Satu naluri yang giat mendesak Avanthe untuk tersentak bangun setelah tanpa sengaja tertidur di samping Hope. Setengah mengangkat wajah, Avanthe memperhatikan keadaan di sekitar. Hening begitu terjal dan bagaimana Hope masih tertidur sama tenangnya sejak terakhir kali Avanthe menemani bayinya di ranjang—melupakan bahwa dia memiliki pekerjaan tertunda; harus menghadapi sisa – sisa kain teronggok berantakan hingga koper yang terbuka utuh.
Dengan tentatif Avanthe memutuskan kembali melanjutkan. Melipat pakaiannya dan baju – baju mungil Hope, lalu menyusun hati – hati ke dalam koper. Semua kebutuhan Avanthe tidak melibatkan jeda, tetapi dia tidak tahu bahwa akhirnya Hope akan terbangun—lalu memanggilnya lewat ocehan menggemaskan.Wajah Avanthe berpaling, senang sekali menyaksikan Hope tidak rewel. Dia akan membirkan gadis kecil itu bermain – main dengan mengisap jempol tangan sebentar. Tersisa satu untuk dilipat, berikutnya Avanthe hanya perlu menarik resleting koper dan menempaKening Avanthe mengenyit dalam ketika kali pertama mengulik sesuatu di dapur, dan secara mengejutkan dia menemukan pelbagai macam bahan makanan mentah tersusun di rak lemari. Cukup tak menyangka karena terakhir, bahkan semalam ... rasanya begitu minim kebutuhan utama tersusun bertingkat – tingkat di sana. Beberapa saat Avanthe berjuang keras memahami. Memang nyaris tidak sepenuhnya mengerti, tetapi dia akan menganggap bahwa ini bagian dari pergi-nya Hores. Pria itu akan memikirkan Hope dan memutuskan untuk menyiapkan keperluan makan. Sudut bibir Avanthe tanpa sadar melekuk. Dia bisa mencoba memikirkan apa yang paling tepat dan bagaimana dia akan membuat makanan pendamping asi pertama Hope. Kebetulan Hores menyiapkan segala jenis buah, kacang – kacangan terutama daging dan sayuran. Menu apa yang cocok untuk Hope?Avanthe bertanya – tanya bimbang. Menghadapi proses cukup lama sekadar mempertimbangkan keputusan, yang segera membuatnya menemukan jawaban.Dia akan
Tarikan napas panjang dan wajah menengadah Hores setelah menempatkan bokong di singgasananya meninggalkan pelbagai perasaan melegakan. Untuk waktu yang lama, usai energi yang dia miliki benar – benar terkuras, saat ini Hores merasa partikel – partikel yang berpencar di tubuhnya seolah kembali merapat. Mencoba lebih banyak mengumpulkan ketenangan—dia kemudian membiarkan kelopak matanya terpejam.Hanya ada satu alasan mengapa Hores kembali menyatukan tubuh dan merasakan udara di istana bawah tanah—kebencian terhadap Avanthe. Rasanya ... sekali saja Hores tidak ingin melibatkan amarah yang berada di puncak panas dan bara, tetapi tindakan Avanthe di medan perang hari itu tidak pernah sungguh – sungguh meninggalkan benaknya. Hores menyaksikan sendiri, sementara di momen yang sama dia tidak bisa melakukan apa – apa untuk mencegah serangan itu terjadi. Kematian Raja Vanderox seperti telah merenggut nyaris separuh perasaan yang Hores miliki. Hanya ayahnya yang selalu peduli ketika
“Mrs. Winter?” Tubuh Avanthe tersentak setelah tiba – tiba suara Nicky muncul ke permukaan hingga aroma tubuh pria itu tersapu oleh angin di sekitar. Avanthe segera mengerjap, lalu separuh memalingkan wajah menatap ke arah Nicky. Pria itu tersenyum kaku, mungkin merasa telah mengganggunya. “Ada apa, Nicky?” tanya Avanthe sambil menahan Hope yang menggeliat ingin pergi, seakan – akan gadis kecil itu bisa melakukan dengan mudah. “Shilom bilang ingin bicara bersama Anda.” Sebelah alis Avanthe terangkat tidak mengerti. Nicky tidak memberitahu secara spesifik, tetapi ketika pria itu mengajukan senggenggam ponsel di tangannya. Avanthe tidak ragu menerima benda pipih tersebut dan melekukkan bibir tipis. Ternyata wajah Shilom sudah terlihat di sana. Wanita itu menunggu, lalu tersenyum saat mereka melakukan kontak mata secara virtual. [Apa kabarmu dan Hope, Ava?]
