Aku segera bangun dan menuruni tangga. Mama sedang memasak sementara Papa, entah apa yang sedang dilakukannya. Biasanya Papa membaca koran atau berkutik dengan laptop di pagi hari. Tapi untuk hari ini beliau sedang merangkai kotak kotak yang kuyakin itu adalah kotak kue. Apa Mama akan mengadakan arisan? Ada acara keluarga? Lantas untuk apa Mama memasak? Apa dia sudah memecat semua pembantunya?
"Pagi Ma, Pa" Tiga kata yang selalu ku ucapkan untuk memulai hari yang membingungkan.
"Pagi sayang" sapa mereka balik.
Aku hampir kehilangan pita suaraku. Jika aku mengucapkan kata itu biasanya Papa hanya menanggapi dengan gumanan atau hanya berupa suara koran yang di balik. Sementara Mama tidak pernah mengucapkan selamat pagi untuk anak anaknya. Sebagai gantinya, Mama akan mengomel tentang masalah yang kami timbulkan di sekolah. Laurent yang paling parah kena omelannya. Tak jarang juga Mama melemparinya dengan buah buahan atau kaleng merica. Tapi pagi ini mereka mengucapkan salam untuk pertama kalinya setelah hampir 17 tahun. Aku ingin menangis sekarang juga.
"Kenapa warna rambutmu menjadi cokelat dan hijau seperti itu?" Celetuk seseorang dibelakangku. Yang pasti bukan suara Laurent.
"Siapa kau?" Tanyaku ketika seorang laki laki muda duduk di depanku.
"Lihatlah Ma, dia amnesia. Dia bahkan tidak mengingat orang yang tampan ini" alih alih menjawab ia malah mengadu.
"Sekeras apa kau jatuh di sekolah kemarin?" Tanyanya lagi.
Aku semakin pusing. Perasaan kemarin aku jatuh di jalan raya tertabrak mobil keluarga deh bukannya jatuh di sekolahan.
"Adik?" Tanyaku, namun lebih terdengar seperti bisikan.
"Aku tidak memperhatikan tadi. Tapi Scarlet, ada apa dengah rambutmu sayang?" Tanya Mama.
Jantungku mencelus,suaraku tersekat, bola mataku hendak keluar dan otakku memutuskan untuk pindah ke dengkul. Seluruh organ tubuhku melakukan transmigrasi. Dalam waktu 1 detik, tubuhku telah menjadi batu.
Ada yang mencuri tulang kakiku membuatku tak sanggup berdiri. Keringat dingin mulai menetes dari dahiku. Apa dunia sedang bercanda? Aku menatap satu per satu wajah yang menatapku bingung. Waktu seolah olah berhenti.
Tidak, ini benar benar berhenti total. Aku melihat mata mereka tidak berkedip ataupun melirik. Telur yang digoreng Mama melayang tak bergerak di udara seolah olah gravitasi hilang dari tempatnya. Tiba tiba aku merasakan angin sejuk di belakangku. Aku memaksakan diri untuk menoleh siapa tau ini April mop dan di belakangku pasti Laurent yang hendak memasukkan es batu kecil kecil ke dalam baju belakangku, seperti yang ia lakukan setiap pagi seumur hidupnya. Aku menoleh, tidak ada Laurent, tidak ada es batu. Sebagai gantinya, seorang laki laki berpakaian serba putih, berambut putih ke abu abuan, alisnya pun ikut putih, bola matanya putih bercampur ungu muda di bawahnya (aku iri) sedang berdiri di belakangku dan tersenyum.
Wew dia tidak asing. Aku seperti pernah melihatnya. AH IYA! Dia yang ku lihat sebelum aku pingsan kemarin sore. Cowok gantheng itu!!!!
"Demitria" suaranya halus dan berat di waktu bersamaan. Tunggu dulu, dia memanggilku apa? Demitria kan?
"Siapa kau?" Lirihku.
