Hal seperti ini seolah jadi peristiwa deja vu sendiri untuk seorang Alessa. Dia menatap hampa dokter di depannya yang sedang menjelaskan kondisi mengenai dirinya, padahal Alessa mati-matian menyembunyikan hal ini dari Jovian karena hubungan mereka yang tidak baik-baik saja itu."Mal nutrisi, dehidrasi dan stres akan membahayakan kandungan istri Anda, Tuan," ucap dokter. "Jadi istri saya hamil?" tanya Jovian tak menyangka."Benar hamil, sudah menuju tiga minggu, memang terbilang usia kandungan muda," jawab dokter. Sementara Alessa hanya hening saja sembari menggendong Elio namun Luciel di luar bersama Kenzo. Elio anak yang anteng dan lucu seperti boneka porselen, kadangkala Elio lebih mampu membuat Alessa tenang sementara Luciel mahir menghibur Alessa dengan celotehannya."Saya akan meresepkan asam folat dan multivitamin, jika berkenan saya akan anjurkan menemui ahli gizi dan perawat pendamping untuk Istri Anda ...," ucap dokter terpotong karena Alessa menyahut."Tidak perlu dokter,
Alessa menggeleng. "Kemungkinan kami akan pisah," ucap Alessa sendu sendiri. "Apa maksudmu Alessa? kalian bahkan hampir seperti pasangan ideal, apa Si Jovian itu bermain wanita lagi?" tanya Georgina, Wanita itu benar-benar mendukung Alessa kali ini. "Gina, ini masalah mereka biarkan tenang dulu," sahut Eidar memahami Alessa, sosok yang akan hilang saat riuh untuk menenangkan diri. Georgina menghela napas dengan wajah masih pucatnya itu. "Alessa, jika dia kembali mempermainkan hatimu, belajarlah untuk melawan dan memarahinya," ucap Georgina. Perkataan Georgina memang benar, Alessa selalu mengalah dan menghindari pertikaian dengan lari dari masalah sementara Jovian keras kepala dan cuek pada masalah. "Akan aku pertimbangkan." Alessa berucap sambil membuka pintu rumah lebar-lebar menyambut Georgina. Georgina tertegun menatap Luciel dan Elio yang sudah tumbuh jadi bocah yang menggemaskan. Sayangnya Georgina saat ini tak bisa mempertahankan kandungannya karena kondisinya saat itu. Men
"Bagaimana Keparat itu bisa tahu?" geram Georgina sembari mengepalkan kedua tangannya usai menatap isi pesan dari ponsel dia pun mematikan ponselnya, kemudian membuang kartu gsm dari ponsel yang ia buka."Tidak, jangan sampai dia berhasil melacak keberadaanku kemudian membahayakan Alessa dan anak-anaknya," gumam Georgina.Georgina pun kembali masuk ke kamar kemudian mendengar salah satu anak dari Alessa menangis. Ketika Georgina masuk ia mendapati salah satu Si Kembar menangis sembari mengucek matanya. "Kenapa kamu bangun? Ibu kalian sedang sibuk dengan Ayah kalian," ucap Georgina lembut.Georgina pun tergerak untuk menggendong Luciel. Georgina menimang anak kecil itu sembari mengelus puncak kepalanya. Anak kecil itu, dengan tangan kecilnya, memeluk leher Georgina kemudian dia mulai merasakan sentuhan lembut dan hangat itu. Tak lama Georgina menurunkan Luciel yang mulai tenang. "Anak yang baik." Georgina mengusap pipi gempal. Di ambang pintu Alessa menatap Georgina bersama Jovian. Al
