T_T Dewa ada-ada aja Sebenarnya ke mana dia?
Rosalyn mendengar dari anak buahnya tentang kondisi Vinsensia. Ia juga yakin Dewa sedang menepati janji pada Kevin untuk menjaga anak dalam kandungan perempuan itu.“Dia tidak pernah menemui Vinsensia lagi!” ujar Fabian sangat yakin.Seketika sepasang netra hazel memindai gerak serta ekspresi mencurigakan Fabian. Sehingga pria itu salah tingkah dan menghindar.“Fabian? Apa yang kamu ketahui tapi aku tidak? Kalian membuat kesepakatan apa?”“Tidak ada apa-apa, sudahlah Rosalyn sebaiknya kita kembali ke rumah sakit. Kasihan Arimbi.” Gegas Fabian memutar tubuh dan berjalan menuju mobilnya.Ucapan Fabian dibenarkan oleh Rosalyn. Ia mengekor tepat di belakang teman kecilnya.Beberapa saat kemudian keduanya menginjakkan kaki di pusat medis Kota Zurich. Operasi Arimbi belum selesai dan anggota keluarga masih duduk di ruang tunggu. Saat ini bertambah satu personil; Anna.Namun gadis itu langsung memundurkan badan ke sudut ruangan. Anna juga me
“Kasihan sekali orang itu,” lirih Rosalyn. Saat ini ia menutup mulut menggunakan satu tangan. Paska mendengar penuturan dokter mengenai kondisi ‘pendonor’ perasaan wanita itu menjadi gelisah. Sekarang ia berjalan di tengah koridor—hendak kembali ke kamar Arimbi.Lubuk hati terdalam mengatakan bahwa ia harus menjenguk orang itu. Hanya saja dokter tidak memberitahu di ruangan mana penolongnya itu menginap, bahkan Rosalyn masih belum tahu identitas orang itu.Sebelum masuk ke kamar rawat sang putri, ia menghubungi anak buahnya untuk membantu mencari keberadaan Dewa.Pintu terbuka, tatapan Arimbi langsung tertuju pada Rosalyn.“Di mana Papa, Ma? Kenapa belum datang? Papa ke luar negeri ya?”Setiap celotehan Arimbi tidak dapat dijawab. Rosalyn pun bingung di mana sang suami, bahkan ayah dan ibu mertua saja belum melihat kondisi cucu mereka. Entah ke mana perginya pasangan paruh baya itu.Rosalyn bertanya pada Feli, “Ibu dan ayah belum ke sini?”
Satu hari sebelumnya.“Kenapa belum bangun? Apa kamu bermimpi indah? Heh buka matamu, Dewa!” sentak Fabian dari balik partisi kaca.Selesai proses operasi, Fabian bergegas menghampiri rival sekaligus teman barunya itu di ruang pemulihan khusus. Jauh hari sebelum operasi, Dewa meminta Fabian menghubungi rumah sakit agar memberikan fasilitas ruang tertutup hanya untuknya.Sekarang seharusnya Dewa telah siuman tetapi pria itu masih betah terbuai bersama larutan obat bius.“Dewa … bangun, Nak. Arimbi dan Brahma membutuhkanmu, Rosalyn juga mencarimu,” lirih seorang wanita paruh baya.“Bibi Claudya ….” Fabian mendekat dan berdiri tepat di samping ibu mertua Rosalyn.Sementara Arjuna sedang menemui tim dokter.“Dia ayah yang luar biasa.” Claudya menyeka air mata.“Ya, dia ayah yang bertanggung jawab,” timpal Fabian, lalu dalam hati bicara, ‘Pantas saja Ros
“Kenapa kamu ke sini?”Pertanyaan Rosalyn membuat sosok itu kesulitan bicara, bahkan hendak melangkah keluar sebab tidak ingin dihujani kata-kata amarah. Apalagi air muka Rosalyn sangat buas seperti hewan kelaparan yang tidak makan berminggu-minggu.“Aku salah masuk ruangan.”“Fabian tunggu!” panggil Rosalyn. Ia melangkah lebar menyusul teman kecilnya.Tidak lupa ia menutup pintu ruang rawat agar Dewa dapat istirahat dan tidak terganggu oleh kebisingan dari luar.“Jangan marah,” ucap Fabian membuka percakapan.“Kalian berkomplot! Harusnya kamu memberitahu aku. Bukan seperti ini.”Luapan kekecewaan meluncur cepat dari bibir merah muda. Rosalyn memang merasa kesal pada Fabian sebab belakangan ini pria itu membantu Dewa melakukan banyak hal termasuk menutupi rahasia besar.“Iya mau bagaimana lagi, ini semua demi kebaikanmu dan Arimbi. Seandainya kamu tahu, apa bisa
