“Makanlah, Roarke. Aku sudah membuatkan sup ini untukmu.”
Mendadak perut Avanthe merasa mual menyaksikan bagaimana Laticia berusaha membujuk Hores makan, yang tampaknya pun ... pria itu tak pernah mengira Laticia akan muncul kembali sebagai seseorang yang merusak keadaan di sekitar. Setidaknya Hores masih menolak apa pun yang coba wanita itu sajikan. “Sedikit saja, Roarke. Kau terlihat lebih kurus dari terakhir kali kau mengusirku. Aku sudah sangat merindukanmu, tapi kau malah menghilang tanpa kabar.” Desakan untuk memuntahkan sesuatu semakin tak tertahankan. Avanthe membekap bibir tanpa sadar, membayangkan dia mungkin membutuhkan kamar mandi untuk saat ini, tetapi tidak dengan ruang lembab yang sama di kamar Hores. Dia tak ingin menarik pehatian di sini atau barangkali sampai membiarkan Hores menaruh curiga. Cukup iris gelap yang sekarang sedikit membuat Avanthe takut bertahan lebih lama. Dia langsung mengambil langkNama itu terus bergentanyangan sebagai sesuatu yang menyakitkan. Avanthe tanpa sadar memegangi pelipisnya, dan jika terus membiarkan kebutuhan untuk mengingat mengambil tempat. Dia yakin tak akan bertahan lebih lama. Untunglah suara Hope sayup – sayup masih terdengar, membuat rasa sakit yang menekan perlahan tergerus hilang. Avanthe akan kembali coba mengingat, tetapi tidak sekarang. Dia diam – diam menggeleng mendapati putri kecilnya mengeluarkan tawa berlebihan. Ntah apa yang Nicky lakukan, sehingga Hope cenderung menunjukkan sisi genit. Avanthe harus menyayangkan posisi mereka dibentengi oleh satu pohon lainnya. Paling tidak, dia harus sedikit membungkuk saat ingin mengetahui beberapa hal di sana. Hanya ada desakan keinginan melakukannya, yang berakhir hampir ... kemudian menjadi urung ketika tiba – tiba seseorang, tak terduga, muncul dengan semangkok sop ceker di tangan. Hores bertelanjang dada mengingat lukanya yang luar biasa mengerikan. Andai sehelai kai
Hores membiarkannya tak salah dengar? Luapan dari kebingungan hampir membuat Avanthe diam tanpa melakukan apa pun. Dia segera mengerjap dan ragu – ragu menatap wajah pucat di hadapannya. Mungkin pria itu sedang memilih ceker mana yang akan dimakan pertama kali sehingga hanya menunduk serius, memberi Avanthe ledakan untuk terpaku beberapa saat. Hores terlihat kasihan jika tak sedang mengungkapkan sikap kejam. “Aku mau yang ini.” Tangan pria itu memberi Avanthe petunjuk, kemudian dia memindahkan perhatian ke dalam mangkok. Benar. Hores memilih ceker cukup berisi. Sebuah kegemaran yang baru diketahui. Mengejutkan. Sambil berusaha membawa dirinya ke permukaan, Avanthe mengerjap sekadar menanggapi keinginan pria itu. Tidak ada niat mengajukan protes. Malah dia mendekatkan ceker di tangannya ke hadapan Hores. Pria itu terlihat lahap. Barangkali, karena jelas sangat menyukai ... sehingga cara makannya terlihat rakus dan konyol bersamaan. A
“Kalau aku bilang ‘iya’, kau mau apa?” Alih – alih menyerahkan jawaban secara mutlak. Avanthe justru menambahkan pertanyaan lainnya untuk mengetahui seperti apa reaksi Hores. Pria itu masih diam, sesekali akan menunduk ke arah kucing sekadar menghindari kontak mata. Hores menghindari kontak mata .... Hal yang sungguh – sungguh harus Avanthe garis bawahi! Apa yang sedang pria itu pikirkan sekarang? Mulai mengerti-kah Hores bahwa mereka pada akhirnya adalah impas? Avanthe ingin tahu lebih lanjut. Perlahan dia mengulurkan tangan sekadar menyentuh rahang kasar pria itu, tak peduli kalau – kalau di tangannya terdapat sisa kuah sop yang akan membuat Hores—barangkali merasa keberatan dan harus mencuci wajah. “Jika kau ingin berdamai. Aku tidak akan keberatan. Tapi ....” “Tapi apa?” Seketika suara berat dan dalam Hores mencuak ke permukaan. Seperti ada kekhawatiran dan Avanthe segera menggeleng samar. “Aku ingin kita me
Kata setuju yang terucap telah membiarkan kesepakatan dimuat sebenar – benarnya di antara mereka. Avanthe masih begitu ingat ketika dia dan Hores akhirnya berjabat tangan untuk melegalkan kebutuhan yang mereka asumsikan bersama, kemudian beberapa saat setelah itu ... suara kecing kembali meliputi. Hores susah payah berbungkuk untuk mengambil hewan yang menyasar di halaman rumah. Namun, tak dapat dimungkiri si kucing adalah saksi hidup dari cara mereka menempatkan pilihan. Ujung jari Hores mengusap bulu yang terlihat kotor juga menjadi sesuatu yang terus melekat di benak Avanthe. Dia tersenyum tanpa sadar saat suara Hores seakan menggema lantang; masih di taman yang sama beberapa waktu lalu, Nicky tiba – tiba muncul bersama Hope dan di sanalah Hores memerintahkan bawahannya supaya membawa kucing untuk mendapat perawatan. Katanya pun, agar Hope memiliki teman. Secara tidak langsung pria itu mengadopsi kucing. Akan tetapi Avanthe tidak merasa keberatan, terlepas d
