"Siapa kau?" "Oh, maaf, namaku Eidar," jawab Eidar lugas. "Eidar Adonis Anshar," ucapnya lagi.Georgina memutar mata dengan malas. Ia ingin abaikan kebaikan Pria itu tapi tak suka dikasihani, gengsinya Georgina itu tinggi. "Bawa lagi makanan itu, Eidar karena aku tak suka menerima belas kasihan," ucap Georgina sembari duduk di sofa lagi. "Gina, aku benar-benar melakukannya bukan karena belas kasihan," desak Eidar memaksa."Lantas apa!" bentak Georgina. "Karena aku mantan kekasih sahabat terbaikmu? oh cukup, selama aku bersama Jo, dia terus menceritakanmu, sahabat terbaiknya," celetuk Georgina malas.Eidar menatap datar saat Georgian memberitahukan fakta ini. Ia duduk disamping Georgina kemudian terdiam sejenak. "Jo selalu mendapatkan yang ia mau, hidup kaya tanpa bersusah payah, dikelilingi wanita cantik sampai mendapatkan wanita yang aku cintai juga," ucap Eidar tersenyum hambar. Pria itu sedang nelangsa sehingga luapan perasaannya tercurah begitu saja. Georgina meraih remote kem
Alessa perlahan-lahan membukakan kedua kelopak matanya. Sosok yang pertama ditatapnya pagi ini adalah Pria tampan terlelap damai yang sedang memiringkan tubuhnya berhadapan dengan Alessa. Kedua kelopak matanya tertutup rapat. Rambut pirangnya yang menutupi sebagian paras indahnya itu. Alessa mengulurkan tangannya untuk membelai wajah Jovian. Ia menepikan rambut keemasan itu agar tak menutupi wajah tampannya. Alessa mengulum senyuman kecil. Ia terperanjat terkejut kala tangan Jovian menangkap tangannya kemudian mengecup tangan Alessa meski kedua matanya masih terpejam. "Kemari," ucap Jovian menarik tubuh Alessa agar ia dekap. Pria bertelanjang dada itu menarik selimut lagi untuk menutupi dirinya dan Alessa. "Kenapa kamu bangun awal?" tanya Jovian dengan suara seraknya. Alessa terkekeh sembari meraba punggung tangan Jovian yang melingkar pada pinggang dan perutnya. Alessa merasa geli karena kulit mereka saling bersentuhan. "Memangnya kenapa?" sahut Alessa. Jovian memeluk Alessa s
Bagi Jovian itu Alessa tidak boleh lagi menderita. Menjelang turnamen lokal yang diadakan akan berlangsung, Jovian lebih sering membawa pekerjaannya ke rumah agar bisa sembari menemani Si Kembar sementara Alessa akan latihan dari sore hingga malam. Hari ini misalnya, Jovian baru pulang dari kantor cabangnya di Kyoto. Ia memarkirkan mobil di halaman rumah dengan buru-buru. Ia masuk ke dalam rumah mendapati Alessa tersenyum lebar, sudah bersiap dengan jaket parasut dan celana trainning serta rambut hitam diikat ekor kuda. "Aku pulang," ucap Jovian. Alessa mengangguk, meski sudah siap berpakaian untuk latihan namun Alessa masih sempat memasak untuk Jovian. "Kak Jovian hari ini aku masak telur balado, tumis oseng enoki dan perkedel," ucap Alessa sedang meletakkan sepiring perkedel kentang yang baru saja ia goreng."Terima kasih Alessa." Jovian berucap sambil menggendong Luciel yang sedang berkeliaran di sekitar Alessa, maklum balita usia satu tahun lebih itu baru bisa berjalan meski se
"Apa? jadi ini Bapak? bagaimana bisa?" Alessa terbelalak terkejut dari sambungan teleponnya. Alessa sempat melirik Jovian yang menatap lurus padanya namun Alessa mencoba tetap tenang sembari menutup teleponnya.Alessa tersenyum seadanya. "Yah, kurasa ini namanya baru dibacarakan, panjang umur, panjang umur," ucap Alessa."Alessa," tegas Jovian. "Itu tidak konyol sama sekali, kamu merasa takut," ucap Jovian menyadari kejanggalan dari Alessa. Ini karena Alessa tak mau memperpanjang pertengkaran dengan Jovian. "Yah, tidak juga sih karena sekarang aku sibuk memikirkan turnamenku dan impian-impian lainnya, dan yah ... aku mau bekerja lagi jika memungkinkan." Alessa berucap sambil beranjak berdiri. Jovian hendak mencegah Alessa namun Wanita itu sudah beranjak pergi lebih dulu. "Alessa!" teriak Jovian namun Alessa sudah keluar dari rumah ini. Alessa merasakan tubuhnya bergetar sementara itu benak kepalanya merekam reka ulang kekejaman bapaknya selama ini. Kedua kaki Alessa mendadak terasa
