Berdasarkan informasi terakhir yang pernah Hores terima, dia telah mengantongi alamat gedung di mana Aceli sedang menjalani pendidikan primer di usia lima tahun. Pendidikan wajib, yang meskipun Hores sangat tahu bahwa sebenarnya sejak dulu Aceli selalu tidak sabar untuk bersekolah, dia yakin Kingston tidak mungkin membiarkan keinginan besar Aceli meluruh begitu saja. Pria itu memilih sekolah dengan predikat terbaik di Bristol. Ya, dan di sinilah Hores berakhir. Menjulang tinggi di satu titik mengagumi senyum gadis kecil—cantik seperti Avanthe—yang terkadang akan tertawa—lalu membicarakan sesuatu nyaris samar – samar.
Betapa Aceli terlihat sangat bahagia menikmati momen sedang berayun di atas jungkat – jungkit. Sebuah pemandangan yang dalam sekejap mendesak Hores supaya enggan mengamati lebih lama dan sayup – sayup menjadi dorongan yang menuntut Hores supaya melangkah lebih dekat. Beberapa saat dia mengamati sekitar. Bagus ... mengetahui Aceli tidak be“Hope – Hope sangat suka kacang? Nanti Mommy akan buatkan lagi sarapan kacang yang Hope – Hope suka.” Satu suapan terakhir membuat Avanthe benar – benar gembira. Dia membersihkan sisa – sisa kacang yang menyebar di sekitar mulut mungil Hope. Memastikan bahwa putri kecilnya sudah kenyang, lalu memberi Hope minum dan menaruh buah pisang yang sudah diiris bulat – bulat tipis. Untuk bagian ini, Avanthe akan membiarkan Hope melakukan sendiri. Menyaksikan potongan buah pertama telah digenggam erat hingga Hope memasukkannya ke dalam mulut. Jari – jari tangan si bayi tidak dilepaskan di sana. Hope cenderung lebih sering mengisap alih – alih mencoba untuk mengunyah. Pose demikian menunjukkan Hope yang sedikit rakus seperti ayahnya. Avanthe menghela napas kasar setelah bayangan pria itu muncul begitu deras. Dia tak ingin memikirkan lagi perihal Hores yang telah meninggalkan pulau pribadi sendiri nyaris tiga hari. Mungkin pria itu menghadapi pelbagai kesibukan. Avanthe juga
Sulit dipercaya jika beberapa saat lalu ternyata Hores begitu sanksi terhadap Hope yang bahkan dengan polosnya menatap pria itu tak mengerti. Rasanya Avanthe nyaris tak dapat berkata apa – apa ketika pertama kali dia mengambil langkah menuju ruang tamu, dan kemudian menemukan Hores sudah mencoba menjauhkan Hope lewat kedua tangan yang terulur panjang – panjang, sementara wajah pria itu menghadap ke samping, menghindari segala bentuk aroma yang menguar dari tubuh Hope. Sebuah tingkah berlebihan. Avanthe sungguh tak menyangka itu akan dia temukan dalam diri Hores. Hanya membersihkan kotoran anaknya, seharusnya Hores tidak perlu mengaduh seperti sesuatu yang besar telah terjadi. Yang mau – mau saja mencium Hope di saat – saat tertentu, saat Hope begitu wangi. Namun, ketika kotoran sedang menumpuk di balik popok Hope, pria itu mati – matian menolaknya. Menyerahkan seluruh pekerjaan kepada Avanthe. Sekarang ... dengan hati – hati Avanthe meletakkan Hope b
“Menggemaskan sekali.”Avanthe tidak tahan. Benar – benar gemas saat sedang mendekap Hope yang telah dibalut pakaian kostum alpukat, yang kemarin tidak sempat ditunjukkan kepada Hores. Memang tujuan itu dimulai kembali di waktu – waktu seperti ini. Ada di mana pun Hores sekarang, Avanthe rasa penampilan Hope akan menghibur pria tersebut. Dia tak mau tahu bahwa kata – kata tidak disengaja masih melukai perasaan Hores, merasa harus mencoba memperbaiki lewat gadis kecil yang mengoceh sangat bebas. Ternyata Hores sedang mengenyakkan bahu di kursi teras rumah sambil menggenggam ponsel yang diletakkan di samping wajah. Sepertinya pria itu sedang sibuk. Avanthe berniat untuk mengurungkan keputusan. Perlahan ingin berbalik badan, tetapi tingkah Hope mencak – mencak di dalam dekapannya seolah menolak apa pun yang coba Avanthe lakukan. Suara menggemaskan gadis kecil itu telah menarik perhatian Hores.Untuk sesaat Avanthe mendapati pria di hadapannya persis mematung, antara kaget—
“Aku sudah mencampakkan kue buntal ke tengah laut jika itu yang sedang kau pikirkan.” Mulut Hores baru saja menipis dan pria itu menambahkan narasi dramatis yang begitu tak terduga. Sama seperti pernah mengaku telah menjual Hope. Sekarang Avanthe tidak akan percaya pada setiap detil pengakuan Hores tentang bayi mereka. Dia sudah menemukan jawaban sendiri, bahwa Hope pasti dititipkan kepada Nicky. “Aku tidak akan percaya pada lelucon kosongmu.” Bagaimanapun, Avanthe tidak pernah sanggup untuk menahan diri melontarkan pernyataan. Takut – takut tangannya meraba di pinggir westafel sast menghadapi cara Hores yang berjalan lambat. Sudut bibir pria itu menyeringai. Begitu banyak sekali teka – teki mengerikan. “Apa wajahku terlihat serius, Ava?” Hores hanya ingin mengujinya. Napas Avanthe segera tercekat, dia melotot, dan ... sialan, sangat menyayangkan satu momen yang tak dapat dicega