“Bisakah kau katakan siapa yang melakukan ini kepadamu?” Avanthe sama sekali tak dapat menahan diri untuk mencegah pertanyaan tersebut terucap dari bibirnya. Hores telah menyembunyikan sesuatu sehingga wajah pria itu berpaling, kembali menengadah demi sekali lagi memejam menikmati rasa sakit yang kentara. “Kita sudah sepakat untuk berdamai, Hores. Mengapa kau sepertinya tidak ingin membahas hal ini bersamaku?” Karena, bagaimanapun, pria itu selalu memberi Avanthe petunjuk lewat mimpi buruk, ntah menyadarinya atau tidak. Selama ini Hores tidak meninggalkan sikap ganjil, tidak peduli Avanthe beberapa kali: selalu menjadi yang pertama pria itu lihat ketika terbangun dari tidur. Seharusnya itu bisa dipertimbangkan kembali. Seharusnya Hores bisa memikirkan lebih jauh. Bukan malah menganggap sesuatu tidak pernah terjadi. Avanthe sedikit terpengaruh jika pria itu menunjukkan reaksi biasa saja setelah sekian waktu berlalu. Dia menggeleng samar meras
Mulut Hores memang tidak akan pernah berubah. Beberapa hal segera membuat Avanthe terkejut ketika dia sudah terlalu dekat. Aroma tubuh pria itu masih begitu mengagumkan, sedangkan hasratnya sedang berhamburan – hamburan. Avanthe kembali terkejut saat Hores kembali merapatkan tubuh mereka. Ujung jari pria itu sedang dengan lambat menyingkirkan beberapa helai rambut yang menempel di ceruk leher, lalu tindakan tersebut berubah seperti sentuhan paling tak terduga. Avanthe nyaris tak pernah membayangkan bahwa hari ini Hores akan memperlakukannya lebih adil. Dia tidak menolak ketika pria itu mulai menjatuhkan mulut di garis bahunya untuk meninggalkan bekas kemerahan di sana, sementara satu tangan Hores mulai merambat sebagaimana pria itu gemar menjelajahi beberapa bagian tubuh wanita. Avanthe menggigit bibir menahan erangan menghadapi tangan Hores yang meremas di payudaranya. Tekstur kasar di tangan pria itu telah meninggalkan sensasi hangat ketika bersentu
Kelopak mata Avanthe mengerjap beberapa kali sekadar mendapat sedikit petunjuk terhadap apa yang dia lewatkan semalam. Hores tidak akan pernah puas sampai pria itu benar – benar mengantuk. Aneh. Jika Avanthe pada akhirnya ikut tertidur, dia seharusnya menemukan Hores di samping ranjang, tetapi situasi di sekitar begitu hening. Tidak ada siapa pun yang Avanthe temukan. Bahkan Hope, juga sungguh tidak terlihat di mana pun.Ke mana ayah dan anak itu?Secara naluri Avanthe ingin beranjak bangun. Napasnya segera berembus kasar mengingat bahwa tidak ada sehelai kain pun membalut di tubuhnya selain selimut tebal yang membungkus begitu rapat. Sambil mengendarkan pandangan ke pelbagai arah. Dia menggenggam erat – erat kain tersebut di bagian dada. Barangkali Hores yang membawa Hope pergi. Avanthe rasa dia harus menemui putri kecilnya. Sesekali dia bertanya – tanya di mana seharusnya dapat menemukan keberadaan si bayi .... Pengetahuan terhadap Hores terlalu minim untuk
“Lain kali jangan terlalu usil.” Avanthe menjatuhkan perhatian lurus – lurus saat dengan hati – hati mengeringkan luka di tangan Hores menggunakan kain bersih. Gerakannya begitu lambat agar rasa sakit tidak lagi membuat Hores meringis, yang sesekali dia tahu bahwa pria itu sedang menahan diri. Bibir yang terkatup rapat dan bagaimana sorot mata gelap menatap sangat tajam memberi Avanthe petunjuk. Yakin Hores sedang memikirkan sesuatu mengenai luka di tangannya. Ekspresi pria itu seperti diselimuti keinginan membalaskan dendam, kadang – kadang kepuasaan juga bermunculan sebagai bagian yang tak pernah Avanthe lewatkan. Dia tidak tahu apa yang mungkin terjadi, tetapi pasti ... luka ini tidak dimiliki sendirinya. Ada sebab akibat yang tak dia temukan, dan Hores tak akan mengatakan apa pun jika Avanthe tidak mencoba sekali lagi untuk membicarakannya. Atau barangkali akan menjadi petunjuk yang buruk supaya diselesaikan di sini.