"Aku lelah, rasanya semuanya melelahkan," ucap Alessa seraya merebahkan dirinya ke ranjang kasur. Alessa masih tak bisa merubah kebiasaan barunya untuk pergi melarikan diri dari Jovian kala mereka ada dalam masalah. "Sikapku yang ini sangat buruk," ucap Alessa menyadarinya. Alessa tertidur usai bergulat dengan perasaannya, besok ia akan kembali ke rumah.Alessa bangun di besok paginya. Ia turun ke lantai dasar untuk sarapa. Saat itu Alessa mengambil beberapa roti dan kopi hitam panas kemudian duduk di pojok restoran sembari menatap hiruk pikuk kota dari jendela kaca hotel."Good morning, beauty," ucap seorang Pria. Ia duduk di hadapan Alessa tanpa permisi. "Kau lagi," sahut Alessa menghela napas. Antonio Heide, kembali bertemu dengan Alessa tapi Alessa tahu jika ini buka kebetulan semata. "Apa maumu?" tanya Alessa ketus."Woah, easy peasy," decak Pria itu terkekeh. Pria bermata biru dengan rambut diikat ekor kuda. Ia menatap Alessa dengan tajam sembari melirik minuman yang Alessa te
Georgina memang diundang oleh Jovian menghadiri pesta ulang tahun anaknya dan Alessa. Georgina datang cuman sekedar memberi Alessa sapaan atau ancaman. Usai bertemu dengan Alessa, ia tak lanjut masuk ke dalam pesta melainkan berdiam diri di basement parkiran. Baru tiga hari lalu ia diterima bekerja jadi model majalah bahkan kedatangannya kemari harus diantar manajer yang super tidak bertanggung jawab itu. Alhasil Georgina yang sudah jatuh miskin mendecih kesal. "Wanita itu bisa-bisanya meninggalkanku," ketus Georgina. Kemudian tak lama hujan deras pun turun. "Ugh, yang benar saja!" bentak Georgina. Sulit untuk mendapatkan pekerjaan model karena reputasi lamanya jelek dan buruk. Berita kabar buruknya jadi simpanan Pria pun sudah merebak. Georgina jadi sulit bekerja sebagai model lagi jadi ia menerima jadi model majalah kosmetik baru itu. DrrtttPonselnya bergetar dan Georgina membuka pesan singkat dari benda kotak itu. Georgina membuka ponselnya seorang diri.“From: MarissaGeorgina
Desember akan selalu jadi yang istimewa untuk Alessa, selain karena anak-anaknya yang ulang tahun di Bulan ini juga kemarin saja baru dirayakan kini Alessa sedang memakaikan baju tebal untuk kedua balita lucu itu. Alessa berencana membawa keluar kedua bayi lucu ini bersama Jovian."Kak, aku bawa sepatu skate juga ya," ucap Alessa. "Iya, nanti biar aku yang menjaga Si Kembar," sahut Jovian dari kamar mandi. Pria itu baru membersihkan diri usai mereka berdua tiba di Amsterdam. Padahal perjalanan panjang ini melelahkan tapi Alessa ingin berselancar di musim dingin.Kedatangan mereka tak lain semulanya untuk menemani Jovian melakukan perjalanan bisnis. Alessa yang sedang senggang tentu saja hendak ikut Jovian. Tak lama Kenzo masuk ke dalam apartemen membawa satu box kardus berisi vas bunga. "Bos, ini mau letakkan di mana?" tanya Kenzo. Pria itu menatap Alessa yang sedang memasukkan Si Kembar ke dalam kereta bayi. "Hallo, Luci, Eli," ucap Kenzo gemas. Biar badan kekar tapi Kenzo senang b
Semula Alessa berjalan sembari memengang tangan Jovian di sekitar trotoar. Jovian sangat kekar untuk menggendong Luciel sementara Alessa mendorong kereta bayi berisi Elio yang pulas tidur, alasan Luciel digendong Sang Ayah karena bocah kecil itu tampak antusias berceloteh melihat keramaian kota, berbeda denga Elio yang terlelap pulas dengan tidurnya. Jovian senantiasa melirik Alessa yang sama antusiasnya dengan Luciel. Alessa tersenyum sumringan menatap pertokoan yang ada di pinggir kota, apalagi saat ini perayaan natal jadi banyak pasar rakyat yang sedang buka di setiap jalanan termasuk jajanan lokal."Kak, Kak," ucap Alessa sembari menggoyang tangan Jovian. Ibu dua anak ini malah seperti anak kecil, selain tampilannya yang mendukung, Alesa itu kecil saat berdampingan dengan Jovian belum lagi Alessa berwajah manis dan cantik alami. "Aku mau itu, seperti odading ya?" tanya Alessa sembari menunjuk sebuah stand kecil yang sedang memasak roti goreng yang ditaburi gula.Jovian terkekeh k
