Beranda / Pendekar / Panglima Kalamantra / 68: Kenyataan yang Sebenarnya

Share

68: Kenyataan yang Sebenarnya

Penulis: Roe_Roe
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Di pelabuhan tempat bongkar muat barang, terlihat beberapa perempuan dan anak-anak duduk berjajar sambil membawa sapu dan pengki. Panas terik menyengat membuat berkeringat, tapi tak menyusutkan tujuan mereka.

Seorang nenek yang mengenakan kebaya dan jarik lusuh, mengusap peluh dengan lengan baju yang kotor. Di sampingnya, seorang bocah lima tahun tengah menyedot air dari dalam botol labu yang sudah kosong. Dia menjilat-jilat sisa air di sana dengan kesal.

“Aku masih haus!” keluhnya.

“Bersabarlah. Sebentar lagi, kereta-kereta pengangkut barang itu akan pergi dan kita bisa memulai pekerjaan. Setelah itu, kau bisa minum sepuasnya,” bujuk sang nenek juga sambil menahan haus dan lapar. “Jika kita pergi, mereka akan mengambil semuanya!” Wajah keriputnya terlihat kelelahan.

Para perempuan dan anak-anak itu bertubuh kurus dengan mata cekung. Waj

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Panglima Kalamantra    69: Festival Air

    Karuna berbalik dan tetap memunggungi Rion. Pemuda itu menjadi sedih. “Aku tidak tahu jika akan menjadi seburuk ini, Karuna.”Pada saat itu, Karuna berbalik menatap Rion dengan senyum dipaksakan. “Sudahlah, bukankah kita datang ke sini untuk menikmati suit mewah ini?”“Ah-ha, kau benar!” tanpa pikir panjang Rion melepas semua pakaiannya, berlari melompati balkon, dan masuk ke dalam kolam renang yang sebiru langit siang.“Wo-ei, astaga! Kenapa kau harus telanjang di depanku? Sial!” cibir Karuna sambil melepas pakaiannya sendiri dan melilitkan handuk kecil sedikit ke bawah pinggangnya.Rion berenang sampai ke batas terujung kolam. Dari ujung kolam renang, dia bisa melihat pemandangan laut biru yang membentang luas. “Kemarilah!”Karuna ikut berenang mendekati Rion. Rambut keemasannya berkilauan d

  • Panglima Kalamantra    70: Perebutan Topeng Rubah Emas

    Rion dan Karuna berjalan sampai ke Puri Banyu. Mereka tidak sendiri. Ada banyak pendekar dari berbagai penjuru negeri yang juga datang ke sana, baik sendiri maupun dalam kelompok.“Apa kau yakin akan melakukan ini?” desak Karuna.“Di mana lagi kita bisa menemukan Panglima Bondowoso kalau bukan di tempat seperti ini? Jika benar ceritamu Panglima Bondowoso mempunyai karakter suka bertarung, maka festival air ini adalah tempat yang tepat, bukan? Siapa tahu di antara ribuan orang dari berbagai daerah ini aku bisa bertemu dengan seseorang yang mungkin mengenaliku?” tanya Rion ragu.Karuna mendesah. Dia masih ingat betul bagaimana karakter sahabatnya dari Klan Bondowoso itu dahulu, selalu suka mencari masalah, suka menantang orang asing hanya untuk adu kekuatan, tapi dia juga memiliki hati yang baik. Melindungi orang miskin dan tak mampu selalu menjadi prioritas utamanya. Tap

