“A-aku sedang perjalanan bisnis. Sebentar lagi juga pulang, tenang saja.” Rosalyn tersenyum manis, memperlihatkan ekspresi anggun tetapi dadanya bergemuruh hebat.
“Aku mau ketemu Mama,” rengek Arimbi.
Sambil menggendong Arimbi, Dewa menyahut, “Jangan bohong! Apa yang terjadi?”
Lagi, Rosalyn melengkungkan bibir ke atas dan menggerakkan tangan dengan polos seolah-olah hanya masalah kecil. Ketika ia hendak menjawab pertanyaan Dewa, Fabian menyembulkan kepala dari balik pintu. Suara pria itu sangatlah nyaring.
“Tuan Felix sudah datang, kamu mau bertemu dengannya sekarang?”
Detik itu juga Dewa membeliak dan membuka mulut untuk mencerca Rosalyn dengan pertanyaan. Namun wanita itu langsung mengakhiri panggilan video.
Sambil memangkas jarak pada Fabian, Rosalyn menekuk bibir. “Kenapa kamu tidak ketuk pintu dulu?”
Fabian mengggaruk tengkuk yang tidak gatal. “Ah, Maaf … ak
Selesai makan malam, tanpa belas kasih Vinsensia kembali mengikat Mathilda. Bahkan perempuan itu meninggalkan Mathilda yang sudah kepayahan dan memerlukan bantuan tenaga medis.Dikarenakan musim dingin, rumah sederhana ini tidak memiliki penghangat ruangan selain perapian. Nahas, Vinsensia lupa menyalakan perapian sehingga Mathilda menggigil kedinginan disertai rasa sakit pada perutnya.**Di Mansion Arnold.Kala ini Rosalyn sedang berdiri memandangi salju yang turun cukup lebat. Ia menggosok-gosok telapak tangan seolah merasakan udara dingin di luar sana padahal suhu dalam ruangan cukup hangat.Tiba-tiba saja perutnya menjadi mual, ia pun bingung karena sudah makan malam dengan porsi yang dianjurkan dokter. Rosalyn berlari menuju kamar mandi, semua makanan yang tadi ditelan kembali keluar.Ketika ia sedang muntah hebat, satu tangan lebar menepuk lembut punggungnya lalu tangan lainnya membantu merapikan rambut agar tidak terkena noda.Setelah berkumur, Rosalyn mengangkat pandangan dan
Alih-alih terpancing oleh umpan yang diberikan Vinsensia untuk merasa ketakutan, justru Rosalyn bersikap tenang. Meskipun dalam hati, ia sangatlah panik sebab Arimbi ada di tangan perempuan itu.Rosalyn mengangkat dagu sambil menatap tajam pada Vinsensia. “Nona Meyer, aku tidak takut!”“Jadi kamu tidak menyayangi anak sialan ini?!” teriak Vinsensia.Sesungguhnya Rosalyn ingin merobek mulut perempuan itu, hanya saja saat ini dibutuhkan sikap kehati-hatian dan cerdas. Sebab ada dua nyawa yang harus dijaga; Arimbi serta calon anak ketiga mereka.Rosalyn tidak menjawab pertanyaan Vinsensia. Ia malah melontarkan kalimat lain, “Aku berhasil selamat dari maut. Dan … semua itu membuatku mengerti artinya berjuang melawan rasa takut. Terima kasih ya sudah menjadikan seorang Rosalyn jauh lebih kuat.”Vinsensia terbelalak lalu menggeram, “Sombong banget kamu! Heh Rosalyn, kamu itu tidak lebih dari perempuan miskin yang dipungut oleh Dewa.”“Jadi kamu sedang menceritaka diri sendiri?” sahut Rosalyn
“Bagaimana keadaannya? Apa dia baik-baik saja?” Pertanyaan berintonasi cemas itu terlontar dari mulut Fabian.Dokter menghela napas lalu memanggil Fabian ke ruangan lain. Di sana mereka hanya berdua saja. “Kehamilannya masih sangat muda. Saya sarankan Nyonya Caldwell tidak melakukan aktivitas berat atau stress,” ujar dokter.Fabian mengangguk paham, setidaknya pria itu tahu bakal janin masih bersemayam dalam rahim Rosalyn. Ia pun berjanji akan menjaga bayi itu, meskipun bukan darah dagingnya.Namun, Fabian menegaskan pada dokter, “Dia bukan Nyonya Caldwell lagi. Dewa dan Rosalyn sudah bercerai.”Dokter spesialis ginekologi dan obstetri itu mengernyit, kemudian berujar, "Tolong sampaikan pada suaminya." Tenaga medis itu tidak ambil pusing dan enggan terlibat dalam masalah rumah tangga pasiennya.Setelahnya, Fabian keluar dari ruangan. Pria itu berjalan menuju bangsal presidential. Kala tangan Fabian memegang handle pintu, netra cokelatnya melihat sepasang lelaki dan wanita tengah be
“Kenapa kamu senyum-senyum terus dari tadi?” Rosalyn menoleh ke samping. Ia mengamati ekspresi menawan sang mantan yang semakin memesona di usia matang.Beruntungnya Rosalyn tidak menginap di rumah sakit, dokter mengizinkan ia pulang karena kondisinya telah membaik. Maka dari itu Dewa segera membawa Rosalyn pergi. Sekarang keduanya tengah duduk di dalam mobil.Sambil menjulurkan tangan dan mengusak puncak rambut Rosalyn, Dewa berujar, “Aku janji tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Kita akan mulai lagi dari awal ya?” Alih-alih menyetujui saran pria itu, justru Rosalyn menggelengkan kepala dan menjauhkan tangan Dewa dari rambutnya. Sedangkan Dewa tercengang lalu menepikan mobil. Setelah itu ia duduk menghadap Rosalyn, sorot matanya memusatkan perhatian serta pertanyaan tersirat.“Kenapa?” tanya Dewa lemah lembut.“Aku tidak mau mulai dari awal. Itu artinya mengulang masa lalu yang menyedihhkan lagi,” ketus bibir merah muda.Jawaban Rosalyn membuat Dewa mengulum senyum lalu geleng-gel
