"Alessa, kamu kenapa?" tanya Eidar tergopoh-gopoh masuk ke dalam ruangan ini. Eidar baru tiba tapi sempat berpas-pasan dengan Julia yang baru keluar dari ruang rawat Alessa. Eidar tahu Julia tak pernah punya niatan baik pada Alessa.Alessa yang berpegangan pada ranjang tiba-tiba merasa tubuhnya lemas. Hendak ambruk tapi langsung ditangkap oleh Eidar. Wajah Alessa memucat sendiri dan rembesan cairan merah tampak mulai mengalir pelan di kedua pahanya. "Oh Ya Tuhan, Alessa!" Eidar menekan bell pada sebelah ranjang Alessa.Alessa menarik kerah kemeja Eidar untuk mendekat padanya. "Dengar, aku tidak tahu harus meminta pada siapa tapi setelah ini bantu aku, lari dari Jovian," ucap Alessa dengan napas tersenggal-senggal.Eidar mengangguk. "Serahkan padaku."Mina dan seorang Perawat tiba kemudian melihat Alessa yang sudah pucat pasi. Mina menghela napas. "Book an Or, please," ucap Mina pada Perawat. Mina gantian melihat Alessa yang pucat pasi tapi raut wajahnya penuh kemurkaan. "Alessa kamu
Denting bunyi suara lonceng, terus menerus saling berbunyi. Beranda sebuah rumah dengan lonceng-lonceng kecil yang bergantung pada langit-langitnya, sahut menyahut berbunyi oleh tiupan angin yang berhembus dengan lembut.Sebuah kamar hening di dalam rumah itu terbaring seorang Wanita muda yang masih betah memejamkan kedua matanya bertahun-tahun lamanya. Berbaring diatas ranjang dengan seprai serba putih, tubuhnya diselimuti oleh kain putih juga. Berkas cahaya dari jendela membuat perlahan kedua kelopak matanya itu mulai terbuka dengan pelan, hingga bulu mata lentik itu bergerak mengikuti kedipan kedua kelopak matanya.Pukul enam pagi-pagi, tak lama setelahnya alarm itu sudah berbunyi selama tiga menit. Berbunyi sudah tiga kali berulang, sampai ketika alarm itu berhenti berbunyi. Itupun berkat usaha sebuah tangan yang menapik dengan kasar, padahal sepasang tangan itu halus dan putih tapi tak terdapat kelembutan disana. Rasa kantuk yang belum kunjung usai, tubuh kecil yang terbaring dia
"Rasanya sumpek, risih dan lelah, hehe." Alessa tersenyum sumringan. Eidar mengelus puncak kepala Alessa. "Kamu sampai mewarnai rambut jadi cokelat, omong-omong ... aku mendapatkan surat dari ibumu, isinya dia sangat merindukanmu," ucap Eidar."Kalau rindu kenapa Ibu seperti mendukung Kak Jovian?" Alessa cemberut. "Alessa, ibumu benar karena bagaimana pun Jovian masih suami sahmu meskipun memakai batasan waktu kontrak tapi pernikahan kalian tetap sah." Eidar berucap sambil menyodorkan tempat bekal makan yang ia buat, isinya nasi goreng dan cumi tepung. "Lagi pula tak ada orang tua yang menolak memiliki menantu sempurna seperti Jovian," ucap Eidar. Alessa meraih tempat bekal makan itu namun menatap kedua mata obisidan Eidar yang sendu. Alessa tahu jika Jovian merendahkan dirinya sendiri. Dulu Alessa pun sama, memandang Jovian puncak keberhasilan yang diidam-idamkan semua orang. Alessa bahkan merasa tak pantas bersanding dengannya. "Kak, kamu bisa mengatakan jika kamu menyukaiku tap
