Suara berat dan dalam itu membuat Avanthe gelisah. Tidak ada yang akan dia serahkan kepada Hores, kalaupun pria tersebut menginginkannya. Mungkin satu pukulan khusus bisa sedikit dipertimbangkan. Avanthe tidak akan menyia – nyiakan kesempatan. Segera meremas tangannya menjadi kepalan mantap, lalu memukul bisep Hores yang terasa keras. Tindakan yang sebenarnya tidak sama sekali berpengaruh, tetapi itu cukup menarik kembali perhatian Hores.
“Apa yang kau lakukan? Sudah bogel ini ... masih belagu memukulku?”Sialnya, Hores sedang menghina, alih – alih mengajukan pertanyaan dengan benar. Pernyataan Kai semalam ternyata tepat sasaran. Hores adalah makhluk nyaris dua meter—mungkin sebenarnya memang dua meter dan pria itu merasa punya kebebasan untuk mengomentari bentuk tubuh yang lainnya. Ntah harus berapa kali Avanthe mendeklarasikan kalau – kalau tinggi yang dia miliki sudah sesuai standar. Hores yang tidak mau mendengarkan. Barangkali Avanthe perlu menanyai keberadaan Kai setel“Di mana Kue Buntal?”Tubuh Avanthe tersentak ketika dia sedang merapikan pakaian untuk disusun ke dalam koper, tetapi tiba – tiba Hores muncul tanpa peringatan—terlebih suara berat dan dalam pria itu nyaring di tengah – tengah hening dan Hope yang baru saja tertidur lelap.Langkah kaki yang mendekat sudah terduga. Kebutuhan Hores secara pasti menimbulkan satu golakan serius. Avanthe tidak akan membiarkan pria itu menyentuh Hope—langsung mengambil tindakan mencegah lengan yang terulur ingin menggendong tubuh gadis kecilnya.“Hope sedang tidur siang. Jangan mengganggunya.” Avanthe bicara sambil memukul lengan Hores. Biarkan pria itu menatapnya tajam dan segera mengerti bahwa Hope tidak bisa diganggu saat – saat seperti ini.“Aku tidak menyuruhmu menidurkannya.”Hores menanggapi dengan sinis, cukup membuat Avanthe menipiskan bibir tanpa sadar.“Aku tidak butuh pendapat atau perintahmu. Hope sudah mengantuk, jadi aku menidurkannya. Lebih baik kau pikirkan kembali perkataanku. Bawa kami pu
“Menurut padaku, Ava. Apa susahnya?”Tentu, Avanthe bisa menurut. Hal yang jelas – jelas bukan bagian tersulit dari perlbagai pertimbangan jika dan jika ... Hores mau berhenti menunjukkan setiap perlakuan jahat, yang berjalan sebagaimana pria itu menginginkan kehacurannya.Segera Avanthe menipiskan bibir saat dia memiliki sedikit kesempatan atas cengkeraman tangan Hores yang mulai mengendur. “Aku tidak akan menurut terhadap siapa pun yang bersikap jahat kepadaku, dan itu termasuk kau, Hores. Kau selalu menyiksaku tidak peduli bahwa sebenarnya kau juga bertanggung jawab atas kematian ayahku.”“Kau tahu kita impas. Ya, impas.”“Tapi aku bingung harus berapa kali memberitahumu. Kau menutup mata atas kenyataan itu. Nafsu setanmu adalah untuk menghancurkan hidupku. Kau selalu melakukannya, dan kau berhasil melakukannya.”“Kau juga tahu hanya Hope satu – satunya alasanku bertahan, tapi kau malah menginginkan Hope jauh dariku.”“Sikap buruk yang kau berikan sud
