Mendengar seruan Rinjani, Juna hanya menjawab, “Sudah, sudah, sana masuk ke dalam! Jangan terlalu lama di luar begini, tak baik!”Setelah itu, dia melajukan motornya keluar dari areal hunian Winata yang besar dan luas.“Hgh! Wanita satu itu … apa dia tidak malu teriak-teriak begitu? Memangnya tidak malu kalau sampai terdengar pekerja-pekerja di rumahnya? Tak paham aku dengannya.” Juna menggumam pelan.Setelahnya, motor melaju ke arah rumah Anika.“Tuan.” Mendadak saja, Nyai Wungu sudah muncul di bahu Juna. Seperti biasa, dia memilih bentuk sebesar cacing tanah bila memunculkan wujud fisik solidnya.“Bagaimana, Nyai? Apakah Hartono masih mengirim orang untuk menguntit aku?” tanya Juna tanpa menoleh ke samping.“Tadi sempat menguntit Tuan dan saya biarkan karena saya tahu Tuan hendak ke tempat nona Rinjani. Tapi begitu penguntitnya melihat Tuan masuk ke rumah nona Rinjani, dia langsu
Suara astral yang hanya bisa didengar oleh makhluk yang memiliki energi supernatural itu terdengar berat, rendah, dan tua.‘Sial! Kenapa datang di saat sedang begini?’ maki Nyai Mirah di hatinya ketika dia mengetahui suara siapa itu.Mau tak mau, gara-gara suara itu, pertarungan pun berjeda. Kedua nyai jin menengadah ke langit di atas mereka dan kemudian muncul perlahan cahaya merah terang yang turun dari atas.Juna bisa melihat jelas itu kumpulan cahaya merah yang setelahnya memunculkan wujud kereta kencana dengan 8 kuda hitam legam, melayang gagah di angkasa.‘Hm, kau membuatku menunggu terlalu lama, Mirah!’ Suara itu muncul lagi, diikuti sosoknya yang keluar dari kereta kencana.Mata supernatural Juna melihat sosok gagah di angkasa. Wujudnya tinggi besar, berkulit merah kehitaman, dan berotot bagaikan binaragawan, memakai pakaian seperti raja Jawa kuno, bertelanjang dada meski memakai armor yang menyatu dengan mantel juba
Tanah Nusantara ini sungguh beragam adat dan budaya serta kepercayaan secara supernaturalnya.Meski sudah memasuki era millennium, era modern, tapi tetap saja sebagian masyarakatnya masih memegang ajaran nenek moyang, termasuk hal-hal berkaitan dengan mistis dan klenik.Tak pelak jika Juna beberapa kali harus bersinggungan dengan hal gaib, sosok astral, dan kejadian supernatural lainnya meski sudah berada di zaman modern yang segalanya serba canggih.Banyak orang di sekitar Juna, termasuk para musuh dan rival, masih menggunakan cara-cara mistis untuk menangani urusan mereka.Maka, tak perlu heran jika di rumahnya, Hartono saat ini sedang berbicara di telepon dengan seseorang.“Ki Darmo, benarkah sudah ada hasilnya?” tanya Hartono disertai senyum girang di wajah sumringah.“Tentu, Pak. Anak buah saya sudah mengonfirmasi ini benar-benar bukti solid, tidak terbantahkan!” Orang yang dipanggil Ki Darmo, menyahut Hartono.
