Share

Tragedi 2005

Sesuai janji Laurent, aku menyetir mobilnya ke sekolah. Laurent meneriakiku agar berjalan cepat dan jika aku menambah sedikit kecepatan, maka ia akan mendepak kepalaku agar aku berhati hati. Kami sampai di sekolahan tepat saat bell berbunyi. Laurent menggerutu tentang penyesalannya yang mengizinkan bayi kemarin sore menyetir mobil. Aku langsung melempar kunci mobil itu ke dada pemiliknya dengan sedikit lebih keras. Aku berjalan memasuki kelas dan langsung di sambut oleh berita Demitria memasuki toilet laki laki.

Sahabatku Asheelin langsung menerjangku dan mulai menginterogasiku.

"Jadi apa benar kau masuk ke toilet cowok?" Itu pertanyaannya alih alih menyapaku.

"Itu benar" jawabku tidak minat sama sekali.

"KAU GILA! KAU BISA DI HUKUM DETRA!"

"Lalu bagaimana lagi jika aku sudah kebelet? Apa aku harus buang air kecil di depan pintu kamar mandi? Di bawah pohon? Begitu?" Tanyaku jengkel.

"Setidaknya kau bisa mengantri"

"Aku tidak cukup sabar menunggu rakyat yang sedang ber make up" gerutuku.

"Tapi mereka---cowok cowok itu tidak macam macam denganmu kan?" Tanya Asheelin cemas.

"Setan penjaga ku akan meremukkan tulang belulang mereka jika berani menyentuh ujung rambutku" jawabku santai. Asheelin langsung mencibirku.

"Yah... Enak sekali hidupmu memiliki Kak Ansel dan Kak Laurent"

"PANGGILAN DITUNJUKKAN KEPADA DEMITRIA SCARLETTA VALERIUS DI HARAP DATANG KE RUANGAN DISIPLINER SEKARANG JUGA"

"SEKALI LAGI UNTUK DEMITRIA SCARLETTA VALERIUS DI HARAP DATANG KE RUANG DISIPLINER TERIMAKASIH"

Senyum di bibir ku langsung turun. Terakhir aku dipanggil dengan pengeras suara seperti ini saat aku terlibat kasus menghajar teman ekskul yang macam macam denganku. Setelah itu Mama di panggil dan aku di hukum kurung selama masa skors. Aku sudah berjanji tidak akan berurusan dengan sidang disipliner lagi.

Dengan wajah yang membiru, aku berjalan menuju ruang terkutuk itu. Teman teman sekelas hanya memberiku penyemangat. Sesampainya di ruangan itu, aku langsung dihadapkan dengan guru konseling dan tiga orang siswa kemarin yang merokok di toilet.

"Demitria, apa kabar?" Tanya Bu Jean.

"Baik baik saja Bu" jawabku santai sambil mencomot permen teh yang disediakan di meja.

"Yah memang baik baik saja sampai kamu dengan santainya masuk ke toilet laki laki"

"Tidak santai kok Bu, kemarin saya tergesa gesa kok"

"Anak ini" desis Bu Jean "Jadi kenapa kemarin kamu masuk ke toilet laki laki?"

"Tidak apa apa, saya hanya kehabisan kuota bilik toilet perempuan dan terpaksa meminjam toilet laki laki"

"Tindakanmu bisa menimbulkan salah paham Detra, apa kata anak anak jika melihat kamu masuk ke toilet laki laki?"

"Saya hanya melakukan apa yang seharusnya saya lakukan. Ibu tidak mau kan sekolah ini namanya tercoreng hanya karena berita konyol tentang seorang siswi ditemukan tewas tak bernyawa di depan pintu toilet"

"Jangan melawan!" Dan aku langsung terdiam.

"Sebaiknya Ibu panggil orang tua kamu"

"Sebaiknya tidak" aku menukas, "Mama dan Papa sedang dalam situasi gawat, jika Ibu memanggil mereka, mereka pasti mengirim pengacara keluarga yang di daulat menjadi wali saya,singkatnya mereka tidak punya waktu senggang"

Inilah enaknya menjadi penerus keluarga Valerius. Semua permasalahan bisa di selesaikan hanya dengan satu jentikkan sakelar. Soal pengacara yang di daulat menjadi wali ku dan Laurent memang benar, tidak bohong. Sesungguhnya Mama orang tua baik kalau tidak galak. Itu inisiatif Mama mengirimkan pengacara untuk mengurusi segala kasus kami termasuk kasus Laurent yang paling banyak.

Ibu Jean adalah tipe guru yang haus akan uang. Jadi tidak akan membiarkan orang tuaku memberinya sepeser pun uang untuk tutup mulut atas kasus sepele ini. Bahkan tindakan itu tidak bisa disebut sebagai kasus. Aku tidak bilang semua guru di sekolahku seperti itu. Aku menghormati guru kok, hanya saja aku tidak suka ada yang menyalahgunakan kekuasaan.

Bu Jean menepuk tangannya.

"Setelah saya pertimbangkan, sebaiknya saya beri hukuman kamu menyiram bunga saja"

"Oh ya, apa kamu melihat cermin di toilet laki laki?" Tanya Bu Jean.

JRENG!

Tidak boleh terlihat mencurigakan, tidak boleh terlihat mencurigakan.

"Tidak Bu, saya tidak pernah tau toilet cowok punya cermin" jawabku dalam sekali hentakan.

