Home / Romansa / Passed By You!!! / Chapter 2 | The Quarrel

Share

Chapter 2 | The Quarrel

Author: Sheillya Pradina
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Kini aku sudah berada di rumah Rafael. Rumahnya tampak sepi mungkin orang tuanya masih bekerja. Sementara itu, aku harus menunggu karena kata pembantunya, Rafael sedang mandi.

“Amanda…” Terlihat Rafael menghampiriku. “Ada apa?”

“Aku mau ngomong sesuatu sama kamu.” Raut wajah Rafael tiba-tiba saja berubah, dia kemudian duduk di hadapanku.

“Apa?” tanyanya.

Aku kemudian mengeluarkan hasil testpackku dan menunjukkannya.

“Apa maksudnya ini?” Dia bertanya dengan wajahnya yang tegang.

“Aku hamil,” jawabku sambil menunduk. “Kamu tanggung jawab yah.”

Rafael mengusap rambutnya. “Tanggung jawab apa, Amanda? Gak mungkin kamu hamil. Kita hanya lakuin itu sekali. Lagian aku kan udah nyuruh kamu buat minum pil.”

Aku benar-benar terkejut melihat reaksi Rafael. Aku tidak menyangka dia akan meresponnya dengan seperti ini.

“Gimana aku mau minum pil kalau belinya aja susah. Raf, kamu harus tanggung jawab. Ini kan anak kamu, anak kita berdua.”

“Jadi kamu gak minum pil itu? Harusnya kamu minum!! Aku gak bisa tanggung jawab, lagian ini salahmu karena tidak mendengarku.”

Aku menatap Rafael tidak percaya. Dia menyalahkanku atas semua kejadian ini, dia menolak untuk bertanggung jawab. “Salahku? Gila yah kamu! Raf, disini yang dirugiin aku. Aku yang nantinya perutnya akan membesar. Kamu harus tanggung jawab, Raf.”

“Tanggung jawab seperti apa? Nikah sama kamu di usia belia. Kita masih muda, perjalanan aku dan kamu masih panjang. Gak mungkin aku harus nikah sama kamu sekarang. Aku mau mending gugurin bayi itu sekarang sebelum terlambat.”

“Gugurin kamu bilang? Semudah itu, kamu bilang untuk gugurin? Raf, sadar!! Biar bagaimana pun juga, dalam kandunganku ini adalah anakmu.”

“Itu aib untuk kita berdua, aku malu, dengarin apa yang aku katakan. Mending gugurin sek—”

Plakk

Aku langsung menamparnya, dia seperti bukan Rafael yang kukenal.

“Kamu malu? Terus gimana sama aku? Apa kamu tidak tahu bahayanya aborsi itu dan juga itu illegal. Kamu mau aku ngebunuh anak yang bahkan belum lahir di dunia ini. Gila yah kamu!!”

“Tapi itu aib dan aku gak mungkin—“

“Kalau kamu gak mau, ya sudah biar aku aja. Tapi, jangan pernah kamu nyesal sama apa yang kamu lakuin hari ini dan juga, aku mau mulai detik ini mending kita putus aja.”

Terlihat wajah Rafael terkejut dengan apa yang kubilang. “Kamu mau putus? Kamu jangan bawah hubungan kita dong sama masalah ini! Aku gak mau putus! Please Amanda kamu jangan egois. Gugurin bayi itu dan kita mulai lagi dari awal sama-sama.”

“Egois kamu bilang? Kamu bilang aku yang egois? Tidak Raf, disini kamu yang egois.”

Aku kemudian pergi dari rumahnya. Aku sudah tidak tahan, mendengar setiap kata yang ia ucapkan. Kenapa dia sangat egois? Bahkan, dia tidak menanyakan keadaanku sedikitpun.

***

Sudah satu bulan berlalu, akupun menceritakan keadaanku kepada Alika. Awalnya dia menyuruhku untuk bercerita kepada ayahku agar mendapat pertanggung jawaban. Tapi, hubunganku dengan keluarga ini sangat kacau. Langkah terakhir yang aku punya adalah menghubungi ibuku dan kini aku melakukannya.