“Papa sakit apa Ma? Aku mau lihat Papa.” Arimbi terkejut mengetahui Dewa sedang sakit dan berada di gedung yang sama dengannya.Paska mendapat pertanyaan mengenai perasaannya, Rosalyn memilih melarikan diri daripada menjawab. Wanita itu tergesa-gesa ke kamar Arimbi, dan memberitahu putrinya tentang sang ayah.Sekarang ia sedang memeluk putri tersayang sambil mengulum senyum sebab dua orang penting dalam hidup masih bernapas.“Papa pemulihan setelah operasi bersama Arimbi.”“Jadi … Papa yang tolongin aku ya Ma? Aku mau bilang makasih sama Papa.”“Iya. Nanti kita tanyakan pada dokter.”Arimbi mengangguk, dan ekspresi wajah yang semula mendung berubah antusias tidak sabar bertemu dengan sang ayah.Dua hari telah berlalu, atas persetujuan tim medis ruang perawatan Dewa dan Arimbi digabungkan sehingga para keluarga yang membesuk tidak repot berpindah tempat. Ayah dan anak itu selalu berpandangan sambil mengucap syukur dalam hati.Apalagi Arimbi sangat merindukan sang ayah, sampai Dewa dibua
“Apa kalian tidak tahan melakukannya? Ini kamar orang sakit bukan hotel!” seru orang itu.“Makanya cepat menikah supaya kamu tidak iri lagi!” Dewa menyeringai.Sedangkan Rosalyn menahan malu lantaran tertangkap basah melakukan kegiatan intim di kamar rawat. Kini pipinya sudah semerah tomat, ia pun beranjak dari pangkuan Dewa sambil menundukkan wajah.Namun Dewa tidak melepaskan Rosalyn begitu saja. Pria itu menahan pinggul dan meremasnya lalu mencium bibir merah muda yang menggoda naluri sebagai lelaki.Rosalyn tersentak kala bibirnya menempel bahkan dihisap dengan lembut, tetapi ia tidak menikmati lantaran keberadaan orang lain di dalam ruangan ini.Menyadari tubuh sang wanita menegang serta keringat dingin menghiasi kening, Dewa melepas pagutan lantas menatap tajam pada orang di depannya.“Gara-gara kamu istriku jadi gugup begini. Ada perlu apa Fabian?” sentak Dewa dengan suara tertahan sebab khawatir Arimbi bangun.“Aku ke sini atas perintah ibu. Beliau mencemaskan Arimbi. Makanya
“Apa yang salah?” Seorang pria menghampiri perempuan berperut buncit. “Bagaimana keadaan anakku, Vinsensia?”“Ka-kamu kenapa ada di sini? Apa ini perintah adikmu yang mengaku-aku kaya itu? Kevin kamu menjijikkan sekali bergantung hidup pada wanita.”“Aku saja baru tahu kalau selama ini dia memiliki identitas lain sebagai Talicia Schmid.” Pria itu tertawa hambar dan bola matanya terkunci pada perut perempuan itu.Vinsensia geleng-geleng kepala tidak memercayai ucapan Kevin. Saking malasnya berhubungan dengan semua orang yang telah membuat hidupnya hancur, perempuan itu memanggil petugas agar membawanya ke mobil tahanan.“Sejauh apa pun kamu kabur, ingatlah anak dalam perutmu itu milikku! Ada darahku mengalir di tubuhnya!” teriak Kevin.Untunglah ruangan ini cukup sepi sehingga tidak banyak orang akan terganggu. Sedangkan Vinsensia mengepalkan tangan, sebelum masuk dalam mobil kepalanya menoleh dan tersenyum kecut.“Dia memang anakmu tapi lebih baik kujual saja daripada hidup bersama ay
“Bagaimana bisa seperti ini Fabian?” Pertanyaan Rosalyn terlontar pada Fabian sembari menatap punggung pria berjas putih serta beberapa orang perawat.Perempuan pemilik mata almond itu terkejut ketika Fabian memberi infomasi bahwa Dewa saat ini ada di bangsal gawat darurat. Sesuai dugaan, Dewa belum bisa meninggalkan rumah sakit lantaran kondisi yang tidak memungkinkan.Bos Cwell Grup itu terkapar di atas ranjang pasien. Dokter telah memberikan dua suntikan obat salah satunya pereda nyeri sebab Dewa selalu merintih kesakitan.“Seharusnya kamu melarang bukan malah mendukungnya!” cerca Rosalyn.“Ya, besok aku tidak akan membantunya lagi.” Fabian menghela napas sebab selalu salah di antara suami istri ini.Selanjutnya teman kecil Rosalyn itu memberikan satu kotak kecil dari saku celana. Roslayn terheran-heran sebab untuk apa Fabian memberinya hadiah di waktu genting begini.“Ini apa?” tunjuk jemari ramping nan mulus.“Terimalah. Ini—”Rosalyn menolak, “Apa kamu gila? Aku ini istri orang!”