Bu Jean menganggukkan kepalanya berulang kali. Akhirnya semua kebohongan berhasil di tutupi hahaha.

"Ya sudah, kerjakan hukuman saja. Dan kalian" Mata Bu Jean terarah ke tiga cowok perokok itu, "Terimakasih sudah melapor. Kalian boleh keluar"

Aku pikir mereka di panggil untuk di mintai keterangan atau menjadi saksi. Rupanya mereka dalang di balik pertunjukan ini. Aku menutup ruang disipliner dengan sedikit hentakan. Aku menatap tajam tiga cowok yang tidak mengedipkan matanya sama sekali sejak tadi. Aku mengambil satu langkah, mereka mundur satu langkah secara serentak. Aku tidak bisa mencegah senyum laknat yang muncul di wajahku. Aku mendorong mereka sampai ke tembok. Akhirnya mereka berkedip.

"Well, jadi kalianlah yang melaporkan ku" kataku setengah jahat, mereka tidak menjawabku.

"Kalian pikir berapa harga yang harus kalian bayar setelah membuat adik Royce Laurent Valerius dan pacaran Anseleo Frederick Clearwater berada di dalam kesulitan? "

"Ka...kami...kami minta maaf" aku tersedak, mereka langsung mengeluarkan kartu kredit masing masing.

"Kalian menghinaku, aku tidak se miskin itu" ujarku tersinggung.

"Lakukan hukuman itu untukku dan aku akan menyimpan kesalahan kalian hari ini. Jangan coba coba untuk kabur, aku bisa saja lapor kemarin kalian merokok"

Melihat mereka tidak protes sama sekali jadi aku anggap mereka setuju. Aku di kenal sebagai pemegang kartu As di sekolah ini. Menurut kalian kenapa aku tidak melapor balik soal siswa yang merokok itu? Tentu saja semua itu akan ku simpan dan ku rawat baik baik. Lain kali jika aku butuh sesuatu tinggal ku buka kotak pandora itu. Mereka tidak bisa berkutik ketika aku sudah memegang aib mereka masing masing.

Aku berjalan meninggalkan area disipliner dan kembali ke kelas. Guru Biologi yang sudah tua dan hampir pensiun itu menghentikan aktifitas mengejarnya begitu aku membuka pintu.

"Maaf Pak, tadi dari ruang disipliner"

Pak Luth yang terkenal baik hati itu mengangguk dan mempersilahkan aku masuk. Karena tempat duduk ku jauh dari jangkauan guru, Asheelin melemparkan aneka ragam pertanyaan kritis terhadapku. Di antara banyaknya pertanyaannya, hanya satu yang mampu membuatku tertarik menolehkan wajah.

"Kau tau soal cermin itu?" Tanyaku antusias.

"Bukan rahasia lagi jika toilet cowok adalah toilet angker. Kau tau kenapa bisa disebut angker?" Tanya Asheelin yang badannya memutar ke arahku.

"Tidak, aku tidak tau"secara otomatis aku menjawab seperti itu. Tidak mungkin juga kan ku kasih tau ke Asheelin jika di bilik terakhir ada sesuatu yang menggantung di dinding.

"Mereka yang lewat di sekitar toilet pada saat saat menjelang malam pasti akan mendengar suara panggilan. Cermin itu jawabannya. Benda itu yang menyerukan agar mereka mendekat. Di Cermin itu ada anak perempuan yang penuh misteri. Dulu cermin itu sempat di curi..."

"Siapa pencurinya?" Tukasku segera.

"Murid lawas, siswa tahun 2005 mungkin. Menurut cerita yang beredar, cowok itu mendengar ada cewek berteriak. Dia menghampirinya langsung dan ternyata cewek itu berada di dalam cermin. Dia langsung membawa lari cermin itu ke gudang penyimpanan. Dia mengangkat tinggi sebuah batu dan seperti tersihir, batu itu terpental ke kepalanya setiap kali ia mencoba menghancurkannya. Bodoh memang, kalau aku jadi dia sih lari saja"

"Bagaimana tewasnya murid itu?"

"Batu seukuran dua kepalan tangan mengenai kepalamu sebanyak 16 kali apa kau yakin kau masih bertahan hidup?"

"Astaga! Apa dia tidak berniat berhenti pada angka ke dua?" Tanyaku syok.

"Aku sih tidak tau, setahuku anak itu tidak pernah bisa berhenti sejak angka pertama"

Aku tercengang mendengar cerita ini. Apa benar anak yang mirip denganku alias si Scarlet itu adalah iblis pembunuh? Dan bisa saja dia melancarkan kutukannya nanti malam. Sayang cermin itu berada di dalam tas ku. Bisa bahaya jika aku membawanya terus terusan.

Sudah ku duga ada yang tidak beres dengan cermin ini. Tapi tak semua gosip itu benar bukan? Sebelum mengembalikan cermin itu, aku harus mengonfirmasikan ini dengan Scarlet. Aku sudah siap jika nanti Scarlet berubah jadi makhluk menyeramkan. Yang perlu ku lakukan jika itu benar terjadi adalah menendang cermin itu sampai raib dari pandanganku. Lagipula aku bukan indigo pro dengan sekali sentuh langsung mengetahui kilasan kilasan kisah dari semua yang di sentuhnya.

Satu satu nya cara adalah bertanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status