"Perkenalkan, aku Grandia" jawabnya santai.
"Aku tidak mengenalmu, bagaimana kau tau namaku?" Tanyaku bingung.
"Hei tunggu, kau tau namaku kan? Bisa jelaskan apa yang sedang terjadi? Dimana aku? Kenapa mereka memanggilku Scarlet? Dan siapa bocah tengik ini?" Aku menunjuk laki laki muda yang ada di depanku.
"Pertama tama, selamat datang di dunia yang bersebelahan dengan duniamu. Aku tidak tau apa yang kalian berdua lakukan sehingga terpental dari dunia masing masing" katanya tenang terkendali, berbanding terbalik denganku.
"Apa maksudmu kalian berdua?" Tukasku.
"Kau dan kau lagi"
"Jangan berkelit" tukasku lagi.
"Astaga, tidak bisakah kau ramah? Kau benar benar berbeda dengan dirimu yang satunya"
"Diriku satunya? SCARLET MAKSUDMU?" Aku menggebrak meja setelah menemukan keberanianku.
"Ya akhirnya kau tau, Demitria Scarletta"
Jadi maksud cowok ini aku sedang berada di dunia Scarlet? Lalu Scarlet menempati duniaku? Jadi...jadi...jadi kami bertukar tempat? Bagaimana caranya? Kemarin aku meletakkan cermin itu di atap sekolahan lalu pulang, ribut dengan orang dan ditinggal Laurent. Aku menyumpahi Laurent sebelum akhirnya tertabrak mobil dengan tragis. Aku membuka mata dan sudah berada di dunia ini. Kapan mereka memindahkanku? Bagaimana caranya? Lewat mana? Aku tidak bisa percaya jika aku dimasukkan ke dalam cermin.
Cermin itu tidak sebesar cermin yang ada di pintu lemari. Ukurannya hanya sebesar figura foto yang tentu saja kepalaku tidak akan muat jika diselundupkan lewat situ. Kecuali kalau mereka melipatku sih bisa. Tapi kan aku bukan kertas origami yang bisa dilipat lipat seenaknya. Banyak pertanyaan konyol yang mendadak muncul di benakku. Aku sampai tidak tau harus mulai dari mana.
"Grandia" aku memanggilnya.
"Ya?"
"Bagaimana caraku ke sini?" Tanyaku dengan sangat tertekan.
"Kasus seperti ini aku belum pernah menanganinya. Yang terakhir ku lihat kemarin Scarlet putus asa lalu menghilang seperti cahaya lilin yang ditiup angin"
"Jadi ini ulah gadis itu" ujarku geram.
"Dia adalah dirimu" koreksinya.
"Grandia apa yang harus aku lakukan agar bisa kembali?" Tanyaku melas.
"Aku tidak tahu,tapi aku akan mencari tahu"
"Ya,kau harus mencari tahu" Aku mengangguk antusias. Grandia mengrenyit kepadaku.
"Siapa kau menyuruh nyuruhku seperti itu?" Celetuk Grandia sinis.
"Memangnya kau apa?" Tanyaku balik.Aku juga tersinggung.
"Aku penjagamu disini, di dunia ini. Aku yang akan mengawasimu ketat 24 jam" jawabnya galak.
"Oh...oh...aku tau,kau semacam Aslan di film Narnia kan? Atau Albus Dumbledore di film Harry Potter? Atau kucing terbang di film Alice...Alice...Alice apa ya? Alice Wonderland mungkin...kan...kan...kan?" Tanyaku dengan semangat yang menggebu. Grandia tidak bisa menahan untuk tidak memutar bola mata.
"Kenapa kau menyamakanku dengan tokoh film? Kau benar benar berbeda dengan Scarlet. Benar benar berbeda"
"Memangnya Scarlet seperti apa?" Salakku.
