"Sudah lama aku tidak berkunjung kemari." Audrey Dawson berkata dalam hati saat tiba di rumah peninggalan nenek, sambil menatap dan menerawang rumah tua di hadapannya.
Ia memandang sekeliling rumah tua yang tidak terawat lagi sejak sang Nenek meninggal. Rasa kangen yang membuncah di dada, kerinduan akan masa kecil di rumah yang telah lama ditinggalkannya. Kerinduan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
"Nenek, aku rindu sekali padamu. Aku rindu masa kecilku yang selalu disayang." Audrey berbicara pada dirinya sendiri lalu menitikkan air mata rindu yang tak terbalas.
Perlahan ia melangkahkan kaki medekati rumah tersebut dan memutar kunci pintu rumah neneknya, dan masuk ke dalamnya dan menutup kembali pintu rumah neneknya dan membiarkan kunci tergantung di pintu bagian dalam. Udara yang pengap, berdebu dan gelap. Itulah yang dirasakan Audrey saat ia masuk ke dalam rumah nenek.
Bukan tanpa alasan Audrey kembali ke rumah nenek sendirian. Belum lama ini ia baru saja belajar untuk hidup mandiri tanpa bergantung pada orang tuanya. Orang tua Audrey pindah tugas keluar kota, mengajak dia dan adiknya untuk ikut bersama mereka. Audrey memilih tidak ikut.
Sebenarnya, sulit bagi orang tua Audrey untuk membiarkan anaknya hidup sendiri, mengingat Audrey adalah anak sulung. Namun, karena tekad dan keinginan yang kuat dari Audrey untuk mandiri membuat ayahnya terpaksa mengizinkannya hidup sendiri tanpa orang tua dengan catatan, jika menghadapi masalah keuangan atau yang lainnya, mereka tetap akan membantu.
"Baik, Pa, aku akan buktikan pada papa dan mama jika aku bukanlah anak manja yang hanya bergantung pada orang tua." Audrey tersenyum dengan manis dan cantik saat mengucapkan pada orang tuanya.
Ia menyambut dengan sangat bahagia keputusan papa mengizinkannya hidup mandiri. Itulah ucapan yang berhasil membuat Audrey meyakinkan sang Papa, sebelum ia memutuskan untuk melihat rumah peninggalan nenek, tempat di mana masa kecil dihabiskan. Mengambil barang yang sangat berharga bagi Audrey di masa kecilnya.
"Uhuk ... uhuk ... uhuk ...." Audrey terbatuk saat masuk ke dalam rumah nenek.
Dengan cepat membuka jendela yang penuh debu agar udara dapat masuk dan cahaya menerangi bagian dalam rumah meskipun dengan pencahayaan yang minim. Setidaknya tidak gelap gulita, lalu ia mencoba menyalakan lampu saat menuju kamar semasa kecilnya.
Belum sampai tangannya menyentuh saklar untuk mencoba menyalakan lampu di kamar, kaki kirinya menginjak sesuatu, lumut yang licin dan membuatnya tergelincir dan terjatuh. Saat terjatuh, keanehan terjadi pada dirinya, ia tidak merasakan sakit saat terjatuh namun merasa tubuhnya sedang melayang dan kepalanya terasa sangat pusing. Saat ini ia merasa tersedot cepat melewati lorong yang sangat terang pencahayaannya, ia tidak pernah merasakan hal aneh seperti ini sebelumnya. Ia merasa seperti terhisap sesuatu dengan kekuatan yang sangat besar.
"Dimana aku? Apa yang terjadi?" Audrey bertanya pada dirinya dalam kepanikan dan tidak lama kemudian ia tidak sadarkan diri. Ia kini telah berada di dalam sebuah taman yang sangat indah, sambil menahan rasa sakit di kepala yang masih melanda, ia lalu tidak sadarkan diri.
Audrey mencoba untuk membuka mata perlahan dan memandang sekitar penuh dengan bunga dan pohon yang tinggi dan rindang, lalu ia mengernyitkan kening, mencoba mengingat kejadian terakhir yang menimpanya.
"Tadi aku sedang berada di suatu lorong yang sangat terang, tapi kenapa kini berada di taman?" Audrey terdiam sesaat. "Arghhh …." Dengan susah payah Audrey mencoba sekali lagi untuk mengingat kejadian yang dialaminya sambil memegang kepala yang terasa sangat sakit. Namun, hasilnya tetap sama, ia tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya,
"Kamu siapa? Kenapa kamu ada di taman sini?" Suara dari seorang pria yang berpakaian layaknya seorang pangeran bertanya pada wanita yang tergeletak di tamannya.
