“Mengapa kau tidak siapkan barang – barangmu dari awal. Maka kita bisa langsung pergi.”
Geram di balik suara dalam Kingston menegaskan betapa pria itu sedang menahan amarah. Avanthe tahu hal tersebut disebabkan pelbagai rentetan cerita yang dia ungkapkan. Kingston jelas tidak terima atas tindakan jahat, dan yag paling menyakitkan dari sikap Hores. Akan tetapi, Avanthe tak mendambakan pembalasan setimpal. Dia tidak ingin ada pertumpahan baru. Tidak ingin Hores dan Kingston bertempur hanya karena satu masalah serius yang sama. Sekarang Avanthe akan berpamitan kepada Shilom. Wanita itu sejak tadi sedang menatap dengan ekspresi wajah sendu. Dia juga berat harus meninggalkan Shilom yang telah bersedia merawatnya maupun Hope. Namun, akan selalu membutuhkan waktu melupakan beberapa hal. Setelah ini, mungkin Avanthe akan kembali, sekadar bertemu wanita itu sesekali—tentunya, di rumah yang sudah direnovasi. Lupaka“Aku melakukan itu karena kau yang memintanya.” Napas Hores menggebu. Di waktu bersamaan Avanthe juga mendapati wajah pria itu terlihat pucat. Darah masih menetes—dengan percikan yang lebih kecil. Dia ingin menaruh perhatian, mengobati, atau tindakan tambahan yang layak, tetapi ego seakan melarang. Avanthe menoleh ke arah Shilom. Memberi wanita itu sedikit petunjuk dan berharap Shilom memahaminya sebelum dia menemukan sesuatu yang tepat untuk diungkapkan. “Aku memang meminta darimu. Tapi seharusnya kau tidak benar – benar melakukannya. Itu adalah bentuk permintaan putus asa saat kau tahu kemarahamu membuatku terjebak di tengah arah paling buntuh. Aku bahkan tersesat, maka itu memilih untuk diakhiri. Sayangnya, Hores. Kau tidak memakai logikamu sekadar berpikir. Apa yang kau lihat itulah yang menurutmu benar, tanpa sedikitpun merenungi penjelasanku.” “Kita sampai di sini. Aku mohon, mengertilah ....” Getir di balik suara Avanthe merupakan bentuk putus asa lainnya. Namun, meng
Shilom merasa benar – benar khawatir menyaksikan seberapa dalam luka sayatan di pergelangan sang majikan, tetapi Hores tidak menunjukkan reaksi apa pun ketika pria itu sedang diobati—sebenarnya tidak ada kata setuju. Hal yang sama berlaku pada penolakan. Beberapa waktu lalu, tubuh Hores sungguh nyaris tak berdaya. Di saat – saat tersebutlah Nicky menawarkan bantuan. Membawa tubuh majikan mereka ke sofa ruang tamu. Kemudian pada momen di sini, begitu dekat di tempat ini, Shilom akan diam – diam melirik wajah yang terlihat tidak sedang menghadapi apa pun. Mungkinkah Hores mati rasa, mengingat perasaan pria itu telah terobrak – abrik hampir binasa? Itu cukup masuk akal. Terlepas Shilom tidak memiliki keberanian yang cukup, dia masih menyimpan rasa ingin tahu. Apa yang akan dilakukan Hores berikutnya setelah membiarkan Avanthe pergi begitu saja. Harapan tidak terputus di mata gelap itu. Hanya ada semacam badai yang bergero
“Mommy, adik Aceli lucu sekali. Dari mana Mommy mendapatkannya?” Ntah kali ke berapa Aceli mengakui hal serupa, tetapi kali ini gadis kecil itu menambahkan sebentuk pertanyaan dan membuat Avanthe terdiam. Tindakan merapikan pakaian ke keranjang bayi mendadak seperti sesuatu yang mengejutkan, dia terpaku terhadap tindakan Aceli; pipi montok Hope dicubit ringan, sementara si bayi hanya duduk, melonggo, putus asa mengenai apa pun yang harus dihadapi. “Hope ada di perut Mommy, Aceli. Sama seperti denganmu, dan ketika sudah saatnya kalian keluar, Mommy akan melahirkan. Itulah mengapa dia adalah adikmu, kau menyukainya?” “Tentu saja. Hope tidak senakal Luca.” Protes murni dari bibir Aceli hampir membuat Avanthe tertawa geli. Dia melanjutkan pekerjaan tertunda. Tindakan itu hampir selesai. Hanya perlu memindahkan satu atau dua lipatan kain, maka dia perlu mendatangi kedua anaknya.