Hallo?” Aku mendengar suaranya. Suara ibuku yang sangat kurindukan.

“Ibu..” lirihku di baliku telepon.

Amanda sayang, ini kamu sayang. Sayang apa kabar?”

“Aku merindukan ibu.”

Aku juga sangat merindukanmu, sayangku.”

“Ibu, kenapa tidak pernah menghubungiku? Apa Ibu sudah lupa sama aku karena mempunyai keluarga baru??”

Astaga.. tidak sayang, Hp ibu hilang. Sehingga, ibu Hp baru. Untungnya Ibu berhasil mengurus nomor lama ini. Aku selalu menunggu telpon mu sayang.”

“Ibu, aku ingin ketemu sama ibu, aku ingin tinggal sama ibu. Aku sudah tidak tahan—“ Tanpa kusadari aku mulai menangis bahkan aku mulai sesegukkan.

Sayang, kamu kenapa? Kamu baik-baik saja kan? Apa kamu tidak nyaman di sana?”

“Aku hanya lelah, aku ingin ibu—“

“Kamu ingin tinggal sama ibu, sayang? Ibu akan menjemputmu, jika kau mau.”

“Emang boleh bu?”

“Tentu sayang, sangat boleh.”

“Ibu sebenarnya, aku—aku dalam keadaan terpuruk dan juga..”

“Kenapa, sayang?”

“Aku hamil, bu. Aku tau aku salah dan aku gak tahu harus bagaimana lagi. Dia tidak ingin bertanggung jawab.“

“…” Kudengar dibalik sana hening. Mungkin, ibu terkejut dengan pengakuan secara tiba-tiba ini.

“Ibu?”

“Apa ayahmu mengetahuinya?”

“Jangan, kumohon jangan. Aku tidak bisa berurusan lagi dengan dia bu, aku udah gak tahan tinggal di sini.”

“Tenang sayang, ibu akan menjemputmu. Ibu juga akan bicara sama ayahmu, biar bagaimanapun dia harus tau sayang.”

“Ibu—“

Ibu janji semua akan baik-baik aja.”

 “Aku cinta sama Ibu.”

“I love you more, honey.”

Setelah menumpahkan semua isi hatiku kepada ibu rasanya sangat lega. Kami berbicara selama satu jam, dia bahkan mendengar semua curhatanku. Ibu bahkan menyakiniku untuk tidak usah khawatir dan dia akan menjemputku secepatnya untuk tinggal bersamanya di New York.

Kudengar juga tentang suami baru Ibu, dia seorang duda. Istrinya meninggal karena kecelakaan. Ibu juga memberitahuku dia punya seorang anak laki-laki yang usinya tujuh tahun di atasku dan dia baru saja menikah.

***

Hari ini aku harus ke sekolah untuk mengurus semua berkas-berkas kelulusanku. Tapi anehnya saat aku berjalan di koridor sekolah, banyak mata yang melihatku. Seperti, ada yang salah dengan diriku padahal kurasa penampilanku terlihat biasa-biasa saja.

“Manda..” Alika terlihat ngos-ngosan di depanku.

“Kenapa? Ngapain lari-lari, kaya habis dikejar anjing.”

Dia menarik nafas berat. “Lo liat timeline lambe sekolah deh.” Dia lalu mendekat dan berbisik, “berita tentang kehamilan lo sama Rafael kesebar.”

Aku terkejut mengetahui hal itu. Siapa yang berani menyebarluaskan hal ini. Tidak mungkin Alika yang melakukannya. Dia bahkan begitu terkejut, aku sudah mengenal Alika dari SMP dan dia bukan tipe orang yang suka mencampuri urusan orang lain apa lagi sampai membuka aib orang.

Di sisi lain, terlihat Rafael dari arah kantin menuju ke arahku. Sementara, Devina yanng entah dari mana asalnya tiba-tiba ada di sampingku dan berkata, “Amanda, emang itu semua benar. Kamu hamil anaknya kak Rafael yah?”

