"Jagoan, jangan ribut ya, mamamu sedang tidur." Jovian berucap sembari menggendong bayinya itu. Jovian menghela napas saat menatap Alessa yang tengah tertidur pulas itu. "Jika kamu tidak mencoba melarikan diri dariku, sayapmu akan tetap bebas mengepak, Alessa," ucap Jovian. Tak lama ia letakkan kembali bayinya yang sudah pulas tertidur dari gendongannya. Pria itu menutup pintu meninggalkan keheningan malam pada Alessa sementara Alessa membuka kedua matanya. Sedari tadi ia sadar tidak tidur, Alessa menitikkan air mata. Ia bangkit bangun dari posisi berbaringnya. Wanita muda berambut cokelat panjang yang disengaja itu mengusap wajahnya. Jam berbunyi dari detik demi menit. Alessa duduk tertunduk saat kembang api menghiasi malam tepat pada tanggal satu Januari. "Aku merasa sendirian, terkekang sendiri, tidak punya siapapun, hiks," ucap Alessa terisak. Ia memeluk dirinya sendiri. Perasaannya meluap ruah akan banyak perasaan. Tak berapa lama Alessa tertawa nanar sendiri. "Kurasa ini air
Alessa siuman saat hari menjelang pagi. Lebih tepatnya baru sadar dari lelap dan pingsannya. Alessa terbangun disambut oleh bunyi gemuruh ombak. Griya tawang yang kebetulan Alessa tempati berkat kegilaan Jovian yang senang menghabiskan uangnya."Padahal rumah yang sedang kita tempati juga bagus," ucap Alessa sembari beranjak berdiri. Jendela-jendela serba kaca langsung menyambut panorama pagi dari pantai dipinggiran bagunan-bagunan mewah di sekitarnya. Alessa butuh beberapa menit memandangi langit biru, cuaca nyaman dan ombak laut. Alessa suka pemandangan ini. "Seleranya tidak buruk juga sih," celetuk Alessa. Ia beranjak menuruni tangga. Di ruang tamu serba jendela kaca tampak Jovian sedang mengasuh kedua bayi-bayinya di atas karpet khusus yang lembut. "Alessa selamat pagi," ucap Jovian tersenyum lembut.Alessa membelalakkan kedua matanya. Bukannya kemarin mereka baru saja bertengkar karena meributkan masalah keegoisan masing-masing. Tahu-tahu pagi ini Ia disambut oleh Jovian bersa
Alessa baru saja memandikan kedua bayinya secara bergiliran, memasangkan baju dan menaruh mereka di trolly bayi. Alessa buru-buru mandi dan memakai pakaian tapi untungnya kedua bayinya sudah mengerti jadi tidak rewel di dalam trolly khusus bayi yang sudah dilengkapi keamanannya. "Kalian temani Mama cari makanan ya," ucap Alessa tersenyum sumringan. Usai mengambil tas selempang kecilnya dan menyaku ponsel dan dompet. Wanita muda berwajah manis itu keluar dari Penthouse kemudian menuju lantai dasar untuk mencari restoran terdekat.Cuaca pagi dan udara yang hangat membuat Alessa nyaman. Ia sembari mendorong trolly bayi-bayinya kemudian masuk ke salah satu restoran cepat saji yang sudah buka. Alessa memesan dua buah cheese burger, kentang goreng dan soda. Ia pun duduk di salah satu bangku sembari mendekati trolly bayi-bayinya dengan tempat duduknya. Bayi-bayinya ribut berceloteh sementara Alessa hanya memerhatikan mereka sembari sesekali tertawa. "Lucu ya, kalian itu seperti versi kecil
"Aku sudah bilang tunggu tapi lihat siapa yang sudah teler duluan?" celetuk Alessa saat kembali ke ruang tamu. Ia dapati Jovian sudah tertidur pulas bahkan dengkuran halus terdengar darinya. Pria itu berbari di atas sofa dengan botol-botol kosong di atas nakas meja. Alessa berjalan mendekatinya kemudian memerhatikan paras rupawannya Jovian. Rambut pirang, mata biru, kelopak mata ditumbuhi bulu mata panjang, bibir tipis, hidung bagir dan rahang tirus ditambah tumbuh atletis yang besar dan kekar. "Pria ini sempurna, tidak ada kurangnya kecuali cara pikirnya yang selalu singkat," ucap Alessa.Alessa duduk dipinggiran sofa untuk termenung. Pria serupawan ini sudah jadi Ayah biologis dari anak-anaknya sementara Alessa malah mau berpisah darinya. Alessa terkekeh sendiri karena menyadari kebodohannya. "Bisa dibilang dapat rezeki nomplok tapi malah suka rugi, haha, mau bagaimana lagi?" Alessa menaikkan kedua bahunya. "Engh, Alessa, anak-anak mana?" tanya Jovian dengan suara seraknya. Jovia
