Beranda / Fantasi / Pangeran Terbuang Qin / 1-Sumpah Kepedihan

Share

Pangeran Terbuang Qin
Pangeran Terbuang Qin
Penulis: Suheri

1-Sumpah Kepedihan

Derap langkah kuda berpacu begitu kencang dikendalikan seorang wanita yang membawa seorang pelayan setianya dan bayi kecilnya yang digendong oleh pelayannya.

Wanita itu yang mengendalikan kudanya berusaha menghindari hujanan anak panah yang meluncur ke arahnya dari para orang-orang yang mengejarnya dengan jarak lumayan jauh darinya.

Anak panah yang hampir mengenainya juga berhasil ia tepis dengan tombak yang ia putar-putarkan dengan satu tangannya yang tak memegangi tali kuda, seperti sebuah perisai yang membantunya menghalau serangan anak panah yang datang.

"RATU MENG YAO! KAMI SANGAT MENGHARGAI MU, TOLONG MENYERAHLAH DAN SERAHKAN PANGERAN KEPADA KAMI, KAMI PASTIKAN ANDA TIDAK TERLUKA!"

Suara teriakan Panglima Perang yang dikenal oleh siapapun jika ia begitu mengabdikan dirinya pada Kerajaan Qin. Dan juga diketahui Ratu Meng Yao—wanita penunggang kuda tersebut, jika pria itu sangat menaruh kesetiaan kepada Raja Qin Haoyu—suami Ratu Meng Yao.

"Tidak akan terjadi!" bantahnya dalam batin, tentu Ratu Meng Yao tidak akan mengalihkan pandangan ke belakang demi keselamatannya dan kedua orang terpenting di hidupnya yang kini bersamanya.

Panglima Zhao Yan mendengus gusar. "Wanita keras kepala," gumamnya memandang dingin Ratu Meng Yao yang cukup jauh jaraknya darinya. Sampai kegelapan malam seperti menelan wanita itu, ketika disadari Panglima Zhao Yan, wanita tersebut sudah memasuki kawasan hutan terlarang. Panglima Zhao Yan menghentikan laju kudanya.

"Berhenti!" Ia mengangkat satu tangannya, menghentikan para prajurit di belakangnya yang akan mengejar Ratu Meng Yao juga. "Kita berbalik," perintahnya sembari mengatur kudanya berbalik.

"Tapi panglima Zhao, bagaimana dengan Pangeran ... "

"Apa kau ingin membatahku?" Pancaran mata dinginnya dan suara tegasnya membisukan prajurit yang berusaha menanyakan keraguannya. Siapapun, pasti takkan ada yang berani membantahnya.

Mereka semua menurut, meninggalkan tempat di mana Ratu Meng Yao yang membawa lari Pangeran kecil yang merupakan putranya sendiri, bersama pelayan setianya meninggalkan istana.

Di dalam hutan yang teramat gelap. Ratu Meng Yao dapat bernapas lega. Karena merasakan hutan ini akan aman untuk mereka yang dalam pengejaran.

Ketika memasuki hutan lebih dalam lagi. Ratu Meng Yao memilih untuk berhenti dan turun dengan hati-hati dari kudanya. Wanita bernetra merah tajam itu memutuskan untuk beristirahat, menyandarkan dirinya di bawah pohon setelah dipastikan lebih dahulu keamanan tempat ini.

Yi Wen pelayan setianya yang menggendong bayi kecilnya ikutan turun bersamanya.

"Kemari, berikan putraku padaku." Ia menjulurkan kedua tangannya untuk menerima buah hati kecilnya ke tangannya.

Yi Wen memberikannya dengan hati-hati.

Melihat bayi kecilnya yang tertidur pulas di tengah keadaan genting seperti ini, membuat kerisauan di hatinya perlahan menghilang. "Dilihat dari mana pun, wajah tampan Pangeran kecil Ibu tidak pernah membosankan. Padahal kamu masih bayi. Tapi wajah tampan kamu sudah terlihat saja, manisnya~ " Ia mengusap hidung kecil bayi mungilnya, gemas.