  • Panglima Kalamantra    71: Tabir Gaib Hutan Sonyu

    Seluruh peserta yang akan mengikuti kompetisi berburu rubah emas sudah berkumpul di kaki Gunung Sonyu. Gunung itu sangat pekat dan lembap. Pepohonan besar dan tua tumbuh mendominasi vegetasi asli. Bebatuan gunung berukuran raksasa juga banyak tersebar di sana. Kabut tebal terus menyelimuti hutan dan sekitarnya. Hutan Sonyu tak seperti hutan pada umumnya. Keadaan di sana terlalu senyap. Sama sekali tak ada suara kaok binatang atau cericau burung di kejauhan.Di dekat tebing pertama sebelum memasuki kawasan hutan Sonyu, dibangun sebuah tempat peristirahatan yang menyerupai kuil batu. Di tempat itu sudah terpasang bendera dari suku Banyu sebagai simbol kekuasaan yang sudah berhasil menguasai dua wilayah besar, Kota Banyu dan Kota Bondowoso. Akses jalan menuju tempat itu juga banyak dihiasi umbul-umbul yang mengandung mantra.Sebuah drum besar dari kulit sapi dengan hiasan tanduk banteng raksasa di atasnya dipajang di tengah-tengah pelataran. Seseorang dari suku Banyu berbadan gempal deng

  • Panglima Kalamantra    72: Membentuk Aliansi

    Pemuda berambut perak itu akhirnya membuka suara setelah menghela napas beratnya. “Namaku Silver. Aku akan bergabung,” ujarnya lirih.Rion tersenyum penuh semangat. Anila melipat tangan ke dada dengan wajah serius. Karuna cemberut.“Sebaiknya, kita memencar dan berkumpul lagi di wilayah perburuan kita pada hari ketiga,” usul Rion.Tiba-tiba, Karuna berjalan ke arah Silver dan berkata, “Aku akan pergi dengan bocah ini!”“Yosh, aku akan memimpin perburuan untukmu, Anila!” Rion tersenyum senang yang dibalas Anila hanya dengan kedipan mata.“Aku bukan bocah!” geram Silver saat Karuna mendekatinya.Karuna mengabaikan protes pemuda itu dan menarik kepalanya dengan candaan. “Ayo, kita berburu!”Silver tak punya pilihan lain. Meski kesal, dia menurut juga pada Karuna yang mem

  • Panglima Kalamantra    73: Perburuan Inti Rubah

    Di sisi hutan Sonyu yang berbeda, Karuna dan Silver berlarian memburu seekor rubah berbulu emas yang sangat lincah. Rubah itu sulit sekali untuk ditangkap. Mereka cerdas dan juga gesit.“Hosh... Hosh... A-apa k-kau punya i-ide?” Karuna membungkuk di depan sebuah tumpukan bebatuan vulkanik yang berat dan besar dengan napas terengah-engah.Silver berdiri di sisi yang berbeda sambil menungging untuk mengintip sang rubah yang masuk ke dalam celah bebatuan.“Dia terjebak di sana!” ujar Silver.“Bagaimana kau tahu?”“Lihatlah! Dia tak bisa bergerak. Kita harus menolongnya!” rengek Silver pada Karuna.Karuna berdiri tegak dan merentangkan tangan kanannya. “KAPARA!” Asap hitam pekat datang menyelubungi tubuh Karuna dan sebuah kapak raksasa muncul di genggaman tangan kanannya.Silver terk

  • Panglima Kalamantra    74: Sihir Ledakan Embun

    “Energi!” ujar Karuna berhati-hati. “Mereka mengeluarkan gelombang energi yang cukup kuat karena berada dalam jumlah besar. Dari tadi aku kesulitan mengikutinya karena energi yang dikeluarkan satu rubah sangat samar. Aku sempat ragu. Sekarang aku yakin bahwa ini adalah energi para rubah.”Di tengah padang bunga itu, matahari sedikit menyinari meski tetap terasa pekat karena kabut yang tebal. Mereka kehilangan orientasi waktu, tak bisa membedakan kapan siang dan kapan malam. Bunga-bunga yang tumbuh di sana juga pucat dan berwarna gelap. Di beberapa sisi yang tak mendapat sinar matahari, warna bunganya bahkan sampai menghitam.“Silver, hatimu terlalu lembut, tapi kita tak akan bisa mendapatkan rubah-rubah itu jika terus seperti ini,” Karuna berujar.Silver menunduk.“Apa sebenarnya tujuanmu ikut dalam kompetisi ini?” desak Karuna.Sil

