Hari menjelang malam ketika seorang Wanita duduk di sebuah cafe dipinggir jalan. Cafe kecil nan sempit, Wanita itu tampak menunggu seseorang kemudian Pria misterius muncul dari balik pintu. Masuk ke dalam cafe untuk memesan secangkir kopi tapi kedua matanya juga melirik seorang Wanita yang duduk di bangku pojok. Pria itu memilih duduk di depan Si Wanita. Ia menyodorkan secarik kertas padanya. "Ini nomor ponsel dari Aji Santoso," ucapnya menyodorkan secarik kertas itu. Wanita itu tersenyum tipis sembari meraih secarik kertas itu. "Aku sudah mengirimkan uangnya ke rekeningmu," ucap Wanita itu."Jadi ... apa kau mau melanjutkan teror ini?" tanya Si Pria."Tentu saja, satu-satunya korban dari kekacuan ini hanya aku sendiri ... aku tak sudi Pria Iblis rupawan seperti Jovian malah menikmati hidupnya dengan Gadis Naif itu," celetuk Wanita itu."Ya, ya, ya terserah kau saja Gina tapi setelah ini aku tak akan membantumu lagi," ucap Pria itu beranjak berdiri saat pesanan kopinya datang. Pria
Wanita itu menatap ke arah jendela terhanyut sunyi dengan seluruh lamunannya dengan diam, dari mata hijau madu cerahnya Wanita itu menatap dalam ke arah angkasa di mana beberapa burung merpati terbang dengan bebasnya.Alessa sendiri tidak tahu sampai kapan ia harus berbaring di atas ranjang kasur Rumah Sakit. Ia hanya meratapi jendela dan tidak memiliki minat menggerakkan tubuhnya hingga Alessa mendengar pintu berdecit terbuka menampaki Mina datang membawa bingkisan."Alessa, kamu tahu bukan jika kamu harus mulai latihan bergerak," celetuk Mina.Alessa sempat menoleh pada Mina sejenak kemudian memalingkan pandangannya lagi menatap jendela. "Aku tahu sebenarnya, rasa putus asa ini tak seharusnya ada tapi perasaanku jadi hambar untuk hidup ini, Kak," ucap Alessa. Mina menghela napas cukup panjang. "Alessa, banyak orang yang mencintaimu," bujuk Mina. Wanita itu berjalan mendekati Alessa kemudian duduk di kursi tepat di samping Alessa. Mina usai meletakkan bingkisan dia atas nakas meja.
"Jadi alasanmu seperti ini karena bapakmu?" tanya Jovian penuh selidik. Alessa langsung meraih wajah Prianya itu. Tak lagi ia mau Jovian mendidih murka atau menghalalkan semua cara demi keamanannya. "Aku baik-baik saja," tegas Alessa. Kedua mata Alessa berkaca-kaca menatap Jovian. Ia menggengam erat tangan Jovian dan tak sudi melepaskannya. "Kumohon, ini bukan perkara besar," ucap Alessa memelas. Jovian mendeham kecil. "Baiklah, bagaimana jika kamu istirahat?" tawar Jovian sembari mengelus puncak kepala Alessa. Alessa langsung memerah malu. Siapa sangka hubungan mereka sudah sejauh ini biarpun seringkali Jovian menampaki taringnya. Rasa obsesi Jovian masih sama seperti dulu cuman Alessa tidak mau Jovian kembali seperti dulu juga. "Kau cemas jika aku berbuat macam-macam pada bapakmu?" terka Jovian. Alessa melirik Jovian dengan wajah memerah malunya bercampur perasaan kesalnya juga. "Kau, tidak perlu mengatakannya padaku." Dia mencubit bahu lebar si Pria berambut pirang itu dengan
