Tadi Dewa memperlihatkan beberapa gambar, di mana ketika pingsan wanita itu menempelkan wajahnya pada dada bidang Dewa.
“Sayang, kenapa menunduk?” kata Dewa. Suara pria itu terdengar gagah dan seksi di tengah suasana hangat seperti ini, tetapi Rosalyn malah gugup.Perempuan pemilik mata almond tertegun mendengar kata ‘sayang’ terlontar dari bibir Dewa. Pria itu memang gila, Rosalyn berpikir mungkinkah dalam perjalanan menuju Kota Milan kepala mantan suaminya terbentur bongkahan batu?‘Hentikan Dewa, aku malu!’ teriak Rosalyn dalam hati.Bagaimana tidak, saat ini Rosalyn sedang makan malam bersama kedua anaknya, Fabian, serta Anna. Kata-kata Dewa membuat dua manusia dewasa di hadapannya tercengang. Apalagi Fabian langsung membolakan mata.Sadar akan tatapan Fabian, Dewa mengangkat dagu seolah memberitahu pria itu bahwa pemenang dalam perselisihan ini adalah Antakadewa Caldwell.‘Aku tidak akan kalah. Fabian kamu harus menyerah!’“Apa Nona baik-baik saja?” tanya Lily. Sebab sedari tadi Rosalyn melamun dan memainkan pena di antara jari tengah dan telunjuk. Wanita cantik itu masih terdiam, sesekali mengernyitkan dahi lalu menggelengkan kepala. Entah mengapa perasaan Rosalyn saat ini tak menentu. Alasannya karena mendengar pujian manis dari bibir mantan suaminya. “Setahuku mulut dia sangat pedas,” gumamnya. Lily yang duduk di samping Rosalyn terperangah. Siang ini keduanya sedang menunggu Tuan Alan di ruang privat restoran bintang lima. “Siapa maksud, Nona?” Sayang, tidak ada tanggapan apa pun dari Rosalyn. Sebab pikirannya dipenuhi oleh wajah serta suara Dewa. Setelah beberapa detik melamun, Rosalyn melihat jam tangan kemudian mendesah lelah lantaran Tuan Alan sudah terlambat dua menit. “Apa Tuan Alan seorang yang ingkar janji dan tidak disiplin?” Rosalyn menoleh pada Lily. “Tapi … asistennya tidak mengabari apa-apa. Sebentar, saya hubungi beliau lagi.” Lily beranjak dari duduknya. Gadis muda i
“Dewa … aku hanya ingin dicintai olehmu, bukan dibuang seperti ini.” Vinsensia tertunduk lesu di dalam taksi.Beberapa saat berlalu perempuan itu turun di depan hunian megah. Dahulu Vinsensia memimpikan hidup sejahtera sebagai Nyonya rumah di sini. Nahas kisah cintanya tidak direstui oleh kedua orang tua Dewa, sehingga ia bertekad merebut pria itu dari tangan istri sahnya.Vinsensia mengenal seluk beluk vila ini, ia juga tahu Dewa sudah lama tidak pulang. Untuk itu Vinsensia menemui beberapa pelayan—menggali informasi.“Apa kamu tahu di mana Dewa tinggal?” Vinsensia mengiba dan menangis di depan pelayan itu.Pelayan mengangguk kecil tetapi menunduk dalam karena takut. “Tolong bantu aku, katakan di mana dia?” desak perempuan itu di tengah isak tangisnya.Pelayan mengangkat pandangan dan memindai penampilan Vinsensia yang tidak semewah sebelumnya. Vinsensia menyentuh perut ratanya. “Anak dalam kandunganku membutuhkan ayahnya! Dewa harus bertanggung jawab, tolong katakan di mana pacark
“Nona, mobil di belakang itu sejak tadi mengikuti kita,” ucap sopir dengan raut wajah cemas.Mendengar hal itu tentu saja Rosalyn panik lalu menyentuh perutnya. Ia menolehkan kepala dan … mengenali kendaraan itu milik mantan suami. Seketika rasa khawatir menghilang, berganti kepercayaan dan kenyamanan.“Itu Tuan Caldwell. Bapak jalan saja, tidak perlu dihiraukan,” tutur Rosalyn tetapi kepalanya masih menoleh ke belakang.Kelopak mata berbulu lentik itu mengedip perlahan. Walau wajah tampan Dewa tidak terlihat tetapi Rosalyn urung mengalihkan pandangan.Ia bergumam, “Kenapa dia mengejar? Apa ada sesuatu yang penting?”Sedangkan Lily yang duduk di samping sopir tidak berani berasumsi, khawatir berakibat fatal bagi hubungan bosnya.Rasa penasaran Rosalyn belum terjawab, hingga ia tiba di lokasi tujuan. Rosalyn tidak menunggu Dewa, dan langsung menemui klien.Kala ini Rosalyn sedang berbincang bersama seorang lelaki muda. Ketika ia menggeser pandangan, pupil matanya melebar karena melihat