Aroma kopi semerbak harum ke seluruh penjuru ruangan. Dapur dipenuhi dengan dentingan sendok dan saringan kopi yang menambah riuh suasana pagi sepi. Rintik-rintik hujan di luar jendela menambah ketenangan di pagi yang masih terlelap.Alessa, dengan rambut yang masih berantakan tengah berjalan menuju meja makan. Dia baru selesai memanggang beberapa lembar roti dengan selai blueberry di atasnya. Sementara itu, aroma wangi roti panggang yang garing mengisi ruangan dan juga satu jar selai blueberry dan mentega diletakkan di tengah-tengah meja, siap menyempurnakan setiap suapan roti."Alessa, pagi," ucap Jovian juga baru bangun tidur. Wajah Pria tampan itu masih suntuk kemudian mengambil tempat duduk di sebelah Alessa. "Si Kembar masih tidur," ucap Jovian.Alessa mengangguk sembari menggeser satu cangkir kopi lain yang ia baru buat. "Biarkan saja mereka tidur," sahut Alessa. Semula Jovian baru meraih cangkir kopi hangat itu kemudian tersenyum saat aroma wangi kopi buatan Alessa menghampir
"Selamat siang Nyonya Heide," sapa Para Pegawai. Beberapa dari Pegawai juga mendelik sinis pada Georgina yang ikut bersama Alessa, apalagi Georgina juga menggendong Luciel sementara Alessa mengendong Elio. Pandangan penuh kebencian itu tertuju pada Georgina, mengingat reputasi buruknya dan siapa yang tak kenal Georgina?Dahulu, Georgina mantan kekasih Jovian yang sering seenaknya datang kemari, ke gedung utama perusahaan Heide. "Dia bukannya sudah jadi mantan ya? Wanita Angkuh itu," bisik Seorang Pegawai Wanita bersama teman-temannya kala Georgina melintas.Alessa melirik Georgina yang mendadak murung. Alessa bahkan mendengar cibiran dari orang-orang pada reputasi Georgina terlanjur buruk. "Gina, kemari, jangan jalan terlalu jauh dariku," ucap Alessa.Georgina tersenyum lembut seraya berjalan di samping Alessa. Sejak berjalan dengan Alessa, Georgina mendapat perlindungan karena Alessa langsung menatap tajam orang-orang yang mencibir Georgina. "Jangan di dengar ya," celetuk Alessa pad
"Haha, buatlah Jovian bertekuk lutut padaku, maka kedua anakmu akan baik-baik saja," ancam Antonio. Di tengah malam yang kelam, di atas atap gedung pencakar langit. Alessa dan Jovian saling menatap cemas. Mereka sebelumnya hanya mengalami malam romantis, tapi sekarang suasana telah berubah drastis. Terutama Alessa, waktu dan ruangnya seolah berhenti usai mendengar ancaman dari Antonio mengenai anak-anaknya. Sulit bagi Alessa percaya pada ancaman Pria itu."Omong kosong!" bentak Alessa berjalan maju mendekati Antonio."Menurutmu, apakah aku bercanda, wahai Nyonya Heide?" ledek Antonio dengan senyum kemenangannya."Satu jengkal saja menyentuh anak-anakku!" bentak Alessa terjeda oleh Jovian.Pria bermata biru itu meraih pergelangan tangan Alessa. "Percayalah padaku," kata Jovian dengan nada serius, matanya berbinar penuh ketegangan."Anak-anak kita," ucap Alessa lirih. Ia menatap suaminya itu dengan penuh kasih dan cinta kemudian sendu oleh perasaan murkanya sendiri. "Berikan anak kami
Sinar matahari yang hangat menyinari taman, menciptakan permainan warna-warni di antara bunga-bunga yang bermekaran. Dikelilingi oleh keceriaan anak-anak yang bermain, Alessa duduk di pinggir taman dengan senyum lebar di wajahnya. Rambut cokelatnya tersibak oleh angin sepoi-sepoi, dan matanya bersinar penuh kasih sayang saat memperhatikan anak-anaknya yang riang bermain.Di hadapannya, menatap Gadis Cilik itu berlarian-larian di antara rerimbunan bunga. Suara tawa riang memecah kesunyian taman, mengisi udara dengan keceriaan dan kehidupan. Alessa melihat mereka dengan penuh kebahagiaan, hatinya penuh dengan rasa syukur atas momen indah ini.Sementara anak-anaknya sibuk mengeksplorasi keindahan taman, Alessa duduk bersama Roan. Ditemani oleh aroma bunga-bunga segar, ia merasa damai sesekali memerhatikan Gadis aktif itu.“Apa aku sudah tiada?” tanya Alessa.“Seharusnya belum, Mama harus bersama adik-adik bukan?” sahut Roan. Meski Tiba-tiba, Gadis itu mendekati ibunya dengan tangannya