Dengan menyipitkan mata, Audrey balik bertanya pada pria yang berpakaian bak pangeran itu, "Kamu siapa?"
"Cih kamu ini, bukannya menjawab malah balik bertanya. Jawab dulu pertanyaanku!" ucapnya dengan nada perintah.
"A-ku. Tidak! Kamu harus memberitahu terlebih dahulu namamu." Audrey yang awalnya terbata berkata dan masih dalam keadaan linglung. Namun, akhirnya ia memberanikan diri kembali bertanya. Ia tidak ingin memberikan informasi tentangnya kepada orang yang tidak dikenalnya, meskipun hanya sekedar nama saja.
Sang Pangeran mendekati wanita yang belum pernah ia lihat sebelumnya di lingkungan istana, dan terus menatap mata si wanita tanpa kedip sedikit pun. Mata hitam pekat yang bagaikan magnet terus menatap iris hitam lawan bicara. Pun merasa seperti masuk jauh ke dalam pandangan.
DEG
Kini, detak jantung perpacu dengan cepat. Pertama kali untuk dia merasakan hal aneh dan tak biasa.
"A-pa maumu?" Audrey bertanya, ia merasakan gugup dan ketakutan yang luar biasa.
"Mauku? Huh!" Sang Pangeran menatap semakin mendekat.
Ujung hidung mereka hampir bersentuhan. Bahkan, Audrey dapat merasakan deru napas Pangeran dengan kedua tangan di atas kepala saat posisi masih rebah belum sempat berdiri karena baru saja sadar dari pingsan.
"Siapa kamu? Jawab!" Bentakan sang Pangeran. membuat semakin takut dan gemetar wanita yang kini posisi ada di bawah tubuh Pangeran.
"Au … drey …," jawab wanita yang sedang ketakutan dengan terbata-bata dan memejamkan mata.
Pangeran menarik paksa tangan Audrey, lalu membantunya berdiri. Dan meminta untuk membuka mata. "Buka matamu, apa yang kau takutkan?" tanya Pangeran pada Audrey.
Perlahan Audrey membuka kelopak mata dan menatap wajah pria tampan yang ada di hadapannya. Mimpi apakah aku semalam? Dari mana datangnya pria tampan ini? Audrey berkata dalam hati.
"A-pa yang kamu lakukan?" tanya Audrey yang semakin ketakutan saat Pangeran menarik tangan dan mengajak paksa naik ke atas kuda yang biasa dipakai dan membawa ke dalam istana.
Dengan cepat, Pangeran membawa Audrey ke dalam istana. Ia membawanya masuk ke dalam kamar tidur tamu dan mengunci pintu. Kembali Pangeran mengunci posisi Audrey menjadi tersudut, ia tidak mempunyai ruang gerak yang banyak untuk melarikan diri. Saat ini, sangat terlihat jelas di mata Audrey terpancar ketakutan yang amat sangat.
Masih belum mau menjawab pertanyaan dari Audrey, sang Pangeran, malah semakin mengintimidasi wanita itu dengan sikap yang terlihat semakin brutal. Mendekatkan wajahnya pada Audrey dan berbisik perlahan di telinga kanan Audrey, "Kau akan tamat disini, jika tidak mau mengaku siapa dirimu sebenarnya. Maka akan kuanggap kau sebagai mata-mata yang harus dihabisi!" Ucapan sang Pangeran membuat mata Audrey membelalak dan tubuhnya gemetar hebat. Sebelumnya ia tidak pernah diperlakukan semenakutkan sampai seperti ini.
Belum lagi mendengar jawaban mengenai siapa Audrey sebenarnya, sang Pangeran bertanya lagi, "Bagaimana caranya kamu bisa masuk dan berada di taman tadi?" Dengan penuh selidik dan mata menyipit tajam memandang Audrey yang semakin gelagapan untuk menjawabnya.
"Aku ... tidak tahu. Aku hanya mengunjungi rumah tua milik nenek, masuk ke kamarku yang dulu. Saat mau menyalakan lampu di kamar, aku tidak sengaja menginjak lumut dan terjatuh. Aku merasa ada yang aneh saat tubuhku melayang cepat dan tersedot di lorong waktu, aku tidak sadarkan diri. Begitu bangun aku sudah ada di taman." Rentetan kalimat Audrey menjelaskan secara rinci kronologi dia ada di tempat inidengan wajah yang terlihat sangat tegang dan takut.