"Alessa, kamu sudah siap?" tanya Jovian, Pria berjas hitam yang berparas tampan itu. Baru saja dia tiba di ambang pintu kamar Alessa tapi sudah mendapati Alessa yang sangat cantik. Alessa memakai gaun merah delima, riasan yang lebih terang dengan lipstik merahnya, rambut yang sudah kembali jadi warna hitam dan Alessa hanya menyampirkan rambutnya pada bahunya. Jovian melongo tak percaya. Alessa memang cantik tanpa riasan tapi jika dipoles dia jauh lebih cantik bahkan Georgina kalah cantiknya. Jovian sampai menerjabkan kedua mata birunya berulang kali. "Kamu cantik," puji Jovian."Dasar buaya semua perempuan dibilang cantik," ketus Alessa sembari meraih tas selempang kecilnya.Jovian diam karena bingung usai Alessa ketus dan pedas. "Kenapa aku jadi buaya?" tanya Jovian polos."Dih, masih nanya, kau lupa cara kita bertemu seperti apa? belum lagi kemarin kau membawa wanita-wanita ke rumah lamamu." Alessa berucap dengan nada datarnya."Oh, jadi menurutmu buaya itu Pria seperti itu," simpu
"Jangan senang dulu," sahut Julia yang muncul dari dalam kemegahan kediaman Heide. Alessa menatap Julia, dahulu ia akan menjerit ketakutan usai diberi cobaan mati berulang kali oleh Julia tapi Alessa kemari bukan tanpa rencana. Diam-diam ia telah membawa rencananya kemari sehingga setuju mendatangi kediaman Heide. "Selamat Malam, Ibu Mertua," ucap Alessa sembari tersenyum.Jovian semula menatap was-was sosok Alessa tapi ia terkejut kala istrinya itu menanggapi ibunya dengan tenang. "Ibu, kali ini jangan berani-beraninya menyentuh walau seujung kukumu," tegas Jovian dingin. Setelah itu Jovian berjalan melintasi Julia. "Ayo Alessa, Ayah sudah menunggumu," ajak Jovian.Alessa mengangguk sembari menyusuli langkah Jovian bersama Elio yang masih Alessa gendong. Alessa pun berjalan beriringan dengan Jovian sembari tersenyum lebar. "Apa aku membuatmu jadi anak durhaka?" kekeh Alessa.Celotehan Luciel yang digendong oleh Jovian terdengar ribut belum lagi bayi kecil itu tampak tertawa menata
"Kalau begitu, silahkan Paman ceritakan semuanya," perintah Jovian."Baik, Tuan Muda," sahut Robert.Alessa mengangguk. Ia membiarkan Robert mulai bercerita. Alessa ingin Jovian tak buta oleh kebenaran yang selama ini Julia sembunyikan darinya. "Jadi, aku memang sudah keguguran anaknya Jovian," ucap Alessa."Haha, apa buktinya? Orang Miskin memang senang mengaku-ngaku, kau pasti berbohong," sangkal Julia.Alessa menggeleng. "Aku berani bersumpah, meski cara hamilku juga karena cara yang salah." Alessa tersenyum kecil menerima takdir dengan pasrah. "Aku memang tidur semalam bersama Jovian karena desakan dari ayahku, cara kotor seperti ini pasti menurutmu tak akan elegan tapi kebenarannya memang begitu karena aku tidak pernah terikat dengan Pria lain," ucap Alessa tegas.Sebelum Julia menyangkal Alessa. Mina langsung menyahut. "Alessa mengalami perdarahan cukup hebat, dia harus menerima transfusi darah dan istirahat total karena selain kegugurannya yang berbahaya saat itu mentalnya juga
"Aku memang tidur semalam bersama Jovian karena desakan dari ayahku, cara kotor seperti ini pasti menurutmu tak akan elegan tapi kebenarannya memang begitu karena aku tidak pernah terikat dengan Pria lain."Julia mendadak panas usai mendegar ucapan dari Alessa. Ia mengepalkan kedua tangannya menahan emosional dari Gadis itu. Saat hendak berucap justru ada orang lain lagi membela Alessa. Julia jadi semakin murka."Alessa mengalami perdarahan cukup hebat, dia harus menerima transfusi darah dan istirahat total karena selain kegugurannya yang berbahaya saat itu mentalnya juga terluka, sebagai dokter yang menanganinya semoga kesaksianku bisa diterima bahkan jika diminta memberi kesaksian secara hukum ... aku bersedia," sahut Mina.Julia mendecih karena tampaknya semua orang yang tiba-tiba hadir ini memang hendak menghukumnya. "Kau itu membelanya karena kau juga komplotanmu!" tuduh Julia pada Mina. Pelayannya Robert bahkan ikut membela Alessa. Pelayannya yang setia itu. "Nyonya, daripada s