Taman yang Avanthe datangi seperti hamparan padang bunga. Dia tersenyum sambil menghirup semerbak aroma menyenangkan. Semua berawal dari keputusan yang diserahkan secara mutlak. Terlahir dari dewi bunga, Faura, maka dia mewarisi seluruh elemen dari ibunya. Ini adalah tugas pertama. Avanthe merasa dia sangat beruntung untuk berada di taman bunga sepanjang waktu. Menikmati semekar kelopak yang cantik, dan beberapa bunga dengan taburan biji yang mencolok, tetapi menjadi faktor pelengkap utama. Ini menyenangkan. Rasanya hampir tidak bisa dimungkiri bahwa dia akan merasa putus asa di sini. Secara tentatif ujung jari Avanthe menyentuh bunga peony dengan warna burgundy pekat, terisolasi pada lantar bunga lain yang begitu kontras. Sangat cantik. Bentuknya yang diliputi kelopak besar semacam hal mengagumkan. Dia nyaris hanya terpaku hingga suara berat dan dalam yang asing, muncul dari tempat tersembunyi. “Apa serbuk sari menjadi makanan kalian setiap hari?” Iris
Paling tidak, untuk saat ini tak ada yang perlu dikhawatirkan mengenai tindakan Kingston. Mereka membutuhkan Hores, karena itulah ... yang terpenting adalah menyelesaikan ritual tersisa. Setetes darah Hores perlu dimasak di atas kayu arang, dan ketika Avanthe merasakannya, dia akan mendapat reaksi tertentu. Kemungkinan terbesar tidak akan terungkap penolakan dari dimensi paralel jika berusaha melintas. Avanthe sempat bertanya – tanya apa korelasi antara darah Hores dan tujuan dari pernyembuhan ini. Perlahan dia mulai mengerti bahwa bagian paling utara dari kerajaan bawah tanah berbatasan langsung dengan Rasi Cygnus, di mana lubang hitam paling masif ditemukan di biner sinar-X di konstelasi tersebut. Hores telah menggantikan ayahnya sebagai penguasa. Itu terdengar masuk akal setelah mereka telah menyerap jutaan tahun cahaya bintang hingga menyatu sebagai pertikel dan menjadi salah satu bagian kekuatannya. Avanthe menelan ludah kasar ketika menyaksikan kepulan asa
“Sudah pukul berapa sekarang? Kenapa kau tidak membangunkanku?” Suara berat dan dalam Hores terdengar serak ketika kali pertama pria itu tersentak tiba – tiba, seperti baru saja bermimpi buruk, tetapi Avanthe tak berdaya selain hanya menatap lurus di sana, kepada sebentuk tubuh Hores yang akhirnya duduk bersandar di kaki ranjang. Dia bukan tak ingin membangunkan Hores. Guratan lelah seolah melarang dan itulah alasan terpenting yang dipikirkan. Dia tak tega merenggut sesuatu yang coba pria itu ambil dari ketenangan. Memang tidak ada yang akan menyangka setelah lebih dari satu setengah jam akhirnya Hores akan terseret ke permukaan sendiri, dengan napas yang terlihat masih menggebu dan pelbagai usaha keras dilakukan supaya tidak terjebak terlalu lama dalam kesulitan. “Apa Daddy sudah bangun, Mommy?” Lagi ... pintu kamar dibuka untuk keberkian kali oleh satu orang di sana. Aceli begitu antusias mendengar kata pergi, sehingg
“Satu hari setelah kau tiba di Istana Bawah Tanah, aku akhirnya dipindahkan ke Gua Eropis. Hores memberiku tugas agar menjaga jasad ayahnya, dan sebagai ganti ... dia akan mengampuni nyawaku.” “Bagimu itu mungkin terdengar buruk. Tapi, aku menerima tawarannya karena merasa suatu hari nanti akan ada waktunya kita bertemu. Saat – saat seperti inilah yang kutunggu. Kau akhirnya berada di hadapanku. Ava-ku ....” “Ibumu pasti akan bangga. Dia akan selalu tahu bahwa putrinya sangat berani untuk berperang.” Avanthe tersenyum tipis, hampir menyerupai getir membayangkan beberapa prospek seolah ditarik ke belakang. Segala sesuatu memiliki sebab akibat. Perasaaan seseorang tidak akan berubah tanpa titik memuncak. Dia bertanya – tanya bagaimana jika ibunya tidak pernah gugur di medan perang, apakah wanita itu juga akhirnya ada di sini? Di tempat ini? Di suatu ruang yang seharusnya mustahil untuk tetap berada lebih lam
