"Aku sudah bilang tunggu tapi lihat siapa yang sudah teler duluan?" celetuk Alessa saat kembali ke ruang tamu. Ia dapati Jovian sudah tertidur pulas bahkan dengkuran halus terdengar darinya. Pria itu berbari di atas sofa dengan botol-botol kosong di atas nakas meja. Alessa berjalan mendekatinya kemudian memerhatikan paras rupawannya Jovian. Rambut pirang, mata biru, kelopak mata ditumbuhi bulu mata panjang, bibir tipis, hidung bagir dan rahang tirus ditambah tumbuh atletis yang besar dan kekar. "Pria ini sempurna, tidak ada kurangnya kecuali cara pikirnya yang selalu singkat," ucap Alessa.Alessa duduk dipinggiran sofa untuk termenung. Pria serupawan ini sudah jadi Ayah biologis dari anak-anaknya sementara Alessa malah mau berpisah darinya. Alessa terkekeh sendiri karena menyadari kebodohannya. "Bisa dibilang dapat rezeki nomplok tapi malah suka rugi, haha, mau bagaimana lagi?" Alessa menaikkan kedua bahunya. "Engh, Alessa, anak-anak mana?" tanya Jovian dengan suara seraknya. Jovia
"Alessa, kamu sudah siap?" tanya Jovian, Pria berjas hitam yang berparas tampan itu. Baru saja dia tiba di ambang pintu kamar Alessa tapi sudah mendapati Alessa yang sangat cantik. Alessa memakai gaun merah delima, riasan yang lebih terang dengan lipstik merahnya, rambut yang sudah kembali jadi warna hitam dan Alessa hanya menyampirkan rambutnya pada bahunya. Jovian melongo tak percaya. Alessa memang cantik tanpa riasan tapi jika dipoles dia jauh lebih cantik bahkan Georgina kalah cantiknya. Jovian sampai menerjabkan kedua mata birunya berulang kali. "Kamu cantik," puji Jovian."Dasar buaya semua perempuan dibilang cantik," ketus Alessa sembari meraih tas selempang kecilnya.Jovian diam karena bingung usai Alessa ketus dan pedas. "Kenapa aku jadi buaya?" tanya Jovian polos."Dih, masih nanya, kau lupa cara kita bertemu seperti apa? belum lagi kemarin kau membawa wanita-wanita ke rumah lamamu." Alessa berucap dengan nada datarnya."Oh, jadi menurutmu buaya itu Pria seperti itu," simpu
"Jangan senang dulu," sahut Julia yang muncul dari dalam kemegahan kediaman Heide. Alessa menatap Julia, dahulu ia akan menjerit ketakutan usai diberi cobaan mati berulang kali oleh Julia tapi Alessa kemari bukan tanpa rencana. Diam-diam ia telah membawa rencananya kemari sehingga setuju mendatangi kediaman Heide. "Selamat Malam, Ibu Mertua," ucap Alessa sembari tersenyum.Jovian semula menatap was-was sosok Alessa tapi ia terkejut kala istrinya itu menanggapi ibunya dengan tenang. "Ibu, kali ini jangan berani-beraninya menyentuh walau seujung kukumu," tegas Jovian dingin. Setelah itu Jovian berjalan melintasi Julia. "Ayo Alessa, Ayah sudah menunggumu," ajak Jovian.Alessa mengangguk sembari menyusuli langkah Jovian bersama Elio yang masih Alessa gendong. Alessa pun berjalan beriringan dengan Jovian sembari tersenyum lebar. "Apa aku membuatmu jadi anak durhaka?" kekeh Alessa.Celotehan Luciel yang digendong oleh Jovian terdengar ribut belum lagi bayi kecil itu tampak tertawa menata