"Jo, Alessa sudah sadar," ucap Mina memberitahu Pria itu. Jovian mendapati Alessa sudah terlelap di ruang perawatan biasa, bedanya Alessa lebih hidup dalam tidurnya. Tiada alat bantu penunjang hidup, dan yang paling aneh adalah perubahan tubuh Alessa. Bibirnya jadi merah alami, kedua matanya berbulu mata lentik masih terlelap, dan rambut hitamnya terurai bebas. Alessa seperti Putri Tidur dalam dongeng yang dulu saat kecil Jovian baca."Tuan Heide, komplikasi dari sedasi jangka pendek bisa saja terjadi dan Nyonya Heide juga mengalami perdarahan di otak meski tidak berat namun resiko tetap bisa kemungkinan terjadi," ucap dokter pada Jovian."Apa yang Anda coba katakan?" gertak Jovian tak sabaran."Nyonya Heide bisa saja mengalami amnesia sementara," jawab dokter.Jovian membiarkan dirinya tenggelam dalam perasaan kehilangan yang menghantamnya begitu keras. Wanita yang sangat ia cintai bisa melupakan kenangan bersama mereka dan paling menyulitkan kedua anak kembarnya. "Ya Tuhan, ini sal
Alessa baru saja memasak nasi goreng, dia merasa sedikit nasi gorengnya kemudian dirasa kurang cukup jika tak ditaburi oleh bawang goreng. Lantas, dia pun menjinjit untuk menggapai lemari atas yang lumayan tinggi dari tinggi badannya. “Ah~ kenapa tinggi tubuhku ini.” Alessa menggerutu berusaha menggapai lemari atas itu. Sebuah tangan kanan meraih wadah berisi bawang goreng kemudian memberikannya kepada Alessa. “Mama, mau mengambil bawang goreng bukan?” tanya Seorang remaja pria bersurai pirang yang baru berusia lima belas tahun itu tersenyum kepadanya. Putera Jovian Arsenio Heide dan Alessa Camelia Amarei. Si mata Aquamarine, Elio Heide. “Elio, membantu banyak!” Alessa meraih wadah itu dari Elio kemudian mengusap-usap puncak kepalanya, walaupun Elio harus menunduk agar sang Mommy bisa menggapainya. Elio tersenyum dengan lembut, sifatnya yang tenang dan serius menuruni sang ayah. Omong-omong, Elio ini terlahir lahir lima menita setelah saudara kembarnya. “MAMA! Lihat, Ayah membelika
Gugup. Tentu saja, itulah yang dirasakan Mina Harun saat ini. Gaun putih yang dikenakannya itu begitu pas pada tubuh langsingnya, Mina ini masih bersiap-siap di ruang rias, selagi dirias di sampingnya Alessa tersenyum-senyum sendiri.“Kak Mina cantik," puji Alessa sembari tersenyum.Sebaliknya Mina juga mengangumi kecantikannya Alessa. Tak tampak seperti ibu dengan dua anak. “A-ah itu, terima kasih.” Mina berucap sembari mengangguk gugup. Dia bukan seseorang yang pandai menguasai situasi berbeda dengan si mata lelehan madu yang ceria dan lemah lembut.Mina tak lama merasa jika tangannya terasa digenggam. “Tenang saja, Kenzo itu benar-benar mencintaimu juga. Terus ... dia itu pencemburu akut loh~” Gadis itu mengedipkan matanya, dia tersenyum dengan ringan."Aku kadang iri padamu Alessa, dibandingkan aku, kamu lebih hebat bahkan sudah jadi sosok ibu yang baik bahkan aku takut menikah karena aku takut jika aku tak bisa jadi ibu yang baik," ucap Mina gusar.Alessa mengangguk paham, kini