Satu naluri yang giat mendesak Avanthe untuk tersentak bangun setelah tanpa sengaja tertidur di samping Hope. Setengah mengangkat wajah, Avanthe memperhatikan keadaan di sekitar. Hening begitu terjal dan bagaimana Hope masih tertidur sama tenangnya sejak terakhir kali Avanthe menemani bayinya di ranjang—melupakan bahwa dia memiliki pekerjaan tertunda; harus menghadapi sisa – sisa kain teronggok berantakan hingga koper yang terbuka utuh.Dengan tentatif Avanthe memutuskan kembali melanjutkan. Melipat pakaiannya dan baju – baju mungil Hope, lalu menyusun hati – hati ke dalam koper. Semua kebutuhan Avanthe tidak melibatkan jeda, tetapi dia tidak tahu bahwa akhirnya Hope akan terbangun—lalu memanggilnya lewat ocehan menggemaskan.Wajah Avanthe berpaling, senang sekali menyaksikan Hope tidak rewel. Dia akan membirkan gadis kecil itu bermain – main dengan mengisap jempol tangan sebentar. Tersisa satu untuk dilipat, berikutnya Avanthe hanya perlu menarik resleting koper dan menempa
Kening Avanthe mengenyit dalam ketika kali pertama mengulik sesuatu di dapur, dan secara mengejutkan dia menemukan pelbagai macam bahan makanan mentah tersusun di rak lemari. Cukup tak menyangka karena terakhir, bahkan semalam ... rasanya begitu minim kebutuhan utama tersusun bertingkat – tingkat di sana. Beberapa saat Avanthe berjuang keras memahami. Memang nyaris tidak sepenuhnya mengerti, tetapi dia akan menganggap bahwa ini bagian dari pergi-nya Hores. Pria itu akan memikirkan Hope dan memutuskan untuk menyiapkan keperluan makan. Sudut bibir Avanthe tanpa sadar melekuk. Dia bisa mencoba memikirkan apa yang paling tepat dan bagaimana dia akan membuat makanan pendamping asi pertama Hope. Kebetulan Hores menyiapkan segala jenis buah, kacang – kacangan terutama daging dan sayuran. Menu apa yang cocok untuk Hope?Avanthe bertanya – tanya bimbang. Menghadapi proses cukup lama sekadar mempertimbangkan keputusan, yang segera membuatnya menemukan jawaban.Dia akan
Tarikan napas panjang dan wajah menengadah Hores setelah menempatkan bokong di singgasananya meninggalkan pelbagai perasaan melegakan. Untuk waktu yang lama, usai energi yang dia miliki benar – benar terkuras, saat ini Hores merasa partikel – partikel yang berpencar di tubuhnya seolah kembali merapat. Mencoba lebih banyak mengumpulkan ketenangan—dia kemudian membiarkan kelopak matanya terpejam.Hanya ada satu alasan mengapa Hores kembali menyatukan tubuh dan merasakan udara di istana bawah tanah—kebencian terhadap Avanthe. Rasanya ... sekali saja Hores tidak ingin melibatkan amarah yang berada di puncak panas dan bara, tetapi tindakan Avanthe di medan perang hari itu tidak pernah sungguh – sungguh meninggalkan benaknya. Hores menyaksikan sendiri, sementara di momen yang sama dia tidak bisa melakukan apa – apa untuk mencegah serangan itu terjadi. Kematian Raja Vanderox seperti telah merenggut nyaris separuh perasaan yang Hores miliki. Hanya ayahnya yang selalu peduli ketika
“Mrs. Winter?” Tubuh Avanthe tersentak setelah tiba – tiba suara Nicky muncul ke permukaan hingga aroma tubuh pria itu tersapu oleh angin di sekitar. Avanthe segera mengerjap, lalu separuh memalingkan wajah menatap ke arah Nicky. Pria itu tersenyum kaku, mungkin merasa telah mengganggunya. “Ada apa, Nicky?” tanya Avanthe sambil menahan Hope yang menggeliat ingin pergi, seakan – akan gadis kecil itu bisa melakukan dengan mudah. “Shilom bilang ingin bicara bersama Anda.” Sebelah alis Avanthe terangkat tidak mengerti. Nicky tidak memberitahu secara spesifik, tetapi ketika pria itu mengajukan senggenggam ponsel di tangannya. Avanthe tidak ragu menerima benda pipih tersebut dan melekukkan bibir tipis. Ternyata wajah Shilom sudah terlihat di sana. Wanita itu menunggu, lalu tersenyum saat mereka melakukan kontak mata secara virtual. [Apa kabarmu dan Hope, Ava?]