Jansen Onasis, pengacara yang Juna tunjuk untuk mengurus perceraian dia, mengangguk begitu Juna datang menemuinya.“Baik, Pak Juna.” Jansen menyahut sopan.Kemudian, mereka mulai mendiskusikan beberapa hal yang akan dibawa ke pengadilan nantinya.Siang harinya, ketika Juna sedang sibuk akan pertemuan dengan pengacaranya, Hartono membuat langkah.“Bu, ada tamu yang ingin bertemu Ibu.” Pekerja Anika menyampaikan kedatangan seseorang ke majikan dia di minimarket utama.Anika menutup buku stok yang sedang dia periksa. Lalu dia menatap pekerjanya sambil bertanya, “Siapa?”“Katanya perwakilan dari Pak Hartono.” Pekerja menjawab Anika.Dahi Anika berkerut heran. “Hartono? Bukannya itu ayah mertuanya mas Janu?” bisiknya lirih sebagai gumaman sambil berpikir.Tak berapa lama, tamu itu diberi izin memasuki ruangan pribadi Anika di Jozmart. Dia lelaki jangkung dan kurus dengan fi
‘Eh?’ Nyai Wungu terkejut. ‘Sepertinya aku terlalu kuat memukul dia?’Nyai Wungu tidak menyangka pukulan ekor yang sederhana saja, ternyata mengakibatkan efek keras bagi manusia biasa.“Pak! Anda tidak apa-apa, Pak?” Anika bergegas bangkit dari kursinya untuk menuju ke lelaki jangkung kurus suruhan Hartono.Pecahan jiwa Juna melongo beberapa saat melihat adegan tadi, tapi kemudian tertawa terbahak-bahak.‘Ha ha ha! Rasakan! Ha ha ha! Bagus, Nyai! Bagus!’ Pecahan jiwa Juna senang sekali.Sementara itu, Anika berusaha membantu lelaki jangkung kurus suruhan Hartono untuk berdiri dari lantai. Kaget sekali dia saat lelaki tadi menghantam lemari.“Pak, Anda baik-baik saja?” Anika mengulangi pertanyaannya.“Kamu buta? Sudah tahu aku begini masih tanya apa aku baik-baik saja? Tentu tidak!” Si lelaki jangkung kurus suruhan Hartono menjawab ketus sambil hendak menjangkau ul
Inilah hal utama yang paling tidak disukai Juna pada Anika. Gampang menyerah, gampang mengalah untuk ketenangan dan perdamaian semua orang.‘Sejak dulu, selalu saja Nik begitu. Dia rela menderita dan memikul semua beban demi terciptanya perdamaian. Sama seperti dia yang merelakan dirinya seperti dijual orang tuanya untuk menikah dengan pria-pria tua dan tak dia kenal demi kepentingan rakyat,’ batin Juna.Juna mendekat ke pujaannya dan merengkuh pinggang Anika.“Nik, ada kalanya kita harus memikirkan diri sendiri dan apa yang kita inginkan, kok! Tak ada salahnya sesekali bersikap egois tanpa perlu memikirkan perasaan orang lain. Tak apa, Nik!” Juna mengetatkan pelukannya pada pinggang Anika.Mata Anika berkaca-kaca saat menatap Juna. Lelaki pujaannya ini selalu saja bisa meraba hatinya. “Tapi Mas, akan timbul—““Ssshh ….” Belum selesai Anika berucap, Juna sudah menghentikannya dengan menyentuhkan jari ke bibir Anika.“Mas?” Anika menatap tak berdaya ke Juna.“Cukup cintai aku sejujur y
237Malam itu merupakan malam yang buruk bagi para suruhan Hartono yang menguntit Juna. Tadinya mereka diperintahkan untuk menghambat laju motor Juna, tapi keadaan cepat berbalik begitu Juna melakukan sesuatu.***Esok harinya, ketika Juna bertemu Hartono, dia bersikap biasa seakan tidak ada apa-apa. Tetap menyapa sopan ke ayah mertuanya meski ingin sekali kepalan tangannya mengetuk batok kepala Hartono.“Ke kantor, Jun?” tanya Hartono ketika melihat Juna sudah berpakaian rapi, keluar dari dalam rumah.“Iya, Pa. Pergi dulu, ya, Pa!” Juna pamit.“Jun, jangan lupa jenguk Nita!” Hartono tak lupa meneriakkan itu sebelum Juna masuk ke mobil.Sahutan keluar dari Juna, “Ya, Pa.”Namun, di hatinya, Juna mencemooh Hartono. ‘Kamu pikir aku punya waktu untuk putri jahatmu? Yah, kamu juga sama jahatnya seperti putrimu, Har!’Setelah tiba di kantor, Juna hanya mengurus hal-hal kecil dan kemudian bergegas keluar lagi untuk menemui Saini dan timnya sebelum dia bertemu pengacara perceraiannya, Jansen