“Urusan lo apa, tanya-tanya?” bentakku kepadanya.

“Nggak, itu semua gak benar. Anak yang dikandung Amanda, bukan anakku. Gue gak tahu itu anak siapa.” Rafael berkata demikian menutupi kesalahannya dan melimpahkan semuanya kepadaku.

“Lo gila yah!” bentak Alika kepada Rafael.

Akupun keluar dari kerumunan orang-orang yang melihat kami. Ini membuatku sesak dan pusing. Sampai akhirnya aku merasa penglihatanku semakin rabun dan setelah itu aku sudah tidak melihat apa-apa lagi.

***

Aku mulai membuka mataku, begitu aku sadar ternyata aku sudah berada di kamarku.

“Kamu udah sadar? Kamu ditunggu di ruang tengah. Udah ada orang tuanya kak Rafael juga,” kata Devina.

Akupun terkejut mendengar hal itu. “Ngapain mereka kesini?”

“Bahas masalah kalian. Aku ke bawah duluan yah, kamu nyusul yah. Soalnya udah ditunggu dari tadi.” Devinapun segera turun. Tidak lama kemudian aku pun menyusul dan di ruang tengah terlihat Rafael bersama kedua orang tuanya.

“Kamu udah sadar?” tanya ayah kepadaku. “Sini duduk samping ayah.”

“Amanda, aku dan ayahmu sudah bicara. Kalau kami akan tanggung jawab, biar bagaimanapun anak itu tetaplah anak Rafael juga kan?” kata ayah Rafael.

Aku sangat senang mendengar hal itu. “Tanggung jawab? Serius Om? Jadi kapan kami akan nikah?”

“Aku tidak bilang kalian akan menikah.”

Aku pusing dengan maksud ayah Rafael. “Maksudnya? Kami tidak akan menikah?”

“Betul Amanda, kalian tidak mungkin menikah. Rafael masih harus melanjutkan pendidikannya dan kalian masih sangat muda. Aku dan ayahmu sudah sepakat kalau kalian tidak akan menikah tapi segala kebutuhan anak itu akan kami tanggung dan juga bisnis serta proyek ayahmu akan kami bantu dengan suntikan dana sesuai kebutuhannya. Dengan persyaratan, anak yang kamu kandung, tidak boleh tercium oleh media dan publik kalau itu adalah anaknya Rafael.”

“Kalian adalah orang gila yang hanya peduli tentang uang,” kataku.

“Amanda jaga sopan santunmu!” tegur ayah.

 “Amanda, kamu harus mengerti kalau ini adalah jalan terbaik untuk kita semua,” kata Nayah—ibu tiriku.

“Jalan terbaik untuk kita semua? Kalian semua hanya orang gila harta! Ini menguntungkan untuk lo karena lo hanya takut miskin!” tunjukku kepada Nayah. “Dan kalian hanya ingin Rafael diuntungkan dalam hal ini.”

 “Kalian gak usah tanggung jawab, aku bisa kok urus anak ini sendiri tanpa campur tangan kalian. Tapi ingat Raf, jangan pernah menyesal dan jangan pernah lo minta anak ini! Mulai sekarang gue gak mau liat muka sialan lo lagi!” sambungku.

“Amanda!!” bentak ayah.

“Apa? Ayah ingin harga dirinya dihargai dengan uang! Dasar menjijikkan.”

Plakk.

“Berani sekali kau menampar anakku!” Seraya aku mengusap pipiku yang ditampar ayah, aku mendengar suara dari arah pintu yang berteriak, itu suara ibuku.

“Ibu..” lirihku dan berlari memeluknya.

“Sayang, kamu gak  apa-apa kan sayang?” tanya ibu kepadaku. Aku hanya mengangguk. Ibu lalu melangkah mendekat ke arah orang tua Rafael.

“Kalian sangat tidak bermoral, ini yang kalian ajarkan kepada anak kalian. Menjadi tidak bertanggung jawab?” hardik ibuku kepada kedua orang tua Rafael.