"Kalau begitu, silahkan Paman ceritakan semuanya," perintah Jovian."Baik, Tuan Muda," sahut Robert.Alessa mengangguk. Ia membiarkan Robert mulai bercerita. Alessa ingin Jovian tak buta oleh kebenaran yang selama ini Julia sembunyikan darinya. "Jadi, aku memang sudah keguguran anaknya Jovian," ucap Alessa."Haha, apa buktinya? Orang Miskin memang senang mengaku-ngaku, kau pasti berbohong," sangkal Julia.Alessa menggeleng. "Aku berani bersumpah, meski cara hamilku juga karena cara yang salah." Alessa tersenyum kecil menerima takdir dengan pasrah. "Aku memang tidur semalam bersama Jovian karena desakan dari ayahku, cara kotor seperti ini pasti menurutmu tak akan elegan tapi kebenarannya memang begitu karena aku tidak pernah terikat dengan Pria lain," ucap Alessa tegas.Sebelum Julia menyangkal Alessa. Mina langsung menyahut. "Alessa mengalami perdarahan cukup hebat, dia harus menerima transfusi darah dan istirahat total karena selain kegugurannya yang berbahaya saat itu mentalnya juga
"Aku memang tidur semalam bersama Jovian karena desakan dari ayahku, cara kotor seperti ini pasti menurutmu tak akan elegan tapi kebenarannya memang begitu karena aku tidak pernah terikat dengan Pria lain."Julia mendadak panas usai mendegar ucapan dari Alessa. Ia mengepalkan kedua tangannya menahan emosional dari Gadis itu. Saat hendak berucap justru ada orang lain lagi membela Alessa. Julia jadi semakin murka."Alessa mengalami perdarahan cukup hebat, dia harus menerima transfusi darah dan istirahat total karena selain kegugurannya yang berbahaya saat itu mentalnya juga terluka, sebagai dokter yang menanganinya semoga kesaksianku bisa diterima bahkan jika diminta memberi kesaksian secara hukum ... aku bersedia," sahut Mina.Julia mendecih karena tampaknya semua orang yang tiba-tiba hadir ini memang hendak menghukumnya. "Kau itu membelanya karena kau juga komplotanmu!" tuduh Julia pada Mina. Pelayannya Robert bahkan ikut membela Alessa. Pelayannya yang setia itu. "Nyonya, daripada s
“Begitu juga aku, aku ingin melindungi Alessa,” ucap Jovian kala itu.Jovian saat itu baru keluar dari kamar kedua orang tuanya. Ia baru berdiri di luar kemudian mendapati Georgina tengah terdiam menatapnya. Gadis itu masih memiliki tatapan ambisius terhadap dirinya. Tatapan yang bahkan tak kenal akan kekalahan oleh kedua matanya itu. "Ibumu menyerah tapi aku tidak akan sudi menyerah," celetuk Georgina."Hentikan semua ini, kau sudah tahu sendiri jika jawabannya bukan dirimu, kenapa memaksakan?" ucap Jovian dingin. Tatapan datar dan raut yang serasi itu. Tentu saja tidak mentoleransi perkataan yang hendak Georgina ucapkan.Georgina terkekeh seolah menyukai raut wajah Jovian saat ini. "Haha, benarkah? kau tetap milikku sampai kapan pun," ucap Georgina lantang.Jovian menghela napas kemudian berjalan melintasinya. "Terserah kau saja." Jovian berucap tanpa menghiraukan tatapan murka Georgina. Georgina menumpuk rasa kekesalannya. Gadis itu menghentakkan kaki kemudian berlari menuruni an
"Kenzo, jangan contoh sikap kaku Jovian ya," ucap Alessa sembari masuk ke dalam mobil.Jovian menyusul Alessa sembari menggendong bayinya. Kala di dalam mobil Alessa merubah raut wajah cantiknya jadi bertampang serius kala itu. Alessa bahkan sesekali mengerutkan dahinya. "Alessa kenapa?" tanya Jovian cemas.Alessa segera menggeleng. "Bukan, apa-apa," jawab Alessa. "Alessa, kemungkinan lusa aku akan pergi keluar kota untuk rapat bersama klien, apakah kamu ingin ikut?" tanya Jovian lembut."Pergilah berkerja, Papa, dan berhenti mencemaskanku secara berlebihan," celetuk Alessa berwajah sebal. Jovian tersenyum kecil. "Alessa hebat ya, kamu memang berbeda." Jovian berucap sembari mengusap puncak kepala Alessa. "Berhenti mengelus kepalaku seperti anak kecil," ketus Alessa, padahal sedang menggendong Elio yang sudah tertidur pulas. "Baiklah, baiklah, maaf." Jovian tersenyum lembut.Angin sore itu, meniup lembut. Berhembus sepoi-sepoi, membuat surai hitam malamnya ikut bergerak kesana dan