Yi Wen berdiri menatapnya terharu. "Seandainya bulan purnama merah tidak terjadi di malam ini. Kebahagiaan Ratu pasti akan berlipat ganda," batinnya.

"Yi Wen, jika semisalnya aku tidak bertahan, tolong bawa putraku ke suatu tempat yang bisa membuatnya berkembang. Aku ingin dia menjadi seseorang yang hebat dan memiliki nama besar nantinya."

Yi Wen tersentak. Perkataan Ratu-nya membuat hati kecilnya tertikam dan itu terasa menyakitkan. Sampai tak kuasa, air matanya terjatuh.

"Apa yang Anda katakan Yang Mulia? Tolong jangan katakan itu, Anda harus bertahan demi Pangeran. Apa Anda lupa perkataan Anda yang pernah Anda katakan saat Pangeran masih di dalam kandungan. Anda akan menjadi ibu yang baik untuk Pangeran dan membuatnya merasa puas dengan kasih sayang yang Anda berikan." Yi Wen mengusap air mata yang mengalir deras membasahi pipinya dengan kasar. "Anda tidak ingin 'kan nasib yang sama diterima Pangeran? Hiks ... Anda tidak ingin 'kan Pangeran merasakan kehidupan yang keras seperti Anda? Yang Mulia, tolong ingat itu. Jangan berikan luka yang sama kepada Pangeran. Hiks ... hiks ... "

Yi Wen menjatuhkan lututnya, ia menangis terisak sambil bersujud di hadapan Ratu kebanggaannya. Ratu yang kuat dan sangat hebat di matanya. Bukan hanya ia saja, bahkan seluruh Kerajaan ini mengakuinya, Ratu Meng Yao adalah Ratu terbaik dari banyaknya Ratu yang ada.

Tes! Tes! Tes!

"Hujan," gumam pelan Ratu Meng Yao menatap ke atas langit malam yang tertutup rimbunnya daun.

Tetesan hujan mengenai wajahnya lewat sela-sela daun rimbun pohon besar yang disandarinya. Ia merasakannya, rasanya begitu sejuk. Tapi ketika melihat putra kecilnya yang menjadi terbangun menghisap ibu jari tangannya di dalam mulutnya. Ratu Meng Yao segera mendekapnya untuk melindunginya dari tetesan hujan.

Karena ibu jari tangannya ditarik dari mulutnya. Bayi kecil itu menjadi menangis sejadi-jadinya.

Yi Wen mendengarnya, melihatnya apa yang terjadi. Ia semulanya penasaran kenapa Pangeran bisa menangis sekuat itu, menjadi dibuat tertegun sendiri ketika melihat darah keluar dari hidung Ratu Meng Yao dengan matanya yang dapat melihat dengan jelas meskipun di dalam kegelapan malam.

"Ratu ... " Air mata Yi Wen mengalir deras. Dan tanpa terasa hujan rintik-rintik mulai turun begitu derasnya ke tanah mengenainya juga.

Tangan Ratu Meng Yao menarik paksa kalung liontin yang melingkari leher putihnya, kalung perak berbentuk burung phoenix yang terlihat ada permata kecil berwarna merah di bagian matanya, seperti mata milik Ratu Meng Yao dan Pangeran kecil.

Ia memakaikannya di leher bayi kecilnya tapi tak terlihat saat dikenakannya, kemudian itu dengan susah-paya telunjuk tangannya yang terlihat gemetar menyentuh kening bayi kecilnya, hingga keluar dari telunjuk tangannya bulatan sinar merah yang teramat terang mulai berpindah ke kening sang bayi.

Terlihat simbol api di kening bayi kecilnya kemudian menghilang setelah jari telunjuk Ratu Meng Yao tak menyentuhnya. "Ibu berikan penjaga untuk menjaga mu. Maafkan Ibu sayang, hanya ini saja yang bisa ibu lakukan."

Kemudian Ratu Meng Yao beralih menatap teduh Yi Wen.