Pertanyaan semacam itu sudah diantisipasi Juna sejak dia mengajak Dharma pergi.“Pengacara saya sudah memasukkan berkas perceraian siang ini, Om.” Juna berkata.Segera saja Rinjani memekik kecil sambil tersenyum lebar.“Kamu ini, sudah kubilang tak perlu kaku begitu.” Dharma mengomeli Juna. “Hm, jadi, sudah mantap cerai, yah?”“Iya, Om. Aku memang ingin melakukan itu. Hubungan kami sudah tak bisa tertolong lagi.” Juna menuruti kemauan Dharma untuk tidak kaku pada Beliau.“Apa Hartono tidak mengamuk nanti?” Dharma tidak melupakan mengenai ayah mertua Juna. “Dia ‘kan sayang sekali ke putrinya.”Rinjani di samping Juna, menggigit bibirnya sendiri, tegang menantikan jawaban dari Juna.“Aku pikir, papa Har harus menerima kenyataan bahwa aku dan Lenita sudah tidak bisa lagi bersatu. Aku yakin papa akan mengerti dan memahami situasi dan kondisiku.” Juna memperhalus ucapannya.Di hatinya, Juna membatin, ‘Hartono saja bisa nekat memperistri Wenti saat Leila masih hidup dan tidak memiliki cacat
Juna dan ketiga istrinya mengangguk. “Kami akan berusaha untuk itu, Ma. Terus doakan kami agar selalu memiliki hal baik.” Juna menanggapi Wenti. Kemudian, keningnya berkerut, “Ma, apakah Mama akhir-akhir ini sering cepat lelah dan mual?” “Eh, kok tahu?” Wenti terhenyak kaget. Namun, kemudian dia sadar bahwa putra angkatnya ini bukan manusia sembarangan. “Selamat, Ma!” Juna maju untuk memberikan pelukan tulus ke Wenti. Anika dan Shevia paham makna ucapan Juna dan mereka bergantian mengucapkan selamat pula sambil memeluk Wenti. “Eh? Mama kenapa?” Rinjani belum paham. “Mama sudah hamil lagi, Kak.” Shevia menjelaskan. Di antara mereka, Rinjani memang yang paling hebat jika itu mengenai intuisi bisnis, tapi dia payah dalam aspek lainnya yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Wenti menanggapinya dengan senyum simpul dan sedikit malu-malu. *** “Ya ampun, lihat mereka! Sungguh keluarga besar yang ramai.” Seseorang menahan pekikannya ketika melihat Juna dan keluarga kecil dia tu
“Ya ampun, lucu sekali dia! Cantiknya ….” Rinjani sambil menggendong bayinya, dia menoleh ke bayi Shevia.“Dedek bayinya Kak Rin juga ganteng, tuh!” Shevia menunjuk bayi di gendongan Rinjani dengan dagunya.Mereka saling memuji bayi milik madu masing-masing.“Mbak Anika masih menyusui anaknya, yah?” tanya Shevia setelah dia berhasil menidurkan bayinya.“Iya. Masih di kamar. Semua anaknya tenang sekali, jarang menangis. Benar-benar bayi kalem seperti ibunya.” Rinjani mengomentari anak kembar Anika.Kemudian, pintu depan terbuka dan masuklah Juna yang baru pulang dari kantornya.“Mana jagoan-jagoanku?” tanya Juna sambil mendekat ke mereka dan mulai mencium bayi-bayinya di gendongan ibunya masing-masing. “BIntang … umcchh! Wulan … umchh! Sudah wangi semua!”“Lah ini anakku masa sih dipanggil jagoan?” Shevia sambil mengangkat sedikit bayi perempuan di gendongannya.“Lho, dia ini nantinya seorang jagoan wanita! Menjadi perempuan kuat yang akan melindungi orang tertindas dan menebar kebajik