"Pentas yang bagus sekali, Georgina." Alessa saat ini berpenampilan sebagai Pria tersenyum miring. Ia mengeluarkan kacamata dari saku celananya usai meletakkan kamera dan tape recorder pada tas selempangnya. "Kacamata akan menyamarkan penampilanku, kalau begitu lebih baik aku pulang," ucap Alessa sembari membalikkan tubuhnya.Bruk ...Alessa memengangi hidungnya karena baru saja menabrak dada bidang seseorang. "Aduh, duh, ah! maafkan aku, Tuan ...," ucap Alessa terpotong usai menanggah menatap Pria yang ditabraknya ini."Oh ya? apa kau Paparazi?" tanya Pria bermata biru itu.Alessa buru-buru menundukkan wajahnya. Gawat, kenapa malah bisa kebetulan bertemu Jovian, batin Alessa panik. Alessa mendeham kemudian berbicara dengan suara beratnya. "Ahem, maafkan aku Tuan kalau begitu permisi," ucap Alessa sembari beranjak pergi.Jovian memerhatikan sosok Alessa yang tak ia kenali itu berlari menjauhinya. "Apa-apaan Pemuda itu?" Jovian terdiam karena heran sendiri. Sementara itu Alessa berlar
Alessa baru saja memasak nasi goreng, dia merasa sedikit nasi gorengnya kemudian dirasa kurang cukup jika tak ditaburi oleh bawang goreng. Lantas, dia pun menjinjit untuk menggapai lemari atas yang lumayan tinggi dari tinggi badannya. “Ah~ kenapa tinggi tubuhku ini.” Alessa menggerutu berusaha menggapai lemari atas itu. Sebuah tangan kanan meraih wadah berisi bawang goreng kemudian memberikannya kepada Alessa. “Mama, mau mengambil bawang goreng bukan?” tanya Seorang remaja pria bersurai pirang yang baru berusia lima belas tahun itu tersenyum kepadanya. Putera Jovian Arsenio Heide dan Alessa Camelia Amarei. Si mata Aquamarine, Elio Heide. “Elio, membantu banyak!” Alessa meraih wadah itu dari Elio kemudian mengusap-usap puncak kepalanya, walaupun Elio harus menunduk agar sang Mommy bisa menggapainya. Elio tersenyum dengan lembut, sifatnya yang tenang dan serius menuruni sang ayah. Omong-omong, Elio ini terlahir lahir lima menita setelah saudara kembarnya. “MAMA! Lihat, Ayah membelika
Gugup. Tentu saja, itulah yang dirasakan Mina Harun saat ini. Gaun putih yang dikenakannya itu begitu pas pada tubuh langsingnya, Mina ini masih bersiap-siap di ruang rias, selagi dirias di sampingnya Alessa tersenyum-senyum sendiri.“Kak Mina cantik," puji Alessa sembari tersenyum.Sebaliknya Mina juga mengangumi kecantikannya Alessa. Tak tampak seperti ibu dengan dua anak. “A-ah itu, terima kasih.” Mina berucap sembari mengangguk gugup. Dia bukan seseorang yang pandai menguasai situasi berbeda dengan si mata lelehan madu yang ceria dan lemah lembut.Mina tak lama merasa jika tangannya terasa digenggam. “Tenang saja, Kenzo itu benar-benar mencintaimu juga. Terus ... dia itu pencemburu akut loh~” Gadis itu mengedipkan matanya, dia tersenyum dengan ringan."Aku kadang iri padamu Alessa, dibandingkan aku, kamu lebih hebat bahkan sudah jadi sosok ibu yang baik bahkan aku takut menikah karena aku takut jika aku tak bisa jadi ibu yang baik," ucap Mina gusar.Alessa mengangguk paham, kini