“Erin, kamu tidak tahu apa-apa. Orang tua Rafael mencoba untuk tanggung jawab kepada Amanda,” kata Nayah.

“Yah, aku tadi sempat mendengarnya. Bertanggung jawab dengan uang? Aku tidak akan membiarkan harga diri anakku begitu jatuh. Dia tidak seperti kamu yang hanya mentingin uang.”

“Apa-apaan kamu, baru datang dan tiba-tiba ikut campur?” terlihat ayah terlihat kesal kepada ibu.

“Bagaimana aku tidak ikut campur, Amanda adalah anakku!” Ibu merangkulku dan dia kembali menatap sinis Rafael. “Kalian sebaiknya pergi, Amanda tidak butuh pertanggung jawaban dari orang yang seperti kalian!”

“Erin, kamu tidak berhak mengusir tamuku! Ini rumahku!” bentak ayah.

“Biarkan kami pergi saja! Pak Bara bisa menelpon saya kalau kalian berubah pikiran,” ujar ayah Rafael. Mereka lalu akhirnya pulang.

“Buat apa kamu ke sini?” tanya ayah kepada ibu.

“Tentu menjemput putriku, Amanda bereskan barang-barangmu.”

Aku mengangguk, kemudian langsung beranjak menuju kamarku untuk segera mengkemas pakaianku.

~~oo~~

Related chapters

  • Passed By You!!!   Chapter 3 | Dareen Ivander

    Kini aku berada di New York. Sudah empat tahun aku menjalani kehidupanku. Mengenai anakku, dia diadopsi sementara oleh Gavin, kakakku yang merupakan anak dari paman James—suami ibu. Gavin mempunyai istri bernama Natalie. Kami sangat akrab satu sama lain, aku beruntung keluarga ibu di Amerika sangat menerima keadaanku. Sementara aku saat ini harus fokus kuliah terlebih dahulu. Tapi, meskipun begitu aku dan anakku yang bernama Alex sering menghabiskan waktu bersama.Siang ini aku memulai semester baru. Tapi, sebelum itu aku harus membeli sebuah buku terlebih dahulu untuk kelas hari ini. Akupun ke toko buku terdekat untuk mencari buku. Baru saja ingin mengambil sebuah buku yang kuinginkan. Terlihat juga seorang pria secara bersamaan mengambil buku tersebut.“Maaf, bisakah anda mengalah? Ini sangat penting untukku,” ucapku.“Mengalah? Kalau tidak salah tangan saya seperkian detik dari pada tanganmu dan ini juga penting untukku.”

  • Passed By You!!!   Chapter 4 | Sushi

    "Baik, cukup sampai di sini saja materi yang saya jelaskan." Setelah menyelesaikan materi pengantar yang dijelaskannya, Dareen lalu keluar dari kelas. Kemudian, kurasa ponselku bergetar. Aku lalu melihatnya, rupanya ada pesan singkat dari Dareen. "Keruangan saya sekarang juga!"Aku heran kenapa dia mengirim pesan singkat, kenapa tidak dari tadi saja bilangnya ketika menutup kelasnya. Dasar dosen aneh! "Permisi, Mr.Ivander," ujarku seraya mengetuk pintunya yang setengah terbuka. "Masuklah." "Ada apa, Mr.Ivander memanggil saya?" "Apa kau lupa untuk membantuku menyusun data mahasiswa?" "Ah tentu tidak, aku pikir Mr.

  • Passed By You!!!   Chapter 5 | Senior

    "Kita jadinya nonton apa?" tanya Gavin. Kini kami sedang berada di bioskop, berhubung malam minggu maka kami sekeluarga memutuskan untuk nonton film. Ibu juga terlihat suntuk beberapa hari. Mungkin karena ia merasa kesepian tanpa suaminya. "Amanda, kalau kau mau nonton apa?" Natalie melempar pertanyaan kepadaku yang bingung mau nonton film apa. "Aku mengikut saja." "Mom¸mau nonton film apa?" "Terserah kalian saja." "Kenapa kalian para wanita ini tidak pernah memberi jawaban jelas dan pasti. Giliran filmnya yang aku pilih terus kurang bagus kalian akan mengeluh," gerutu Gavin yang dari tadi sudah mengantre tapi belum juga mendapat kepastian wanita.