  • Panglima Kalamantra    75: Gagak Sihir

    Padang bunga menjadi satu-satunya wilayah perburuan yang diterangi cahaya matahari saat ini. Kecerahan itu seperti cahaya lampu yang menarik para ngengat dan serangga untuk datang mengerumuninya. Mereka semua—para pemburu—tergoda dengan ratusan rubah bulu emas yang ternyata bersembunyi di padang bunga.Xavier yang sebelumnya menjaga rubah-rubah itu, memilih mengundurkan diri dan pergi tanpa ada yang menyadari. Karuna dan Silver kehilangan sosok pria bertopeng rubah misterius di antara lautan pendekar tanpa suku yang mulai berdatangan. Mereka berburu rubah dengan cara dan tekniknya masing-masing.Kelompok suku Tanah mulai menebar jaring bermantra dan menembakkan panahnya. Suku Api dengan kekuatan pengendali apinya yang merepotkan, menebarkan banyak api untuk memberangus bunga-bunga yang ada dan memburu sarang rubah. Suku Banyu sendiri sebagai tuan rumah penyelenggara merasa kesal dengan karakter suku Api. Mereka mengerahkan kemamp

  • Panglima Kalamantra    76: Inti Rubah Emas

    Merasakan kondisi Rion yang hampir hancur, sang singa muncul seketika dari dalam celurit pemuda itu. Dia melompat dan mengaum. Auman singa itu dipahami Rion sebagai perintah. Rion segera mengikutinya dengan jantung yang serasa ingin meledak.“Pancasona, leburkan!”Tubuh Rion mengeluarkan balik energi gelap yang sudah diserapnya menjadi energi pancasona yang bisa merusak materi sihir di sekitarnya. Raven terpukul mundur akibat gelombang energi itu dan sesaat kehiangan kekuatan. Gagak-gagak hitam ciptaannya juga melebur menjadi asap. Kepekatan udara di dasar jurang menjadi terurai dan aliran udara serta angin mulai masuk ke sana. Suasana gelap sedikit berkurang dan cahaya mentari senja mulai menyinari dasar jurang yang sebelumnya terasa seperti di dalam gua terdalam.“Inikah kekuatan sihir pancasona? Siapa dia sebenarnya?” Raven terlepas dari jeratan sihir pancasona yang sempat membelenggunya dan ja

Bab terbaru

  • Panglima Kalamantra    25: Segel Kutukan

    “Ayaah!” teriak Lilian. “Di mana kauu...?”Di tengah-tengah lautan pertempuan antara klan kultivasi dengan pasukan mayat hidup itu, seorang pria tua dengan jenggot putih panjang tertatih mencari keberadaan putrinya.“Ayah!” teriak Lilian sekali lagi.Tuan Besar Zang mengikuti sumber suara sang putri. Dia berjalan mendekati arah Lilian berada meski di sekitarnya ada banyak sekali hujan anak panah, tebasan pedang, dan hunusan tombak. Dia berusaha mengindari mereka semua sebisa mungkin.“Ayah! Pergi dari sana!” Lilian panik seketika mendapati sang ayah mendekat dengan tubuh yang tak terlihat baik-baik saja.“Pandai sekali dia memainkan peran,” sengih Eknath begitu melihat Tuan Besar Zang muncul di sana meski sudah sangat terlambat.Sejumlah pasukan mayat hidup menyerang siapa saja yang masih menjadi manusia. Mereka semakin brutal. Tuan

  • Panglima Kalamantra    24: Terkuaknya Sosok Berkecapi

    Melihat kemunculan Lilian bersama pusaka mata naga membuat seluruh anggota klan kultivasi yang lain tertarik. Mereka tak lagi berpura-pura bergabung dalam pemberontakan untuk melawan klan Wan. Tujuan mereka sebenarnya adalah ingin merebut pusaka mata naga.“Aku... tak bisa bergerak.” Eknath terjatuh ke tanah.“Brengsek! Segel itu memakan energinya,” gumam Karuna yang berdiri di luar segel ciptaan Lilian.Traaang!Lilian mengayunkan lagi dawai kecapinya ke arah Eknath yang terjebak. Pria itu muntah darah akibat cambukan dawai iblis Lilian tepat ke pusat inti energinya.“Jangan sakiti dia!” teriak Karuna marah.Lilian berhenti memainkan kecapinya dan berdiri menatap mereka berdua. Dia ulurkan tangan ke depan dan menyerap seluruh energi yang terjerat di dalam segel. Warna merah segel memudar seiring dengan keluarnya energi gelap di dalam tubuh Eknath.