Menyadari jika sesuatu terasa hampa saat tak bersama. Itulah Alessa saat ini, di malam hari ia malah berjalan menelusuri pantai dengan bertelanjang kaki. Rembulan terang di malam gelap. Alessa masih merasakan nyeri di salah satu kakinya usai penyembuhan panjang karena cedera namun ia bisa berjalan saat ini. "Kenapa Jovian memilihku?" tanya Alessa seorang diri. Padahal baru bertemu dengan Jovian, baru bertemu dengan Georgina juga yang membuat perasaannya ini jadi campur aduk. "Apanya yang menggengammu nanti? padahal kau sudah menggengamku sejak awal," ucap Alessa. Alessa pun kembali ke gedung. Ketika ia kembali, aula sudah kosong dengan sisa-sisa pesta yang tertinggal. Alessa berjalan menuju ke tengah aula. Lantai keramik yang dilapisi oleh karpet merah menjadi latarnya ballroom. Alessa berjalan menuju panggung kemudian menghidupkan musik dari ponselnya yang disambungkan dengan speaker. Sejenak Alessa menduduki dirinya di tengah-tengah panggung ketika instrumental musik dari Love St
"Aku lelah, rasanya semuanya melelahkan," ucap Alessa seraya merebahkan dirinya ke ranjang kasur. Alessa masih tak bisa merubah kebiasaan barunya untuk pergi melarikan diri dari Jovian kala mereka ada dalam masalah. "Sikapku yang ini sangat buruk," ucap Alessa menyadarinya. Alessa tertidur usai bergulat dengan perasaannya, besok ia akan kembali ke rumah.Alessa bangun di besok paginya. Ia turun ke lantai dasar untuk sarapa. Saat itu Alessa mengambil beberapa roti dan kopi hitam panas kemudian duduk di pojok restoran sembari menatap hiruk pikuk kota dari jendela kaca hotel."Good morning, beauty," ucap seorang Pria. Ia duduk di hadapan Alessa tanpa permisi. "Kau lagi," sahut Alessa menghela napas. Antonio Heide, kembali bertemu dengan Alessa tapi Alessa tahu jika ini buka kebetulan semata. "Apa maumu?" tanya Alessa ketus."Woah, easy peasy," decak Pria itu terkekeh. Pria bermata biru dengan rambut diikat ekor kuda. Ia menatap Alessa dengan tajam sembari melirik minuman yang Alessa te
Georgina memang diundang oleh Jovian menghadiri pesta ulang tahun anaknya dan Alessa. Georgina datang cuman sekedar memberi Alessa sapaan atau ancaman. Usai bertemu dengan Alessa, ia tak lanjut masuk ke dalam pesta melainkan berdiam diri di basement parkiran. Baru tiga hari lalu ia diterima bekerja jadi model majalah bahkan kedatangannya kemari harus diantar manajer yang super tidak bertanggung jawab itu. Alhasil Georgina yang sudah jatuh miskin mendecih kesal. "Wanita itu bisa-bisanya meninggalkanku," ketus Georgina. Kemudian tak lama hujan deras pun turun. "Ugh, yang benar saja!" bentak Georgina. Sulit untuk mendapatkan pekerjaan model karena reputasi lamanya jelek dan buruk. Berita kabar buruknya jadi simpanan Pria pun sudah merebak. Georgina jadi sulit bekerja sebagai model lagi jadi ia menerima jadi model majalah kosmetik baru itu. DrrtttPonselnya bergetar dan Georgina membuka pesan singkat dari benda kotak itu. Georgina membuka ponselnya seorang diri.“From: MarissaGeorgina
Desember akan selalu jadi yang istimewa untuk Alessa, selain karena anak-anaknya yang ulang tahun di Bulan ini juga kemarin saja baru dirayakan kini Alessa sedang memakaikan baju tebal untuk kedua balita lucu itu. Alessa berencana membawa keluar kedua bayi lucu ini bersama Jovian."Kak, aku bawa sepatu skate juga ya," ucap Alessa. "Iya, nanti biar aku yang menjaga Si Kembar," sahut Jovian dari kamar mandi. Pria itu baru membersihkan diri usai mereka berdua tiba di Amsterdam. Padahal perjalanan panjang ini melelahkan tapi Alessa ingin berselancar di musim dingin.Kedatangan mereka tak lain semulanya untuk menemani Jovian melakukan perjalanan bisnis. Alessa yang sedang senggang tentu saja hendak ikut Jovian. Tak lama Kenzo masuk ke dalam apartemen membawa satu box kardus berisi vas bunga. "Bos, ini mau letakkan di mana?" tanya Kenzo. Pria itu menatap Alessa yang sedang memasukkan Si Kembar ke dalam kereta bayi. "Hallo, Luci, Eli," ucap Kenzo gemas. Biar badan kekar tapi Kenzo senang b