“Bangun, Hores. Anak – anak sudah merindukanmu.” Tiga hari berikutnya, dan masih belum ada petunjuk kapan Hores akan memperlihatkan prospek bagus. Avanthe menggenggam erat jari – jari pria itu yang kasar. Mengusapnya sesekali, terkadang akan merekatkan punggung tangan Hores ke wajah sendiri hanya untuk merasakan apakah pria itu masih berdetak di jantungnya atau tidak. Setidaknya, Avanthe tak akan memungkiri sebuah pengakuan murni antara mereka. Tidak ada yang perlu dibenci. Dia tak lagi harus merasa bersalah karena telah merenggut kebahagiaan Hores, karena mereka bahkan terlalu egois mengakui perasaan masing – masing. Semua masih lengkap di sini, meski janin tak berdosa harus menghadapi dampak di luar kendali ... merasakan akibat dari puncak rantai mengikat yang mereka miliki. Tidak akan. Dia menghela napas kasar; masih menatap wajah Hores ... betapa pria itu memejam tenang, seolah telah lupa ke mana arah jalan pulang. Avanthe yakin bahwa ramuan penaw
Anak – anak masih tertidur lelap bersama di kamar, dipisahkan oleh ranjang dan keranjang sebagai antisipasi awal. Terkadang Aceli tidur tanpa kendali, itu tidak bisa membuat Avanthe mengambil risiko bahwa kedua anak perempuannya akan tidur saling timpa tindih. Mencegah dengan pemisahan, itu pilihan terbaik. Paling tidak, dia bisa menyusuri beberapa bagian di tempat ini, walau tanpa arah, dengan sedikit tenang. Tidak ada petunjuk mengenai apa pun. Avanthe tidak tahu ke mana ayahnya, Hores, ataupun Raja Vanderox pergi. Hanya sesekali dia mendapati para prajurit istana melakukan pekerjaan, berpencar, dan menjaga sebagian pintu di sekitar jalur menikung. Sesaat, langkah Avanthe tertahan di sebuah lorong temaram, di mana dia merasa pernah berada di sini. Ya, pertama kali ketika perang kesalahpahaman terjadi, kemudian Hores mengurungnya di sebuah penjara dengan bentuk nyaris sepetak, bahkan itu benar – benar bukanlah tempat yang layak. Tidak ada ruang untuk bebas. Av
“Dia tidak pernah mencintaiku lagi. Aku tidak ingin memberikan penderitaan lebih besar. Mempertemukannya kepada Ellordi dan membiarkannya pergi bersama anak – anak ... mungkin akan membayar kesalahanku dulu, meski tidak menjadi penebusan yang utuh.” Setelah beberapa hari sekalipun, ternyata ungkapan Hores masih akan terus membayangi benak Avanthe, tidak peduli bahwa dia sudah di sini, di tempat yang begitu damai tanpa pertumpahan darah, bahkan tidak kalah indahnya seperti suatu perhatian harus terbawa pada germelap kegelapan yang konsisten. Ada bagian istimewa ... juga tidak akan Avanthe lupakan, tentang Hores yang dengan suka rela mengantarnya pulang. Menyampaikan salam kepada anak – anak terakhir kali, lalu kembali ke Istana Bawah Tanah tanpa, setidaknya sedikit petunjuk kapan pria itu akan kembali. Avanthe tidak bisa menduga segala sesuatu ketika dia yakin ... Hores sendiri sepertinya enggan bertemu lebih sering; dengannya—tentu saja; anak – anak tidak akan t
Pernyataan Hores terdengar penuh pengalihan serius. Perkara pancake itu lagi dan permasalahan yang selalu sama ....Avanthe diam beberapa saat, terpaku, memikirkan kembali pengajuan Hores sebagai berikut;Apa yang dia ingin pria itu katakan?Tidak banyak, tetapi Hores telah mengatakannya. Ya, setidaknya Avanthe mengerti ... betapa dia perlu menyadari bentuk kesalahpahaman yang menyemat di sana dengan suatu pengakuan nyata. “Dan kau percaya aku akan melakukannya?” tanyanya sarat ekspresi nanar. Ini lebih buruk dari membayangkan Hores telah sadar dari setiap tindakan buruk. Avanthe ingin tahu, adakah cara ampuh untuk menarik Hores ke permukaan, memberi pria itu petunjuk, atau sejenis lainnya, tetapi bagaimana? Dia belum menemukan cara. Dengan desakan putus asa dalam dirinya, reaksi Avanthe yang paling murni adalah menunduk saat Hores seperti tidak memiliki niat menanggapi. Pria itu selalu percaya terhadap apa yang menurutnya benar, tetapi lupa bahwa logika juga h