‘Gawat!’ Juna berseru di hatinya.Dia bisa merasakan energi yang mencekik langsung menyergapnya begitu Nyai Wungu tersinggung karena ulah salah satu peserta di rombongan arung jeramnya.“Woeeehh!” Banyak peserta rombongan arum jeram di perahu karet berteriak ketika mendadak saja air bergolak begitu gila.Guide meneriakkan berbagai macam arahan agar semua orang tidak panik. Sementara beberapa wanita menjerit ketakutan.“Jangan panik! Tetap fokus mengayuh dayung untuk menyelaraskan dengan riak air!” teriak guide tanpa henti.Meski begitu, siapa yang tidak panik jika tiba-tiba saja dihantam riak air ganas seperti diombang-ambing sangat keras? Mereka merasa seperti berada di suatu wahana yang memacu adrenalin, bedanya … ini di atas air dan nyata bahayanya.“Bagaimana ini? Pak! Tolong! Berhenti! Berhenti!” Seorang ibu panik bukan main.Ibu itu mengira perjalanan arung jeram yang dia ik
Juna memang melihat bagaimana tubuh pria itu seperti terhisap ke bawah ditelan pusaran air.‘Pria itu tadi dipukul ujung ekor Nyai Wungu sehingga tercebur ke air! Dia harus cepat-cepat diselamatkan atau diseret Nyai Wungu ke air tanpa ampun!’ Juna memikirkan ini.Lekas saja Juna berenang mengandalkan kekuatan kanuragannya ke arah pria tadi.“Juna, jangan! Jangan!” Rinjani terus berteriak ngeri melihat tindakan Juna yang dipastikan ingin menyelamatkan pria tadi.Tidak mungkin Juna menggubris teriakan Rinjani. Dia fokus ingin menyelamatkan pria tadi.Ini berpacu dengan waktu!Juna tiba di pusaran air dan dia nekat membiarkan dirinya ikut terhisap di sana.Sementara itu, secara ajaib, arus air mendadak kembali tenang, riak gelombangnya pun mulai normal dan tidak menakutkan seperti sebelumnya.“Eh? Sudah tenang?” Salah satu peserta terheran-heran dengan perubahan yang begitu mencolok.Pese
Juna tak bisa membiarkan dirinya mati di sungai aneh ini. Dia mengumpulkan semua energi cakra murni dia di satu tangan dan ditembakkannya ke Nyai Wungu.Booff!Dengan begitu, gerakan Nyai Wungu langsung terhenti. Dia urung mencaplok Juna dan pria tadi karena menghindari tembakan energi yang diarahkan padanya.‘Maafkan aku, Nyai. Bukannya aku hendak melawanmu, tapi kalau kau ingin melukai manusia, aku tak bisa membiarkan itu terjadi.’ Juna berkata sambil meneruskan meluncur ke atas, bergegas ingin lolos dari jin siluman di belakangnya.Amarah Nyai Wungu semakin berkobar atas tembakan energi dari Juna.‘Kau manusia laknat! Semua manusia memang laknat!’ pekik Nyai Wungu.Mata kuningnya bersinar makin terang yang malah menjadikan dia lebih menakutkan. Mulutnya membuka dan hendak kembali mencaplok Juna yang sudah kembali terkejar.‘Tali itu!’ Juna melirik ke tali yang tergantung pada pinggang dan menjuntai bebas di belakangnya.Tak mau tali itu menghambat dia dan dijadikan sarana Nyai Wung
Segera saja, grim reaper melepaskan Nyai Wungu dan melesat sangat cepat mengejar sosok yang dikatakan iblis, lalu sabit besarnya menyambar iblis tadi.‘Aaarghh! Sialan!’ raung iblis itu ketika dia berhasil ditangkap grim reaper. Kemudian, iblis itu menghilang.Juna tak tahu apakah iblis tadi sekedar ditangkap atau dimusnahkan. Dia menatap sambil terheran-heran.‘Hm ….’ Grim reaper kembali ke dekat Nyai Wungu yang lunglai di atas permukaan air sungai.Nyai Wungu menatap lesu ke grim reaper yang sudah kembali di sebelahnya.‘Tuan Pencabut Nyawa, ampuni aku … aku sungguh tak tahu diriku dikendalikan sosok hitam aneh tadi.’ Nyai Wungu terlihat menyedihkan ketika memohon demikian.‘Pencabut Nyawa?’ Juna terkesiap di hatinya. ‘Setan jerangkong itu ternyata pencabut nyawa? Astaga Gusti, makhluk-makhlukmu memang begitu unik dan beraneka rupa!’Grim reaper tidak langsung