"Baiklah, besok pagi kita jemput Si Kembar ya, karena sebenarnya lusa Mina dan Kenzo akan menikah," ucap Jovian. Malamnya Alessa dan Jovian masih bersantai di hotel. Alessa menatap Jovian yang saat itu sedang berkutat dengan laptopnya. Alessa mendekati suaminya dan memeluk Jovian. Alessa menyandarkan kepalanya pada dada bidang Jovian kemudian berbaring dengan santai di sana.Jovian sama sekali tak terganggu dengan kehadiran Alessa yang lebih manja itu. Jovian melirik jam dinding yang menunjukkan pukul delapan malam. Ia melirik Alessa kemudian mematikan laptopnya. "Kamu sedang mau makan apa?" tanya Jovian."Kakak sungguhan bertanya padaku?" Alessa balik bertanya heran karena suaminya yang super kaku itu bisa bertanya padanya. Alessa tersenyum kecil karena menatap wajah heran Jovian.Alessa tampak menimbang sebentar isi kepalanya. "Aku pengen makan burger, fries dan ayam, apa boleh?" "Ayo, kita pergi cari makanan yang kamu mau," ajak Jovian. Malam itu Alessa dan Jovian sama-sama perg
Alessa tengah duduk di sebuah sofa, dia tampak kesulitan mengikat tali sepatu heels rendah itu. Alessa pun menghela napas dan menyerah, ia memilih bersandar pada sofa yang empuk itu sembaru mengusap-usap perutnya yang bundar."Lelahnya," gumam Alessa.Jovian baru masuk ke dalam ruang tamu, sedang mengancingi ujung lengan kemeja putihnya. Ia tersenyum melihat ibu hamil yang sedang menyerah itu. Jovian menatap kedua sepatu heels Alessa yang sudah dipasang cuman belum diikat. "Kamu padahal bisa memakai sepatu lain, Alessa," ucap Jovian sembari berlutut untuk mengikatkan kedua tali sepatu Alessa. Alessa mengerucutkan bibirnya. Tidak senang dengan ucapan suaminya itu. "Kan aku sedang mau memakai sepatu itu, ish Kak Jovian tahu memberi anak saja," celetuk Alessa sebal. "Baiklah, maaf," sahut Jovian usai mengikat tali sepatunya Alessa kemudian duduk di sebelahnya. Jovian langsung melihat Alessa yang mendekati tubuh kekarnya dan melingkari kedua tangannya di dada Jovian. Alessa kini bersan
"Selamat pagi Alessa, selamat kamu hamil enam minggu," ucap Mina."Kakak bercanda," elak Alessa masih tak menyangka.Mina menggeleng. "Benar Lessa, rahimmu yang terkena luka peluru ternyata belum diangkat namun hanya dijahit tapi tampaknya ada kesalahan saat penyampaian mengenai prosedur ini, tapi beruntungnya rahimmu bertahun-tahun lamanya pulih dan bisa mengandung bayi lagi meski nanti kamu harus operasi caesar agar mengurangi resikonya," ucap Mina menjelaskan. "Ini keajaiban Alessa, selamat untuk kalian berdua," ucap Mina tersenyum. Mina terhanyut menatap Alessa yang menangis dengan pelukan Jovian yang menyambutnya. Ia pun beranjak keluar dari ruangan itu untuk memberi waktu luang bagi Alessa dan Jovian.Mina Harun, dokter berdedikasi tinggi teman dekatnya Jovian dan Eidar sejak remaja. Mina jadi satu-satunya perempuan yang menjaga persahabatan kedua Pria itu. Mina bahkan masih rela membantu urusan Alessa dan Georgina dalam urusan kehamilan. Usai menyelesaikan visite dari ruangan
"Alessa, kaukah itu?"Alessa menoleh mendapati seorang Wanita sedang menggengam tangan mungil gadis cilik yang cantik jelita. Wanita itu menatap Alessa dengan tatapan berkaca-kaca. Ia hendak mendekati Alessa namun mengurungkan niatnya. Alessa tersenyum kecil dan berlari kecil mendatangi Wanita itu. "Apa kabarmu, Gina?" tanya Alessa riang.Georgina tersentak kaget. Ia sangka Alessa akan menolak menyapanya, mengingat dosa dan kesalahannya pada Alessa begitu fatal. Georgina tersenyum kecil kemudian mengangguk. "Aku baik-baik saja, kamu semakin cantik," puji Georgina. "Haha jadi malu dipuji oleh seorang model," kekeh Alessa. Alessa pun melirik pada sosok gadis cilik yag malu-malu menatapnya, Alessa pun menunduk untuk menyetarakan tingginya. Ia pun tersenyum pada Anak Kecil itu. "Kamu mirip seseorang, siapa namamu, Cantik?" tanya Alessa."Emily," gumam Anak itu.Alessa pun tersenyum sembari mengusap puncak kepala Anak itu. "Anakmu dan Kak Eidar ya?" tanya Alessa. Georgina pun mengangguk