"Baiklah, besok pagi kita jemput Si Kembar ya, karena sebenarnya lusa Mina dan Kenzo akan menikah," ucap Jovian. Malamnya Alessa dan Jovian masih bersantai di hotel. Alessa menatap Jovian yang saat itu sedang berkutat dengan laptopnya. Alessa mendekati suaminya dan memeluk Jovian. Alessa menyandarkan kepalanya pada dada bidang Jovian kemudian berbaring dengan santai di sana.Jovian sama sekali tak terganggu dengan kehadiran Alessa yang lebih manja itu. Jovian melirik jam dinding yang menunjukkan pukul delapan malam. Ia melirik Alessa kemudian mematikan laptopnya. "Kamu sedang mau makan apa?" tanya Jovian."Kakak sungguhan bertanya padaku?" Alessa balik bertanya heran karena suaminya yang super kaku itu bisa bertanya padanya. Alessa tersenyum kecil karena menatap wajah heran Jovian.Alessa tampak menimbang sebentar isi kepalanya. "Aku pengen makan burger, fries dan ayam, apa boleh?" "Ayo, kita pergi cari makanan yang kamu mau," ajak Jovian. Malam itu Alessa dan Jovian sama-sama perg
Alessa tengah duduk di sebuah sofa, dia tampak kesulitan mengikat tali sepatu heels rendah itu. Alessa pun menghela napas dan menyerah, ia memilih bersandar pada sofa yang empuk itu sembaru mengusap-usap perutnya yang bundar."Lelahnya," gumam Alessa.Jovian baru masuk ke dalam ruang tamu, sedang mengancingi ujung lengan kemeja putihnya. Ia tersenyum melihat ibu hamil yang sedang menyerah itu. Jovian menatap kedua sepatu heels Alessa yang sudah dipasang cuman belum diikat. "Kamu padahal bisa memakai sepatu lain, Alessa," ucap Jovian sembari berlutut untuk mengikatkan kedua tali sepatu Alessa. Alessa mengerucutkan bibirnya. Tidak senang dengan ucapan suaminya itu. "Kan aku sedang mau memakai sepatu itu, ish Kak Jovian tahu memberi anak saja," celetuk Alessa sebal. "Baiklah, maaf," sahut Jovian usai mengikat tali sepatunya Alessa kemudian duduk di sebelahnya. Jovian langsung melihat Alessa yang mendekati tubuh kekarnya dan melingkari kedua tangannya di dada Jovian. Alessa kini bersan
"Selamat pagi Alessa, selamat kamu hamil enam minggu," ucap Mina."Kakak bercanda," elak Alessa masih tak menyangka.Mina menggeleng. "Benar Lessa, rahimmu yang terkena luka peluru ternyata belum diangkat namun hanya dijahit tapi tampaknya ada kesalahan saat penyampaian mengenai prosedur ini, tapi beruntungnya rahimmu bertahun-tahun lamanya pulih dan bisa mengandung bayi lagi meski nanti kamu harus operasi caesar agar mengurangi resikonya," ucap Mina menjelaskan. "Ini keajaiban Alessa, selamat untuk kalian berdua," ucap Mina tersenyum. Mina terhanyut menatap Alessa yang menangis dengan pelukan Jovian yang menyambutnya. Ia pun beranjak keluar dari ruangan itu untuk memberi waktu luang bagi Alessa dan Jovian.Mina Harun, dokter berdedikasi tinggi teman dekatnya Jovian dan Eidar sejak remaja. Mina jadi satu-satunya perempuan yang menjaga persahabatan kedua Pria itu. Mina bahkan masih rela membantu urusan Alessa dan Georgina dalam urusan kehamilan. Usai menyelesaikan visite dari ruangan
"Alessa, kaukah itu?"Alessa menoleh mendapati seorang Wanita sedang menggengam tangan mungil gadis cilik yang cantik jelita. Wanita itu menatap Alessa dengan tatapan berkaca-kaca. Ia hendak mendekati Alessa namun mengurungkan niatnya. Alessa tersenyum kecil dan berlari kecil mendatangi Wanita itu. "Apa kabarmu, Gina?" tanya Alessa riang.Georgina tersentak kaget. Ia sangka Alessa akan menolak menyapanya, mengingat dosa dan kesalahannya pada Alessa begitu fatal. Georgina tersenyum kecil kemudian mengangguk. "Aku baik-baik saja, kamu semakin cantik," puji Georgina. "Haha jadi malu dipuji oleh seorang model," kekeh Alessa. Alessa pun melirik pada sosok gadis cilik yag malu-malu menatapnya, Alessa pun menunduk untuk menyetarakan tingginya. Ia pun tersenyum pada Anak Kecil itu. "Kamu mirip seseorang, siapa namamu, Cantik?" tanya Alessa."Emily," gumam Anak itu.Alessa pun tersenyum sembari mengusap puncak kepala Anak itu. "Anakmu dan Kak Eidar ya?" tanya Alessa. Georgina pun mengangguk