“Wah, gedungmu begitu wow sekali, Jun!” Rinjani menatap gedung baru Juna. Matanya berkeliling menelisik semua interior di sana.“Ini juga berkat bantuanmu.” Juna berkata di dekat telinga Rinjani.“Kok aku?” tanya Rinjani sambil menjauhkan kepalanya dari Juna untuk menatap suaminya dari jarak yang tepat.“Kamu kira aku tidak tahu kalau kau mengirim investor gadungan untuk membantu pendanaan untuk gedung ini, hm?” Juna sambil mencubit lembut pinggang Rinjani.Karena sudah ketahuan begitu, Rinjani hanya bisa tertawa. Shevia dan Anika di sebelahnya tersenyum.Siang ini, mereka baru saja mengadakan peresmian gedung baru apartemen Juna yang besar dan spektakuler. Meski bukan merupakan apartemen paling wah dan nomor satu di Samanggi, namun tetap mencuri perhatian publik karena dimiliki oleh pengusaha muda dengan berbagai gonjang-ganjing isu di belakangnya.Isu paling sering dibicarakan publik mengenai Juna belakangan ini tentu saja tidak lain dan tak bukan adalah mengenai ketiga istrinya yan
“Hah? Om Fer yakin dengan berita yang Om terima?” tanya Juna saat dia berbicara dengan pengacaranya, Ferdinand, di telepon. “Sangat yakin, Jun! Periksa saja ke rutan kejaksaan. Oh, atau untuk lebih akuratnya, datang saja ke rumahnya, pasti sedang ramai di sana.” Ferdinand menyahut dari seberang. Juna tak bisa berkata-kata. Dia segera mengakhiri teleponnya dengan si pengacara. “Ada apa, Jun?” tanya Rinjani dengan wajah ingin tahu. “Berita apa? Ada berita apa dari Om Fer?” Dia semakin mendekat ke Juna di sofa ruang tengah. Anika datang sambil membawa nampan berisi beberapa cangkir wedang cokelat jahe dan camilan buatannya seperti kue pukis dan bakwan jagung. “Bobby meninggal tadi sore.” Juna berkata sambil menatap Anika dan Rinjani secara bergantian. “Hah?!” pekik Rinjani karena terlalu kaget dengan berita yang diucapkan suaminya. Juna mengangguk ke istrinya. “Ada apa? Siapa yang meninggal?” Shevia keluar dari kamarnya karena suara pekikan Rinjani terdengar hingga ke telinganya.
“Ti—Tidak begitu! Ular sialan!” geram Nyai Mirah dan dia mulai mengejar Nyai Wungu yang melarikan diri sambil tertawa melengking meledek permaisuri Ki Amok itu.Kemudian, Ki Amok memanggil Nyai Mirah untuk pulang bersamanya ke istana mereka. Nyai Mirah segera berdiri melayang di sebelah Ki Amok dengan wajah merona menyebabkan kulitnya semakin memerah.“Kami pulang dulu. Nanti jika Mirah dibutuhkan lagi oleh istrimu, panggil saja, tak apa, tapi itu harus benar-benar gawat. Kalian pasti mengerti maksudku, ‘kan?” Ki Amok berkata ke Juna yang masih membopong Anika.‘Ya, ya, ya, aku paham. Intinya kami tidak boleh mengganggu kemesraan kalian berdua kecuali sangat gawat darurat.’ Juna membatin menanggapi Ki Amok.“Ya, kami paham, Ki. Terima kasih, sekali lagi untuk Anda dan pasukan, juga terima kasih pada Nyai Mirah atas bantuannya.” Juna mengangguk sebagai tanda dia menghargai mereka.Kemudian, kereta kencana Ki Amok pun pergi dari sana.Juna menoleh ke Nyai Wungu dan bertanya, “Apakah Nya
‘Apakah Dewi Salwapadmi menyaksikan aku dan Nik … bercinta selama ini?’ Juna memiliki pemikiran demikian. Ya ampun, Juna mendadak saja super malu jika mengingat seperti apa dia memesumi Anika selama ini. Belum lagi tingkah dia saat menggauli Anika. Dia bertanya-tanya, apakah itu disaksikan dan juga dirasakan sang dewi? Mendadak saja senyum lebar dan menahan geli dari Dewi Salwapadmi muncul saat dia bertutur ke Juna, “Jangan khawatir mengenai itu, Tuan Panglima. Aku selama ini tertidur di raga Anika dan mulai terbangkitkan ketika bertarung melawan mantan istrimu.” Mendengar ucapan Dewi Salwapadmi melalui mulut Anika, Juna merasa sangat lega sekaligus malu karena pikirannya ternyata bisa dibaca sang dewi. “A—Ah, iya, baiklah, Ndoro Dewi. Terima kasih penjelasannya.” Juna sedikit merona karena malu. Kemudian, Dewi Salwapadmi menoleh ke Nyai Mirah, dia berkata, “Nyai Mirah, aku sungguh tersentuh dengan pengabdianmu yang luar biasa pada ndoro putrimu ini. Tingkah lakumu sejak dulu jug