Berdasarkan informasi terakhir yang pernah Hores terima, dia telah mengantongi alamat gedung di mana Aceli sedang menjalani pendidikan primer di usia lima tahun. Pendidikan wajib, yang meskipun Hores sangat tahu bahwa sebenarnya sejak dulu Aceli selalu tidak sabar untuk bersekolah, dia yakin Kingston tidak mungkin membiarkan keinginan besar Aceli meluruh begitu saja. Pria itu memilih sekolah dengan predikat terbaik di Bristol. Ya, dan di sinilah Hores berakhir. Menjulang tinggi di satu titik mengagumi senyum gadis kecil—cantik seperti Avanthe—yang terkadang akan tertawa—lalu membicarakan sesuatu nyaris samar – samar. Betapa Aceli terlihat sangat bahagia menikmati momen sedang berayun di atas jungkat – jungkit. Sebuah pemandangan yang dalam sekejap mendesak Hores supaya enggan mengamati lebih lama dan sayup – sayup menjadi dorongan yang menuntut Hores supaya melangkah lebih dekat. Beberapa saat dia mengamati sekitar. Bagus ... mengetahui Aceli tidak be
“Hope – Hope sangat suka kacang? Nanti Mommy akan buatkan lagi sarapan kacang yang Hope – Hope suka.” Satu suapan terakhir membuat Avanthe benar – benar gembira. Dia membersihkan sisa – sisa kacang yang menyebar di sekitar mulut mungil Hope. Memastikan bahwa putri kecilnya sudah kenyang, lalu memberi Hope minum dan menaruh buah pisang yang sudah diiris bulat – bulat tipis. Untuk bagian ini, Avanthe akan membiarkan Hope melakukan sendiri. Menyaksikan potongan buah pertama telah digenggam erat hingga Hope memasukkannya ke dalam mulut. Jari – jari tangan si bayi tidak dilepaskan di sana. Hope cenderung lebih sering mengisap alih – alih mencoba untuk mengunyah. Pose demikian menunjukkan Hope yang sedikit rakus seperti ayahnya. Avanthe menghela napas kasar setelah bayangan pria itu muncul begitu deras. Dia tak ingin memikirkan lagi perihal Hores yang telah meninggalkan pulau pribadi sendiri nyaris tiga hari. Mungkin pria itu menghadapi pelbagai kesibukan. Avanthe juga
“Kau benar – benar akan pergi meninggalkan istana, Hores?” Mata gelap Hores menatap setengah kosong ke depan. Dia telah mengambil keputusan dan menyiapkan segala sesuatu untuk berkelena. Mungkin butuh beberapa waktu sampai benar – benar bisa melupakan kematian Avanthe. Sudah tepat seminggu ... tidak ada petunjuk. Hores tidak sanggup bertahan di sini lebih lama. Dia tak bisa terus dibayangi keberadaan Avanthe di wajah anak – anak. Aceli dan Hope merefleksikan sebuah senyum yang pernah begitu indah. Itu sangat menyakitkan. Hores tidak tahu bagaimana cara melupakan. Berharap dengan berpegian akan menyeretnya keluar dari jurang terjal. Dia ingin menjadi musafir yang lupa arah jalan pulang. Ingin meninggalkan pelbagai macam ingatan di masa lalu, seperti permintaan Avanthe; saat di mana wanita itu pernah begitu ingin agar dia melupakan masa kelam yang menyatukan mereka. Andai saja. Hores menarik napas panjang setelah mengemasi seluruh kebutuhan untuk memulai. Dia menatap Raja V
“Sudah tiga hari, Hores. Kau menghabiskan darahmu di sini. Jika kau memang mencintai Ava. Biarkan dia bereinkarnasi, dia akan hidup kembali. Berharaplah akan menjadi manusia. Tapi, dengan menyimpan jasadnya kau tidak akan mendapat apa pun. Selain itu, apa yang kau lakukan bisa membuatmu terbunuh. Kau satu – satunya yang kumiliki. Aku tidak ingin kehilangan dirimu.” Raja Vanderox menjulang tinggi di belakang, menatap sebentuk bahu Hores yang lunglai ketika pria itu bersimpuh di depan peti tembus pandang, sambil meletakkan tangan ke dalam. Darah terus dibiarkan menetes supaya mengisi penuh dan merendam tubuh kaku Avanthe sebagai proses pengawetan. Tidak ada yang tahu kapan semua berakhir seperti semestinya. Sebagian dari mereka menyimpan pengetahuan berani bahwa Avanthe jelas – jelas tidak akan kembali. Tidak termasuk ke dalam pengecualian. Bagaimanapun, Raja Vanderox tak sanggup melihat putranya menderita. Hores seperti hilang arah; tersesat; melupakan bahwa pria