"Hm ... kamu pikir aku akan percaya begitu saja dengan ucapanmu yang tidak masuk akal itu, Hah!?" bentak sang Pangeran pada Audrey, sontak membuat wanita ini langsung meneteskan air mata yang telah susah payah dibendung sejak tadi.
"Tapi, kamu lumayan cantik, cukup baik jika aku jadikan teman bermain, mengisi waktuku disaat sedang jenuh." Dengan senyum sinis sang Pangeran menatap dengan tajam mata Audrey.
DEG
Apa maunya orang ini? batin Audrey bergejolak dan menahan rasa takut yang teramat sangat.
Apa maunya orang ini? batin Audrey bergejolak dan menahan rasa takut yang teramat sangat."Jika kau tidak mau, maka akan aku masukan ke dalam penjara bawah tanah yang gelap dan lembab dengan tuduhan menjadi mata-mata dari negeri Who Knows yang merupakan musuh dari Negeri Lumut." Sang Pangeran mengucapkannya dan tersenyum licik mengancam AudreyJantung Audrey berdetak sangat cepat untuk saat ini, ia sangat ketakutan."Apa ... yang Tuan lakukan?" Audrey mengucapkan dengan kalimat terbata-bata dan menggantung."Kau masih berani bertanya dan tidak mau mengakui kesalahanmu, hah!" bentak Pangeran dengan nada suara penuh amarah."A ... aku... bukan mata-mata, aku ... tidak mengerti ... apa maksud, Tuan?" Audrey sangat takut dan menjawab dengan gugup, mata memerah dan menahan genangan air di pelupuk mata yang siap mengalir."Buktikan jika kau bukan mata-mata," ucap Pangeran yang membuat Audrey semakin panik karena ia tidak tahu bag
Malam hari Audrey telah berpindah ke istana pengasingan, di antar pengawal sang Pangeran menuju kamar yang telah disediakan."Ini kamar kamu," ucap Felix membuka pintu kamar, mempersilahkan Audrey masuk.Felix ikut masuk ke dalam kamar namun ia tidak menutup pintu, "Jika kamu butuh sesuatu, mintalah pada pelayan, katakan saja padanya." ucap Felix sambil melihat pelayan yang juga ikut mendampingi saat masuk ke kamar Audrey. Ketegangan mulai sirna di hati Audrey, saat ini ia tidak melihat adanya ancaman."Baiklah, terima kasih," ucap Audrey pelan dan sopan sambil menundukkan kepala perlahan, tanda hormat kepada Felix."Istirahatlah." Ucap Felix singkat dan dibalas anggukan Audrey. Felix keluar dari kamar beserta pelayan istana, membiarkan Audrey istirahat dengan tenang malam ini.Hingga larut malam, Audrey masih belum dapat memejamkan matanya. Ia merasa gelisah. Membolak-balikkan tubuh di atas ranjang. Untuk melepaskan rasa resah dan gelisah di hati,
Kenapa aku juga bisa merasakannya? Kekuatan apa ini? Raja Arthur berpikir keras apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya dan Audrey.Saat sedang berpikir keras, tatatapan Arthur tertuju pada gelas yang ada di meja. Tanpa di sadari gelas tersebut bergeser. Arthur terkesiap, tidak mempercayai apa yang baru saja dilihat. Sekali lagi Arthur mencoba fokus, tepat seperti dilakukan tanpa sengaja tadi.“Prang” Gelas tersebut jatuh dan pecah. Audrey perlahan membuka kelopak mata sesaat setelah bunyi gelas jatuh.Arthur menoleh pada Audrey, “Kau sudah sadar?” pertanyaan untuk mengalihkan perhatian Audrey.“Kenapa aku dikamarmu?” bukan menjawab, tetapi Audrey justru bertanya pada Arthur.Belum sempat Arthur menjawab, kembali Audrey berkata, “Tubuhku rasanya sakit dan panas.”Arthur hanya mendengar dan memperhatikan setiap gerak-gerik Audrey.“Apa yang terjadi padaku tadi?” Audr
