Area pinggir kolam, menjadi tempat pilihan Arga mengadakan pesta barbeque kecil-kecilan untuk Mery. Sebab di malam hari udaranya sangat sejuk di sini. Juga tempatnya yang lumayan luas guna menampung banyak orang. Arga memasang lampu tumbler di sisi tembok pembatas.
Melihatnya, Dirga yang sedang menyiapkan panggangan tercenung beberapa saat. Sepupunya itu benar-benar berusaha keras membuat pesta ini. Dirga sempat mengusulkan mereka menyewa beberapa pelayan untuk membantunya. Tapi, Arga menolak mentah-mentah. Katanya hal itu berlebihan hanya untuk pesta sekecil ini.
"Nggak capek?" Dirga akhirnya mendekat, mengulurkan satu botol mineral pada Arga. Mengingat, sepulang sekolah tadi, cowok itu langsung bergegas menyiapkan pesta.
"Nggak." Arga menoleh sekilas, dia tersenyum. Turun dari tangga lipat lalu menerima botolnya. "Makasih."
"It's oke. Gue apresiasi banget sama kerja ker
Mery duduk di kursi pinggir kolam, gadis itu dengan bosan memperhatikan gerak teman-temannya. Arlan dan Kevin sibuk menata minuman ke meja, sementara Raya dan Tasya tampak asik memanggang daging sambil sesekali tertawa. Sedangkan Arga--cowok itu menaruh gitar ke sisi panggung kecil tidak jauh di depan sana.Mery menarik napasnya, jika bukan karena Arga memintanya duduk saja, Mery tidak akan sebosan ini."Tamu spesial duduk aja di situ, nggak boleh capek-capek.""Nggak mau. Ntar bosen pacar.""Nih mainin hp aku."Seketika, Mery menepuk jidatnya, dia hampir lupa gawai Arga ada padanya. Gadis itu lantas mengambil benda pipih berlogo apel setengah digigit itu dari sling bagnya.Pilihan Mery, jatuh menelusuri aplikasi whatsapp Arga, didapatinya history chat cowok itu penuh dengan pesan tak terbaca dari grub apala
Ucapan Dirga masih terngiang di telinga Mery, gadis itu menatap kosong ke bawah. Ternyata, pemikirannya mengenai Aileen selama ini benar. Aileen adalah orang yang ingin menghancurkan hubungan mereka. Aileen adalah orang kedua setelah Hana yang diam-diam menyukai pacarnya.Rasa resah pun hadir dalam dirinya, Mery takut Aileen berhasil meraih hati Arga seperti sebelumnya. Dan dia tidak ingin merasakan kesakitan itu lagi sekarang."Mery, lo mikirin apa sih? Liat tuh di depan Arga akan nyanyi sebuah lagu untuk lo," celetuk Tasya membayurkan lamunan Mery. Gadis berompi abu itu duduk di sampingnya. Entah sejak kapan dia di sana.Pandangan Mery beralih ke depan, tepat di atas panggung kecil depan sana, dia mendapati Arga duduk dengan sebuah gitar yang cowok itu tumpu di paha, siap dimainkan olehnya. Terlihat sangat keren dan tampan.Membuat pipi Mery merona. Gadis i
"Sudah sampai," ujar Arga, ketika motor hitammya berhenti tepat di depan pagar rumah Mery. Seperti biasa, Arga tidak mau Mery pulangnya terlalu malam. Jadilah cowok itu buru-buru mengantar pacarnya pulang. Walau dalam hati Arga masih ingin menghabiskan waktu bersama gadis itu.Menguap sesaat, Mery merentangkan tangannya lalu mendesah cepat, dia ketiduran kurang lebih lima belas menit sambil bersandar di bahu Arga. "Mau aku gendong masuk ke dalam ya?" Arga bertanya sesaat Mery terlihat suntuk dan tidak berdaya. Cowok itu sudah turun dan berbalik, namun Mery menahannya. Mery cengengesan. "Nggak usah, beb. Bisa sendiri, hehe.""Hmm.""Makasih ya udah mau nganterin tiap hari," ucap Mery lirih, dia mendadak sedih.Arga mengacak rambut cewek itu. "S
"HUWAAA KAK MERY. SYIFA NGGAK MAU KAK MERY PERGIII," rengek Syifa yang baru saja datang dengan berlari. Gadis berseragam SD itu langsung memeluk Mery.Mery yang tadinya sibuk memasukkan koper dan barang-barang yang lain ke bagasi terpaksa berbalik kemudian membalas pelukan Syifa. Cewek bershall abu itu mengelus-ngelus punggung sahabatnya. "Cup-cup. Syifa jangan sedih. Kak Mery pasti pulang kok. Kak Mery kan juga punya nomor Syifa. Kita masih bisa kontek-kontekan. Oke?"Bukannya menjawab, Syifa malah menggeleng dengan bibir mengerucut lucu. Gadis berkepang satu itu mengacungkan kelingkingnya. "Janji yaa.""Janji," Mery membalas tautan kelingking Syifa."Syifa mau dibeliin apa? Barang di Amerika nanti bagus-bagus lho. Nanti kakak kirim barangnya. Hmm?" Syifa menggeleng lagi. "Nggak mau apa-apa. Maunya Kak Mery aja. Biar bisa main bareng lagi."
