“Kenapa kepalanya menunduk? Memangnya tidak pegal?” bisik Dewa—bibir pria itu menempel pada daun telinga Rosalyn.Dewa menjulurkan satu tangan ke depan dan meraih salah satu aset sensitif milik Rosalyn. Jemarinya berputar halus seringan bulu pada kulit mulus padat berisi. Rosalyn menggigit bibir bawahnya dan melenguh kecil. Sehingga Dewa yang duduk di belakangnya mengulum senyum.Rosalyn bergerak gelisah. “Dewa … uh, kita sudah dua kali.”“Oke, sekarang kita mandi saja. Lagi pula aku tidak mau kamu kelelahan,” kata Dewa menyudahi gerakan tangannya.Pria itu menggeser posisi tubuh semakin maju. Alhasil kulit dada bidang yang ditumbuhi rambut halus melekat tanpa jarak dengan punggung mulus seputih susu. Rosalyn sempat tersentak tetapi merasa nyaman, ditambah berendam air hangat di jacuzzi membuatnya lepas dari kepenatan masalah.Bahkan Rosalyn menyandarkan kepala pada bahu kokoh sang mantan. Ia membiar
“Bukankah Anda tahu Rosalyn itu istriku?!” Dewa menggeram kala menatap wajah yang berekspresi tak berdosa. Hanya saja ia tidak bisa memberi hukuman pada lelaki itu.“Dengar ya Dewa, aku tidak melakukan apa pun. Malahan aku korban kekerasan mantan istrimu!”Saat ini Dewa sengaja menemui Theo Bradley di salah satu hotel milik pria itu. Ia menginterogasi dengan melontarkan pertanyaan.Mata elang Dewa mengamati luka lebam pada sudut mata pria itu.“Aku bersumpah belum menyentuh Rosalyn. Kalau tidak percaya ya visum saja,” ceteluk Theo dengan mudahnya.Amarah masih bergelayut pada rongga dada, Dewa merangsek maju meraih kerah kemeja Theo dan menyudutkannya pada dinding.“Tapi kamu memaksa istriku berhubungan intim denganmu!” Sepasang manik kelabu berkilat.“Iya tadinya tapi dia tidak mudah ditaklukan!” seru Theo menunjuk sudut mata yang membiru. Pria Casanova itu melanjutkan, “Ngomong-ngomong dia bukan istrimu lagi, kalian sudah bercerai. Sebaiknya kamu jangan posesif padanya. Wanita mandir
Fabian mengepalkan tangan mendengar saran Dewa. Pria itu mengingat peristiwa sore hari tadi di mana Fabian melihat siluet aktivitas panas yang dilakukan Dewa dan Rosalyn. Saat itu juga ia merasa hatinya semakin hancur.“Tidak ada wanita yang seperti Rosalyn,” keluh Fabian.“Ya memang tidak ada. Makanya aku tidak akan pernah melepasnya!” Dewa tersenyum.Semakin lama kedua pria itu tenggelam dalam buaian alkohol. Sebelum mereka hilang kendali, Pandu membawa para tuan muda pulang.Sesampainya di mansion, kedua pria itu menimbulkan kegaduhan. Pandu meminta petugas keamanan membantunya membawa Fabian dan Dewa ke dalam. Tatkala pintu terbuka, semuanya tersentak melihat Rosalyn tengah duduk sambil bersedekap dada.Tadi Rosalyn sempat terbangun dan mencari-cari Dewa. Setelah satu jam, ia tidak menemukan mantan suaminya dan Fabian. Menurut pelayan, keduanya pergi tetapi hingga larut malam belum kembali.“Kompak sekali. P
Demi memuaskan rasa haus akan jawaban yang sebenarnya, Dewa bergegas menghampiri sang ayah dan Rosalyn di ruang keluarga. Ia melihat wanita pujaan hati tengah duduk santai sembari menyesap teh.“Ayah? Rosalyn?” kata Dewa, tetapi bola matanya tertuju pada Rosalyn seorang.“Duduklah!” titah Arjuna.Dewa memilih mendaratkan bokong di samping Rosalyn. Pria itu tersenyum tetapi Rosalyn memalingkan muka, seolah-olah jijik melihat Dewa. Ia menghela napas, menyakini bahwa wanita di sebelahnya salah sangka perihal noda make up pada kemeja.Alih-alih berbincang berduaan, justru Dewa mengkonfirmasi status pernikahannya pada sang ayah.“Ayah sengaja memalsukan akta cerai? Kenapa?”Raut wajah Arjuna sama sekali tidak terkejut, pria paruh baya itu menyeringai tipis sambil memperhatikan menantu serta putra sulungnya.“Bagaimana perasaanmu setelah bercerai?” Arjuna menatap tajam pada Dewa.“I-tu aku ….” Bibir sensual Dewa terlalu gengsi mengungkapkan kebenaran, bukannya memberikan jawaban, ekor matany