“Kenapa ada di kamar Audrey?” tanya Felix tiba-tiba berada di belakang Arthur yang tidak menyadari kehadiran Felix sebelumnya.“Aku melihat Audrey, tadi terdengar seperti benturan keras, dia sekarang baik-baik saja.” Arthur menjelaskan pada Felix dengan hati-hati.Felix menatap Audrey, memperhatikan dari ujung kaki hingga atas kepala, semua terlihat baik.““Kau tidak menyembunyikan sesuatu?” Felix menatap mata Audrey penuh selidik. Namun, tidak menemukan kebohongan di sana.“T-Tidak.” Audrey sedikit gugup saat menjawab. Felix melihat gelagat mencurigakan dari Audrey. Aku harus membuktikan, telah terjadi sesuatu pada Audrey. Felix bergumam dalam hati, menganggukkan kepala atas jawaban Audrey. Felix lalu pergi.“Fiuh, lega.” Audrey menarik napas panjang dan berkata pada Raja Arthur.“Kamu harus lebih berhati-hati. Aku akan menemanimu latihan. Lain kali kita akan m
Pangeran Philip bersama Felix mendengar langsung mengenai Audrey dan Raja Arthur dari pengawal yang diutus Felix. “Pergi sekarang juga! Bawa Audrey kemari!” Pangeran Philip memerintah Felix dengan emosi. Philip tidak mau Audrey dekat dengan Arthur. Dengan kekuasaan, membuat keinginan dekat dengan Audrey terpenuhi, bahkan memisahkan mereka. Meski emosi mendengarnya, Philip tersenyum licik penuh kemenangan merebut Audrey dari Arthur. “Dia tidak boleh memilikinya. Audrey milikku!” Pangeran Philip berteriak di ruangannya. Felix segera melaksanakan perintah Pangeran Philip. Namun, sebelum berangkat Felix menyempatkan diri menemui Samantha. Saat tiba, Felix melihat Samantha sedang meditasi, tidak ingin mengganggu, Felix mengurungkan niat bertanya. “Lain kali aku akan kembali jika waktunya tepat.” Felix berkata pada dirinya lalu pergi ke istana pengasingan. Felix pergi. Samantha membuka matanya menarik napas dalam. Ia belum siap menjawab pertanyaan F
Pangeran Philip bersama Felix mendengar langsung mengenai Audrey dan Raja Arthur dari pengawal yang diutus Felix. “Pergi sekarang juga! Bawa Audrey kemari!” Pangeran Philip memerintah Felix dengan emosi. Philip tidak mau Audrey dekat dengan Arthur. Dengan kekuasaan, membuat keinginan dekat dengan Audrey terpenuhi, bahkan memisahkan mereka. Meski emosi mendengarnya, Philip tersenyum licik penuh kemenangan merebut Audrey dari Arthur. “Dia tidak boleh memilikinya. Audrey milikku!” Pangeran Philip berteriak di ruangannya. Felix segera melaksanakan perintah Pangeran Philip. Namun, sebelum berangkat Felix menyempatkan diri menemui Samantha. Saat tiba, Felix melihat Samantha sedang meditasi, tidak ingin mengganggu, Felix mengurungkan niat bertanya. “Lain kali aku akan kembali jika waktunya tepat.” Felix berkata pada dirinya lalu pergi ke istana pengasingan. Felix pergi. Samantha membuka matanya menarik napas dalam. Ia belum siap menjawab pertanyaan F
“Kenapa ada di kamar Audrey?” tanya Felix tiba-tiba berada di belakang Arthur yang tidak menyadari kehadiran Felix sebelumnya.“Aku melihat Audrey, tadi terdengar seperti benturan keras, dia sekarang baik-baik saja.” Arthur menjelaskan pada Felix dengan hati-hati.Felix menatap Audrey, memperhatikan dari ujung kaki hingga atas kepala, semua terlihat baik.““Kau tidak menyembunyikan sesuatu?” Felix menatap mata Audrey penuh selidik. Namun, tidak menemukan kebohongan di sana.“T-Tidak.” Audrey sedikit gugup saat menjawab. Felix melihat gelagat mencurigakan dari Audrey. Aku harus membuktikan, telah terjadi sesuatu pada Audrey. Felix bergumam dalam hati, menganggukkan kepala atas jawaban Audrey. Felix lalu pergi.“Fiuh, lega.” Audrey menarik napas panjang dan berkata pada Raja Arthur.“Kamu harus lebih berhati-hati. Aku akan menemanimu latihan. Lain kali kita akan m