Juna sampai tak bisa berkutik mendapatkan serangan pelukan dari Rinjani. Dia tertawa canggung.“Ha-hah! Ha-hah! Aku … aku tidak sekedar nekat, kok! Sudah aku prediksikan ini dan itunya.” Juna sambil menepuk-nepuk kepala Rinjani.Rinjani tidak menolak diperlakukan bagaikan gadis kecil. Lalu, dia mendongak, mempertemukan pandangan mereka.Segera saja, Rinjani memeluk leher Juna dan menyatukan bibir mereka.‘Hah!’ Juna terkesiap dan menyeru di batinnya mendapatkan tindakan tak terduga dari Rinjani.Ciuman Rinjani membawa aroma lega, kalut, panik, dan bahagia. Meski begitu, Juna tak boleh membiarkan itu begitu saja terjadi.“Ri—Rin!” Juna melepaskan ciuman Rinjani dan sedikit melonggarkan pelukan wanita itu agar tercipta jarak antara mereka.Di belakang Rinjani, beberapa orang mendekat, mereka adalah orang-orang di rombongan arung jeram beserta guide. Mereka membutuhkan puluhan menit dulu b
Lenita mendelik, tak menyangka akan mendapatkan ancaman dari pria yang sudah dia cintai sejak remaja.Mulut Lenita menganga sekejap sebelum akhirnya dia bersuara, “Kau berani?” Nada suaranya melengking tinggi.Jujur saja, Wildan mencoba menguji nyalinya.“Nit, kamu mengancam aku?” Wildan meneguhkan nyalinya untuk membalas Lenita.“Awas saja kamu, yah! Kamu yang mengancam lebih dulu, Wil!” Mata Lenita menyipit, membawa aura bahaya.Wildan sedikit gentar. Dia paham karakter nekat Lenita. Juga paham wanita di depannya ini tak akan segan-segan menyewa orang untuk mencelakai siapa pun yang dia mau.“Kamu mau apa, Nit? Membunuhku? Dengar, Nit, aku sudah mengatakan pada temanku, kalau sampai aku tidak memberinya kabar satu minggu ini, maka itu artinya aku celaka di tanganmu, dan rekaman mengenai kita akan sampai ke papamu!” Wildan sudah terdesak.Mata Lenita membelalak tak percaya mendapatkan ucapan semacam itu dari Wildan.“Kamu!” Suara Lenita makin tinggi. “Sudah berlagak sok hebat, yah?”
Juna sudah tiba di rumah sakit seperti yang Wenti kabarkan. Di sana, sudah ada salah satu pekerja rumah Hartono.“Bapak ada di dalam, menunggui nonik Nita operasi.” Pekerja rumah Hartono memberitahu Juna.Juna mengangguk, berterima kasih dan kini dia hanya perlu mencari ruang operasi.Ketika menemukan ruang tunggu untuk pasien operasi, di sana memang ada Hartono, sedang menundukkan kepala, pastinya sedih dan galau.“Pa.” Juna memanggil ayah mertuanya.Hartono mendongak dan Juna bisa melihat mata mertuanya basah dan pipinya berlelehan air mata.“Jun ….” Hartono merengek.Juna hendak mengatakan sesuatu, tapi Hartono sudah memeluknya dalam posisi dia masih berdiri dan si mertua duduk. Hartono menumpahkan tangisnya.“Sabar, Pak, sabar.” Juna agak canggung bagaimana menyikapi pria menangis.Tangannya kikuk ketika menepuk-nepuk pelan bahu dan mengusap-usap punggung ayah me
“Sejak kapan dia begitu, Pa?” tanya Juna pada Hartono sore itu ketika dia singgah ke rumah sakit.“Siang ini. Sepertinya siang ini, entahlah, Papa bingung, pusing!” Hartono memegangi kepalanya sambil duduk menopang kepala dengan kedua tangan.Juna bisa memahami yang dirasakan Hartono saat ini.‘Tentu saja Hartono sedang pusing. Bagaimana tidak, putri tunggalnya keguguran karena mengalami kecelakaan dalam keadaan mabuk. Itu saja sudah memalukan.’ Juna membatin.‘Ditambah, Lenita juga menabrak pemotor, seorang remaja belia, yang kini mengalami gegar otak dan patah tulang kaki.’‘Kalau sekarang Lenita malah jadi gila, bukankah itu pukulan bertubi-tubi untuk Hartono? Nama baiknya sangat tercoreng.’Kalau sudah begitu, mana mungkin Juna tidak iba. Dia juga sedih karena kehilangan calon putranya yang hampir saja lahir dengan layak. Hanya gara-gara tingkah ngawur istrinya, semua buyar.