Semula Alessa berjalan sembari memengang tangan Jovian di sekitar trotoar. Jovian sangat kekar untuk menggendong Luciel sementara Alessa mendorong kereta bayi berisi Elio yang pulas tidur, alasan Luciel digendong Sang Ayah karena bocah kecil itu tampak antusias berceloteh melihat keramaian kota, berbeda denga Elio yang terlelap pulas dengan tidurnya. Jovian senantiasa melirik Alessa yang sama antusiasnya dengan Luciel. Alessa tersenyum sumringan menatap pertokoan yang ada di pinggir kota, apalagi saat ini perayaan natal jadi banyak pasar rakyat yang sedang buka di setiap jalanan termasuk jajanan lokal."Kak, Kak," ucap Alessa sembari menggoyang tangan Jovian. Ibu dua anak ini malah seperti anak kecil, selain tampilannya yang mendukung, Alesa itu kecil saat berdampingan dengan Jovian belum lagi Alessa berwajah manis dan cantik alami. "Aku mau itu, seperti odading ya?" tanya Alessa sembari menunjuk sebuah stand kecil yang sedang memasak roti goreng yang ditaburi gula.Jovian terkekeh k
Alessa baru saja memasak nasi goreng, dia merasa sedikit nasi gorengnya kemudian dirasa kurang cukup jika tak ditaburi oleh bawang goreng. Lantas, dia pun menjinjit untuk menggapai lemari atas yang lumayan tinggi dari tinggi badannya. “Ah~ kenapa tinggi tubuhku ini.” Alessa menggerutu berusaha menggapai lemari atas itu. Sebuah tangan kanan meraih wadah berisi bawang goreng kemudian memberikannya kepada Alessa. “Mama, mau mengambil bawang goreng bukan?” tanya Seorang remaja pria bersurai pirang yang baru berusia lima belas tahun itu tersenyum kepadanya. Putera Jovian Arsenio Heide dan Alessa Camelia Amarei. Si mata Aquamarine, Elio Heide. “Elio, membantu banyak!” Alessa meraih wadah itu dari Elio kemudian mengusap-usap puncak kepalanya, walaupun Elio harus menunduk agar sang Mommy bisa menggapainya. Elio tersenyum dengan lembut, sifatnya yang tenang dan serius menuruni sang ayah. Omong-omong, Elio ini terlahir lahir lima menita setelah saudara kembarnya. “MAMA! Lihat, Ayah membelika
Gugup. Tentu saja, itulah yang dirasakan Mina Harun saat ini. Gaun putih yang dikenakannya itu begitu pas pada tubuh langsingnya, Mina ini masih bersiap-siap di ruang rias, selagi dirias di sampingnya Alessa tersenyum-senyum sendiri.“Kak Mina cantik," puji Alessa sembari tersenyum.Sebaliknya Mina juga mengangumi kecantikannya Alessa. Tak tampak seperti ibu dengan dua anak. “A-ah itu, terima kasih.” Mina berucap sembari mengangguk gugup. Dia bukan seseorang yang pandai menguasai situasi berbeda dengan si mata lelehan madu yang ceria dan lemah lembut.Mina tak lama merasa jika tangannya terasa digenggam. “Tenang saja, Kenzo itu benar-benar mencintaimu juga. Terus ... dia itu pencemburu akut loh~” Gadis itu mengedipkan matanya, dia tersenyum dengan ringan."Aku kadang iri padamu Alessa, dibandingkan aku, kamu lebih hebat bahkan sudah jadi sosok ibu yang baik bahkan aku takut menikah karena aku takut jika aku tak bisa jadi ibu yang baik," ucap Mina gusar.Alessa mengangguk paham, kini