  • Passed By You!!!   Chapter 6 | Late

    Aku berlari terburu-buru menyusuri koridor kampus. Bagaimana tidak terburu-buru, kelas sudah dimulai sejak tiga puluh menit yang lalu dalam artian aku terlambat. Semalam aku menghabiskan malamku dengan bermaingamebersama Gavin dan aku lupa kalau kelas Dareen hari ini dimajukan dengan alasan dia harus rapat dosen. Tok..Tok..Tok. Aku mengetuk pintu ragu lalu membukanya dengan ragu. "Maaf Mr.Ivander saya terlambat, apa saya masih boleh mengikuti kelas?" Dareen menatapku tajam. "Kau tahu betul aturanku kan, datang dengan tepat waktu. Apa kau datang tepat waktu sekarang?" Aku menggeleng pelan. "Maaf, Mr. Ivander. Aku lupa jika jadwal hari ini dimajukan."

  • Passed By You!!!   Chapter 7 | Uncomfortable

    Saat ini aku sedang berada di perpustakaan sibuk mengerjakan data-data mahasiswa. Sekaligus, mengerjakan tugas yang diberikan Dareen kemarin sebagai hukuman karena diriku terlambat. "Tidak kusangkan Mr.Ivander memberimu banyak tugas," ucap Jessica tiba-tiba yang sedikit mengagetkanku karena keberadaanya. "Yah, dia sedikit kejam menurutku," jawabku sembari berkutat dengan laptopku. "Kau dari mana saja?" "Aku tadi menyempatkan diriku untuk bertemu dengan Noah. Apa kau tahu, aku dan Noah sudah resmi berpacaran." "Betulkah? Kapan?" Aku turut senang mendengar Jessica jadian dengan Noah. Ia adalah senior kami di kampus. Dia pintar, tampan, dan baik. Jessica sudah lama mengejarnya namun Noah selalu mengabaikannya. Kini, mereka sudah berp

  • Passed By You!!!   Chapter 8 | Bring Him Soup

    "Morning!" sapaku begitu melihat semua mereka di meja makan. "Kau sudah bangun?" tanya ibuku. Aku mengangguk, kemudian aku melihat paman James keluar dari kamar mandi. "Paman—ehm maksudku,Dad.KapanDaddatang?" "Aku baru saja tiba sekitar satu jam yang lalu. Apa kabarmu,beauty?" "Tentu baik." "Dia sedang dekat dengan Dareen," sahut Gavin. Aku melihat ke arahnya yang mengeluarkan kalimat hoax. Dia betul-betul cocok jadi lambe turah, membawa berita tanpa bukti yang konkrit. "Hei, penyebar fitnah yah anda!" Aku menantapnya tajam.

  • Passed By You!!!   Chapter 9 | In The Apartement

    Setelah aku menjelaskan semuanya dengan Dareen. Begitupun dia yang telah menjelaskan bagaimana bisa dia sampai makan siang bersama Jules. Meskipun aku tidak memintanya. Aku sudah bilang untuk tidak perlu menjelaskan namun dia tetap saja menjelaskan. Dareen dan Jules tidak sengaja bertemu di parkiran kampus. Awalnya memang Jules ingin menghampiri pamannya yang ternyata adalah rektor di kampus. Lalu, Jules mengajak Dareen untuk sekalian makan siang karena pamannya masih ada urusan. Sehingga hanya mereka berdua. Setidaknya itulah versi yang diceritakan Dareen kepadaku. "Kau sudah mengerjakan tugas hukumanmu?" tanyanya yang berhasil memecah keheningan antara kami berdua. "Kebetulan kau mengingatkanku. Rencana aku ingin sekalian menyerahkannya." Aku lalu memberi laporan makalahku kepadan