Keadaan sore ini sudah lumayan sepi. Usai seminar pelatihan sejak pagi selesai meningglakan keheningan di ruang aula pertemuan. Alessa secara misterius disuruh menemui seseorang di aula pertemuan. Alessa tiba di depan ruangan dengan papan nama ‘Aula Pertemuan Utama’. Dia membuka gagang pintu itu. Alessa melihat isi ruangan yang tidak ada siapapun disana tapi hanya seseorang manusia yang indah. Kedua mata madu Alessa membulat lebar. Dia mendapati pria itu yang sudah berdiri dihadapan jendela kaca yang dibiarkan dibuka. Dia berdiri sembari bersandar pada dinding sembari menyesap puntung rokoknya. Seolah ia sudah sengaja menunggu kedatangan Alessa. Alessa sempat berdecih pelan karena tahu semua ini ulah Pria berambut pirang itu. Alessa mengakui wajah pria itu sangat rupawan lengkap. Apalagi rambut blonde dan iris biru yang tampak saat ini memasang raut dingin. Dia masih berdiri dengan raut wajah datar, memandang Alessa dengan tampang dinginnya itu.“Tidak ada kapok-kapoknya, padahal aku
“Selamat malam, Ya Tuhan, Nyonya!” teriak Kenzo terkejut. Alessa berdiri di luar pintu rumah. keadaannya basah kuyup sehabis diterpa hujan. Bunyi guntur dan petir dari luar tak menghalangi Alessa untuk menemui anak-anaknya. "Di mana Luciel dan Elio?" tanya Alessa. Ia memasang wajah dinginnya.Kenzo menegak salivanya sendiri. Alessa yang ia tahu ceria dan baik hati membuat Kenzo jadi mengerti dengan tatapannya. "Silahkan masuk Nyonya, kamar Anda di lantai dua dan pakaiannya sudah disiapkan," ucap Kenzo sembari membukakan pintu rumah. Ia membiarkan Alessa masuk ke dalam."Luciel dan Elio?" tanya Alessa tak bergeming."Nyonya, Tuan Muda Luciel dan Elio ada di kamar Anda juga, baru saja tidur setelah sukses membuat pinggang berusia tiga puluh tahunku remuk," ucap Kenzo.Alessa tersenyum tipis sembari menoleh pada Kenzo. "Terima kasih, Ken." Alessa berucap sambil berjalan menaiki anak tangga. Ucapan Kenzo memang benar apa adanya. Alessa melihat sendiri kedua bayi kembarnya sedang tidur p
"Jagoan, jangan ribut ya, mamamu sedang tidur." Jovian berucap sembari menggendong bayinya itu. Jovian menghela napas saat menatap Alessa yang tengah tertidur pulas itu. "Jika kamu tidak mencoba melarikan diri dariku, sayapmu akan tetap bebas mengepak, Alessa," ucap Jovian. Tak lama ia letakkan kembali bayinya yang sudah pulas tertidur dari gendongannya. Pria itu menutup pintu meninggalkan keheningan malam pada Alessa sementara Alessa membuka kedua matanya. Sedari tadi ia sadar tidak tidur, Alessa menitikkan air mata. Ia bangkit bangun dari posisi berbaringnya. Wanita muda berambut cokelat panjang yang disengaja itu mengusap wajahnya. Jam berbunyi dari detik demi menit. Alessa duduk tertunduk saat kembang api menghiasi malam tepat pada tanggal satu Januari. "Aku merasa sendirian, terkekang sendiri, tidak punya siapapun, hiks," ucap Alessa terisak. Ia memeluk dirinya sendiri. Perasaannya meluap ruah akan banyak perasaan. Tak berapa lama Alessa tertawa nanar sendiri. "Kurasa ini air
Alessa siuman saat hari menjelang pagi. Lebih tepatnya baru sadar dari lelap dan pingsannya. Alessa terbangun disambut oleh bunyi gemuruh ombak. Griya tawang yang kebetulan Alessa tempati berkat kegilaan Jovian yang senang menghabiskan uangnya."Padahal rumah yang sedang kita tempati juga bagus," ucap Alessa sembari beranjak berdiri. Jendela-jendela serba kaca langsung menyambut panorama pagi dari pantai dipinggiran bagunan-bagunan mewah di sekitarnya. Alessa butuh beberapa menit memandangi langit biru, cuaca nyaman dan ombak laut. Alessa suka pemandangan ini. "Seleranya tidak buruk juga sih," celetuk Alessa. Ia beranjak menuruni tangga. Di ruang tamu serba jendela kaca tampak Jovian sedang mengasuh kedua bayi-bayinya di atas karpet khusus yang lembut. "Alessa selamat pagi," ucap Jovian tersenyum lembut.Alessa membelalakkan kedua matanya. Bukannya kemarin mereka baru saja bertengkar karena meributkan masalah keegoisan masing-masing. Tahu-tahu pagi ini Ia disambut oleh Jovian bersa
