rosalyn mereguk saliva kental yang membakar tenggorokan. Kini, napas wanita itu terasa berat seolah-olah dadanya terhimpit bongkahan batu besar. Meskipun bukan pertama kali ditinggalkan karena Vinsensia, tetapi relung hatinya terasa… nyeri.[Jangan lama-lama ya Dewa. Dan … sampaikan permohonan maafku pada Rosalyn.]“Ya tunggulah.” Dewa tersenyum merekah pada Vinsensia. Kemudian mengakhiri panggilan video.Setelah itu suasana dalam kabin mobil menjadi senyap. Baik Dewa atau Rosalyn tidak ada yang bicara sepatah kata.Menyadari posisinya hanya sebatas pengganti, Rosalyn bergegas turun dari mobil. Namun, Dewa menahan pergelangan tangan wanita itu.Rosalyn menoleh dan memandang datar wajah tampan suaminya. “Ada apa lagi?”“Aku menghubungi sopir. Kamu tunggu saja di pinggir jalan.” Perlahan Dewa melepas cekalan tanga