Sudah beberapa hari Rosalyn dilarang keluar rumah oleh Dewa. Pria itu mengatur ini dan itu termasuk makanan yang dikonsumsi oleh Rosalyn. Bahkan Dewa meminta izin Fabian dan Feli untuk bermalam di sini, ia juga membawa koper besar berisi pakaian.Hubungan Dewa dan Fabian pun tampak akrab seperti adik kakak, seperti saat ini keduanya berada di dapur.“Kamu tidak memberitahu Rosalyn?” tegur Fabian melihat Dewa mengupas buah-buahan lalu memotongnya dan menata dengan cantik di atas piring.“Mungkin nanti. Awas saja kalau kamu cerita lebih dulu!” ancam Dewa sembari menyodorkan kulit buah.“Heh, aku bukan penggosip!” protes Fabian sambil melebarkan kelopak mata, lantas tangan pria itu lancang meraih buah jeruk yang telah dikupas oleh Dewa. “Minta satu ya.”Setelah itu Fabian berlari meninggalkan Dewa sendirian di dapur bersih.“Fabian Arnold kurang ajar! Seenaknya saja dia mencuri buah untuk Rosalyn!” seru Dewa sebab isi piringnya menjadi berantakan.Tak mau membuat Rosalyn menunggu lebih l
“Tolong cari Kevin. Ibu rindu, katakan padanya Vinsensia sedang hamil dan ambil anak itu, jangan biarkan keturunan kita diasuh oleh perempuan gila sepertinya!” tegas Mathilda membuat Rosalyn tercengang. “Aku akan berusaha mencari Kakak. Sementara ini Ibu jangan banyak pikiran supaya lekas pulih,” tutur Rosalyn sebagaimana seorang anak yang perhatian pada ibunya. Namun Mathilda tidak puas mendengar jawaban Rosalyn, wanita berusia senja itu malah membeliak lalu mendengus kasar. “Kevin itu anak kandungku! Aku tidak mau dia hidup di jalanan!” Suara Mathilda sedikit meninggi, lalu menambahkan, “Dia itu anak laki-laki satu-satunya di keluarga Keller, bagaimanapun dia seorang Tuan Muda dan pewaris, kamu jangan mengambil hak Kevin!” Rosalyn tersenyum getir mendengar penjelasan Mathilda. Ya, benar ibu sambungnya ini kentara sekali membedakan kasih sayang serta status antara Rosalyn dan Kevin. Enggan berdebat, Rosalyn memilih bungkam dan mengupas buah untuk Mathilda. “Ibu dimakan ya bua
“Argh … Pandu, siapkan helikopter! Mobil ini terlalu lamban!” bentak Dewa setelah membaca pesan singkat Anna di ponsel Pandu.“I-iya Pak.” Sigap Pandu menghubungi pilot untuk menjemput Dewa di landasan terdekat.Setelah menunggu lebih dari lima belas menit akhirnya Dewa pergi menggunakan helikopter. Sepanjang perjalanan menuju pinggiran kota, hatinya gelisah dan ia mengepalkan tangan di atas paha.“Theo Bradley, berani menyentuh Rosalyn sama saja cari mati!” desisnya.Setibanya di hotel tempat Rosalyn diculik, Dewa melangkah lebar dengan aura dingin mencekam menguasai wajah tampannya. Pria itu menyeret resepsionis untuk menunjukkan di mana kamar Tuan Bradley.Sekarang Dewa bersama staf dan manajer hotel berada di depan pintu. Ia tidak sabar kala manajer menempelkan kunci akses pada sensor. “Lama sekali!” sentaknya.Ketika pintu terbuka, Dewa mendengar lenguhan manja dan suara itu milik … pujaan hatinya. Pria itu terbela
“Tapi aku—”Sebelum Rosalyn menyelesaikan kalimat bantahan, Dewa langsung menyesap bibir ranum candunya. Sebelah tangan lebar pria itu menahan tengkuk Rosalyn dan menekan hingga wajah mereka saling menempel.Dewa benar-benar lepas kendali hari ini. Ia tidak memedulikan status ‘cerai’ di antara mereka, baginya Rosalyn hanya milik seorang Antakadewa Caldwell.Bahkan saat ini tangan satunya lagi menyusup ke dalam gaun dan menurunkan stocking hitam. Tanpa buang waktu jemari pria itu menari-nari di dalam lapisan kain tipis yang melekat pada kulit.Rosalyn melenguh, “Uh …”Ia tidak bisa menolak lantaran tubuhnya telah dikuasai hasrat yang menggebu. Meskipun saat ini Rosalyn ada di atas pangkuan Dewa, tetap saja seluruh persendiannya berubah lemas.Terlena dan terbuai oleh sentuhan yang telah lama tidak dirasakan, Rosalyn juga membalas pagutan Dewa. Seketika rasa malu menguap entah ke mana.“Dewa … pelan-pelan, uh.” Rosalyn meremas kuat pundak kokoh sang mantan.“Aku tidak akan menyakiti ana