“Sudah pukul berapa sekarang? Kenapa kau tidak membangunkanku?”
Suara berat dan dalam Hores terdengar serak ketika kali pertama pria itu tersentak tiba – tiba, seperti baru saja bermimpi buruk, tetapi Avanthe tak berdaya selain hanya menatap lurus di sana, kepada sebentuk tubuh Hores yang akhirnya duduk bersandar di kaki ranjang. Dia bukan tak ingin membangunkan Hores. Guratan lelah seolah melarang dan itulah alasan terpenting yang dipikirkan. Dia tak tega merenggut sesuatu yang coba pria itu ambil dari ketenangan. Memang tidak ada yang akan menyangka setelah lebih dari satu setengah jam akhirnya Hores akan terseret ke permukaan sendiri, dengan napas yang terlihat masih menggebu dan pelbagai usaha keras dilakukan supaya tidak terjebak terlalu lama dalam kesulitan. “Apa Daddy sudah bangun, Mommy?” Lagi ... pintu kamar dibuka untuk keberkian kali oleh satu orang di sana. Aceli begitu antusias mendengar kata pergi, sehingg“Satu hari setelah kau tiba di Istana Bawah Tanah, aku akhirnya dipindahkan ke Gua Eropis. Hores memberiku tugas agar menjaga jasad ayahnya, dan sebagai ganti ... dia akan mengampuni nyawaku.” “Bagimu itu mungkin terdengar buruk. Tapi, aku menerima tawarannya karena merasa suatu hari nanti akan ada waktunya kita bertemu. Saat – saat seperti inilah yang kutunggu. Kau akhirnya berada di hadapanku. Ava-ku ....” “Ibumu pasti akan bangga. Dia akan selalu tahu bahwa putrinya sangat berani untuk berperang.” Avanthe tersenyum tipis, hampir menyerupai getir membayangkan beberapa prospek seolah ditarik ke belakang. Segala sesuatu memiliki sebab akibat. Perasaaan seseorang tidak akan berubah tanpa titik memuncak. Dia bertanya – tanya bagaimana jika ibunya tidak pernah gugur di medan perang, apakah wanita itu juga akhirnya ada di sini? Di tempat ini? Di suatu ruang yang seharusnya mustahil untuk tetap berada lebih lam
“Bangun, Hores. Anak – anak sudah merindukanmu.” Tiga hari berikutnya, dan masih belum ada petunjuk kapan Hores akan memperlihatkan prospek bagus. Avanthe menggenggam erat jari – jari pria itu yang kasar. Mengusapnya sesekali, terkadang akan merekatkan punggung tangan Hores ke wajah sendiri hanya untuk merasakan apakah pria itu masih berdetak di jantungnya atau tidak. Setidaknya, Avanthe tak akan memungkiri sebuah pengakuan murni antara mereka. Tidak ada yang perlu dibenci. Dia tak lagi harus merasa bersalah karena telah merenggut kebahagiaan Hores, karena mereka bahkan terlalu egois mengakui perasaan masing – masing. Semua masih lengkap di sini, meski janin tak berdosa harus menghadapi dampak di luar kendali ... merasakan akibat dari puncak rantai mengikat yang mereka miliki. Tidak akan. Dia menghela napas kasar; masih menatap wajah Hores ... betapa pria itu memejam tenang, seolah telah lupa ke mana arah jalan pulang. Avanthe yakin bahwa ramuan penaw
Anak – anak masih tertidur lelap bersama di kamar, dipisahkan oleh ranjang dan keranjang sebagai antisipasi awal. Terkadang Aceli tidur tanpa kendali, itu tidak bisa membuat Avanthe mengambil risiko bahwa kedua anak perempuannya akan tidur saling timpa tindih. Mencegah dengan pemisahan, itu pilihan terbaik. Paling tidak, dia bisa menyusuri beberapa bagian di tempat ini, walau tanpa arah, dengan sedikit tenang. Tidak ada petunjuk mengenai apa pun. Avanthe tidak tahu ke mana ayahnya, Hores, ataupun Raja Vanderox pergi. Hanya sesekali dia mendapati para prajurit istana melakukan pekerjaan, berpencar, dan menjaga sebagian pintu di sekitar jalur menikung. Sesaat, langkah Avanthe tertahan di sebuah lorong temaram, di mana dia merasa pernah berada di sini. Ya, pertama kali ketika perang kesalahpahaman terjadi, kemudian Hores mengurungnya di sebuah penjara dengan bentuk nyaris sepetak, bahkan itu benar – benar bukanlah tempat yang layak. Tidak ada ruang untuk bebas. Av
“Dia tidak pernah mencintaiku lagi. Aku tidak ingin memberikan penderitaan lebih besar. Mempertemukannya kepada Ellordi dan membiarkannya pergi bersama anak – anak ... mungkin akan membayar kesalahanku dulu, meski tidak menjadi penebusan yang utuh.” Setelah beberapa hari sekalipun, ternyata ungkapan Hores masih akan terus membayangi benak Avanthe, tidak peduli bahwa dia sudah di sini, di tempat yang begitu damai tanpa pertumpahan darah, bahkan tidak kalah indahnya seperti suatu perhatian harus terbawa pada germelap kegelapan yang konsisten. Ada bagian istimewa ... juga tidak akan Avanthe lupakan, tentang Hores yang dengan suka rela mengantarnya pulang. Menyampaikan salam kepada anak – anak terakhir kali, lalu kembali ke Istana Bawah Tanah tanpa, setidaknya sedikit petunjuk kapan pria itu akan kembali. Avanthe tidak bisa menduga segala sesuatu ketika dia yakin ... Hores sendiri sepertinya enggan bertemu lebih sering; dengannya—tentu saja; anak – anak tidak akan t