Avanthe menjulang dengan pandangan lurus ke bawah. Ujung pedang ... menancap di telapak tangan Margarheta Bell kembali ditarik. Wanita itu lagi – lagi mendesis, tetapi dia tak peduli. Tujuannya pasti. Margarheta Bell harus membayar setiap penderitaan Hores, yang menjadi rasa takut terdalam di pikiran pria tersebut. Untuk memusnahkannya; mereka perlu melenyapkan sumber utama. Telah begitu dekat. Hampir. Avanthe menyeringai tipis. “Aku akan membunuhmu,” ucapnya diliputi serangan konkrit dan menghujam perut Margarheta Bell. Dia tak ingin wanita itu terburu mengembuskan napas terakhir. Harus ada penderitaan lain, yang belum terbayarkan. Ingin mendengar teriakan lebih keras ketika Margarheta Bell mengerang kesakitan. Ada kepuasann di mana Avanthe menekan ujung pedang dan membuat wanita itu terlihat diliputi kecenderungan untuk menahan diri, atau memang Margarheta Bell berusaha mengatakan sesuatu. Wanita itu memegangi luka lubang menganga di perutnya sambil mendedika
Kai .... Pria itu ada di sana, berdiri nyaris tanpa diberi jarak dari Margarheta Bell. Sebuah pemandangan yang membuat perasaan Avanthe seperti ditikam. Dia dirampas, kemudian dilempar ke tepian untuk menyadari bahwa Kai tidak sebaik dari yang pernah dibayangkan. Mengapa seperti ini? Benak Avanthe bertanya – tanya kapan? Apakah ini bagian rencana awal yang tidak sama sekali dia ketahui, bahwa Kai bukan benar – benar seorang teman. Pria itu sama sekali tidak memberi petunjuk. Tak ada yang sanggup menyadarinya atau malah Hores .... Wajah Avanthe berpaling ke arah pria, persis menjulang tinggi di sampingnya. Hores tidak diliputi ekspresi terkejut, atau sebenarnya .... “Kau tahu ini dari awal?” tanya Avanthe nyaris tak percaya. Hores melirik singkat, tetapi anggukan luar biasa samar seperti menamparnya dengan keras. “Mengapa kau tidak sedikitpun bicarakan ini kepadaku?” “Berharap kau akan pe
“Aku tidak menginzinkanmu pergi, Ava. Kau tidak boleh ikut berperang. Ada risiko yang kau tahu kita tak bisa menghindarinya. Aku tak ingin sesuatu terjadi kepadamu. Kau adikku.”Avanthe tersenyum tipis menanggapi pernyataan Kingston. Dia akan baik – baik saja, meski merasa getir mengenai apa yang menjadi keputusan; menitipkan anak – anak, lalu berniat kembali ke dunia mereka sesungguhnya. Ini sudah termasuk sebagai keputusan yang bulat. Avanthe tahu betapa mereka akan menghadapi risiko riskan, tetapi terus menyaksikan Hores terluka adalah rasa sakit tak terungkap. Makin mencekik jika dia berusaha bersikap tak peduli. Malah, benaknya terus menaruh desakan khawatir mengenai pria itu. Hores sudah menghadapi masa – masa sulit. Dia tidak ingin berakhir terlalu jauh. “Aku akan baik – baik saja. Tidak usah takut. Kau tahu aku tidak lemah, bisa menjaga diriku dengan baik. Hores dan ayahnya mungkin akan kalah pasukan. Kita tidak tahu seberapa jauh Margarheta Bell menyiapkan perang i