  • Panglima Kalamantra    23: Pasukan Iblis Kabut

    “Siapa pun tolong aku!”Para mayat hidup yang terdiri dari pasukan Wan berlarian memburu Tuan Muda Wan. Jumlah mereka semakin banyak. Tuan Muda Wan terus berlari tapi tak ada tempat perlindungan untuknya.“Akan aku bayar kalian dengan apa saja kalau bisa menyelamatkanku!” Pria itu sangat ketakutan sampai tak bisa lagi berlari.Napas Tuan Muda Wan terengah- engah. Ketakutannya tiba-tiba berbalik menjadi keberanian saat dia teringat pada sesuatu yang dia miliki. Pria itu merogoh baju dan mengeluarkan sebuah kantung khusus penyimpan pusaka.Para mayat hidup itu seketika terhenti begitu kantung di tangan Tuan Muda Wan terbuka segelnya. Tuan Muda Wan mengeluarkan sesuatu yang bercahaya dengan warna hitam pekat di dalamnya. Masing-masing benda yang keluar dari kantung melayang di permukaan tangannya dan bersatu membentuk sebuah bongkahan bola yang kehilangan satu bagian.“Pusaka

  • Panglima Kalamantra    22: Pasukan Ngengat

    Perempuan itu berlari ketakutan. Dia mencari pertolongan pada siapa saja yang masih hidup di sana. Tapi, rumah mewah itu sangat lengang dan gelap. Di sepanjang dia berlari hanya menemukan mayat para penjaga yang ditempatkan Tuan Muda Wan di sana.Di kejauhan terdengar suara kecapi mengalun rendah dan merdu. Perempuan itu berhenti dan menegang seketika. Dia raba tengkuknya yang meremang.“Suara apa ini?” Matanya melotot lebar dan berputar-putar di lorong antara taman dan rumah utama.Suara kecapi itu semakin keras dan mendekat. Dia menatap ke langit yang mendung dan bulan purnama yang tertutup awan.Traaang!Gema kecapi tiba-tiba meninggi dengan kasar. Perempuan itu panik. Seiring dengan alunan kecapi yang menggila, di sekitarnya para mayat pasukan Wan yang bergelimpangan mulai bergerak-gerak. Mayat-mayat itu seperti boneka marionate yang digerakkan oleh benang tak kasatmata.Perem

  • Panglima Kalamantra    21: Penjaga yang Mati

    Saat pengintai itu akan berbalik pergi, sebuah tombak meluncur di depan kakinya. Dia terduduk dan mundur dengan wajah pucat. Dari belakang, seorang pria menghunuskan pedang dari punggung menembus dada sang mata-mata.“Hah, kau mau memata-matai kami?” seringai pria yang berdiri di depannya sambil mencabut tombak yang sebelumnya dia lemparkan.Mata-mata dari klan Wan itu muntah darah dan mati seketika.Mereka terlambat, rekan sang mata-mata sudah melemparkan mantra ke langit untuk memberi tahu pasukan yang lain keberadaan para pemberontak di sana. Pria bertombak menghunus jantung sang pengirim pesan.Seluruh anggota pasukan pemberontak menyadari mantra yang terbang itu akan datang membawa pasukan klan Wan untuk menyerang markas mereka. Seluruh anggota pasukan pemberontak bersiap untuk menghadapi serangan.Di markas pusat klan Wan, Tuan Muda Wan terlihat gelisah dan ketakutan. Selama tiga malam