“Lessa, apakah kau bahagia bersamaku?”Alessamenoleh, pada pria yang ada disampingnya itu. Mereka baru saja mengantri membeli Poffertjes pada sebuah restoran cepat saji, Alessa masih memengang Poffertjes yang dibungkus kertas cokelat itu. Bahkan dia baru saja mengigit Poffertjes. “Ha?! Kau berbicara apa, kak Jev?”Sebelah alis Alessamenaik.“Tidak, bukan apa-apa.” Pria pirang itu menoleh, dia mengelap ujung bibir Alessa yang terdapat gula halus dari Poffertjes yang tengah dimakannya itu “Mau kemana lagi?”Ujar Jovian dengan lembut.Alessa tampak berpikir sejenak “Aku sukanya pantai sih, tapi kalau mengunjungi pantai saat malam hari rasanya tidak enak. Apa kau memiliki rekomendasi?”“Nonton?”“Tch. Film yang Kak Jo pasti pilih film-filem yang temanya serius.”Jovian terkekeh pelan, dia mengakui hal itu. “Jarang-jarang bisa santai seperti ini tanpa Si Kembar bukan?”Alessa mengangguk saja tanpa menggubris Jovian karena sibuk mengunyah makanan manisnya. Sulit bagi Alessa berpaling dari mak
Alessa termangun, sejak kemarin duduk menemani Aji Santoso yang terbaring tak sadarkan diri. Kedua tangannya yang di perban kini sudah diganti dengan perban yang lebih kecil. Alessa menunggui Aji menemui keajaibannya, meski rasanya percuma karena alat-alat penunjang hidup Pria itu sudah memeluk hidupnya sejak kemarin.Alessa melamun dengan tatapan datar yang sendu, dia tak menangis karena air matanya terasa sudah terkuras habis. Alessa hanya diam duduk di samping Aji Santoso, bapaknya kemudian mengingat momen-momen ketika ia kecil, remaja hingga dewasa. Alessa menghela napas cukup panjang usai mendengar bunyi monitor disampingnya berbunyi setiap detik seiras dengan pernapasannya yang juga harus ditunjang. Alessa tahu hidup bapaknya bisa saja berakhir sebentar atau di waktu yang tidak ia duga-duga jadi Alessa memilih tidak beranjak sama sekali. Alessa menyentuh permukaan punggung tangan bapaknya itu. Tangan yang dulu Pria itu gunakan untuk memukulnya bahkan buah karya tangannya menye
"Tuan, Pak Aji Santoso pingsan dan kini sedang gawat," beritahu Kenzo. Alessa terperanjat kaget begitu juga dengan Jovian. Keduanya buru-buru mendatangi ruang gawat darurat. Alessa tak menyangka bapaknya menderita congestive heart failure. Selama ini yang Alessa tahu bapaknya yang hobi judi dan mabuk-mabukan itu terlepas dari semua penyakit."Pak AJi Santoso menderita gagal jantung, kami berhasil memberi perawatan intensif namun tampaknya membutuhkan perawatan yang maksimal," ucap Dokter.Alessa hanya mengangguk sementara ibunya, Rinka sudah terisak oleh tangisnya. Alessa gantian menatap Jovian kemudian Pria itu mengelus puncak kepalanya. Memberi ketennangan dan kehangatan di sana."Alessa, semuanya akan baik-baik saja," ucap Jovian menenangkan Alessa.Bukan itu yang jadi alasan Alessa terdiam pada perasaannya sendiri, melainkan masa lalu yang terus terbayang-bayang olehnya. Alessa segera menggeleng kemudian membalikkan tubuhnya membiarkan sosok Aji Santoso yang terbaring di atas ran