Berdasarkan informasi terakhir yang pernah Hores terima, dia telah mengantongi alamat gedung di mana Aceli sedang menjalani pendidikan primer di usia lima tahun. Pendidikan wajib, yang meskipun Hores sangat tahu bahwa sebenarnya sejak dulu Aceli selalu tidak sabar untuk bersekolah, dia yakin Kingston tidak mungkin membiarkan keinginan besar Aceli meluruh begitu saja. Pria itu memilih sekolah dengan predikat terbaik di Bristol. Ya, dan di sinilah Hores berakhir. Menjulang tinggi di satu titik mengagumi senyum gadis kecil—cantik seperti Avanthe—yang terkadang akan tertawa—lalu membicarakan sesuatu nyaris samar – samar. Betapa Aceli terlihat sangat bahagia menikmati momen sedang berayun di atas jungkat – jungkit. Sebuah pemandangan yang dalam sekejap mendesak Hores supaya enggan mengamati lebih lama dan sayup – sayup menjadi dorongan yang menuntut Hores supaya melangkah lebih dekat. Beberapa saat dia mengamati sekitar. Bagus ... mengetahui Aceli tidak be
“Hope – Hope sangat suka kacang? Nanti Mommy akan buatkan lagi sarapan kacang yang Hope – Hope suka.” Satu suapan terakhir membuat Avanthe benar – benar gembira. Dia membersihkan sisa – sisa kacang yang menyebar di sekitar mulut mungil Hope. Memastikan bahwa putri kecilnya sudah kenyang, lalu memberi Hope minum dan menaruh buah pisang yang sudah diiris bulat – bulat tipis. Untuk bagian ini, Avanthe akan membiarkan Hope melakukan sendiri. Menyaksikan potongan buah pertama telah digenggam erat hingga Hope memasukkannya ke dalam mulut. Jari – jari tangan si bayi tidak dilepaskan di sana. Hope cenderung lebih sering mengisap alih – alih mencoba untuk mengunyah. Pose demikian menunjukkan Hope yang sedikit rakus seperti ayahnya. Avanthe menghela napas kasar setelah bayangan pria itu muncul begitu deras. Dia tak ingin memikirkan lagi perihal Hores yang telah meninggalkan pulau pribadi sendiri nyaris tiga hari. Mungkin pria itu menghadapi pelbagai kesibukan. Avanthe juga
Sulit dipercaya jika beberapa saat lalu ternyata Hores begitu sanksi terhadap Hope yang bahkan dengan polosnya menatap pria itu tak mengerti. Rasanya Avanthe nyaris tak dapat berkata apa – apa ketika pertama kali dia mengambil langkah menuju ruang tamu, dan kemudian menemukan Hores sudah mencoba menjauhkan Hope lewat kedua tangan yang terulur panjang – panjang, sementara wajah pria itu menghadap ke samping, menghindari segala bentuk aroma yang menguar dari tubuh Hope. Sebuah tingkah berlebihan. Avanthe sungguh tak menyangka itu akan dia temukan dalam diri Hores. Hanya membersihkan kotoran anaknya, seharusnya Hores tidak perlu mengaduh seperti sesuatu yang besar telah terjadi. Yang mau – mau saja mencium Hope di saat – saat tertentu, saat Hope begitu wangi. Namun, ketika kotoran sedang menumpuk di balik popok Hope, pria itu mati – matian menolaknya. Menyerahkan seluruh pekerjaan kepada Avanthe. Sekarang ... dengan hati – hati Avanthe meletakkan Hope b
“Menggemaskan sekali.”Avanthe tidak tahan. Benar – benar gemas saat sedang mendekap Hope yang telah dibalut pakaian kostum alpukat, yang kemarin tidak sempat ditunjukkan kepada Hores. Memang tujuan itu dimulai kembali di waktu – waktu seperti ini. Ada di mana pun Hores sekarang, Avanthe rasa penampilan Hope akan menghibur pria tersebut. Dia tak mau tahu bahwa kata – kata tidak disengaja masih melukai perasaan Hores, merasa harus mencoba memperbaiki lewat gadis kecil yang mengoceh sangat bebas. Ternyata Hores sedang mengenyakkan bahu di kursi teras rumah sambil menggenggam ponsel yang diletakkan di samping wajah. Sepertinya pria itu sedang sibuk. Avanthe berniat untuk mengurungkan keputusan. Perlahan ingin berbalik badan, tetapi tingkah Hope mencak – mencak di dalam dekapannya seolah menolak apa pun yang coba Avanthe lakukan. Suara menggemaskan gadis kecil itu telah menarik perhatian Hores.Untuk sesaat Avanthe mendapati pria di hadapannya persis mematung, antara kaget—
“Aku sudah mencampakkan kue buntal ke tengah laut jika itu yang sedang kau pikirkan.” Mulut Hores baru saja menipis dan pria itu menambahkan narasi dramatis yang begitu tak terduga. Sama seperti pernah mengaku telah menjual Hope. Sekarang Avanthe tidak akan percaya pada setiap detil pengakuan Hores tentang bayi mereka. Dia sudah menemukan jawaban sendiri, bahwa Hope pasti dititipkan kepada Nicky. “Aku tidak akan percaya pada lelucon kosongmu.” Bagaimanapun, Avanthe tidak pernah sanggup untuk menahan diri melontarkan pernyataan. Takut – takut tangannya meraba di pinggir westafel sast menghadapi cara Hores yang berjalan lambat. Sudut bibir pria itu menyeringai. Begitu banyak sekali teka – teki mengerikan. “Apa wajahku terlihat serius, Ava?” Hores hanya ingin mengujinya. Napas Avanthe segera tercekat, dia melotot, dan ... sialan, sangat menyayangkan satu momen yang tak dapat dicega