  • Panglima Kalamantra    20: Mantra Pengundang Iblis

    Karuna dan Eknath mendatangi permukiman terdekat. Mereka mengikuti sumber cahaya yang terlihat masih menyala di perbatasan kota.“Sepertinya di sini baik-baik saja....”“Ya, tampaknya mereka hanya menyasar markas pengawas klan Wan.”Saat melintas di salah satu gang permukiman warga, mereka mendengar sebuah keluarga tengah berbincang-bincang.“Sesuatu tengah terjadi di markas pengawas utara juga. Mereka semua menyelamatkan diri ke sini. Begitu yang aku dengar.”“Tak hanya di sana. Aku baru kembali dari timur. Aku lihat di sana juga kacau. Aku segera kembali dan urung melakukan perjalanan. Kata orang-orang semua markas klan Wan dikutuk oleh iblis jahat!”“Aku dengar yang melakukan adalah iblis dari Gunung Iblis! Mereka memburu pemilik pusaka mata naga. Siapa lagi kalau bukan klan Wan yang punya?”“Entahlah. Jika kau me

  • Panglima Kalamantra    19: Kehancuran Misterius di Kota

    “Aku menerimanya!” teriak Eknath setuju dengan penawaran sosok misterius dalam bayangan gelap itu. “Bebaskan aku sekarang! Aku setuju dengan kesepakatan yang kau berikan!”Sosok yang tersembunyi dalam gelap itu menyeringai.“Hei! Lepaskan aku!”“Berikan padaku sumpah jiwa dengan tombak acala ini sebagai jaminannya!” tuntut sang sosok misterius.“Keparat!” umpat Eknath.Dia tak punya pilihan lain. Eknath pun merapal mantra pelepasan jiwa atau merogoh sukma. Kini, separuh jiwanya berada dalam genggaman sosok misterius itu. Jiwa tombak acala adalah separuh kehidupan Eknath. Dia serahkan jiwa tombak itu sebagai jaminan dan akan kembali padanya jika Eknath sudah menyelesaikan kesepakatannya.Jerat-jerat sihir di tubuh Eknath memudar. Dia bisa bangkit dan memijit pergelangan tangannya yang sebelumnya terikat jerat.“ACALA!

  • Panglima Kalamantra    18: Merangkak Menuju Harapan

    Di sebuah taman pribadi yang mewah dan megah dengan banyak tanaman menghiasai, seorang perempuan dalam gaun sutra tipis berjalan dengan talam di tangan. Dia membawa seperangkat alat untuk jamuan teh.Di gazebo ada seorang remaja yang tengah membersihkan pedangnya. Perempuan pembawa baki teh itu mendekat. Dari arah yang berbeda, seorang pria berlari-lari dengan tergesa.“Tuan Muda... Tuan Muda....”Remaja yang duduk di gazebo itu menengok pada sang pria. “Kenapa panik sekali?”“Hosh... Hosh... Anu... Itu... Di depan ada perwakilan dari klan Wan!”Prang!Baki teh yang dibawa perempuan bergaun sutra terjatuh. Remaja yang duduk di gazebo semakin gusar.“Apa lagi sekarang, Kak?” tanyanya pada sang perempuan.“Ini pertanda buruk, Chyou! Apa kau lupa bagaimana klan Zang dibumihanguskan oleh mereka?”“L

  • Panglima Kalamantra    17: Tiga Kekalahan

    “Ke mana kalian akan membawaku?” tutur Lilian lirih saat tubuhnya diseret oleh lima pria anak buah si perempuan bergaun ungu.Perempuan bergaun ungu itu terhenti. Dia tiba-tiba menyeringai karena mempunyai sebuah ide.“Bawa dia ke kawah iblis!”“Tapi, Nona... tempat itu....”“Ini perintah! Apa yang aku ucapkan juga mewakili perintah Tuan Muda Wan!”Kelima pria yang menyeret tubuh Lilian ragu-ragu.“Ka-kami tidak berani!”“Kalian akan mati di sini jika menolak! Bawa dia ke kawah iblis, sekarang!”Kelima pria itu mulai membawa Lilian menuju ke jalan kawah iblis tak jauh dari hutan bambu hitam. Mata Lilian yang bengkak tak bisa melihat dengan jelas. Tapi, hidungnya bisa mencium aroma daun bambu yang basah dan terbakar.Seluruh tanaman di Gunung Iblis didominasi warna hitam dan kelabu. Semuany

DMCA.com Protection Status