“Lessa, apakah kau bahagia bersamaku?”Alessamenoleh, pada pria yang ada disampingnya itu. Mereka baru saja mengantri membeli Poffertjes pada sebuah restoran cepat saji, Alessa masih memengang Poffertjes yang dibungkus kertas cokelat itu. Bahkan dia baru saja mengigit Poffertjes. “Ha?! Kau berbicara apa, kak Jev?”Sebelah alis Alessamenaik.“Tidak, bukan apa-apa.” Pria pirang itu menoleh, dia mengelap ujung bibir Alessa yang terdapat gula halus dari Poffertjes yang tengah dimakannya itu “Mau kemana lagi?”Ujar Jovian dengan lembut.Alessa tampak berpikir sejenak “Aku sukanya pantai sih, tapi kalau mengunjungi pantai saat malam hari rasanya tidak enak. Apa kau memiliki rekomendasi?”“Nonton?”“Tch. Film yang Kak Jo pasti pilih film-filem yang temanya serius.”Jovian terkekeh pelan, dia mengakui hal itu. “Jarang-jarang bisa santai seperti ini tanpa Si Kembar bukan?”Alessa mengangguk saja tanpa menggubris Jovian karena sibuk mengunyah makanan manisnya. Sulit bagi Alessa berpaling dari mak
Alessa termangun, sejak kemarin duduk menemani Aji Santoso yang terbaring tak sadarkan diri. Kedua tangannya yang di perban kini sudah diganti dengan perban yang lebih kecil. Alessa menunggui Aji menemui keajaibannya, meski rasanya percuma karena alat-alat penunjang hidup Pria itu sudah memeluk hidupnya sejak kemarin.Alessa melamun dengan tatapan datar yang sendu, dia tak menangis karena air matanya terasa sudah terkuras habis. Alessa hanya diam duduk di samping Aji Santoso, bapaknya kemudian mengingat momen-momen ketika ia kecil, remaja hingga dewasa. Alessa menghela napas cukup panjang usai mendengar bunyi monitor disampingnya berbunyi setiap detik seiras dengan pernapasannya yang juga harus ditunjang. Alessa tahu hidup bapaknya bisa saja berakhir sebentar atau di waktu yang tidak ia duga-duga jadi Alessa memilih tidak beranjak sama sekali. Alessa menyentuh permukaan punggung tangan bapaknya itu. Tangan yang dulu Pria itu gunakan untuk memukulnya bahkan buah karya tangannya menye
"Tuan, Pak Aji Santoso pingsan dan kini sedang gawat," beritahu Kenzo. Alessa terperanjat kaget begitu juga dengan Jovian. Keduanya buru-buru mendatangi ruang gawat darurat. Alessa tak menyangka bapaknya menderita congestive heart failure. Selama ini yang Alessa tahu bapaknya yang hobi judi dan mabuk-mabukan itu terlepas dari semua penyakit."Pak AJi Santoso menderita gagal jantung, kami berhasil memberi perawatan intensif namun tampaknya membutuhkan perawatan yang maksimal," ucap Dokter.Alessa hanya mengangguk sementara ibunya, Rinka sudah terisak oleh tangisnya. Alessa gantian menatap Jovian kemudian Pria itu mengelus puncak kepalanya. Memberi ketennangan dan kehangatan di sana."Alessa, semuanya akan baik-baik saja," ucap Jovian menenangkan Alessa.Bukan itu yang jadi alasan Alessa terdiam pada perasaannya sendiri, melainkan masa lalu yang terus terbayang-bayang olehnya. Alessa segera menggeleng kemudian membalikkan tubuhnya membiarkan sosok Aji Santoso yang terbaring di atas ran