Kenapa aku juga bisa merasakannya? Kekuatan apa ini? Raja Arthur berpikir keras apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya dan Audrey.Saat sedang berpikir keras, tatatapan Arthur tertuju pada gelas yang ada di meja. Tanpa di sadari gelas tersebut bergeser. Arthur terkesiap, tidak mempercayai apa yang baru saja dilihat. Sekali lagi Arthur mencoba fokus, tepat seperti dilakukan tanpa sengaja tadi.“Prang” Gelas tersebut jatuh dan pecah. Audrey perlahan membuka kelopak mata sesaat setelah bunyi gelas jatuh.Arthur menoleh pada Audrey, “Kau sudah sadar?” pertanyaan untuk mengalihkan perhatian Audrey.“Kenapa aku dikamarmu?” bukan menjawab, tetapi Audrey justru bertanya pada Arthur.Belum sempat Arthur menjawab, kembali Audrey berkata, “Tubuhku rasanya sakit dan panas.”Arthur hanya mendengar dan memperhatikan setiap gerak-gerik Audrey.“Apa yang terjadi padaku tadi?” Audr
Malam hari Audrey telah berpindah ke istana pengasingan, di antar pengawal sang Pangeran menuju kamar yang telah disediakan."Ini kamar kamu," ucap Felix membuka pintu kamar, mempersilahkan Audrey masuk.Felix ikut masuk ke dalam kamar namun ia tidak menutup pintu, "Jika kamu butuh sesuatu, mintalah pada pelayan, katakan saja padanya." ucap Felix sambil melihat pelayan yang juga ikut mendampingi saat masuk ke kamar Audrey. Ketegangan mulai sirna di hati Audrey, saat ini ia tidak melihat adanya ancaman."Baiklah, terima kasih," ucap Audrey pelan dan sopan sambil menundukkan kepala perlahan, tanda hormat kepada Felix."Istirahatlah." Ucap Felix singkat dan dibalas anggukan Audrey. Felix keluar dari kamar beserta pelayan istana, membiarkan Audrey istirahat dengan tenang malam ini.Hingga larut malam, Audrey masih belum dapat memejamkan matanya. Ia merasa gelisah. Membolak-balikkan tubuh di atas ranjang. Untuk melepaskan rasa resah dan gelisah di hati,
Apa maunya orang ini? batin Audrey bergejolak dan menahan rasa takut yang teramat sangat."Jika kau tidak mau, maka akan aku masukan ke dalam penjara bawah tanah yang gelap dan lembab dengan tuduhan menjadi mata-mata dari negeri Who Knows yang merupakan musuh dari Negeri Lumut." Sang Pangeran mengucapkannya dan tersenyum licik mengancam AudreyJantung Audrey berdetak sangat cepat untuk saat ini, ia sangat ketakutan."Apa ... yang Tuan lakukan?" Audrey mengucapkan dengan kalimat terbata-bata dan menggantung."Kau masih berani bertanya dan tidak mau mengakui kesalahanmu, hah!" bentak Pangeran dengan nada suara penuh amarah."A ... aku... bukan mata-mata, aku ... tidak mengerti ... apa maksud, Tuan?" Audrey sangat takut dan menjawab dengan gugup, mata memerah dan menahan genangan air di pelupuk mata yang siap mengalir."Buktikan jika kau bukan mata-mata," ucap Pangeran yang membuat Audrey semakin panik karena ia tidak tahu bag
"Sudah lama aku tidak berkunjung kemari." Audrey Dawson berkata dalam hati saat tiba di rumah peninggalan nenek, sambil menatap dan menerawang rumah tua di hadapannya.Ia memandang sekeliling rumah tua yang tidak terawat lagi sejak sang Nenek meninggal. Rasa kangen yang membuncah di dada, kerinduan akan masa kecil di rumah yang telah lama ditinggalkannya. Kerinduan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata."Nenek, aku rindu sekali padamu. Aku rindu masa kecilku yang selalu disayang." Audrey berbicara pada dirinya sendiri lalu menitikkan air mata rindu yang tak terbalas.Perlahan ia melangkahkan kaki medekati rumah tersebut dan memutar kunci pintu rumah neneknya, dan masuk ke dalamnya dan menutup kembali pintu rumah neneknya dan membiarkan kunci tergantung di pintu bagian dalam. Udara yang pengap, berdebu dan gelap. Itulah yang dirasakan Audrey saat ia masuk ke dalam rumah nenek.Bukan tanpa alasan Audrey kembali ke rumah nenek sendirian. Belum lama ini ia