Alessa baru saja memandikan kedua bayinya secara bergiliran, memasangkan baju dan menaruh mereka di trolly bayi. Alessa buru-buru mandi dan memakai pakaian tapi untungnya kedua bayinya sudah mengerti jadi tidak rewel di dalam trolly khusus bayi yang sudah dilengkapi keamanannya. "Kalian temani Mama cari makanan ya," ucap Alessa tersenyum sumringan. Usai mengambil tas selempang kecilnya dan menyaku ponsel dan dompet. Wanita muda berwajah manis itu keluar dari Penthouse kemudian menuju lantai dasar untuk mencari restoran terdekat.Cuaca pagi dan udara yang hangat membuat Alessa nyaman. Ia sembari mendorong trolly bayi-bayinya kemudian masuk ke salah satu restoran cepat saji yang sudah buka. Alessa memesan dua buah cheese burger, kentang goreng dan soda. Ia pun duduk di salah satu bangku sembari mendekati trolly bayi-bayinya dengan tempat duduknya. Bayi-bayinya ribut berceloteh sementara Alessa hanya memerhatikan mereka sembari sesekali tertawa. "Lucu ya, kalian itu seperti versi kecil
Alessa baru saja memasak nasi goreng, dia merasa sedikit nasi gorengnya kemudian dirasa kurang cukup jika tak ditaburi oleh bawang goreng. Lantas, dia pun menjinjit untuk menggapai lemari atas yang lumayan tinggi dari tinggi badannya. “Ah~ kenapa tinggi tubuhku ini.” Alessa menggerutu berusaha menggapai lemari atas itu. Sebuah tangan kanan meraih wadah berisi bawang goreng kemudian memberikannya kepada Alessa. “Mama, mau mengambil bawang goreng bukan?” tanya Seorang remaja pria bersurai pirang yang baru berusia lima belas tahun itu tersenyum kepadanya. Putera Jovian Arsenio Heide dan Alessa Camelia Amarei. Si mata Aquamarine, Elio Heide. “Elio, membantu banyak!” Alessa meraih wadah itu dari Elio kemudian mengusap-usap puncak kepalanya, walaupun Elio harus menunduk agar sang Mommy bisa menggapainya. Elio tersenyum dengan lembut, sifatnya yang tenang dan serius menuruni sang ayah. Omong-omong, Elio ini terlahir lahir lima menita setelah saudara kembarnya. “MAMA! Lihat, Ayah membelika
Gugup. Tentu saja, itulah yang dirasakan Mina Harun saat ini. Gaun putih yang dikenakannya itu begitu pas pada tubuh langsingnya, Mina ini masih bersiap-siap di ruang rias, selagi dirias di sampingnya Alessa tersenyum-senyum sendiri.“Kak Mina cantik," puji Alessa sembari tersenyum.Sebaliknya Mina juga mengangumi kecantikannya Alessa. Tak tampak seperti ibu dengan dua anak. “A-ah itu, terima kasih.” Mina berucap sembari mengangguk gugup. Dia bukan seseorang yang pandai menguasai situasi berbeda dengan si mata lelehan madu yang ceria dan lemah lembut.Mina tak lama merasa jika tangannya terasa digenggam. “Tenang saja, Kenzo itu benar-benar mencintaimu juga. Terus ... dia itu pencemburu akut loh~” Gadis itu mengedipkan matanya, dia tersenyum dengan ringan."Aku kadang iri padamu Alessa, dibandingkan aku, kamu lebih hebat bahkan sudah jadi sosok ibu yang baik bahkan aku takut menikah karena aku takut jika aku tak bisa jadi ibu yang baik," ucap Mina gusar.Alessa mengangguk paham, kini