Sekarang mereka telah tiba di Luxury Hotel Jenewa.“Kenapa pisah kamar? Kita masih suami istri!” Dewa terbelalak kala mengetahui Rosalyn telah memesan dua kamar sebelumnya.Tak menanggapi ocehan keterkejutan sang suami, Rosalyn berjalan menuju lift. Ia meninggalkan Dewa sendirian di lobi.“Rosalyn tunggu!” Dewa berlari, beruntung lift terbuka lagi.Saat ini Dewa ingin melayangkan protes, tetapi tidak bisa. Sebab terlalu banyak orang dalam lift. Ia tidak mungkin mengumbar masalah rumah tangganya.Beberapa saat kemudian pintu lift terbuka, Rosalyn keluar lebih dulu. Dewa mengejar istrinya yang diam tanpa kata.“Ini punyamu,” kata Rosalyn sembari menempelkan kartu akses pada dada bidang.“Aku mau tidur satu ranjang denganmu!” sergah Dewa.“Tapi aku tidak mau,” tolak Rosalyn sambil tersenyum manis.Ekspresi wajahnya itu sangatlah manis sekaligus menggoda di mata Dewa. Membuat pria itu bagai tersengat aliran listrik.“
“Apa kubilang, dia bukan kakak yang baik.” Dewa memandang bengis pada punggung Kevin.Pria itu hendak meraih tangan Rosalyn tetapi ditepis. Rosalyn malah memandang penuh harap pada Dewa. Sepasang netra hazelnya seakan mengiba pertolongan.“Ah baiklah. Kamu tunggu di sini. Aku membujuk Kevin.” Dewa berlalu dari hadapan sang istri lalu mengejar kakak ipar. “Tunggu! Kevin Keller!” Suara bariton Dewa menggema di lobi.Namun Kevin tak berniat menghentikan langkah atau menoleh pada sumber suara. Bahkan Kevin berdecih sinis kala mendengar langkah kaki Dewa semakin dekat.Sedangkan Dewa menambah kecepatannya, lalu memegang pundak kakak ipar. Seketika lelaki itu membalik sambil melayangkan kepalan tinju pada Dewa.“Berengsek! Apa maumu, hah? Tidak bisakah kalian membiarkan hidupku tenang?!” seru Kevin mengundang perhatian dari pengunjung lain yang hendak masuk hotel.“Turunkan nada bicaramu?” Sebagai seorang presdir tentu saja Dewa geram tidak dihargai oleh lelaki tanpa status seperti kakak ipa
Rosalyn membeku tepat di depan pintu. Ia mengedip-ngedipkan kelopaknya dengan lembut. Tiba-tiba matanya berair dan lelehan hangat mengalir menuruni pipi.“Ka-kamu?” tanyanya terbata.Ketika sosok itu berjalan mendekat ke arahnya, ia terus terpaku memandangi wajah tampan yang menjadi idola sejak kecil.“Di mana alamat rumah sakit Ibu?” Suara dingin itu terkesan menusuk tetapi merambat hangat bagi Rosalyn.Telapak tangan Rosalyn menunjuk pintu di belakang punggungnya. Ia bertutur dengan suara bergelombang, “Kakak mau masuk dulu?”“Berikan alamat rumah sakitnya! Cepat!” titah Kevin.Rosalyn mengangguk lantas kembali masuk dalam kamar. Ia menuliskan alamat lengkap rumah sakit Mathilda berikut nomor ruangan pada secarik kertas. Ia juga memberikan nomor ponsel Felix sebagai penanggung jawab sang ibu.Ketika Rosalyn keluar, di depan pintu sudah ada Dewa dan Kevin. Keduanya berdiri sembari bersandar pada dinding. Tidak ada perbincangan akrab selayaknya keluarga di antara mereka, yang tercipta
Seusai mengunjungi Mathilda di pusat medis, kini Kevin sedang duduk di ruang tunggu kantor polisi. Ia menanti kekasih hatinya, tetapi sudah hampir setengah jam wanita itu tak datang.Sambil menatap pintu, Kevin bergumam, “Aku ke sini demi anakku bukan dia!”Beberapa saat kemudian petugas kepolisian menghampiri. Hanya saja air muka Kevin yang sebelumnya menegang kini berubah kecut. Kakak kandung Rosalyn itu menghela napas panjang.“Pak Kevin, tahanan atas nama Vinsensia menolak bertemu. Dia tidak mengenal Anda.” Kata-kata polisi membuat Kevin murka.“Saya ayah dari bayinya!” tegas pria itu dengan mata memerah.“Tapi yang bersangkutan menolak. Sebaiknya Anda pergi saja, datang lagi lain waktu.” Seorang polisi menunjuk pintu keluar.Seandainya ini bukan kantor polisi, pastilah Kevin menyeret Vinsensia dan membawanya ke sini. Sial, pria itu terpaksa keluar tanpa membawa hasil apa pun.“Tidak mengenal?” Kevin tertawa getir. “Dasar perempuan murahan kamu Vin. Sudah bagus aku mau merawat ana