Hari menjelang malam ketika seorang Wanita duduk di sebuah cafe dipinggir jalan. Cafe kecil nan sempit, Wanita itu tampak menunggu seseorang kemudian Pria misterius muncul dari balik pintu. Masuk ke dalam cafe untuk memesan secangkir kopi tapi kedua matanya juga melirik seorang Wanita yang duduk di bangku pojok. Pria itu memilih duduk di depan Si Wanita. Ia menyodorkan secarik kertas padanya. "Ini nomor ponsel dari Aji Santoso," ucapnya menyodorkan secarik kertas itu. Wanita itu tersenyum tipis sembari meraih secarik kertas itu. "Aku sudah mengirimkan uangnya ke rekeningmu," ucap Wanita itu."Jadi ... apa kau mau melanjutkan teror ini?" tanya Si Pria."Tentu saja, satu-satunya korban dari kekacuan ini hanya aku sendiri ... aku tak sudi Pria Iblis rupawan seperti Jovian malah menikmati hidupnya dengan Gadis Naif itu," celetuk Wanita itu."Ya, ya, ya terserah kau saja Gina tapi setelah ini aku tak akan membantumu lagi," ucap Pria itu beranjak berdiri saat pesanan kopinya datang. Pria
Wanita itu menatap ke arah jendela terhanyut sunyi dengan seluruh lamunannya dengan diam, dari mata hijau madu cerahnya Wanita itu menatap dalam ke arah angkasa di mana beberapa burung merpati terbang dengan bebasnya.Alessa sendiri tidak tahu sampai kapan ia harus berbaring di atas ranjang kasur Rumah Sakit. Ia hanya meratapi jendela dan tidak memiliki minat menggerakkan tubuhnya hingga Alessa mendengar pintu berdecit terbuka menampaki Mina datang membawa bingkisan."Alessa, kamu tahu bukan jika kamu harus mulai latihan bergerak," celetuk Mina.Alessa sempat menoleh pada Mina sejenak kemudian memalingkan pandangannya lagi menatap jendela. "Aku tahu sebenarnya, rasa putus asa ini tak seharusnya ada tapi perasaanku jadi hambar untuk hidup ini, Kak," ucap Alessa. Mina menghela napas cukup panjang. "Alessa, banyak orang yang mencintaimu," bujuk Mina. Wanita itu berjalan mendekati Alessa kemudian duduk di kursi tepat di samping Alessa. Mina usai meletakkan bingkisan dia atas nakas meja.
"Jadi alasanmu seperti ini karena bapakmu?" tanya Jovian penuh selidik. Alessa langsung meraih wajah Prianya itu. Tak lagi ia mau Jovian mendidih murka atau menghalalkan semua cara demi keamanannya. "Aku baik-baik saja," tegas Alessa. Kedua mata Alessa berkaca-kaca menatap Jovian. Ia menggengam erat tangan Jovian dan tak sudi melepaskannya. "Kumohon, ini bukan perkara besar," ucap Alessa memelas. Jovian mendeham kecil. "Baiklah, bagaimana jika kamu istirahat?" tawar Jovian sembari mengelus puncak kepala Alessa. Alessa langsung memerah malu. Siapa sangka hubungan mereka sudah sejauh ini biarpun seringkali Jovian menampaki taringnya. Rasa obsesi Jovian masih sama seperti dulu cuman Alessa tidak mau Jovian kembali seperti dulu juga. "Kau cemas jika aku berbuat macam-macam pada bapakmu?" terka Jovian. Alessa melirik Jovian dengan wajah memerah malunya bercampur perasaan kesalnya juga. "Kau, tidak perlu mengatakannya padaku." Dia mencubit bahu lebar si Pria berambut pirang itu dengan
Menyadari jika sesuatu terasa hampa saat tak bersama. Itulah Alessa saat ini, di malam hari ia malah berjalan menelusuri pantai dengan bertelanjang kaki. Rembulan terang di malam gelap. Alessa masih merasakan nyeri di salah satu kakinya usai penyembuhan panjang karena cedera namun ia bisa berjalan saat ini. "Kenapa Jovian memilihku?" tanya Alessa seorang diri. Padahal baru bertemu dengan Jovian, baru bertemu dengan Georgina juga yang membuat perasaannya ini jadi campur aduk. "Apanya yang menggengammu nanti? padahal kau sudah menggengamku sejak awal," ucap Alessa. Alessa pun kembali ke gedung. Ketika ia kembali, aula sudah kosong dengan sisa-sisa pesta yang tertinggal. Alessa berjalan menuju ke tengah aula. Lantai keramik yang dilapisi oleh karpet merah menjadi latarnya ballroom. Alessa berjalan menuju panggung kemudian menghidupkan musik dari ponselnya yang disambungkan dengan speaker. Sejenak Alessa menduduki dirinya di tengah-tengah panggung ketika instrumental musik dari Love St