"Baiklah, besok pagi kita jemput Si Kembar ya, karena sebenarnya lusa Mina dan Kenzo akan menikah," ucap Jovian. Malamnya Alessa dan Jovian masih bersantai di hotel. Alessa menatap Jovian yang saat itu sedang berkutat dengan laptopnya. Alessa mendekati suaminya dan memeluk Jovian. Alessa menyandarkan kepalanya pada dada bidang Jovian kemudian berbaring dengan santai di sana.Jovian sama sekali tak terganggu dengan kehadiran Alessa yang lebih manja itu. Jovian melirik jam dinding yang menunjukkan pukul delapan malam. Ia melirik Alessa kemudian mematikan laptopnya. "Kamu sedang mau makan apa?" tanya Jovian."Kakak sungguhan bertanya padaku?" Alessa balik bertanya heran karena suaminya yang super kaku itu bisa bertanya padanya. Alessa tersenyum kecil karena menatap wajah heran Jovian.Alessa tampak menimbang sebentar isi kepalanya. "Aku pengen makan burger, fries dan ayam, apa boleh?" "Ayo, kita pergi cari makanan yang kamu mau," ajak Jovian. Malam itu Alessa dan Jovian sama-sama perg
Alessa tengah duduk di sebuah sofa, dia tampak kesulitan mengikat tali sepatu heels rendah itu. Alessa pun menghela napas dan menyerah, ia memilih bersandar pada sofa yang empuk itu sembaru mengusap-usap perutnya yang bundar."Lelahnya," gumam Alessa.Jovian baru masuk ke dalam ruang tamu, sedang mengancingi ujung lengan kemeja putihnya. Ia tersenyum melihat ibu hamil yang sedang menyerah itu. Jovian menatap kedua sepatu heels Alessa yang sudah dipasang cuman belum diikat. "Kamu padahal bisa memakai sepatu lain, Alessa," ucap Jovian sembari berlutut untuk mengikatkan kedua tali sepatu Alessa. Alessa mengerucutkan bibirnya. Tidak senang dengan ucapan suaminya itu. "Kan aku sedang mau memakai sepatu itu, ish Kak Jovian tahu memberi anak saja," celetuk Alessa sebal. "Baiklah, maaf," sahut Jovian usai mengikat tali sepatunya Alessa kemudian duduk di sebelahnya. Jovian langsung melihat Alessa yang mendekati tubuh kekarnya dan melingkari kedua tangannya di dada Jovian. Alessa kini bersan
"Selamat pagi Alessa, selamat kamu hamil enam minggu," ucap Mina."Kakak bercanda," elak Alessa masih tak menyangka.Mina menggeleng. "Benar Lessa, rahimmu yang terkena luka peluru ternyata belum diangkat namun hanya dijahit tapi tampaknya ada kesalahan saat penyampaian mengenai prosedur ini, tapi beruntungnya rahimmu bertahun-tahun lamanya pulih dan bisa mengandung bayi lagi meski nanti kamu harus operasi caesar agar mengurangi resikonya," ucap Mina menjelaskan. "Ini keajaiban Alessa, selamat untuk kalian berdua," ucap Mina tersenyum. Mina terhanyut menatap Alessa yang menangis dengan pelukan Jovian yang menyambutnya. Ia pun beranjak keluar dari ruangan itu untuk memberi waktu luang bagi Alessa dan Jovian.Mina Harun, dokter berdedikasi tinggi teman dekatnya Jovian dan Eidar sejak remaja. Mina jadi satu-satunya perempuan yang menjaga persahabatan kedua Pria itu. Mina bahkan masih rela membantu urusan Alessa dan Georgina dalam urusan kehamilan. Usai menyelesaikan visite dari ruangan
"Alessa, kaukah itu?"Alessa menoleh mendapati seorang Wanita sedang menggengam tangan mungil gadis cilik yang cantik jelita. Wanita itu menatap Alessa dengan tatapan berkaca-kaca. Ia hendak mendekati Alessa namun mengurungkan niatnya. Alessa tersenyum kecil dan berlari kecil mendatangi Wanita itu. "Apa kabarmu, Gina?" tanya Alessa riang.Georgina tersentak kaget. Ia sangka Alessa akan menolak menyapanya, mengingat dosa dan kesalahannya pada Alessa begitu fatal. Georgina tersenyum kecil kemudian mengangguk. "Aku baik-baik saja, kamu semakin cantik," puji Georgina. "Haha jadi malu dipuji oleh seorang model," kekeh Alessa. Alessa pun melirik pada sosok gadis cilik yag malu-malu menatapnya, Alessa pun menunduk untuk menyetarakan tingginya. Ia pun tersenyum pada Anak Kecil itu. "Kamu mirip seseorang, siapa namamu, Cantik?" tanya Alessa."Emily," gumam Anak itu.Alessa pun tersenyum sembari mengusap puncak kepala Anak itu. "Anakmu dan Kak Eidar ya?" tanya Alessa. Georgina pun mengangguk