“Kenapa kamu yang menjemput anak-anak? Di mana Rosalyn?” Dewa tercengang melihat Lily ada di depan pintu kamar hotel.Sudah satu minggu ini kedua anaknya selalu mengunjungi hotel setiap hari, mereka akan pulang di waktu malam hari. Bahkan tak jarang menginap, dan tentu saja bersama Rosalyn.Hanya saja petang ini, Rosalyn tidak datang. Melainkan mengirim Lily sebagai pengganti. Tentu hal itu membuat Dewa berang karena gagal melepas rindu kepada sang mantan.“Nona sedang menghadiri pesta ulang tahun pemilik rumah mode Galgal. Maka dari itu saya—”“Di mana alamatnya?!” potong Dewa diikuti tatapan intimidasi. “Satu hal lagi, jangan panggil dia Nona, tapi Nyonya! Rosalyn masih istriku!”Refleks Lily mengangguk karena takut, tampang suami bosnya sangat garang dan suaranya menyakiti gendang telinga. Dengan tangan gemetaran Lily memperlihatkan alamat pesta pada Dewa.“Jaga anak-anak di dalam, jangan membuka pintu untuk orang tak di kenal. Sebentar lagi Pandu datang, kalau kalian membutuhkan s
“Aduh … perutku mual lagi,” gumam Rosalyn sambil mengerjapkan mata.Kala ia menengok ke samping, rasa tak nyaman di lambung langsung menghilang. Akan tetapi detak jantungnya yang tidak aman.“T-Tuan Caldwell?” tunjuk Rosalyn. Ia tidak percaya mantan suaminya masih ada di sini. Buru-buru ia menyentuh topeng di wajah, ternyata masih ada.Kini Rosalyn bernapas lega karena Dewa tidak mengetahui identitasnya yang lain. Ia menjaga sikap menjadi anggun dan berwibawa.“Nona Schmid di mana suamimu? Pria tega macam apa membiarkan istrinya ke pesta sendirian.” Dewa tertawa serta geleng-geleng kepala. Pandangan pria itu lurus ke depan menatap jalanan dan fokus mengendarai mobil.Belum sempat Rosalyn menjawab, Dewa kembali menambahkan, “Ah, tujuanku ke pesta untuk mencari mantan istri yang sedang hamil, tapi setelah melihatmu … sepertinya aku menyukaimu Nona Schmid.”Rosalyn mengedip-ngedipkan mata. “Apa maksudmu Tuan Caldwell?”“Aku dengar kamu seorang janda, bagaimana kalau kita menikah saja. Aku
“Padahal … kamu tidak perlu repot begini,” lirih Rosalyn sambil memindai paras tampan yang kini memangkunya ala bridal. Dikarenakan mesin mobil mati, Dewa dan Rosalyn memutuskan menyusuri jalan untuk mencari penginapan atau rumah warga. Sekitar lima belas menit berada di luar, Dewa langsung menggendong Rosalyn. Pria itu khawatir mantan istri kelelahan. “Siapa yang repot?” sahut Dewa diakhiri kerlingan sebelah mata. Rosalyn membolakan mata lalu mengalihkan pandangan ke sisi lain. Mati-matian ia menahan rasa panas pada pipinya. Mengetahui mantan istri sedang tersipu-sipu, Dewa semakin menggoda wanita itu. Ia sengaja mengecup dan berbisik tepat di daun telinga Rosalyn, “Kamu malu karena digendong? Istriku ini manis banget.” Rosalyn mengedikkan bahu lalu terdiam. Setelah berjalan sekitar dua kilometer, keduanya menemukan penginapan. Mereka memesan kamar, dikarenakan hanya tersisa satu ruang kosong, alhasil saat ini Rosalyn berbagi tempat tidur bersama mantan suami. Wanita itu member
Saat ini Rosalyn sedang duduk di dalam mobil. Wanita itu memijat celah antar alis, karena kepalanya mendadak pusing. Ia merasa ketika berjauhan dari mantan suami pasti mengalami keluhan.“Apa Nona baik-baik saja?” tanya Lily yang duduk di depan tepat di samping sopir.Rosalyn mengangguk. “Ya tentu saja.”Tiba-tiba telepon genggam Lily berdering, netra asisten itu terpana melihat nama yang tertera pada layar. Lily menolehkan kepala dan menatap Rosalyn dalam diam.“Ada apa?” kata Rosalyn merasa telepon itu sangatlah penting.“Nona … ini Tuan Felix Meyer. Sepertinya terjadi sesuatu dengan Nyonya Mathilda,” ucap Lily, ragu-ragu menerima panggilan masuk.Paska Dorian Keller dinyatakan meninggal dunia dan Rosalyn memalsukan kematiannya, Mathilda menikah lagi bersama Felix Meyer. Namun sebagai putri sambung yang baik, wanita itu tidak pernah melupakan ibu sambungnya.Setelah siuman dan sukses, Rosalyn rutin mengirimkan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan materi Mathilda. Tentu saja baik F
“A-aku sedang perjalanan bisnis. Sebentar lagi juga pulang, tenang saja.” Rosalyn tersenyum manis, memperlihatkan ekspresi anggun tetapi dadanya bergemuruh hebat.“Aku mau ketemu Mama,” rengek Arimbi.Sambil menggendong Arimbi, Dewa menyahut, “Jangan bohong! Apa yang terjadi?”Lagi, Rosalyn melengkungkan bibir ke atas dan menggerakkan tangan dengan polos seolah-olah hanya masalah kecil. Ketika ia hendak menjawab pertanyaan Dewa, Fabian menyembulkan kepala dari balik pintu. Suara pria itu sangatlah nyaring.“Tuan Felix sudah datang, kamu mau bertemu dengannya sekarang?”Detik itu juga Dewa membeliak dan membuka mulut untuk mencerca Rosalyn dengan pertanyaan. Namun wanita itu langsung mengakhiri panggilan video.Sambil memangkas jarak pada Fabian, Rosalyn menekuk bibir. “Kenapa kamu tidak ketuk pintu dulu?”Fabian mengggaruk tengkuk yang tidak gatal. “Ah, Maaf … ak