  • Passed By You!!!   Chapter 10 | Dareen and Alex

    Ketika aku sibuk mengerjakan tugas pendataan mahasiswa milik Dareen, aku tiba-tiba mendengar suara Alex yang menangis dengan kencang. Aku langsung berlari menuju kamarnya. Sesampaiku di kamarnya, terlihat Alex sudah tergeletak di lantai. Kutebak, sepertinya Alex terjatuh dari tempat tidur. Aku lalu menggendongnya sambil menenangkannya. "Hust.. diamlah,auntydi sini sayang." Alex semakin menangis dengan kencang. Aku kemudian mengusap punggung dan sesekali menepu-nepukknya agar ia tenang. "Ada apa, Amanda? Alex kenapa?" tanya paman James langsung dengan khawatir, begitu ia ada di kamar Alex. Di belakangnya ada ibu dan juga Dareen. "Sepertinya Alex jatuh," jawabku yang masih berusaha menenangkan Alex. "Apa dia baik-baik saja?" tanya ibu.

Latest chapter

  • Passed By You!!!   Chapter 27 | Always Jules

    Pintu rumah kemudian tiba-tiba terbuka. “Jadi, sekarang kalian sudah resmi menjadi sepasang kekasih?” Ternyata itu adalah suara Gavin yang seakan-akan terasa memergokiku. Tapi, memang nyatanya seperti itu hanya saja ini terasa… ah entahlah, yang jelas aku merasa sangat malu. “Kau—kenapa tiba-tiba membuka pintu?” tanyaku kepada Gavin yang sedikit terbata-bata. “Kau pergi terlalu lama, aku mengirimi pesan tapi kau tidak membalasnya. Baru saja berencana untuk menelpon mu tapi kudengar ada suara.” “Lalu, kau menguping?” Aku menatapanya dengan penuh rasa penasaran. “Aku akui kalau aku mendengar pembicaraan kalian.” Dia berkata dengan santai. “Kenapa kau—” “Dengar, aku punya telinga. Bukan salahku jika aku mendengar pembicaraan kalian.” Gavin terlebih dahulu menyela kata-kataku sebelum aku ingin mengajukan protes dengannya. “Kau bisa saja menghindarinya,” sanggahku. “Sudah terlanjur menikmati.” Lagi-lagi Gavin b

  • Passed By You!!!   Chapter 26 | Supermarket

    “Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?” tanyaku. Dareen hanya diam, dia tidak membuka mulutnya sama sekali. Sudah hampir lima belas menit aku duduk di dalam mobilnya tapi dia belum mengatakan apapun. “Sampai kapan kau akan diam? Sudahlah, kalau tidak ada yang ingin kau katakan lebih baik aku pergi saja.” Aku berkata seraya meraih pintu mobil untuk untuk membukanya tapi Dareen terlebih dulu menahan lenganku. “Tunggu,” katanya. “Katakan, aku harus pergi supermarket sekarang.” “Aku bingung dengan sikapmu, apa yang terjadi denganmu.” Akhirnya Dareen membuka mulut. “Tidak ada apa-apa. Kau hanya ingin mengatakan itu? Kalau begitu, aku pergi.” “Tunggu, Amanda!” bentaknya yang kemudian kembali menarik tanganku. Aku terpekik. “Ada apa, Dareen?” Dareen kemudian menghela napas. “Kau sangat berbeda, kau bahkan tidak mau menerima kalung dariku.” “Katakan padaku, kau kenapa?” tanya Dareen lagi. Aku menggeleng. “