"Pendiam, penurut, penakut, tidak pernah mencari masalah, ramah, pintar..." Aku langsung memotong pembicaraanya yang menyebalkan.
"HEI, aku juga ramah, pendiam, pintar dan aku juga tidak sedang mencari masalah" protesku.
"Amin"
"Kau..." belum sempat aku menyumpahinya dia sudah menukas kalimatku.
"Jangan membuat masalah sementara aku mencari penyebab mengapa kalian tertukar. Dan bertingkahlah seolah olah kau adalah Scarlet. Ah iya, jika ada yang bertanya soal rambutmu bilang saja tidak tau. Lakukan itu demi keselamatan mu" katanya panjang lebar.
Aku tersenyum sambil melambaikan tangan ke arahnya dan berkata "Baiklah selamat tinggal"
Ku dapati bibirnya menipis dan berkedut. Dia menghilang, meninggalkan udara sejuk yang memampar wajahku. Bumi kembali berputar. Mama menggoreng telur tanpa hambatan, cowok di depanku sedang menatapku curiga dan Papa masih sibuk dengan kotak kotak kue di depannya.
Jadi seperti ini keluargaku di dunia lain. Aku menyadari aku tidak berada di ruangan putih besar yang ada di rumahku melainkan aku sedang berada di rumah yang temboknya masih belum di cat, masih berupa batu bata dan semen. Lantainya terbuat dari kayu yang mengkilat. Sungguh aku tidak pernah duduk di ruangan seperti ini sebelumnya. Rumah ini sempit namun rajin. Aku tidak bisa menipu mataku agar tidak melirik ke tepung tepung yang berhamburan di setiap sudut ruangan ini.
Semua jendela terbuka lebar,dapur ini dipenuhi oleh alat alat aneh yang tidak ku ketahui gunanya. Aku meringis merasakaan sesak nafas yang menyerangku mendadak melihat betapa menyedihkannya rumah yang ku tempati. Jika aku tidak sedang dikerjai, maka aku yang akan mengerjai lelaki tampan penjagaku itu. Dia pikir dia siapa berani beraninya mengaturku seperti itu. Apa dia tidak tau aku salah satu Valerius? Lihat saja, aku akan membuat perhitungan dengannya dan juga Scarlet.
"Sarapan kesukaanmu" ujar Mama.Sepotong sandwich berisi telur goreng dan sayuran berada di depanku. Aku berjengkit, katanya aku dan Scarlet adalah orang yang sama. Bagaimana bisa ia menyukai sesuatu yang paling ku benci didunia. Aku ingin makan pasta!"Ma,aku mau pasta""Kita tidak punya pasta sayang. Biasanya kamu tidak minta pasta. Oh ini milikmu, biskuit kacang" Mama meletakkan sepiring kecil biskuit kacang di depanku.APALAGI INI? Aku membenci kacang! Scarlet serius kau menyukai tanaman itu? Aku akan membunuhmu jika kita bertemu lagi nanti."Aku benci kacang.Mama tidak punya rasa Strawberry? " tanyaku merajuk.Mama, Papa dan laki laki asing itu menatapku dengan kerutan di dahi mereka masing masing. Aku hanya menatap mereka datar. Mama menyipitkan mata ketika mengganti sepiring biskuit kacang dengan biskuit strawberry. Aku hanya mengedikkan bahu sambil mendorong jauh jauh sandwich telur itu. Aku mulai makan dengan tenang."J
Pernahkah kalian berfikir bahwasanya dunia parallel itu benar adanya? Dunia yang sama persis dengan dunia kita. Penduduk yang sama dan cerita kehidupannya sama pula. Aku percaya bahwa bumi bisa berjumlah sebanyak bintang bintang yang terhampar di angkasa raya. Dunia itu benar benar ada dan berinteraksi dengan kita.Tertawalah jika kalian menganggap ini lelucon dan simaklah, bacalah sampai akhir jika kalian percaya dengan omong kosong ini. Apakah kalian pernah membayangkan seperti apa diri kalian di masa sebelumnya? Atau mungkin masa yang akan datang?Seperti misalnya, kebanyakan dari kita melihat wujud dinosaurus melalui tulang belulang yang ditemukan dan disatukan kembali menjadi sebuah kerangka makhluk zaman purba. Atau kita biasa melihatnya melalui sebuah proyeksi, gambar di atas kertas dan visual di layar gadget. Kita tidak pernah tau seperti apa wujud aslinya. Apakah benar benar seperti yang kita lihat selama ini atau tidak.