"Baiklah, besok pagi kita jemput Si Kembar ya, karena sebenarnya lusa Mina dan Kenzo akan menikah," ucap Jovian. Malamnya Alessa dan Jovian masih bersantai di hotel. Alessa menatap Jovian yang saat itu sedang berkutat dengan laptopnya. Alessa mendekati suaminya dan memeluk Jovian. Alessa menyandarkan kepalanya pada dada bidang Jovian kemudian berbaring dengan santai di sana.Jovian sama sekali tak terganggu dengan kehadiran Alessa yang lebih manja itu. Jovian melirik jam dinding yang menunjukkan pukul delapan malam. Ia melirik Alessa kemudian mematikan laptopnya. "Kamu sedang mau makan apa?" tanya Jovian."Kakak sungguhan bertanya padaku?" Alessa balik bertanya heran karena suaminya yang super kaku itu bisa bertanya padanya. Alessa tersenyum kecil karena menatap wajah heran Jovian.Alessa tampak menimbang sebentar isi kepalanya. "Aku pengen makan burger, fries dan ayam, apa boleh?" "Ayo, kita pergi cari makanan yang kamu mau," ajak Jovian. Malam itu Alessa dan Jovian sama-sama perg
Alessa tengah duduk di sebuah sofa, dia tampak kesulitan mengikat tali sepatu heels rendah itu. Alessa pun menghela napas dan menyerah, ia memilih bersandar pada sofa yang empuk itu sembaru mengusap-usap perutnya yang bundar."Lelahnya," gumam Alessa.Jovian baru masuk ke dalam ruang tamu, sedang mengancingi ujung lengan kemeja putihnya. Ia tersenyum melihat ibu hamil yang sedang menyerah itu. Jovian menatap kedua sepatu heels Alessa yang sudah dipasang cuman belum diikat. "Kamu padahal bisa memakai sepatu lain, Alessa," ucap Jovian sembari berlutut untuk mengikatkan kedua tali sepatu Alessa. Alessa mengerucutkan bibirnya. Tidak senang dengan ucapan suaminya itu. "Kan aku sedang mau memakai sepatu itu, ish Kak Jovian tahu memberi anak saja," celetuk Alessa sebal. "Baiklah, maaf," sahut Jovian usai mengikat tali sepatunya Alessa kemudian duduk di sebelahnya. Jovian langsung melihat Alessa yang mendekati tubuh kekarnya dan melingkari kedua tangannya di dada Jovian. Alessa kini bersan
"Selamat pagi Alessa, selamat kamu hamil enam minggu," ucap Mina."Kakak bercanda," elak Alessa masih tak menyangka.Mina menggeleng. "Benar Lessa, rahimmu yang terkena luka peluru ternyata belum diangkat namun hanya dijahit tapi tampaknya ada kesalahan saat penyampaian mengenai prosedur ini, tapi beruntungnya rahimmu bertahun-tahun lamanya pulih dan bisa mengandung bayi lagi meski nanti kamu harus operasi caesar agar mengurangi resikonya," ucap Mina menjelaskan. "Ini keajaiban Alessa, selamat untuk kalian berdua," ucap Mina tersenyum. Mina terhanyut menatap Alessa yang menangis dengan pelukan Jovian yang menyambutnya. Ia pun beranjak keluar dari ruangan itu untuk memberi waktu luang bagi Alessa dan Jovian.Mina Harun, dokter berdedikasi tinggi teman dekatnya Jovian dan Eidar sejak remaja. Mina jadi satu-satunya perempuan yang menjaga persahabatan kedua Pria itu. Mina bahkan masih rela membantu urusan Alessa dan Georgina dalam urusan kehamilan. Usai menyelesaikan visite dari ruangan
"Alessa, kaukah itu?"Alessa menoleh mendapati seorang Wanita sedang menggengam tangan mungil gadis cilik yang cantik jelita. Wanita itu menatap Alessa dengan tatapan berkaca-kaca. Ia hendak mendekati Alessa namun mengurungkan niatnya. Alessa tersenyum kecil dan berlari kecil mendatangi Wanita itu. "Apa kabarmu, Gina?" tanya Alessa riang.Georgina tersentak kaget. Ia sangka Alessa akan menolak menyapanya, mengingat dosa dan kesalahannya pada Alessa begitu fatal. Georgina tersenyum kecil kemudian mengangguk. "Aku baik-baik saja, kamu semakin cantik," puji Georgina. "Haha jadi malu dipuji oleh seorang model," kekeh Alessa. Alessa pun melirik pada sosok gadis cilik yag malu-malu menatapnya, Alessa pun menunduk untuk menyetarakan tingginya. Ia pun tersenyum pada Anak Kecil itu. "Kamu mirip seseorang, siapa namamu, Cantik?" tanya Alessa."Emily," gumam Anak itu.Alessa pun tersenyum sembari mengusap puncak kepala Anak itu. "Anakmu dan Kak Eidar ya?" tanya Alessa. Georgina pun mengangguk