“Lessa, apakah kau bahagia bersamaku?”Alessamenoleh, pada pria yang ada disampingnya itu. Mereka baru saja mengantri membeli Poffertjes pada sebuah restoran cepat saji, Alessa masih memengang Poffertjes yang dibungkus kertas cokelat itu. Bahkan dia baru saja mengigit Poffertjes. “Ha?! Kau berbicara apa, kak Jev?”Sebelah alis Alessamenaik.“Tidak, bukan apa-apa.” Pria pirang itu menoleh, dia mengelap ujung bibir Alessa yang terdapat gula halus dari Poffertjes yang tengah dimakannya itu “Mau kemana lagi?”Ujar Jovian dengan lembut.Alessa tampak berpikir sejenak “Aku sukanya pantai sih, tapi kalau mengunjungi pantai saat malam hari rasanya tidak enak. Apa kau memiliki rekomendasi?”“Nonton?”“Tch. Film yang Kak Jo pasti pilih film-filem yang temanya serius.”Jovian terkekeh pelan, dia mengakui hal itu. “Jarang-jarang bisa santai seperti ini tanpa Si Kembar bukan?”Alessa mengangguk saja tanpa menggubris Jovian karena sibuk mengunyah makanan manisnya. Sulit bagi Alessa berpaling dari mak
Alessa termangun, sejak kemarin duduk menemani Aji Santoso yang terbaring tak sadarkan diri. Kedua tangannya yang di perban kini sudah diganti dengan perban yang lebih kecil. Alessa menunggui Aji menemui keajaibannya, meski rasanya percuma karena alat-alat penunjang hidup Pria itu sudah memeluk hidupnya sejak kemarin.Alessa melamun dengan tatapan datar yang sendu, dia tak menangis karena air matanya terasa sudah terkuras habis. Alessa hanya diam duduk di samping Aji Santoso, bapaknya kemudian mengingat momen-momen ketika ia kecil, remaja hingga dewasa. Alessa menghela napas cukup panjang usai mendengar bunyi monitor disampingnya berbunyi setiap detik seiras dengan pernapasannya yang juga harus ditunjang. Alessa tahu hidup bapaknya bisa saja berakhir sebentar atau di waktu yang tidak ia duga-duga jadi Alessa memilih tidak beranjak sama sekali. Alessa menyentuh permukaan punggung tangan bapaknya itu. Tangan yang dulu Pria itu gunakan untuk memukulnya bahkan buah karya tangannya menye
"Tuan, Pak Aji Santoso pingsan dan kini sedang gawat," beritahu Kenzo. Alessa terperanjat kaget begitu juga dengan Jovian. Keduanya buru-buru mendatangi ruang gawat darurat. Alessa tak menyangka bapaknya menderita congestive heart failure. Selama ini yang Alessa tahu bapaknya yang hobi judi dan mabuk-mabukan itu terlepas dari semua penyakit."Pak AJi Santoso menderita gagal jantung, kami berhasil memberi perawatan intensif namun tampaknya membutuhkan perawatan yang maksimal," ucap Dokter.Alessa hanya mengangguk sementara ibunya, Rinka sudah terisak oleh tangisnya. Alessa gantian menatap Jovian kemudian Pria itu mengelus puncak kepalanya. Memberi ketennangan dan kehangatan di sana."Alessa, semuanya akan baik-baik saja," ucap Jovian menenangkan Alessa.Bukan itu yang jadi alasan Alessa terdiam pada perasaannya sendiri, melainkan masa lalu yang terus terbayang-bayang olehnya. Alessa segera menggeleng kemudian membalikkan tubuhnya membiarkan sosok Aji Santoso yang terbaring di atas ran