"Apa? jadi ini Bapak? bagaimana bisa?" Alessa terbelalak terkejut dari sambungan teleponnya. Alessa sempat melirik Jovian yang menatap lurus padanya namun Alessa mencoba tetap tenang sembari menutup teleponnya.Alessa tersenyum seadanya. "Yah, kurasa ini namanya baru dibacarakan, panjang umur, panjang umur," ucap Alessa."Alessa," tegas Jovian. "Itu tidak konyol sama sekali, kamu merasa takut," ucap Jovian menyadari kejanggalan dari Alessa. Ini karena Alessa tak mau memperpanjang pertengkaran dengan Jovian. "Yah, tidak juga sih karena sekarang aku sibuk memikirkan turnamenku dan impian-impian lainnya, dan yah ... aku mau bekerja lagi jika memungkinkan." Alessa berucap sambil beranjak berdiri. Jovian hendak mencegah Alessa namun Wanita itu sudah beranjak pergi lebih dulu. "Alessa!" teriak Jovian namun Alessa sudah keluar dari rumah ini. Alessa merasakan tubuhnya bergetar sementara itu benak kepalanya merekam reka ulang kekejaman bapaknya selama ini. Kedua kaki Alessa mendadak terasa
Hari menjelang malam ketika seorang Wanita duduk di sebuah cafe dipinggir jalan. Cafe kecil nan sempit, Wanita itu tampak menunggu seseorang kemudian Pria misterius muncul dari balik pintu. Masuk ke dalam cafe untuk memesan secangkir kopi tapi kedua matanya juga melirik seorang Wanita yang duduk di bangku pojok. Pria itu memilih duduk di depan Si Wanita. Ia menyodorkan secarik kertas padanya. "Ini nomor ponsel dari Aji Santoso," ucapnya menyodorkan secarik kertas itu. Wanita itu tersenyum tipis sembari meraih secarik kertas itu. "Aku sudah mengirimkan uangnya ke rekeningmu," ucap Wanita itu."Jadi ... apa kau mau melanjutkan teror ini?" tanya Si Pria."Tentu saja, satu-satunya korban dari kekacuan ini hanya aku sendiri ... aku tak sudi Pria Iblis rupawan seperti Jovian malah menikmati hidupnya dengan Gadis Naif itu," celetuk Wanita itu."Ya, ya, ya terserah kau saja Gina tapi setelah ini aku tak akan membantumu lagi," ucap Pria itu beranjak berdiri saat pesanan kopinya datang. Pria
Wanita itu menatap ke arah jendela terhanyut sunyi dengan seluruh lamunannya dengan diam, dari mata hijau madu cerahnya Wanita itu menatap dalam ke arah angkasa di mana beberapa burung merpati terbang dengan bebasnya.Alessa sendiri tidak tahu sampai kapan ia harus berbaring di atas ranjang kasur Rumah Sakit. Ia hanya meratapi jendela dan tidak memiliki minat menggerakkan tubuhnya hingga Alessa mendengar pintu berdecit terbuka menampaki Mina datang membawa bingkisan."Alessa, kamu tahu bukan jika kamu harus mulai latihan bergerak," celetuk Mina.Alessa sempat menoleh pada Mina sejenak kemudian memalingkan pandangannya lagi menatap jendela. "Aku tahu sebenarnya, rasa putus asa ini tak seharusnya ada tapi perasaanku jadi hambar untuk hidup ini, Kak," ucap Alessa. Mina menghela napas cukup panjang. "Alessa, banyak orang yang mencintaimu," bujuk Mina. Wanita itu berjalan mendekati Alessa kemudian duduk di kursi tepat di samping Alessa. Mina usai meletakkan bingkisan dia atas nakas meja.