“Hores ...,” panggil Avanthe lirih. Dia dengan gemetar mengusap rahang kasar pria itu. Berharap akan ada prospek bagus, tetapi tidak. Hening terasa penuh gemuruh. Rasanya benar – benar menyakitkan. “Aku bicara denganmu, Hores ....” “Hores tidak akan mendengarmu. Dia sedang masa pemulihan saat ikut berperang. Aku mengingatkannya supaya tidak ikut. Putra-ku sangat keras kepala. Dia tetap melibatkan diri, sampai mereka menemukan kelemahannya dan menghajarnya tanpa ampun.” Kelemahan? Di mana sebenarnya Hores juga sedang terluka? Dan mereka, siapa pun mereka, memanfaatkan situasi ini untuk menikung di belakang? Avanthe mengetatkan pelukan secara naluriah. Dia hanya ingin melarikan diri dari cengkeraman Hores, bukan dengan sengaja membuat pria itu terluka parah. Hores menghadapi risiko besar, karena berusaha memulangkannya ke neraka berbentuk mewah, berusaha mengembalikannya ke Meksiko dan anak – anak akan itu serta. Namun, semua berubah
“Hores?” Seperti ada gemuruh besar dengan segala bentuk sambaran mengerikan. Avanthe menatap wajah Ellordi penuh tanda tanya. Dia tak ingin percaya terhadap apa pun itu. Tidak ada penjelasan gamblang mengenai keadaan Hores saat ini, tetapi mengapa rasanya seperti telah membawa dia menghadapi pendekatan yang jelas, di mana kekhawatiran berakhir sebagai rayuan tidak masuk akal. Hores baik – baik saja ... akan selalu begitu. Pria itu harus kembali untuk anak – anaknya. Bukankah Aceli sudah menunggu? Meminta supaya Avanthe membangunkan ketika Hores datang? Sekarang apa yang bisa dilakukan setelah semua terasa mengejutkan? Avanthe menatap ayahnya sambil menggeleng samar. Bagian paling penting adalah menyingkirkan tumpukan air yang membentuk percikan kaca. Dia melihat semua dengan buram, sama seperti berjuang keras meyakinkan perasaannya, meski tidak ada harapan tersisa. “Jangan katakan itu, Papa,“ ucap Avanthe mendeteksi akan ada suatu informasi u
Pernyataan Hores mengenai perang di wilayah pria itu menjadi suatu bagian paling nyata, bahwa mereka ... meski tidak terlibat; juga mengalami dampak serius. Suara – suara ledakan hingga guncangan yang sesekali terasa begitu keras merupakan prospek terburuk. Avanthe bertanya – tanya pertempuran seperti apa, atau barangkali perebutan hak dari mana sehingga nyaris tidak ada damai di Kerajaan Bawah Tanah. Dia khawatir mengenai Hores, takut jika akan terjadi suatu hal tak diinginkan dan berakibat fatal. Rasanya sesuatu di dalam diri Avanthe seakan ingin memberi petunjuk. Dia tak ingin terlalu memikirkan hal tersebut, hanya tidak tahu bagaimana caranya, tidak tahu apakah seharus ini mendambakan Hores baik – baik saja, maka pria itu akan kembali mendatangi anak – anak, apalagi ... jika secara ajaib mereka bisa berdamai. Membayangkan andai perasaan mereka kembali utuh. Anak – anak juga akan menyukainya; tidak ada pemisahan dan pelbagai hal lain yang menjadi masalah besar.“Mommy,
Pernyataan Hores terdengar penuh pengalihan serius. Perkara pancake itu lagi dan permasalahan yang selalu sama ....Avanthe diam beberapa saat, terpaku, memikirkan kembali pengajuan Hores sebagai berikut;Apa yang dia ingin pria itu katakan?Tidak banyak, tetapi Hores telah mengatakannya. Ya, setidaknya Avanthe mengerti ... betapa dia perlu menyadari bentuk kesalahpahaman yang menyemat di sana dengan suatu pengakuan nyata. “Dan kau percaya aku akan melakukannya?” tanyanya sarat ekspresi nanar. Ini lebih buruk dari membayangkan Hores telah sadar dari setiap tindakan buruk. Avanthe ingin tahu, adakah cara ampuh untuk menarik Hores ke permukaan, memberi pria itu petunjuk, atau sejenis lainnya, tetapi bagaimana? Dia belum menemukan cara. Dengan desakan putus asa dalam dirinya, reaksi Avanthe yang paling murni adalah menunduk saat Hores seperti tidak memiliki niat menanggapi. Pria itu selalu percaya terhadap apa yang menurutnya benar, tetapi lupa bahwa logika juga h