Mulut Hores memang tidak akan pernah berubah. Beberapa hal segera membuat Avanthe terkejut ketika dia sudah terlalu dekat. Aroma tubuh pria itu masih begitu mengagumkan, sedangkan hasratnya sedang berhamburan – hamburan.
Avanthe kembali terkejut saat Hores kembali merapatkan tubuh mereka. Ujung jari pria itu sedang dengan lambat menyingkirkan beberapa helai rambut yang menempel di ceruk leher, lalu tindakan tersebut berubah seperti sentuhan paling tak terduga. Avanthe nyaris tak pernah membayangkan bahwa hari ini Hores akan memperlakukannya lebih adil. Dia tidak menolak ketika pria itu mulai menjatuhkan mulut di garis bahunya untuk meninggalkan bekas kemerahan di sana, sementara satu tangan Hores mulai merambat sebagaimana pria itu gemar menjelajahi beberapa bagian tubuh wanita. Avanthe menggigit bibir menahan erangan menghadapi tangan Hores yang meremas di payudaranya. Tekstur kasar di tangan pria itu telah meninggalkan sensasi hangat ketika bersentuKelopak mata Avanthe mengerjap beberapa kali sekadar mendapat sedikit petunjuk terhadap apa yang dia lewatkan semalam. Hores tidak akan pernah puas sampai pria itu benar – benar mengantuk. Aneh. Jika Avanthe pada akhirnya ikut tertidur, dia seharusnya menemukan Hores di samping ranjang, tetapi situasi di sekitar begitu hening. Tidak ada siapa pun yang Avanthe temukan. Bahkan Hope, juga sungguh tidak terlihat di mana pun.Ke mana ayah dan anak itu?Secara naluri Avanthe ingin beranjak bangun. Napasnya segera berembus kasar mengingat bahwa tidak ada sehelai kain pun membalut di tubuhnya selain selimut tebal yang membungkus begitu rapat. Sambil mengendarkan pandangan ke pelbagai arah. Dia menggenggam erat – erat kain tersebut di bagian dada. Barangkali Hores yang membawa Hope pergi. Avanthe rasa dia harus menemui putri kecilnya. Sesekali dia bertanya – tanya di mana seharusnya dapat menemukan keberadaan si bayi .... Pengetahuan terhadap Hores terlalu minim untuk
“Lain kali jangan terlalu usil.” Avanthe menjatuhkan perhatian lurus – lurus saat dengan hati – hati mengeringkan luka di tangan Hores menggunakan kain bersih. Gerakannya begitu lambat agar rasa sakit tidak lagi membuat Hores meringis, yang sesekali dia tahu bahwa pria itu sedang menahan diri. Bibir yang terkatup rapat dan bagaimana sorot mata gelap menatap sangat tajam memberi Avanthe petunjuk. Yakin Hores sedang memikirkan sesuatu mengenai luka di tangannya. Ekspresi pria itu seperti diselimuti keinginan membalaskan dendam, kadang – kadang kepuasaan juga bermunculan sebagai bagian yang tak pernah Avanthe lewatkan. Dia tidak tahu apa yang mungkin terjadi, tetapi pasti ... luka ini tidak dimiliki sendirinya. Ada sebab akibat yang tak dia temukan, dan Hores tak akan mengatakan apa pun jika Avanthe tidak mencoba sekali lagi untuk membicarakannya. Atau barangkali akan menjadi petunjuk yang buruk supaya diselesaikan di sini.
Derap – derap, dengan injakkan kaki yang begitu hati – hati. Avanthe memastikan setiap langkahnya tidak menimbulkan reaksi spesifik. Dia tak ingin membangunkan Hores setelah pria itu benar – benar tertidur di sofa. Nicky memberi pesan untuk tidak membangunkan majikan-nya, dan itulah yang Avanthe lakukan. Membiarkan Hores terlelap cukup lama, sementara malam semakin larut, ditambah udara di sekitar terlalu dingin untuk pria sakit. Selama beberapa saat dia tak bisa melepaskan Hores dari pikirannya, sehingga di sini, diliputi selimut tebal yang dilipat menggantung di bagian lengan, Avanthe telah menjulang tinggi memperhatikan wajah tampan—sedang terlelap. Pria itu kembali pucat dengan dada yang sungguh bergerak tenang.Secara tentatif Avanthe memutuskan untuk mengambil posisi duduk di pinggir sofa. Keinginan menatap wajah tidur Hores luar biasa tidak terkendali. Wajah yang terlihat polos, walau sebenarnya ada begitu banyak hal – hal nakal di benak pria itu. Avanthe tidak tahu
“Hope – Hope sudah siap bertemu Daddy-mu yang menjengkelkan?” Avanthe bertanya lembut kepada si bayi. Dia tertawa ringan saat Hope menggeliat antusias dan sesekali gadis kecil itu akan meraba – raba wajahnya. Barangkali keinginan bertemu Hores memang sudah tak tertahan, sehingga Avanthe segera mengambil langkah menuruni undakan tangga. Dia sedikit mengernyit saat beberapa bawahan Hores terlihat berlari dari satu arah ke arah lainnya secara konsisten, seperti ada sesuatu yang mereka kerjakan. Aneh, secara spesifik, yang Avanthe dapati justru dia mencurigai satu ruang di sana. Ruang menonton .... Tempat di mana Hores tidur .... Ntahlah, ketakutan langsung menyergap di benaknya. Avanthe tidak tahu mengapa bayangan – bayangan jahat bermunculan, seolah ingin menghancurkan segala sesuatu yang terbenam. Dia segera melangkahkan kaki, berniat memastikan langsung apa yang sebenarnya terjadi, tetapi tiba – tiba Nicky langsung menghentikan langkahnya.