"Jadi alasanmu seperti ini karena bapakmu?" tanya Jovian penuh selidik. Alessa langsung meraih wajah Prianya itu. Tak lagi ia mau Jovian mendidih murka atau menghalalkan semua cara demi keamanannya. "Aku baik-baik saja," tegas Alessa. Kedua mata Alessa berkaca-kaca menatap Jovian. Ia menggengam erat tangan Jovian dan tak sudi melepaskannya. "Kumohon, ini bukan perkara besar," ucap Alessa memelas. Jovian mendeham kecil. "Baiklah, bagaimana jika kamu istirahat?" tawar Jovian sembari mengelus puncak kepala Alessa. Alessa langsung memerah malu. Siapa sangka hubungan mereka sudah sejauh ini biarpun seringkali Jovian menampaki taringnya. Rasa obsesi Jovian masih sama seperti dulu cuman Alessa tidak mau Jovian kembali seperti dulu juga. "Kau cemas jika aku berbuat macam-macam pada bapakmu?" terka Jovian. Alessa melirik Jovian dengan wajah memerah malunya bercampur perasaan kesalnya juga. "Kau, tidak perlu mengatakannya padaku." Dia mencubit bahu lebar si Pria berambut pirang itu dengan
Menyadari jika sesuatu terasa hampa saat tak bersama. Itulah Alessa saat ini, di malam hari ia malah berjalan menelusuri pantai dengan bertelanjang kaki. Rembulan terang di malam gelap. Alessa masih merasakan nyeri di salah satu kakinya usai penyembuhan panjang karena cedera namun ia bisa berjalan saat ini. "Kenapa Jovian memilihku?" tanya Alessa seorang diri. Padahal baru bertemu dengan Jovian, baru bertemu dengan Georgina juga yang membuat perasaannya ini jadi campur aduk. "Apanya yang menggengammu nanti? padahal kau sudah menggengamku sejak awal," ucap Alessa. Alessa pun kembali ke gedung. Ketika ia kembali, aula sudah kosong dengan sisa-sisa pesta yang tertinggal. Alessa berjalan menuju ke tengah aula. Lantai keramik yang dilapisi oleh karpet merah menjadi latarnya ballroom. Alessa berjalan menuju panggung kemudian menghidupkan musik dari ponselnya yang disambungkan dengan speaker. Sejenak Alessa menduduki dirinya di tengah-tengah panggung ketika instrumental musik dari Love St
"Aku lelah, rasanya semuanya melelahkan," ucap Alessa seraya merebahkan dirinya ke ranjang kasur. Alessa masih tak bisa merubah kebiasaan barunya untuk pergi melarikan diri dari Jovian kala mereka ada dalam masalah. "Sikapku yang ini sangat buruk," ucap Alessa menyadarinya. Alessa tertidur usai bergulat dengan perasaannya, besok ia akan kembali ke rumah.Alessa bangun di besok paginya. Ia turun ke lantai dasar untuk sarapa. Saat itu Alessa mengambil beberapa roti dan kopi hitam panas kemudian duduk di pojok restoran sembari menatap hiruk pikuk kota dari jendela kaca hotel."Good morning, beauty," ucap seorang Pria. Ia duduk di hadapan Alessa tanpa permisi. "Kau lagi," sahut Alessa menghela napas. Antonio Heide, kembali bertemu dengan Alessa tapi Alessa tahu jika ini buka kebetulan semata. "Apa maumu?" tanya Alessa ketus."Woah, easy peasy," decak Pria itu terkekeh. Pria bermata biru dengan rambut diikat ekor kuda. Ia menatap Alessa dengan tajam sembari melirik minuman yang Alessa te
Georgina memang diundang oleh Jovian menghadiri pesta ulang tahun anaknya dan Alessa. Georgina datang cuman sekedar memberi Alessa sapaan atau ancaman. Usai bertemu dengan Alessa, ia tak lanjut masuk ke dalam pesta melainkan berdiam diri di basement parkiran. Baru tiga hari lalu ia diterima bekerja jadi model majalah bahkan kedatangannya kemari harus diantar manajer yang super tidak bertanggung jawab itu. Alhasil Georgina yang sudah jatuh miskin mendecih kesal. "Wanita itu bisa-bisanya meninggalkanku," ketus Georgina. Kemudian tak lama hujan deras pun turun. "Ugh, yang benar saja!" bentak Georgina. Sulit untuk mendapatkan pekerjaan model karena reputasi lamanya jelek dan buruk. Berita kabar buruknya jadi simpanan Pria pun sudah merebak. Georgina jadi sulit bekerja sebagai model lagi jadi ia menerima jadi model majalah kosmetik baru itu. DrrtttPonselnya bergetar dan Georgina membuka pesan singkat dari benda kotak itu. Georgina membuka ponselnya seorang diri.“From: MarissaGeorgina
Desember akan selalu jadi yang istimewa untuk Alessa, selain karena anak-anaknya yang ulang tahun di Bulan ini juga kemarin saja baru dirayakan kini Alessa sedang memakaikan baju tebal untuk kedua balita lucu itu. Alessa berencana membawa keluar kedua bayi lucu ini bersama Jovian."Kak, aku bawa sepatu skate juga ya," ucap Alessa. "Iya, nanti biar aku yang menjaga Si Kembar," sahut Jovian dari kamar mandi. Pria itu baru membersihkan diri usai mereka berdua tiba di Amsterdam. Padahal perjalanan panjang ini melelahkan tapi Alessa ingin berselancar di musim dingin.Kedatangan mereka tak lain semulanya untuk menemani Jovian melakukan perjalanan bisnis. Alessa yang sedang senggang tentu saja hendak ikut Jovian. Tak lama Kenzo masuk ke dalam apartemen membawa satu box kardus berisi vas bunga. "Bos, ini mau letakkan di mana?" tanya Kenzo. Pria itu menatap Alessa yang sedang memasukkan Si Kembar ke dalam kereta bayi. "Hallo, Luci, Eli," ucap Kenzo gemas. Biar badan kekar tapi Kenzo senang b