  • Passed By You!!!   Chapter 25 | Confide

    “Sebenarnya apa yang terjadi denganmu dan Mr. Ivander?” tanya Jessica. Saat ini aku sedang berada di apartemen Jessica. Sebenarnya, tidak ada yang perlu kuselesaikan dengannya. Aku hanya beralasan dengan Dareen kalau aku mempunyai urusan penting dengan Jessica. Aku tahu, jika aku tidak berbohong seperti tadi kemungkinan ia akan semakin menahanku. Akhirnya aku mengetahu kalau selama ini Dareen berada di Kanada, entah apa yang dilakukannya di sana. Mungkin dia pergi menghabiskan waktu atau bermulan madu sekalian dengan Jules. Itu sangat membuatku tidak tenang. Tadi dirinya memberikan sebuah kalung mapple kepadaku. Kalung itu sangat indah, rasanya ada rasa penyesalan karena menolaknya. Tapi, aku mempertahankan harga diriku. Aku tidak ingin termakan cinta buaya lagi. Butuh waktu lama untuk sembuh dari luka yang kudapatkan dan aku tidak ingin membuat luka baru lagi karena pada akhirnya hanya akulah yang akan tersakiti. “Amanda?!” panggil Jessica lagi

  • Passed By You!!!   Chapter 24 | Grasshoppers

    “Amanda, lanjutkan makanmu. Kenapa kau diam saja?” tanya Jessica menyadarkanku dari lamunanku. Aku kemudian hanya mengangguk seraya melanjutkan makan siangku. “Apa kau baik saja-saja?” Ia kembali bertanya. Apa aku harus bilang kalau aku tidak baik-baik saja melihat Dareen sedang menikmati waktu berdua dengan wanita itu. Aku juga bingung kenapa aku sangat merasa terganggu dengan hal itu. “Aku baik-baik saja,” jawabku akhirnya. Kami pun kembali diam seraya menikmati makan kami. Meski aku tidak begitu menikmatinya karena ada 2 belalang di sekitarku. Mungkin Dareen dan Jules tidak melihat kami, sehingga dari kejauhan dapat kulihat kalau mereka sedang berbicara serius. Entah apa yang dibicarakan oleh kedua belalang itu, mungkin mereka sedang membicarakan masa depan mereka. Memangnya apa peduli ku. “Ayo, kita pergi. Aku sudah selesai.” Jessica berkata seraya beranjak dari tempatnya. Aku pun mengikutinya. Kali ini kami akan mele

  • Passed By You!!!   Chapter 23 | Jules

    Aku bangun dari tidurku, merasa sekujur tubuhku terasa pegal. Yah, semalam adalah acara ulang tahun yang melelahkan untuk ukuran orang yang sudah berumur. Paman James, Gavin, dan Dareen menggila karena mereka terlalu banyak minum. Sehingga, rumah kami menjadi berantakan dan aku yang harus bertanggung jawab untuk membereskan semua itu. Aku kemudian berjalan menuju kamar mandi, membasuh wajah dan menggosok gigi. Setelah itu, aku pun segera turun. Di ruang tengah tampak amat berantakan. Terlihat juga Dareen yang tertidur di sofa lalu di lantai ada Gavin. Sementara paman, mungkin ia sudah diseret oleh ibu ke kamarnya. Aku berjalan menuju Dareen, berencana membangunkannya. Mungkin hari ini ia mempunyai jadwal mengajar. “Dareen, bangunlah! Sudah jam 8 pagi. Apa kau tidak punya jadwal kelas hari ini?” kataku sembari menepuk-nepuk bahunya. Namun, yang ditepuk masih tertidur pulas. Aku kembali mencoba membangunkannya, kali ini aku menariknya dengan keras

  • Passed By You!!!   Chapter 22 | My Red Face

    Dareen terus mengelus kepalaku, ia juga semakin mengeratkan pelukannya. Aku? Aku masih diam, sungguh sekarang sangat nyaman berada dalam pelukannya, rasanya biarlah dulu seperti ini. “Sampai kapan kau akan terus memelukku seperti ini?” tanyaku. “Sampai aku merasa puas.” Dia semakin mengeratkan pelukannya. Entah mengapa kata “puas” begitu ambigu di telinga aku. Apa dia tidak tahu kalau sekarang wajahku begitu merah seperti kepiting rebus. “Apa kau lupa sekitar sejam yang lalu kau membentak dan mempermalukanku di depan kelas.” Dareen kemudian melepas pelukannya lalu kedua tangannya menangkup wajahku. Sorot matanya begitu damai menatapku dan hal itu membuatku terbang. “Maafkan aku karena telah membentakmu.” “Dosen macam apa yang meminta maaf ke mahasiswanya begitu mudah.” Aku menyindirnya, aku tahu biar bagaimanapun juga diriku tetaplah salah mengenai tugasku. “Dosen yang tergila-gila dengan mahasiswanya.” “Ck! Dasar aneh,