“Lessa, apakah kau bahagia bersamaku?”Alessamenoleh, pada pria yang ada disampingnya itu. Mereka baru saja mengantri membeli Poffertjes pada sebuah restoran cepat saji, Alessa masih memengang Poffertjes yang dibungkus kertas cokelat itu. Bahkan dia baru saja mengigit Poffertjes. “Ha?! Kau berbicara apa, kak Jev?”Sebelah alis Alessamenaik.“Tidak, bukan apa-apa.” Pria pirang itu menoleh, dia mengelap ujung bibir Alessa yang terdapat gula halus dari Poffertjes yang tengah dimakannya itu “Mau kemana lagi?”Ujar Jovian dengan lembut.Alessa tampak berpikir sejenak “Aku sukanya pantai sih, tapi kalau mengunjungi pantai saat malam hari rasanya tidak enak. Apa kau memiliki rekomendasi?”“Nonton?”“Tch. Film yang Kak Jo pasti pilih film-filem yang temanya serius.”Jovian terkekeh pelan, dia mengakui hal itu. “Jarang-jarang bisa santai seperti ini tanpa Si Kembar bukan?”Alessa mengangguk saja tanpa menggubris Jovian karena sibuk mengunyah makanan manisnya. Sulit bagi Alessa berpaling dari mak
Alessa termangun, sejak kemarin duduk menemani Aji Santoso yang terbaring tak sadarkan diri. Kedua tangannya yang di perban kini sudah diganti dengan perban yang lebih kecil. Alessa menunggui Aji menemui keajaibannya, meski rasanya percuma karena alat-alat penunjang hidup Pria itu sudah memeluk hidupnya sejak kemarin.Alessa melamun dengan tatapan datar yang sendu, dia tak menangis karena air matanya terasa sudah terkuras habis. Alessa hanya diam duduk di samping Aji Santoso, bapaknya kemudian mengingat momen-momen ketika ia kecil, remaja hingga dewasa. Alessa menghela napas cukup panjang usai mendengar bunyi monitor disampingnya berbunyi setiap detik seiras dengan pernapasannya yang juga harus ditunjang. Alessa tahu hidup bapaknya bisa saja berakhir sebentar atau di waktu yang tidak ia duga-duga jadi Alessa memilih tidak beranjak sama sekali. Alessa menyentuh permukaan punggung tangan bapaknya itu. Tangan yang dulu Pria itu gunakan untuk memukulnya bahkan buah karya tangannya menye
"Tuan, Pak Aji Santoso pingsan dan kini sedang gawat," beritahu Kenzo. Alessa terperanjat kaget begitu juga dengan Jovian. Keduanya buru-buru mendatangi ruang gawat darurat. Alessa tak menyangka bapaknya menderita congestive heart failure. Selama ini yang Alessa tahu bapaknya yang hobi judi dan mabuk-mabukan itu terlepas dari semua penyakit."Pak AJi Santoso menderita gagal jantung, kami berhasil memberi perawatan intensif namun tampaknya membutuhkan perawatan yang maksimal," ucap Dokter.Alessa hanya mengangguk sementara ibunya, Rinka sudah terisak oleh tangisnya. Alessa gantian menatap Jovian kemudian Pria itu mengelus puncak kepalanya. Memberi ketennangan dan kehangatan di sana."Alessa, semuanya akan baik-baik saja," ucap Jovian menenangkan Alessa.Bukan itu yang jadi alasan Alessa terdiam pada perasaannya sendiri, melainkan masa lalu yang terus terbayang-bayang olehnya. Alessa segera menggeleng kemudian membalikkan tubuhnya membiarkan sosok Aji Santoso yang terbaring di atas ran