"Yi Wen ... berjanjilah padaku, jangan biarkan putraku bertemu dengan Baginda Raja sebelum dia kuat dan berkuasa ... " Suara pelan penuh kesusah-payaan itu berusaha dikatakannya sampai saat suaranya menghilang, matanya mulai terpejam dan perlahan seluruh tubuhnya tak bergerak kembali.

Oeeckk! Oeeckk! Oeeckk!

Tangisan bayi mungil di dalam dekapan sang Ratu terdengar begitu keras, seperti menandakan kesedihan mendalamnya atas kepergian ibunya.

Yi Wen menatapnya begitu sedih lalu kemudian ia mengambil bayi dalam dekapan Ratu yang tengah menangis, ke dalam gendongannya.

Sebelum membawa pangeran kecil Qin pergi dengan menunggang kuda, Yi Wen menatap Ratu Meng Yao terlebih dahulu. "Sampai akhir, kenapa nasib Anda selalu begini, Yang Mulia Ratu?"

---

Raja Qin Haoyu yang tengah berada di kamarnya menjadi berjalan bolak-balik merasa gelisah. Saat mendengar Panglima Zhao Yan menyampaikan pesan, bahwa sang Ratu memasuki hutan terlarang, rasanya kekhawatiran begitu memuncak. Istri tercintanya ... sekarang bagaimana keadaannya?

Berbeda dari tempat itu, kerasnya tiupan angin, diiringi suara tangis seorang bayi laki-laki terdengar di suatu gubuk. Sampai seorang pria muda yang melewati gubuk reyot dan terlihat rapuh hampir ambruk itu meninggalkan kayu bakar yang sedang dibawanya begitu saja, ia berlari mencari sumber suara bayi yang ia dengar.

Oeeckk! Oeeckk! Oeeckk!

Pria itu berlari segera membawanya dengan mendekapnya berusaha untuk melindunginya dari tetesan air hujan yang mulai turun sangat deras agar tak mengenainya.

Tanpa pria itu sadari, terdapat seseorang yang tengah mengamatinya membawa bayi laki-laki tersebut, dari balik gubuk reyot yang hampir hancur.

"Pangeran, aku akan pergi dan aku kembali di saat kamu sudah menjadi kuat."

Sosok dalam kegelapan itu menghilang dalam sekejap.

Sementara itu, kini bayi kecil itu dibawa pria muda tersebut ke suatu tempat tinggalnya yang terlihat seperti gudang yang dipenuhi tumpukan jerami, bersama orang-orang yang sama sepertinya, mereka terlihat berpakaian lusuh dan tampilan mereka begitu sangat tak terawat.

"Apa yang kau bawa itu, Ruo Xuan?" Pria yang tampak paling tua di sini menghampirinya setiba ia sampai.

Shanyuan pria tua yang terlihat bertubuh bungkuk sampai jalan saja ia menggunakan bantuan tongkat kayu.

Yang lain, para pria yang ada di sini, tadinya tengah berbincang-bincang bersama menjadi mengalihkan pandangan ke arahnya.

"Seorang bayi laki-laki? Dari mana kamu mendapatkannya?" tanya Shanyuan selidik.

"Aku menemukannya di gubuk reyot, di dekat gunung saat aku mencari kayu bakar," jawabnya jujur.

"Kenapa kau membawa beban ke sini? Tempat ini bukan tempat penampungan anak, seharusnya kau buang saja bayi itu, bukan malah kau membawanya ke sini!" Yu Zixin pria yang memiliki wajah angkuh menyambarnya bicara dengan nada ketus terdengar apa yang dikatakannya begitu tak menyenangkan.

Ruo Xuan membalasnya balik, tak bisa tinggal diam kali ini saat mendengar ucapan Yu Zixin yang selalu saja menentangnya, "Aku tidak setega itu! Di tengah hujan badai membuang bayi kecil tak berdosa ini setelah dia sendiri dibuang. Itu sudah tindakan yang sangat keterlaluan. Kita di sini orang-orang terbuang juga, untuk apa kita bertindak seperti itu? Seharusnya kita juga dapat merasakan, bagaimana rasanya dibuang itu dan seharusnya tidak bertindak seperti orang-orang yang membuang kita."