Pernyataan Hores terdengar penuh pengalihan serius. Perkara pancake itu lagi dan permasalahan yang selalu sama ....Avanthe diam beberapa saat, terpaku, memikirkan kembali pengajuan Hores sebagai berikut;Apa yang dia ingin pria itu katakan?Tidak banyak, tetapi Hores telah mengatakannya. Ya, setidaknya Avanthe mengerti ... betapa dia perlu menyadari bentuk kesalahpahaman yang menyemat di sana dengan suatu pengakuan nyata. “Dan kau percaya aku akan melakukannya?” tanyanya sarat ekspresi nanar. Ini lebih buruk dari membayangkan Hores telah sadar dari setiap tindakan buruk. Avanthe ingin tahu, adakah cara ampuh untuk menarik Hores ke permukaan, memberi pria itu petunjuk, atau sejenis lainnya, tetapi bagaimana? Dia belum menemukan cara. Dengan desakan putus asa dalam dirinya, reaksi Avanthe yang paling murni adalah menunduk saat Hores seperti tidak memiliki niat menanggapi. Pria itu selalu percaya terhadap apa yang menurutnya benar, tetapi lupa bahwa logika juga h
Pernyataan Hores mengenai perang di wilayah pria itu menjadi suatu bagian paling nyata, bahwa mereka ... meski tidak terlibat; juga mengalami dampak serius. Suara – suara ledakan hingga guncangan yang sesekali terasa begitu keras merupakan prospek terburuk. Avanthe bertanya – tanya pertempuran seperti apa, atau barangkali perebutan hak dari mana sehingga nyaris tidak ada damai di Kerajaan Bawah Tanah. Dia khawatir mengenai Hores, takut jika akan terjadi suatu hal tak diinginkan dan berakibat fatal. Rasanya sesuatu di dalam diri Avanthe seakan ingin memberi petunjuk. Dia tak ingin terlalu memikirkan hal tersebut, hanya tidak tahu bagaimana caranya, tidak tahu apakah seharus ini mendambakan Hores baik – baik saja, maka pria itu akan kembali mendatangi anak – anak, apalagi ... jika secara ajaib mereka bisa berdamai. Membayangkan andai perasaan mereka kembali utuh. Anak – anak juga akan menyukainya; tidak ada pemisahan dan pelbagai hal lain yang menjadi masalah besar.“Mommy,
“Hores?” Seperti ada gemuruh besar dengan segala bentuk sambaran mengerikan. Avanthe menatap wajah Ellordi penuh tanda tanya. Dia tak ingin percaya terhadap apa pun itu. Tidak ada penjelasan gamblang mengenai keadaan Hores saat ini, tetapi mengapa rasanya seperti telah membawa dia menghadapi pendekatan yang jelas, di mana kekhawatiran berakhir sebagai rayuan tidak masuk akal. Hores baik – baik saja ... akan selalu begitu. Pria itu harus kembali untuk anak – anaknya. Bukankah Aceli sudah menunggu? Meminta supaya Avanthe membangunkan ketika Hores datang? Sekarang apa yang bisa dilakukan setelah semua terasa mengejutkan? Avanthe menatap ayahnya sambil menggeleng samar. Bagian paling penting adalah menyingkirkan tumpukan air yang membentuk percikan kaca. Dia melihat semua dengan buram, sama seperti berjuang keras meyakinkan perasaannya, meski tidak ada harapan tersisa. “Jangan katakan itu, Papa,“ ucap Avanthe mendeteksi akan ada suatu informasi u
“Hores ...,” panggil Avanthe lirih. Dia dengan gemetar mengusap rahang kasar pria itu. Berharap akan ada prospek bagus, tetapi tidak. Hening terasa penuh gemuruh. Rasanya benar – benar menyakitkan. “Aku bicara denganmu, Hores ....” “Hores tidak akan mendengarmu. Dia sedang masa pemulihan saat ikut berperang. Aku mengingatkannya supaya tidak ikut. Putra-ku sangat keras kepala. Dia tetap melibatkan diri, sampai mereka menemukan kelemahannya dan menghajarnya tanpa ampun.” Kelemahan? Di mana sebenarnya Hores juga sedang terluka? Dan mereka, siapa pun mereka, memanfaatkan situasi ini untuk menikung di belakang? Avanthe mengetatkan pelukan secara naluriah. Dia hanya ingin melarikan diri dari cengkeraman Hores, bukan dengan sengaja membuat pria itu terluka parah. Hores menghadapi risiko besar, karena berusaha memulangkannya ke neraka berbentuk mewah, berusaha mengembalikannya ke Meksiko dan anak – anak akan itu serta. Namun, semua berubah