“Semua sudah usai?” Juna terengah-engah sambil menanyakan itu pada dirinya sendiri meski itu sebuah gumaman rendah. Anika bergegas terbang ke suaminya dan menyebelahinya di angkasa. Sedangkan Juna mulai merasakan armor yang melingkupi tubuhnya mulai memudar hilang secara perlahan. “Mas … semua sudah selesai. Pertarungan telah Mas menangkan.” Anika tersenyum lembut. Benar, semua sudah usai. Segala ancaman bahaya dan mimpi buruk yang pernah ditakutkan Anika, yang telah menjadi momok baginya selama beberapa minggu ini sekarang lenyap. Seakan batu besar yang mengimpit dada Anika, kini telah terangkat dengan kematian Lexus. Juna menengok ke istrinya sembari dia ikut tersenyum. “Kita yang memenangkan ini, Nik. Kita. Bukan aku saja. Kau, dan semua yang lainnya.” Tentu saja dia tidak boleh mengambil semua kredit yang ada. Bergegas, tangan Juna meraih Anika untuk memeluk wanita itu sembari hatinya berucap syukur pada semesta dan penciptanya yang telah memberikan restu sehingga dia bisa m
“Hm?” Juna mendadak saja merasakan dirinya menjadi lebih bertenaga, energi murninya melonjak tinggi.Setelah dia berpikir cepat, dia merasakan adanya energi dari Shevia dan Rinjani.‘Ternyata mereka.’ Juna tersenyum setelah memahami dari mana energi tambahan untuknya datang secara tak terduga.Saat ini, pedang di tangan Juna menebas tegas ke depan sehingga dengan cepat menyebabkan udara mengalir berputar mengakibatkan munculnya pusaran udara hanya dari ayunan pedang tersebut.Wusshh!Kibasan pedang Juna memicu beberapa ledakan bunyi memekakkan telinga ketika gelombang udara yang tadinya hanya memunculkan pusaran angin, kini berubah menjadi badai, menyapu udara di sekitar Lexus.Energi petir beserta angin badai dari kibasan pedang Juna menyerbu ke Lexus, bagaikan ular raksasa membuka mulutnya hendak menelan Lexus untuk mengunyahnya menjadi ketiadaaan.“Jangan harap semudah itu!” seru Lexus ketika dia juga mengibaskan pedang api hitam di tangannya sehingga energi api miliknya bertabraka
“Jangan sombong dulu, manusia bangs4t!” teriak Lexus pada Juna. “Jangan kau kira karena kau memiliki zirah itu maka kau bisa sekuat aku!”Lexus merobek udara hampa dan mengempaskan angin panas yang bisa membakar kulit manusia biasa dengan segera meski hanya dari hempasan anginnya saja.Juna tidak gentar meski fisik Lexus sudah semirip iblis. Dia memiliki banyak dendam terhadap sosok di depannya. “Kau yang akan berakhir mengenaskan, Lexus!”Zirah di tangan Juna mengumpulkan energi murni yang kini bermuatan energi keilahian.Dhuaarr!Ketika pukulan Juna bertabrakan dengan tinju iblis Lexus, mereka berdua sama-sama terdorong ke belakang. Tapi Juna lekas menerjang maju lagi, tak memberi kesempatan Lexus untuk menarik napas berikutnya.“Kau sudah tak sabar mati, hah?” teriak Lexus sambil mendorongkan energi iblisnya ke arah Juna.Tangan berzirah Juna menangkap kepalan tangan Lexus dan mendorongnya ke samping agar dia bisa menyarangkan tinju di tangan lain ke tubuh Lexus.Dhaakk!Betapa kag