Ruo Xuan merendahkan bicaranya saat menatap Shanyuan. "Maaf. Shanyuan, aku tahu tindakan ku ini akan membebani hidup kita kelak. Tapi, aku tidak bisa membiarkan bayi kecil ini begitu saja di luar."

Pria tua itu menghela napasnya. Melihat bayi yang dibawa Ruo Xuan tampak tersenyum saat ia menatapnya. Hati kerasnya, mendadak melunak. Ia yang tak pernah merasakan perasaan ini menjadi merasa aneh. Sampai-sampai senyum yang tak pernah ia tunjukkan setelah sekian lama diperlihatkan.

Ruo Xuan terkesima melihatnya. Shanyuan sang pimpinan mereka tengah tersenyum? Ini sesuatu yang langkah dan mengejutkan.

Tangannya terangkat rendah menyentuh kepala kecil sang bayi. Bayi mungil itu tersenyum lebar menunjukkan wajah manisnya yang memikat siapapun yang melihatnya tak terkecuali Shanyuan dan Ruo Xuan yang menggendongnya.

"Siapa namanya?" Shanyuan bertanya mengangkat sedikit wajahnya menatap Ruo Xuan.

"Qin Fan, namanya Qin Fan!" jawab spontan Ruo Xuan. Mendadak nama itu terbesit dalam pikirannya. Tak ada yang spesial kecuali nama depannya 'Qin', Ruo Xuan mengingat sosok Raja sangat ia kagumi, itu Raja Qin Haoyu, Raja kuat dan sangat bijaksana. Nyawanya dulu pernah diselamatkan olehnya, sampai kini, ia masih mengingat jasanya dan jika suatu hari ia bertemu dengannya kembali. Ruo Xuan akan rela memberikan nyawanya untuk pria tersebut sebagai balas budi atas pertolongannya.

Shanyuan menunjukkan wajah tak senangnya mendengar nama tersebut. "Sampai nama bayi ini kau namakan dengan nama depannya?" Ia tahu Ruo Xuan begitu mengagumi Raja Qin Haoyu. "Kau terlalu berlebihan mengaguminya Ruo Xuan. Dia mungkin tidak akan mengingat mu. Kau harus sadar yang ditolong saat itu bukan hanya kau saja." Shanyuan bergeleng-geleng kepala sembari ia membalikkan tubuh, berjalan kembali ke tempat biasa ia beristirahat, sama seperti dengan yang lain, ia tidur di atas tumpukan jerami.

"Aku tahu, tetap saja dia penolong ku! Jika tanpanya, mungkin aku tidak akan bisa hidup bersama kalian di sini."

Shanyuan menghentikan langkahnya sejenak ketika mendengar suara tegas Ruo Xuan. Sebelum akan lanjut kembali melangkah, ia membatin, "Kau terlalu naif Ruo Xuan. Raja yang kau lihat baik, belum tentu dia sebaik itu. Jika dia baik, kenapa dia menikahi putri seorang pengkhianat?"

---

Di tengah cuaca buruk yang melanda. Dalam tempat berbeda dan waktu yang berlangsung hampir bersamaan. Para prajurit istana dikerahkan langsung oleh Panglima Zhao Yan untuk mencari Pangeran kecil secara langsung ke seluruh tempat, ke rumah-rumah warga kota maupun desa di kawasan Kerajaan Qin. Hidup ataupun mati Pangeran Qin harus ditemukan. Sampai banyak prajurit membunuh asal bayi-bayi para warga yang tak bersalah.

Seperti terjadi pada pasangan muda yang baru saja dikaruniai seorang bayi laki-laki.

BRAKK!

Seorang pria yang berada di rumah, tengah duduk tersentak tatkala pintu rumahnya didobrak dengan kasarnya tanpa ia ketahui apa sebabnya.