Avanthe menahan napas menyadari di sekitar mereka telah melibatkan gairah yang bertepuk sebelah gamang. Raut wajah Hores mengatakan semua itu, sementara Avanthe harus menghadapi kenyataan kalau – kalau cengkeraman Hores di bagian rahang ... tanpa terdeteksi telah berpindah di satu sisi di dadanya. Sebuah remasan tangan yang luwes menunjukkan betapa Hores memiliki kebiasaan ekstrim. Langkah dimulai terlalu jauh, dan mulut pria itu sengaja dijatuhkan di ceruk leher Avanthe. “Hores!”“Telinga-mu ini sebenarnya berfungsi atau tidak?” “Aku memintamu berhenti.” Sebelah kaki Avanthe menginjak kuat – kuat hingga berulang kali supaya Hores menyerah. Cukup bahaya mengetahui ... sedikitpun pria itu tidak terpengaruh. Tulang besi. Tidak ada rasa sakit yang Hores tunjukkan. Avanthe meringis ketika tangan – tangan liat itu segera merobek kain di tubuhnya. Dengan bibir setengah terbuka, dia semakin khawatir saat Hores luar biasa ahli memisah
Setelah menemukan mereka di teras rumah, ternyata Hope sudah tertidur pulas dalam dekapan Nicky. Seketika Avanthe meringis diliputi pelbagai macam perasaan tidak nyaman. Ini semua disebabkan oleh ulah Hores yang memaksa, seandainya pria itu bisa lebih mengerti: tidak menitipkan bayi mereka kepada Nicky hanya karena nafsu-nya yang gila. Membayangkan Hope mungkin mencari susu sekadar benar – benar terlelap setidaknya meninggalkan golakan bersalah. Secara perlahan Avanthe mengulurkan tangan demi mengambil Hope dari Nicky. Begitu hati – hati, demikian pula dia tersenyum tipis kepada pria itu. Nicky berpamitan pergi usai Hope sudah berpindah tangan. Sambil berjalan pelan, Avanthe sesekali menimang gadis kecilnya, dan memastikan setiap gerakan Hope yang dilakukan tiba – tiba bukanlah bagian dari masalah serius. Hanya kebiasaan bayi. Avanthe mengecup puncak kepala Hope berkali – kali. Rambut hitam halus itu terasa sedikit lembap. Ntah siapa yang mengajak Hope bermain. Antara Hores dan Nick
Ternyata pernyataan tentang keputusan pulang adalah benar. Tadinya, Avanthe sudah sangat meragukan kata – kata yang terucap dari mulut Hores. Dia khawatir karena sepanjang malam ... setelah meninggalkannya berdua saja bersama Hope di kamar, Hores tidak menunjukkan wajah, yang meskipun pada akhirnya ... pria itu tetap kembali hanya untuk tidur memeluk dan meletakkan wajah di dada Avanthe. Ajaib, tetapi tangan yang tak sanggup diam selalu mencuri kesempatan meremas – remas. Ya suatu momen aneh di mana Avanthe berniat marah, sementara di waktu bersamaan dia sangat ingin mengutuk diri sendiri, yang memilih tak mengenakan bra usai menyusui Hope. Ironinya dia tak mengatakan apa – apa, selain mengambil tindakan pura – pura tidur. Ada satu desakan di benaknya ketika peristiwa itu mengungkapkan betapa Hores hanya membutuhkan waktu dalam sekejap untuk terlelap. Termasuk bagian ganjil yang dia hadapi segera ditambahkan dengan bibir Hores yang bergumam samar. Avanthe tidak tahu apa yang telah
Setelah perjalanan jauh yang disambung mobil jemputan dari orang – orang suruhan Hores. Akhirnya Avanthe dapat bernapas lega telah berada di sini. Menunjukkan sikap antusias ketika Shilom melebarkan langkah sekadar menyambutnya. Wanita itu lansung mengambil Hope, sedikit menanyakan kabar, lalu mereka berjalan lambat—saling bersisihan. Yang tidak pernah Avanthe pikirkan adalah Hores akan melewati tubuhnya dan Shilom dengan tidak mengatakan apa pun. Terakhir, dapat Avanthe amati dari cara kaki jenjang itu berjalan yakni suatu keangkuhan. Hores masuk sesuka hati, tanpa permisi, atau setidaknya berbalik badan meminta izin Shilom. Avanthe menggeram tidak tahan, tetapi percuma. Tubuh Hores telah hilang dilahap dinding pemisah. Dia yakin pria itu pasti menuju kamarnya. “Bagaimana rasanya tinggal di pulau bersama Tuan Roarke?” Sesaat benak Avanthe semacam dilimpahi ribuan kilo air galon. Sangat terkejut mendapati Shilom akan bertanya demikian. Bagaimana rasanya