Hores ....Itu semacam bentuk gumaman samar dan dengan penuh tekad Avanthe segera menggerakkan kakinya yang nyaris terasa begitu kaku. Dia enggan mempercayai bahwa ini adalah sesuatu yang nyata, tetapi jelas – jelas tubuh pria itu memang sedang terbaring tak berdaya. Wajah tampan yang luar biasa pucat menegaskan segala sesuatu di sini.“Apa yang terjadi?”Avanthe bisa mendengar sendiri betapa suaranya bergetar ketika dia berusaha menelusuri bentuk tubuh Hores. Kedua lengan pria itu bahkan diposisikan terlipat di depan perut, persis terlihat seperti mayat baru, walau betapa pun Avanthe tak ingin mempercayai ini secara langsung.Dia menggeleng samar. Juga harus menghadapi matanya yang terasa pedih dan panas. “Apa yang terjadi dengannya Nicky?”Sisa – sisa tenaga untuk menggendong Hope pun cenderung hampir direnggut habis ketika tiba – tiba Nicky dengan inisiatif mengambil si bayi. Ironi, di sanalah tubuh Avanthe jatuh bersimpuh di depan peti.Dari jarak sedekat
Bristol, Inggris. . . . Sudah beberapa hari terakhir Pandora memperhatikan Kingston yang terlihat nyaris tidak menaruh minat pada kebutuhan menunggu elang peliharaan untuk terbang memutar di sekeliling langit sore, tetapi pria itu terus melakukannya sekadar menjulang tinggi dengan wajah begitu datar, bahkan terlalu muram jika dibiarkan begitu saja. Dia tahu apa yang sebenarnya sedang mengusik pikiran suaminya. Kingston terus – terusan menganggap serius reaksi Aceli hari itu, yang sampai saat ini belum terpecahkan, termasuk Avanthe yang tak pernah lagi memberi sinyal. Hanya sedikit informasi ... membuat mereka tahu bahwa Avanthe dan Hores menikah di Istana Bawah Tanah. Raja Osso menyampaikan informasi demikian tepat setelah Kingston melewati portal Kerajaan Ossoron di puncak gedung menterengnya, hanya untuk datang ke perbatasan, memastikan tidak ada perang seperti yang Aceli tangisi tentang Hores. Ya, itu membing
“Bagaimana rasanya pindah ke bar baru?”Sudah sering kali Avanthe menghadapi serentetan pertanyaan Aleson, meskipun pria itu sedang disibukkan kebutuhan menyiapkan beberapa gelas yang harus dibawa, sehingga di sinilah dia masih menunggu dan tidak tahu apakah perlu tetap diam dan membiarkan Aleson bicara sendirian.“Rasanya sangat menjengkelkan dan aku juga bertemu wanita yang sungguh mengerikan.” Sayangnya pengkhianatan dalam diri Avanthe selalu mengambil peran. Dia tak sadar telah mengingat Laticia di meja bar Hores dan bagaimana wanita itu menjambak rambutnya. Sedikit tidak mendengar kabar tentang Laticia. Baguslah jika Hores telah benar – benar menyingkirkan orang ketiga di antara hubungan mereka.“Dan mengapa kau bisa kembali ke sini?”Pertanyaan Aleson sekali lagi mencuak ke permukaan. Pria itu harus setengah berteriak setelah musik keras dinyalakan.“Aku membuat permintaan.”Sesuatu yang sama dilakukan Avanthe. Dia tersenyum antusias saat Aleson me
“Kau dari mana saja, Ava? Aku dari tadi mencarimu.”Avanthe menyengir tertahan mendapati Aleson langsung mengajukan pertanyaan saat pria itu menyadari kedatangannya. Tidak ada yang perlu dibicarakan panjang di sini, dia ingin langsung melakukan pekerjaan setelah mengamati Aleson sibuk menyedok balok es ke dalam ember, lalu menambahkan sebotol sampanye di bagian puncak.“Bawalah ini ke ruang VVIP.”Lagi, hal sekecil ini segera mengingatkan Avanthe kepada Hores. Dia terpaku cukup lama memperhatikan ember dan sampanye yang begitu dekat setelah Aleson menggeser ke arahnya. Pria itu sedang menunggu dengan mengernyit kening, tetapi Avanthe masih butuh waktu beberapa saat sekadar merasa siap.Dia menarik napas dalam – dalam, perlahan menyerahkan senyum tipis kepada Aleson, kemudian mengambil langkah melewati lorong sedikit temaram.Masih tersisa ingatan bagaimana dia tersaruk – saruk usai Hores melepaskan peluru ke kakinya. Di sini, di tempat ini, lalu Avanthe terjeremb