“Bagaimana rasanya pindah ke bar baru?”
Sudah sering kali Avanthe menghadapi serentetan pertanyaan Aleson, meskipun pria itu sedang disibukkan kebutuhan menyiapkan beberapa gelas yang harus dibawa, sehingga di sinilah dia masih menunggu dan tidak tahu apakah perlu tetap diam dan membiarkan Aleson bicara sendirian.“Rasanya sangat menjengkelkan dan aku juga bertemu wanita yang sungguh mengerikan.”Sayangnya pengkhianatan dalam diri Avanthe selalu mengambil peran. Dia tak sadar telah mengingat Laticia di meja bar Hores dan bagaimana wanita itu menjambak rambutnya. Sedikit tidak mendengar kabar tentang Laticia. Baguslah jika Hores telah benar – benar menyingkirkan orang ketiga di antara hubungan mereka.“Dan mengapa kau bisa kembali ke sini?”Pertanyaan Aleson sekali lagi mencuak ke permukaan. Pria itu harus setengah berteriak setelah musik keras dinyalakan.“Aku membuat permintaan.”Sesuatu yang sama dilakukan Avanthe. Dia tersenyum antusias saat Aleson me“Kau dari mana saja, Ava? Aku dari tadi mencarimu.”Avanthe menyengir tertahan mendapati Aleson langsung mengajukan pertanyaan saat pria itu menyadari kedatangannya. Tidak ada yang perlu dibicarakan panjang di sini, dia ingin langsung melakukan pekerjaan setelah mengamati Aleson sibuk menyedok balok es ke dalam ember, lalu menambahkan sebotol sampanye di bagian puncak.“Bawalah ini ke ruang VVIP.”Lagi, hal sekecil ini segera mengingatkan Avanthe kepada Hores. Dia terpaku cukup lama memperhatikan ember dan sampanye yang begitu dekat setelah Aleson menggeser ke arahnya. Pria itu sedang menunggu dengan mengernyit kening, tetapi Avanthe masih butuh waktu beberapa saat sekadar merasa siap.Dia menarik napas dalam – dalam, perlahan menyerahkan senyum tipis kepada Aleson, kemudian mengambil langkah melewati lorong sedikit temaram.Masih tersisa ingatan bagaimana dia tersaruk – saruk usai Hores melepaskan peluru ke kakinya. Di sini, di tempat ini, lalu Avanthe terjeremb
Avanthe memang memiliki perasaan serupa kepada pria itu, tetapi tidak semua rindu adalah seks. Dia tak ingin otak mesum Hores makin bertambah liar dengan membiarkan pria itu menyentuhnya di tempat kerja. Di hari pertama pula. “Hores ....” Tangan Avanthe tertahan di belakang kepala pria itu, yang perlahan turun ke bawah. Mengecup beberapa bagian tubuhnya. Dari dada ... merambat ke perut, meski masih dalam balutan pakaian kerja. Tetapi tentang kehamilan yang telah dia dan Shilom ... berdua duga, sudah sedikit menunjukkan perubahan. Tidak begitu mencolok, mungkin Hores tidak akan pernah menyadarinya, seolah bayi mereka memang menuruti keinginan Avanthe untuk tidak memberitahu pria itu. “Hores ....” Dengan terkejut Avanthe memanggil nama pria yang baru saja melucuti celana kain, dan bahkan sekaligus dalaman berenda di tubuhnya, kemudian melempar ke sembarang arah. Itu membuat Avanthe malu. Dia merasa wajahnya segera memanas saat iris gelap Hores s
Bayangan tentang Hores telah meninggalkan tempat kerjanya, ternyata salah. Malahan Avanthe terkejut menemukan pria itu sedang duduk menyangga lengan di permukaan meja bar dengan ekspresi yang begitu serius dan bahkan nyaris terlihat tak peduli terhadap setiap gerakan Aleson. Di hadapan Hores terdapat sebotol sampanye yang Avanthe tinggalkan di kamar VVIP tadi. Dia bahkan sudah melupakannya jika pria itu tak memperlihatkan secara langsung. Cara Hores menuang sampanye ke dalam gelas berbentuk tulip terlihat elegan. Pria itu telah mengakhiri semburan kecil, kemudian spiral gelembung akan naik ke permukaan untuk meledakkan pesonanya.Avanthe terus terpaku untuk beberapa saat pada gelas yang terisi separuh, lalu Hores menenggaknya dalam satu tengukan. Rasanya akan sangat membakar di sana. Dia meringis memikirkan itu, tidak tahu sejak kapan Hores mulai menyukai cairan fermentasi anggur, tetapi itu lagi – lagi menegaskan bahwa pria yang diamati saat ini telah mengimbangi porsi man