Aku melewatkan makan malam dengan berdiam diri di depan cermin persegi milik toilet sekolahan yang kini beralih ke meja belajarku. Aku masih menatap diriku yang ada di dalam cermin.Aku memutar bola mata dan yang ada di dalam cermin juga begitu. Tidak pernah seumur hidupku memandangi cermin sampai 3 jam begini. Aku menghela nafas, seketika aku jadi merinding sendiri. Menurut cerita yang beredar di kalangan penduduk sekolah, toilet cowok adalah tempat angker nomor 3 setelah laboratorium bahasa dan gudang penyimpanan. Aku sih tidak terlalu mempercayai hal itu. Akan tetapi kejadian siang tadi benar benar membuatku terpana dimana aku melihat pantulanku bertindak seenaknya. Mungkin saja itu adalah tipuan proyeksi karya anak anak genius dan jahil.Atau bisa saja sebenarnya aku memiliki kembaran tak kasat mata yang bisa ku lihat hanya melalui cermin. Namun jika benar seperti itu maka seharusnya ini bukan kali pertama mengalami peristiwa macam ini. Kembali ke logika
Sesuai janji Laurent, aku menyetir mobilnya ke sekolah. Laurent meneriakiku agar berjalan cepat dan jika aku menambah sedikit kecepatan, maka ia akan mendepak kepalaku agar aku berhati hati. Kami sampai di sekolahan tepat saat bell berbunyi. Laurent menggerutu tentang penyesalannya yang mengizinkan bayi kemarin sore menyetir mobil. Aku langsung melempar kunci mobil itu ke dada pemiliknya dengan sedikit lebih keras. Aku berjalan memasuki kelas dan langsung di sambut oleh berita Demitria memasuki toilet laki laki.Sahabatku Asheelin langsung menerjangku dan mulai menginterogasiku."Jadi apa benar kau masuk ke toilet cowok?" Itu pertanyaannya alih alih menyapaku."Itu benar" jawabku tidak minat sama sekali."KAU GILA! KAU BISA DI HUKUM DETRA!""Lalu bagaimana lagi jika aku sudah kebelet? Apa aku harus buang air kecil di depan pintu kamar mandi? Di bawah pohon? Begitu?" T
Aku menggendong tas ku sambil merapat rapat di tembok. Aku sedang memastikan tidak ada seorang pun yang ada di sekitar ku. Sekiranya aman, aku langsung mengeluarkan benda (cermin) itu. Tidak ada Scarlet. Hanya ada diriku yang sedang melongo. Aku benci jika harus menunggu apalagi yang tidak pasti seperti ini. Scarlet tidak bisa di tebak kapan munculnya. Bisa saja kan sekarang ini dia ada di depanku hanya saja sedang menyamar. Dia hanya pernah muncul 2 kali."Scarlet" bisikku."Scarlet""SCARLET!!!!" Habis sudah kesabaran."Berisik sekali"Jantungku mencelos mendengar suara berat itu. Aku berbalik dan mendapati cowok super ganteng bernama Ethan berdiri di belakangku. Aku langsung menyembunyikan cermin itu ke belakang tubuhku. Raut wajah Ethan terlihat datar dan tidak memiliki minat untuk menghajarku. Biasanya anak ini main pukul kalau melihat ada orang bodoh di daerahnya. Dan aku salah satu o