Setidaknya, jangan tiba-tiba menghilang tanpa alasan, karena itu lebih menyakitkan. -P a r a c e t a l o v e-•••Arga memakirkan motor di pekarangan rumahnya, cowok itu melepas helm kemudian menentengnya dengan satu tangan. Memasuki rumah yang di dominasi warna putih itu dengan tatapan yang lurus ke depan. Mata elangnya tak sedikit pun melirik ke arah sekitar atau ke arah Anggie yang jelas sekali sedang memotong buah di dapur.Anggie merasa ada yang aneh pada anaknya pun mengernyit heran, tak biasanya putranya itu bersikap menyerupai manekin hidup seperti itu. Dulu, kalau kesal ya diam saja, tapi kali ini benar-benar terlihat dingin dan menakutkan.Anggie oke saja jika putranya sedang dalam mode patah hati akibat ditinggal Mery. Namun, kalau reaksinya sampai separah itu Anggie jadi prihatin.
Ternyata kita tidak seperti yang dibayangkan. Tidak pula bahagia. Tidak juga kecewa. Namun, bergantung pada sebuah penjelasan yang tak kunjung datang. ••• Arga meringis pelan bersamaan itu matanya juga terpejam rapat, sesekali mengintip cewek yang tengah bersimpuh membersihkan lukanya menggunakan kapas dengan penuh kehati-hatian. Posisi mereka berbeda, Arga duduk di sofa. Sedangkan cewek itu bersimpuh di depan kakinya yang jenjang. Tak luput dari pandangan Arga, Aileen sesekali tercyduk, senyum-senyum nggak jelas seperti orang gila. "Pelan-pelan, goblok! Sakit!" Arga berucap kesal. Senyum Aileen memudar seketika. Arga sengaja melakukan semua itu, ia tahu Aileen sedang
5 Tahun kemudian...New York, Amerika Serikat. Seorang gadis cantik berpakaian serba putih, berdiri sembari memandangi sebuah foto berbingkai yang terpajang di nakas. Kebiasaan gadis itu jika hendak berangkat kerja atau bepergian meninggalkan apartemennya.Gadis itu adalah Mery Thevania. Setelah akhirnya Lima tahun menempuh pendidikan kedokteran di Amerika, Mery telah resmi menjadi dokter umum. Dan kini, Mery bekerja di salah satu rumah sakit terbesar di kota tersebut.Jika kalian bertanya-tanya, foto siapa yang tadi dipandangi gadis itu, jawabannya tentu saja Dian Sharga Aldizar.Ya, itu Arganya. Mery telah bertahun-tahun memendam rasa rindu pada cowok itu. Namun, ia tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Ia tidak ingin tersakiti kedua kali. Usai lima tahun lalu sering mendapat b
"Tenang, Aileen! Aku mohon tenangg. Kamu nggak sendiri, ada aku di sini..." Dirga berdiri di hadapan Aileen dengan was-was, akan menghindar jika Aileen nekat melempar barang yang menyakiti.Kini, depresi Aileen kambuh lagi. Menyebabkan emosinya sulit dikontrol. Kamar yang tadinya susah payah Dirga rapikan dibuat berantakan lagi oleh gadis itu."Bohong! Kamu pasti juga pergi! Kamu pasti ninggalin aku! Sama kaya mereka! Papa, Mama, Arga. Kalian semua pembohong!" teriak Aileen frustasi. Tangan gadis itu memegang sebuah vas bunga. Bersiap melemparnya tepat ke arah Dirga."TENANG, AILEEN!"Dirga melotot tajam tapi berusaha tenang. Perlahan maju mendekati Aileen. Matanya sesekali melirik vas bunga di tangan gadis itu. Kakinya dengan hati-hati melangkah agar terhindar dari serpihan kaca yang berserakan di lantai."Berhenti atau aku lempar kamu pakai ini?!" ancam Aileen mengacungkan vas bunganya, karen