  • Passed By You!!!   Chapter 21 | Rejection

    Aku berjalan menuju perpustakaan dengan penuh kekesalan terhadap Dareen dan aku lebih kesal dengan diriku sendiri, bisa-bisanya aku merasa masuk akal dengan semua yang dia bilang seakan-akan mematahkan semua pendirianku. “Kenapa wajahmu begitu murung? Kau dari mana saja?” tanya Jessica begitu aku sampai di perpustakaan. “Tidak apa-apa. Kau sudah mengerjakan sampai mana?” “Aku sisa 15 halaman lagi. Kau juga harus mulai mengerjakannya, masih ada waktu.” Aku mengangguk dan mulai mengambil laptop dari tas ku lalu kunyalakan tapi sepertinya laptopku low battery. Aku pun segera mencari charger-nya. Tapi begitu aku mengutak-ngatik isi tasku, aku belum menemukannya. Jangan bilang kalau aku tidak membawanya. “Ada apa?” Jessica bertanya. “Aku tidak membawa charger laptop dan laptopku mati.” “Ya sudah, cepat gunakan komputer perpustakaan saja.” “Apa kau tidak lihat kalau semua komputer terpakai, bagaiman

  • Passed By You!!!   Chapter 20 | Our Annoyance

    Aku dan Dareen sedari tadi diam satu sama lain di dalam mobil. Setelah ia melontarkan pentanyaan canggung yang kupilih untuk tidak menjawabnya. Kini, dia tetap memaksaku agar dirinya mengantarku pulang ke rumah. Sungguh ini aneh sekali, biasanya dia banyak bicara. Tapi, dia hanya diam dan menampilkan wajah datar dengan rahangnya yang mengeras. Apa mungkin dia salah paham tentangku dan menjadi cemburu. Rasanya dia sudah cukup berumur untuk berada di fase seperti itu. “Hm, Dareen. Sebenarnya kau tidak perlu begitu repot mengantarku pulang.” Aku berkata basa-basi hanya untuk memecah suasana canggung ini. “Tidak apa-apa,” jawabnya dengan singkat, jelas, dan padat. Ya. Bisa kutebak, dia pasti mengira karena Zion lah aku tidak menerimanya. Ck! Dasar, apa dia tidak ingat sama umurnya. Tapi, biarlah mungkin dengan begitu dia akan menjauhiku. Sekali lagi kutegaskan kalau aku berada disini hanya untuk fokus dengan pendidikanku dan prioritasku hanyalah untuk ana

  • Passed By You!!!   Chapter 19 | Crazy In Love

    Aku berjalan memasuki area kampus, memakai atasan yang menutupi bagian leher. Aneh memang, memakai pakaian seperti ini padahal sekarang musim panas. Tapi, setidaknya itu lebih baik dari pada orang-orang melihat tanda di leherku. “Bammm..” Aku terlonjak kaget ketika Jessica dengan sengaja mengagetkanku. “Aku bisa jantungan,” protesku kepadanya. “Hahaha, maafkan aku. Kenapa kau terlihat lesu begitu?” “Aku hanya kebanyakan begadang.” “Ini ice cream mu, Babe.” Noah menghampiri Jessica, dia kemudian melihatku dari atas hingga bawah. “What the fuck, ada apa dengan style-mu hari ini. Apa kau tidak kepanasan? Dasar aneh!” Yahh.. dia memprotes cara berpakaianku. Jessica kemudian menatapku dengan curiga. “Apa kau menyembunyikan sesuatu?” Jessica bertanya seraya mulai menarik kerah bajuku untuk melihat. Dia mungkin curiga denganku, aku tahu Jessica adalah orang yang peka dengan keadaan wanit

DMCA.com Protection Status