Posisi Avanthe bukan lagi yang terlukai ketika dia menyaksikan langsung seperti apa Hores harus menghadapi setiap serangan dari pelbagai arah. Kucing – kucing Kingston yang besar, mengerikan, sama sekali tidak seperti peliharaan mungil Hores di mansion mentereng pria itu. Cheetah paling agresif terhadap kebutuhan menyerang. Begitu pula yang nyaris persis dilakukan jaguar, termasuk kucing hibrida dengan kelipatan ukuran. Avanthe yakin Hores akan kewalahan. Terutama karena mereka tahu kucing – kucing yang meraung keras bukanlah peliharaan biasa. Mereka diberkahi aliran dewa, dan tentunya cukup sebanding terhadap kekuatan Hores—bahkan pria itu sedang terluka, tersesat dalam pikiran yang begitu terjal. Ini secara nyata berada di tengah bayangan rumit.Jantung Avanthe seperti diremas. Dia nyaris tidak bisa menahan diri, tetapi Kingston tetap mencegahnya pergi. Tidak mengizinkan bahwa Avanthe akan berlarian ke sana, dan perkelahian brutal mungkin tertahan dengan persakitan sepiha
Keadaan kamar cukup temaram, sayangnya tidak memberi Aceli rasa takut yang cukup untuk sembunyi – sembunyi meninggalkan tempat tidur. Mata terang gadis kecil itu sempat merekam peristiwa saat Hores harus menghadapi serangan brutal dari hewan peliharaan Kingston. Semuanya hampir begitu jelas hingga Pandora mengambil tindakan serius; menutup segala sesuatu di balik kaca tembus pandang. Aceli mengkasihani ayahnya, tetapi dia hanya melihat Helios meletakkan pancake ke atas meja. Ya, setidaknya tak mendengar bagian paling riskan dari keputusan sekarang. Sengaja berpura – pura tidur supaya Avanthe tidak menyadari apa pun. Tersisip ponsel yang bahkan dibawa sampai ke kamar. Aceli tidak awam sekadar menyalakan penerang untuk beberapa ruang yang dibiarkan gelap. Tubuhnya berjalan seperti tuyul yang padat saat menginjakkan kaki ke dapur. Masih ingat di mana pancake itu diletakkan. Namun, Aceli membutuhkan kursi untuk membantunya naik ke atas. Suara berdecit setelah satu tarikan yang sudah be
“Mengapa kau masih di sini? Bukankah semua sudah jelas, Hores? Jangan sampai Kingston melakukan sesuatu yang buruk, karena aku tidak akan berusaha menahannya.” Untuk pertama kali setelah mendiami Hores terlalu lama. Avanthe mengatakan hal tersebut sambil membiarkan lampu dapur menderang. Satu pemandangan mengejutkan ketika dia tahu betapa Hores sedang berkeringat, dan tampaknya pria itu tak sanggup berdiri tegap untuk waktu tertentu. Secara tentatif yang Avanthe ketahui Hores berusaha mencari pegangan. “Aku datang untuk memperjuangkan hak-ku.” Demikian ... bagaimana pria itu seperti mati – matian bicara. “Hak apa yang kau maksud?” tanya Avanthe sanksi. Mata gelap Hores tidak sedikitpun menyiratkan sesuatu yang bisa diketahui. Terlalu dipenuhi dinding. Itu mungkin akan luar biasa terjal jika Avanthe menginginkan masuk ke dalamnya. Paling tidak, dia masih menunggu Hores mengatakan jawaban.
Margarheta Bell mengetahui segala sesuatu dengan kemungkinan terbesar. Hores menggaris bawahi tindakan yang dia lakukan saat mendatangi penjara bawah tanah adalah untuk hal mendasar, bukan sekadar reunian menyedihkan karena Margarheta Bell sedang berduka cita atas kepergian Haris Johannson. Hores manyksikan langsung wanita itu sedang duduk meringkuk di sudut sel, tetapi segera bersikap waspada menyadari langkahnya menderap lebih dekat. Diliputi suara besi bergesek kasar, Hores membuka pintu penjara, tidak ragu berjalan masuk ke dalam, mendatangi ibunya yang menatap tajam penuh kebencian. “Sekarang lihat apa yang bisa kulakukan untukmu, Belle,” ucap Hores pertama kali dan menambahkan seringai samar ketika mengatur posisi hampir sejajar bersama ibunya. Bagaimanapun, Margarheta Bell tidak sanggup lebih tinggi dari putra yang telah dilahirkan. Tubuh Hores jangkung dengan porsi yang sempurna. Nyaris persis seperti Raja Vanderox, meski bukan semacam duplikat nyata. “Apa yang kau lakuk
Taman yang Avanthe datangi seperti hamparan padang bunga. Dia tersenyum sambil menghirup semerbak aroma menyenangkan. Semua berawal dari keputusan yang diserahkan secara mutlak. Terlahir dari dewi bunga, Faura, maka dia mewarisi seluruh elemen dari ibunya. Ini adalah tugas pertama. Avanthe merasa dia sangat beruntung untuk berada di taman bunga sepanjang waktu. Menikmati semekar kelopak yang cantik, dan beberapa bunga dengan taburan biji yang mencolok, tetapi menjadi faktor pelengkap utama. Ini menyenangkan. Rasanya hampir tidak bisa dimungkiri bahwa dia akan merasa putus asa di sini. Secara tentatif ujung jari Avanthe menyentuh bunga peony dengan warna burgundy pekat, terisolasi pada lantar bunga lain yang begitu kontras. Sangat cantik. Bentuknya yang diliputi kelopak besar semacam hal mengagumkan. Dia nyaris hanya terpaku hingga suara berat dan dalam yang asing, muncul dari tempat tersembunyi. “Apa serbuk sari menjadi makanan kalian setiap hari?” Iris