"Haha, apakah aku cengeng sepertimu?" canda Jovian dengan tangan terluka dan cairan merah yang masih mengucur itu. Alessa langsung tersenyum kecil. Ia pun mulai menguyur tangan Jovian dengan cairan saline, beruntung Gadis ini sudah menyiapkan berbagai obat-obatan dan perlengkapan darurat. Alessa tidak mengatakan apapun selain sibuk membersihkan serpihan kaca dengan pinset."Kamu ... tidak mengatakan apapun sejak tadi," tegur Jovian yang sibuk memerhatikan raut wajah serius Alessa. Usai Jovian berucap Alessa tidak menyahutinya, Jovian melihat Alessa yang serius itu mengoles Povidone iodine meski Jovian begitu tahan sakit dan tidak berekspresi apa pun saat Alessa membasuh lukanya dengan Povidone iodine. Alessa menoleh menatap wajah Jovian yang rupawan itu, ternyata kedua mata birunya hanya menatap pada Alessa. "Apa tidak sakit?" tanya Alessa akhirnya bersuara."Tidak," jawab Jovian singkat.Alessa mengangguk. Padahal lukanya lumayan juga sih, kalau aku sudah menjerit, batin Alessa mel
"Kau merasa benar padahal istrimu dan dirimu berawal dari nikah kontrak, akui saja Jovian kita sama-sama licik," ungkap Antonio dengan ujung bibir sobeknya. "Ya, benar, kau juga sama liciknya dengan kami, kita tak beda Jo," sahut Gerogina.Jovian jadi semakin murka. Ia melayangkan pukulan pada Antonio kemudian terakhir memukur cermin mobil tepat disebelah Georgina berdiri. "Jangan samakan aku dengan kalian." Jovian berucap sembari beranjak pergi.Georgina masih syok, ia terkejut usai melihat pertengkaran Jovian dan Antonio di basement apartemen barunya. Ia menatap kaca mobil yang pecah dan serpihan kacanya berserakan. "Alessa, Alessa, Alessa! Wanita sialan!" teriak Georgina karena rasa dendamnya semakin menumpuk. Malam itu, ketegangan di antara mereka menciptakan bayang-bayang gelap di dinding kamar tidur. Suasana yang dulu penuh dengan keintiman kini tertutup oleh dinding dingin keheningan. Rintihan hati yang tak terucapkan terasa begitu nyata di udara.Georgina duduk di ujung temp
"Kak, tidakkah orang-orang itu seperti memerhatikan kita?" tanya Alessa pada Eidar. Ia cukup tahu dan memahami situasi mengancam seperti ini, orang yang mencurigakan dengan gelagat yang aneh."Ya, benar, padahal tadi mereka tidak ada," jawab Eidar. Pria itu melirik ke kiri dan kanannya. Lorong koridor Rumah Sakit menjadi sepi saat malam, apalagi tempat yang mereka duduki saat ini merupakan Unit Intensive Care sehingg hanya beberapa petugas di dalam namun tiada orang lain selain mereka dan lima orang Pria misterius itu.Alessa mulai gusar karena mengingatkannya dengan penculikan yang pernah ia rasakan, belum lagi pengalaman buruk ini akan membuka luka lama bagi Alessa tapi Alessa jadi tahu jika Georgina memang bukan sembarangan orang."Kak, aku ingin memanggil Security," ucap Alessa namun enggan beranjak karena mencemaskan Eidar yang pasti tidak beranjak juga. Eidar mengangguk. "Pergilah, aku akan tetap di sini," sahut Eidar menajam.Alessa sudah menerka jawabannya. "Kau gila?" sahut
"Kak ... sebenarnya siapa dirimu yang sebenarnya?" tanya Alessa sembari menggeleng kecil. Alessa menepis dugaan buruknya yang kini memutar di benaknya sendiri. Alessa tetap mempercayai jika Jovian Pria yang baik, Pria yang berasal dari keluarga yang terpandang dan Pria yang memiliki hidup yang positif. Semua itu Alessa lakukan karena Alessa sudah mulai mencintai Jovian."Kita bicarakan nanti," ucap Jovian dingin.Ini yang tak Alessa sukai. Ia selalu merasakan sikap Jovian yang lembut padanya jadi ketika Jovian berucap dengan nada dingin seperti dulu, membuat ujung perasaan Alessa jadi terasa sakit. Alessa hanya mengangguk kemudian lebih mengutamakan membereskan kekacauan ini.Alessa menghampiri Eidar dan tangannya hampir hendak menyentuh Eidar untuk sekedar memeriksa kondisi Pria itu tapi pergelangan tangan Alessa di raih oleh Jovian lebih dulu. "Kenapa Kak?' tanya Alessa heran."Biar aku yang membereskan semua ini, kamu pulang saja," ucap Jovian seperti perintah."Apa sih masalahmu