Rencana untuk menunggu mereka sampai di rumah membuat Avanthe tidak bisa menahan diri lebih lama. Selama dalam perjalanan menuju pulang, dia terus mengamati wajah Hores yang begitu tenang, seolah tidak ada satu pun hal yang telah pria itu lakukan. Cukup dengan membiarkan mata gelapnya menatap lurus – lurus ke depan, sementara Carlo sedang menyetir, mengingat Hores datang ke bar diantar oleh Nicky.“Hores.”Ragu – ragu akhirnya Avanthe memanggil nama pria itu. Wajah Hores langsung berpaling dengan ekspresi ganjil saat sedang menatapnya. Hal yang membuat Avanthe buru – buru melanjutkan sisa kalimat yang menggantung di ujung tenggorokan. “Apa yang kau lakukan kepada Laticia tidak terlalu berlebihan?”“Apanya yang berlebihan?”Setidaknya bicara bersama Hores memang akan menguras energi. Avanthe menahan napas sesaat, lalu mengembuskan secara perlahan. Perlukah Hores diberitahu apa yang sudah pria itu lakukan di bar tadi, sebelum mereka sepakat pulang bersama, adalah
“Jadi, bagaimana hari pertamu setelah kembali bekerja?” Pertanyaan Shilom di pagi hari membuat Avanthe menunggu jeda beberapa saat. Dia tersenyum tipis sambil mengumpulkan sisa suapan terakhir ke dalam sendok untuk didekatkan di depan mulut mungil Hope. Si bayi menggeleng berulang kali persis seperti menolak. Mungkin sudah begitu kenyang sehingga Avanthe meletakkan mangkok plastik ke atas meja, sementara tangannya mulai membuka ikatan tali baby bip di leher Hope. “Aku senang dengan pekerjaanku. Sangat menyenangkan.” Dia menjawab diliputi kegiatan mengurus Hope. Hati – hati mengusap mulut mungil si kecil dengan tissue basah. Sesaat Avanthe ingin beranjak bangkit sekadar mencuci perlengkapan makan, tetapi Shilom segera menahannya. “Biar aku saja, Ava.” Bahkan wanita itu sudah merenggut sesuatu di tangannya, yang seketika memberi Avanthe perasaan tidak nyaman. “Tidak apa – apa?” tanyanya nyaris begitu ragu. Shilom b
“Apa yang kau lakukan di sini?” Suara berat dan dalam Hores sarat nada dingin membekukan. Penting mengetahui tujuan dari senyum yang menyeringai masam, tetapi juga terlihat menyimpan beberapa hal terselubung di sana. Keretakan di mata wanita itu kemarin malam seolah hilang tak bersisa, tergantikan oleh Laticia yang baru ... penuh keangkuhan. “Aku di sini untuk meminta tanggung jawab-mu.” Ntah tanggung jawab seperti apa yang wanita itu maksud. Avanthe mendeteksi ekspresi wajah Hores berubah gelap dan serius, bahkan memperhatikan Laticia begitu lamat. Ada sesuatu di antara mereka. Barangkali itulah yang nyaris tidak pernah Avanthe pikirkan. “Tanggung jawab apa?” Dia masih mengamati setiap percakapan antara Hores maupun Laticia yang segera melangkah lebih dekat. Sudut bibir wanita itu berkedut getir. Sekelebat muncul kilatan sinis saat mata Laticia mendelik ke arah Avanthe, kemudian tangan wanita itu mulai menyentuh dada liat Hores. Menyapukan dengan begitu tentatif seakan – aka
Hope baru saja tertidur lelap, yang Avanthe posisikan begitu nyaman di keranjang bayi. Dia mengusap lembut puncak kepala putri kecilnya, bersiap untuk meninggalkan kamar dengan harapan Shilom akan membutuhkan bantuan di dapur, tetapi alih – alih bayangan wanita itu muncul, Avanthe justru mendapati Laticia sudah berdiri angkuh di ambang pintu diliputi tangan saling mendekap di depan dada.Napas Avanthe secara murni berembus panjang. Dia sedang tidak ingin berurusan bersama Laticia atau semacam drama panjang yang ingin wanita itu berikan. Cukup terhadap kesalahan Hores, yang sungguh – sungguh akan membuat hubungan mereka kembali renggang, tidak lagi, Avanthe tidak ingin apa pun lagi.“Apa yang membuatmu tertarik datang ke sini?” Dia bertanya sarat nada defensif. Biar Laticia mengerti tentang sebuah aturan untuk tidak berusaha berjalan terlalu jauh. Mereka tidak memiliki keterikatan mutlak, selain terjebak di antara satu pria. Lagi pula, Avanthe tidak pernah berniat melakukan h
Nyatanya Laticia tahu bahwa Hores akan muncul, menjulang tinggi di depan pintu kamar, hingga memberi Avanthe rasa takut. Terakhir kali, pria itu melakukan pembelaan terhadap Laticia. Sekarang wanita yang sama; mungkin akan memutarbalikkan fakta, barangkali ... Hores pun akan percaya. Lambat sekali Avanthe berusaha bangun, tetapi dia tidak ingin mengatakan apa – apa sekadar melakukan pembelaan. Sudah menduga siapa yang akan dipersalah, terutama Laticia mengaku sedang mengandung anak pria itu, yang tidak pernah diberitahukan kejujuran. Avanthe takut akan terjadi sesuatu kepada kandungannya. Rasa sakit setelah kali pertama jatuh mungkin sedikit dapat dikendalikan. Dia hanya ingin memastikan langsung, menemui Shilom, dan yang paling penting ... tidak ingin dijadikan kambing hitam. Sudah cukup rasanya menghadapi tingkah berlebihan Laticia. Biarkan wanita itu berjaung keras mendapat perhatian Hores saat secara tiba – tiba sentuhan di lengan Avanthe membuatny