"Tuan, ada gerangan apa Anda bertamu di rumah saya?"

Sikap ramahnya menyambut seseorang yang datang dengan cara tak sopan ke rumahnya itu tak menyangka akan dibalas dengan pukulan di wajahnya, secara spontan hal itu membuatnya jatuh tersungkur di lantai.

Ia memegangi wajahnya yang terasa panas dan berdenyut. Kedua matanya menjadi terpasang tajam, merasa kesal. "Apa maksud Anda menampar saya?"

Pria berzirah perang itu menatapnya begitu nyalang sembari ia berjongkok, menarik baju pria yang dibuatnya tersungkur itu dan berkata, "Apa kau menyembunyikan, Pangeran Qin?"

"Apa maksud Anda?" bingungnya.

"Di mana Pangeran Qin?!" Prajurit itu berteriak. Ya, pria itu seorang prajurit dan ia diperintahkan secara langsung untuk memasuki rumah-rumah warga mencari Pangeran Qin yang dibawa kabur Ratu Meng dan pelayannya.

Karena teriakannya sangat keras itu. Suara tangis bayi terdengar. Tampak juga seorang wanita yang membawa bayinya yang menangis, begitu menatap terkejut ke arah suaminya yang tersungkur di lantai rumahnya.

"Apa yang terjadi?"

Prajurit yang melihat wanita muda yang tengah menggendong bayinya, ia berdiri dan berjalan ke arah wanita itu.

"Lari Xiu Ying!" teriak pria itu ketika prajurit yang menghajarnya mendekati istrinya. Ia berteriak karena merasakan ancaman dari pria tersebut setelah menyinggung soal Pangeran Qin. Jelas, pasti Pangeran Qin telah lahir dan kini nyawanya menjadi incaran banyak orang.

Namun terlambat. Sudah lebih cepat prajurit itu mengambil bayinya dari istrinya.

Istrinya terkejut. Dia mengejar prajurit yang membawa bayi laki-laki'nya itu sambil menangis penuh permohonan. "Tolong kembalikan bayiku ... kumohon, Tuan. Tolong kembalikan ... Aaaa! Tidaaak! Bayiku ... !" teriaknya histeris.

Bukannya dikembalikan, prajurit tak tahu dosa itu dengan bengisnya membunuh seorang bayi laki-laki yang baru seminggu ini lahir di depan orang tuanya.

Wanita yang merupakan ibu sang bayi tengah berlutut memeluk bayinya yang sudah tak bernyawa lagi ditemani sang suami yang terlihat menatap kosong bayinya terlihat tak berdaya, apalagi ia melihat seluruh tubuh bayinya dipenuhi darah dari luka tusuk pedang tajam prajurit istana yang memasuki rumahnya tanpa permisi.

Betapa hancurnya hatinya saat ini. Lututnya seketika terjatuh lemas tak kuasa melihat bayinya yang sudah tak bernyawa lagi di depannya.

"Aku bersumpah, jika Pangeran Qin masih hidup, dia tidak akan menerima kebahagiaan!" teriak wanita itu terdengar terisak menyumpahi Pangeran Qin yang ia yakini menjadi penyebab kematian bayinya.

Sang suami menarik bahunya menyandarkannya di dadanya. Begitu sedih melihat betapa hancur dan putus asanya istrinya tersebut. Dalam benaknya, ia juga merasa marah. Ia bersumpah dalam batinnya dengan menunjukkan pancaran kemarahan yang besar, walaupun hujan tengah turun begitu derasnya. "Tunggu pembalasanku. Akan kubalas semua rasa sakitnya kehilangan, prajurit sialan!"

Bersambung ...

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Saraswati_5
yang patut di salahkan itu raja Qin, kenapa malah pangeran Qin yang di salahin
goodnovel comment avatar
Rifatul Mahmuda
baru bab awal aja sudah keliatan menarik
goodnovel comment avatar
Abigail Briel
ngenes nasib penduduk nya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status